BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa 10-15%

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan satu dari dua penyakit rongga mulut terbesar di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa 10-15% populasi di dunia menderita penyakit periodontal, 80% anak usia muda menderita penyakit gingivitis, sedangkan hampir semua populasi dewasa sudah pernah menderita gingivitis, periodontitis bahkan keduanya. Hasil Survei Kesehatan Nasional (SURKESNAS) tahun 2003 menunjukan, bahwa prevalensi penyakit periodontal di Indonesia pada semua kelompok umur mencapai 96,58% (Tanjaya dan Elza, 2011). Cobert dkk., (2012) menyatakan bahwa penyakit periodontal merupakan peradangan yang terjadi pada jaringan periodonsium yang melibatkan interaksi antara produk bakteri, banyak populasi sel dan mediator inflamasi. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua kategori penyakit periodontal. Gingivitis merupakan bentuk ringan penyakit periodontal dengan inflamasi hanya pada jaringan gingiva, sedangkan periodontitis sudah ditandai dengan inflamasi yang sudah lanjut dari jaringan gingiva ke jaringan pendukung bawahnya. Pemeriksaan kondisi jaringan periodontal dapat dilakukan antara lain dengan pengukuran kedalaman poket (Pocket Depth), Clinical Attachment Levels (CAL) dan Bleeding On Probing (BOP). 1

2 Etiologi penyakit periodontal dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal biasanya disebabkan oleh plak bakteri, khususnya Porpyromonas gingivalis (P.Gingivalis), Tanerella forsythia, Provotella Intermedia, Triponema denticola yang banyak dijum pai pada periodontitis destruktif dengan poket yang dalam. Sedangkan salah satu faktor sistemik dapat disebabkan oleh hormon sintetis yang terdapat pada kontrasepsi hormonal yang mengandung progesteron dan esterogen (Newman dkk., 2002). Perubahan hormon ini merangsang peningkatan mediator inflamasi berupa Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α), interleukin-1(il-1), interleukin-6 (IL-6) dan Prostagladin E 2 (PGE 2 ) selain meningkatkan mediator inflamasi, perubahan hormon dapat juga menyebabkab perubahan komposisi mikroflora subgingiva (Rai dkk., 2008). TNF-α merupakan sitokin proinflamasi yang mengatur respon kekebalan tubuh dan metabolisme tulang dan sebagai salah satu sitokin yang dominan terkait dengan periodontitis (McInnes & Schett, 2007). TNF-α dapat dideteksi dalam saliva dan cairan sulkus gingiva (CSG) pada kondisi sehat, gingivitis maupun pada pengguna kontrasepsi. Peningkatan kadar TNF-α pada gingiviitis berkorelasi erat dengan kerusakan jaringan dan respon imun. (Singh dkk., 2014). Laporan hasil pemantauan KB aktif tahun 2009 di Jawa Tengah, menyebutkan bahwa pemakaian kontrasepsi suntik sebesar 62,36%, pil 13,5%, intra uterine devices (IUD ) 7,39 %, implan 7,29 %, dan tubektom i 6,27 %. Dari beberapa jenis alat kontrasepsi hormonal tersebut yang banyak digunakan adalah jenis suntik dan jenis pil (BKKBN, 2009). Karesidenan Surakarta tercatat sebagai 2

3 daerah dengan proporsi penduduk yang memiliki masalah gigi dan mulut tertinggi di Jawa Tengah yaitu 37,6%. Penyakit jaringan periodontal yang sering dijumpai adalah gingivitis dan periodontitis (RISKESDAS, 2013). Alat kontrasepsi merupakan alat yang digunakan oleh pasangan suami istri yang ingin menunda atau mengatur kehamilan. Alat kontrasepsi ada dua jenis yaitu kontrasepsi hormonal dan kontrasepsi non hormonal. Kontrasepsi hormonal merupakan kontrasepsi yang menggunakan hormon, kontrasepsi non hormonal yaitu kontrasepsi yang tidak melibatkan hormon contohnya kondom, alat kontrasepsi dalam rahim atau IUD (Intra uterine device) dan tubektom i. Kontrasepsi hormonal contohnya pil KB, sun tik KB dan implan (Siswosuharjo dan Chakrawati, 2010). Kontrasepsi jenis pil mengandung estrogen dan progesteron, sedangkan kontrasepsi jenis suntik dan implan hanya mengandung hormon progesteron saja (Yuhedi dkk., 2014). Newman dkk., (2002), melaporkan bahwa penggunaan kontrasepsi pil, dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah jaringan perifer dan jumlah eksudat dalam sulkus gingiva sehingga dapat memperberat radang pada jaringan gingiva. Pengguna kontrasepsi pil juga berakibat merangsang PMN fagositosis, menghambat kemotaksis PMN dan sitokin proinflamasi yang dihasilkan oleh sumsum sehingga inflamasi gingiva yang lebih tinggi dibandingkan pengguna kontrasepsi suntik dan implan (Dom ingues dkk., 2011). 3

