BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kita semua menerima pendapat bahwa dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat lepas dari hubungan satu sama lain. Ketika berinteraksi dengan orang lain, manusia akan melakukan sebuah komunikasi. Saat berkomunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan, isi pikiran, maksud atau juga perasaan. Sarana yang paling utama dan vital untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah bahasa. Secara tradisional, bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi (Chaer, 2009:19). Menurut Searle (1969:16), dalam komunikasi kebahasaan terdapat tindak tutur. Tindak tutur adalah bagaimana sikap seseorang ketika menyampaikan sesuatu kepada lawan bicara. Seseorang dikatakan memiliki tindak tutur yang baik apabila ia dapat menyampaikan sesuatu dengan sikap yang sesuai dengan bagaimana seharusnya ia bersikap atau dengan kata lain, orang tersebut dapat memosisikan dirinya sesuai dengan kondisi, situasi dan tempat ia sedang berbicara. Pada umumnya, setiap orang akan berusaha untuk melakukan sebuah komunikasi yang baik dengan orang lain agar apa yang ingin disampaikan maupun apa yang pembicara tersebut ingin peroleh dari mitra tuturnya dapat terwujud sesuai dengan yang diharapkan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada saat berkomunikasi, terdapat tuturan-tuturan yang bisa menjadi ancaman kepada mitra tutur, yaitu tuturan yang dapat mengancam muka/harga diri mitra tutur. Tuturan yang mengancam muka 1
2 atau harga diri seseorang tersebut disebut sebagai tindak pengancaman muka, atau dalam bahasa Inggris disebut dengan face threatening acts (FTA). Segala tuturan yang dapat menyinggung perasaan, mengancam muka atau harga diri, mengganggu kenyamanan maupun kebebasan seseorang dapat disebut sebagai tindak pengancaman muka. Menurut Yule (2006: 106), pengancaman muka melalui tindak tutur (speech act) akan terjadi apabila penutur dan mitra tutur sama-sama tidak berbahasa sesuai dengan jarak sosial. Tindak pengancaman muka (FTA) tidak selalu dapat dihindari, bahkan tindakan tersebut secara sengaja/tidak sengaja, sadar maupun tidak sadar hampir dilakukan oleh setiap orang pada saat berkomunikasi dengan orang lain. Ketika seseorang melakukan sebuah tindak pengancaman muka, muka atau harga diri mitra tuturnya (lawan bicara) dapat terancam, yang mana hal tersebut dapat berdampak pada perasaan maupun kelanjutan hubungan antara mitra tutur dengan penutur. Tindakan menyalahkan merupakan salah satu contoh dari tindak pengancaman muka yang termasuk dalam tindakan yang mengancam muka negatif mitra tutur (orang yang disalahkan) karena saat seseorang disalahkan, ia akan merasa bahwa apa yang dipercayainya merupakan sebuah kesalahan dan jika kesalahan tersebut sampai dikoreksi oleh orang lain, muka (harga diri) orang tersebut dikatakan sedang terancam. Contoh lainnya, yaitu dalam berkomunikasi seseorang pasti akan menemukan saat di mana ia harus menyalahkan orang lain. Jika seseorang memedulikan atau memikirkan perasaan orang yang ingin disalahkannya, ia akan mencari strategi untuk melakukan tindakan tersebut, misalnya menyalahkan dengan cara tidak langsung, menyalahkan dengan halus,