4 Derajat keparahan gingivitis pada wanita pemakai kontrasepsi suntik bervariasi mulai dari ringan sampai sedang. Hasil penelitian Preshhawl dkk. (2001), melaporkan bahwa terjadi peningkatan indeks gingiva pada wanita pemakai kontrasepsi suntik yang dipengaruhi oleh kadar progesteron dalam plasma darah. Respon inflamasi yang meningkat ini disebabkan karena efek dari progesteron untuk mengubah permeabilitas jaringan gingiva dengan meningkatkan prostalglandin E2 dan jumlah PMN dalam sulkus gingiva (Domingues dkk., 2012). Guncu dkk., (2005), melaporkan bahwa pengaruh penggunaan kontrasepsi implan terhadap jaringan periodontal antara lain mengurangi glukokortikoid efek anti inflamasi, menghambat proliferasi fibroblast gingiva dan meningkatkan kerusakan metabolisme folat yang diperlukan untuk pemeliharaan dan perbaikan jaringan. Kebonarum adalah salah satu kecamatan di kabupaten K laten karesidenan Surakarta yang terdiri-dari 7 desa meliputi Basin, Gondang, Karangduren, Malangjiwan, Menden, Ngrundul dan Pluneng. Gambaran Akseptor KB di Kecamatan Kebonarum yang didapat dari data di Puskesmas Kecamatan Kebonarum adalah jumlah pasangan usia subur sebanyak orang dan pemakai kontrasepsi hormonal sejumlah orang yang terdiri dari 97 orang pemakai kontrasepsi oral, orang pemakai kontrasepsi suntik dan 411 orang pemakai kontrasepsi implan (Data Puskesmas Kebonarum, 2015). 4

5 Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai perbedaan kadar TNF-α cairan sulkus gingiva pada penderita gingivitis pengguna kontrasepsi pil, suntik dan implan di wilayah kerja Puskesmas Kebonarum Kabupaten Klaten. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah terdapat perbedaan kadar TNF-α cairan sulkus gingiva pada penderita gingivitis pengguna kontrasepsi pil, suntik dan im plan? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisis perbedaan kadar TNF-α cairan sulkus gingiva pada pasien pengguna kontrasepsi pil, suntik dan im plan. 2. Memberikan informasi kepada pengguna kontrasepsi untuk lebih berhati-hati dalam memilih kontrasepsi yang aman terhadap kesehatan gingiva. D. Manfaat Penelitian 1. Menambah informasi ilmiah dalam bidang Ilmu Periodonsia tentang perbedaan kadar TNF-α cairan sulkus gingiva pengguna kontrasepsi dan pengaruh pemakaian kontasepsi pil, suntik dan implan terhadap kesehatan gingiva. 2. Memberikan informasi ilm iah tentang perbedaan kadar TNF-α cairan sulkus gingiva tetrhadap pengguna kontrasepsi. 3. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pemakian kontrasepsi atas dasar perbedaan kadar TNF-α pada cairan sulkus gingiva. 5

6 E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pengaruh kontrasepsi terhadap gingivitis sejauh ini masih belum banyak dilakukan, akan tetapi penelitian pengaruh hormonal terhadap penyakit periodontal dan kadar TNF-α sudah pernah oleh Baser dkk., (2009). Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan kadar TNF-α dalam cairan sulkus gingiva mengalami peningkatan yang signifikan Penelitian lain yang dilakukan oleh Domingues (2012) menunjukkan hasil bahwa respon inflamasi jaringan periodontal meningkat pada pemakaian kontrasepsi hormonal karena efek dari progesteron mengubah permeabilitas jaringan gingiva. Sedangkan penelitian tentang kadar TNF-α CSG pada penderita gingivitis sedang pengguna kontrasepsi pil, suntik dan implan sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan. 6