3 ataupun menyalahkan dengan menggunakan ungkapan yang sedemikian rupa. Pada saat seseorang akan mengujarkan sebuah tuturan yang dapat menjadi sebuah ancaman terhadap muka mitra tutur maupun mukanya sendiri, adapun pemilihan cara penyampaian tuturan yang akan diujarkannya tersebut, disebut dengan strategi kesantunan. Kesantunan bertutur kata bagi masyarakat Jepang merupakan bagian penting saat mereka mengadakan interaksi. Menurut Ide dan Yoshida (1999:444-447), kesantunan digunakan untuk menghindari terjadinya konflik dengan lawan bicara dan menciptakan komunikasi tersebut menjadi lebih sopan. Masyarakat Jepang pada umumnya, selain selalu berusaha untuk menjaga perasaan mitra tuturnya, mereka juga selalu berusaha untuk menjaga muka/harga diri mereka sendiri, contohnya pada saat melakukan sebuah penolakan. Tindakan menolak termasuk sebagai tindakan yang dapat mengancam muka penutur (orang yang menolak) dikarenakan, sebuah penolakan apabila tidak diujarkan dengan benar, akan dapat berdampak buruk bagi kedua belah pihak penutur maupun mitra tutur-, misalnya renggangnya hubungan di antara mereka dll. Contoh penolakan yang dilakukan orang Jepang dapat dilihat pada percakapan berikut. ミラー : あのう 木村さん 小沢征爾のコンサート いっしょにいかがですか 木村 : いいですね いつですか ミラー : 来週の金曜日の晩です 木村 : 金曜日ですか 金曜日の晩はちょっと ミラー : だめですか 木村 : ええ 友達と約束がありますから ミラー : そうですか 残念ですね
4 木村 : ええ また今度お願いします Miraa : Anou, Kimura-san, Ozawaseiji no konsaato, issho ni ikaga desu ka. Kimura : Ii desu ne. Itsu desu ka. Miraa : Raishuu no kinyoubi no ban desu. Kimura : Kinyoubi desu ka. Kinyoubi no ban wa chotto... Miraa : Dame desu ka. Kimura : Ee, tomodachi to yakusoku ga arimasu kara,... Miraa : Sou desu ka. Zannen desu ne. Kimura : Ee. Mata kondo onegaishimasu. Miller Kimura Miller Kimura Miller Kimura Miller Kimura : Mmm, saudara Kimura, bagaimana kalau kita pergi bersama ke konser Ozawaseiji? : Wah, boleh. Kapan? : Hari Jumat malam, minggu depan. : Hari Jumat ya? Kalau Jumat malam... : Tidak bisa ya? : Ya, saya sudah ada janji dengan teman... : Oh begitu. Sayang sekali ya. : Iya. Mohon lain kali ajak saya kembali. (Minna no Nihongo Shokyuu I, 2003: 73) Pada percakapan di atas, kalimat kinyoubi no ban wa chotto... kalau Jumat malam... merupakan kalimat penolakan. Kalimat tersebut termasuk dalam tindak pengancaman muka yang mengancam muka positif penutur yaitu muka (harga diri) Kimura. Penolakan tersebut dikatakan mengancam muka positif Kimura dikarenakan, dampak yang dapat terjadi oleh penolakan tersebut adalah rasa kurang puasnya Miller orang yang memberi tawaran- terhadap Kimura, yang dapat menurunkan citra/harga diri Kimura di hadapan Miller, sehingga hal tersebut ditakuti akan memengaruhi hubungan/keakraban di antara mereka. Kimura yang
5 mengetahui bahwa penolakannya mungkin akan menyakiti perasaan Miller, kemudian memilih menggunakan strategi off record (tidak langsung) dalam menyampaikan penolakannya yaitu dengan mengujarkan kalimat kinyoubi no ban wa chotto... kalau Jumat malam...(aku tidak bisa). Selain mengatakan penolakannya secara tidak langsung, pada akhir percakapan Kimura juga mengatakan mata kondo onegaishimasu mohon lain kali ajak saya kembali kepada Miller dengan maksud menunjukkan bahwa Kimura sebenarnya ingin menerima tawaran Miller namun kebetulan pada saat tersebut ia berhalangan sehingga ia menantikan ajakan Miller di waktu berikutnya. Hal tersebut bertujuan untuk menyelamatkan muka/harga diri Kimura di hadapan Miller agar Kimura tidak disangka adalah orang yang buruk, karena ia menolak ajakan Miller. Faktor yang memengaruhi dipilihnya strategi tersebut oleh Kimura dalam mengatakan penolakannya terhadap Miller adalah faktor keanggotaan dalam grup, yaitu Kimura dan Miller yang bekerja di perusahaan yang sama. Sebagai karyawan yang bekerja pada perusahaan yang sama, adalah hal yang wajar untuk menjalin dan selalu menjaga hubungan yang baik dengan sesama karyawan. Tidak hanya dengan cara menggunakan strategi tertentu dalam berkomunikasi, masyarakat Jepang juga selalu menggunakan kesantunan dalam berbahasa yang disesuaikan dengan situasi, kondisi dan dengan siapa mereka sedang berbicara. Hal ini dikarenakan masyarakat Jepang memiliki budaya yang memengaruhi cara mereka dalam memperlakukan orang lain termasuk cara mereka berkomunikasi dengan orang lain. Menurut Mizutani dan Mizutani (1987: 3-14), ada tujuh faktor yang memengaruhi/melatar belakangi kesantunan yang digunakan
6 oleh masyarakat Jepang antara lain: faktor hubungan keakraban dengan mitra tutur, umur, hubungan sosial, status sosial, jenis kelamin, keanggotaan dalam grup dan situasi. Brown dan Levinson (1987) dalam bukunya yang berjudul Politeness, Some Universals of Language Usage menyebutkan bahwa sebuah kesantunan dalam tindak pengancaman muka dipengaruhi oleh tiga faktor sosial, yaitu kekuasaan (power), jarak sosial (distance) dan tingkat pembebanan (ranking of imposition). Adanya banyak faktor yang menjadi pertimbangan masyarakat Jepang dalam berkomunikasi, menyebabkan terjadinya berbagai bentuk dan strategi dalam tindak pengancaman muka, sehingga dilakukanlah penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk tindak pengancaman sekaligus strategi yang digunakan oleh masyarakat Jepang dalam melakukan tindakan pengancaman muka tersebut. Untuk melakukan penelitian ini, digunakan sumber data berupa anime yang berjudul Sen to Chihiro no Kamikakushi karya Hayao Miyazaki, yang merupakan sebuah anime yang dapat menggambarkan tindak tutur masyarakat Jepang. Dalam anime ini tercermin berbagai budaya maupun filosofi-filosofi masyarakat Jepang. Anime yang mendapat penghargaan oscar pada tahun 2002 ini dapat digunakan dalam menganalisis tuturan yang termasuk sebagai tindak pengancaman muka yang dilakukan oleh orang Jepang beserta strategi dan faktorfaktor yang memengaruhi penggunaan kesantunan dalam tuturan tersebut. Dalam anime ini terdapat berbagai macam tokoh dengan karakter, posisi/status, usia dan hubungan sosial yang beragam, yang memungkinkan terjadinya berbagai macam
7 tuturan. Tuturan-tuturan tersebut akan dianalisis maksud dan tujuannya, serta dicari tuturan-tuturan mana yang termasuk sebagai tindak pengancaman muka. Alasan dipilihnya tindak pengancaman muka, strategi kesantunan dan faktor-faktor yang memengaruhi kesantunan masyarakat Jepang sebagai objek kajian dalam penelitian ini adalah pertama, adanya perbedaan budaya yang dimiliki oleh setiap negara menjadikan bentuk-bentuk tuturan yang termasuk sebagai tindak pengancaman muka berbeda-beda dan beragam jenisnya, dan masyarakat Jepang sebagai salah satu negara yang terkenal dengan kesantunannya, menarik untuk diketahui bagaimana penyampaian tindak pengancaman muka oleh masyarakatnya. Kedua, latar belakang budaya masyarakat Jepang yang beragam juga menjadikan faktor-faktor yang memengaruhi kesantunan dalam masyarakatnya beragam pula jenisnya. Ketiga, bentuk-bentuk dan strategi kesantunan dalam tindak pengancaman muka penting untuk diketahui karena bermanfaat untuk menambah wawasan masyarakat mengenai apa itu tindak pengancaman muka, yang dapat diaplikasikan dalam menjalin komunikasi yang baik, yang dalam penelitian ini mengambil contoh dari kesantunan masyarakat Jepang. Berdasarkan latar belakang tersebut dilakukanlah penelitian ini dengan menggunakan sumber data yaitu anime Sen to Chihiro no Kamikakushi karya Hayao Miyazaki
8 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapatlah dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimanakah bentuk-bentuk tindak pengancaman muka yang terdapat dalam anime Sen to Chihiro no Kamikakushi karya Hayao Miyazaki? 2. Bagaimanakah strategi kesantunan yang digunakan dalam melakukan tindak pengancaman muka dalam anime Sen to Chihiro no Kamikakushi karya Hayao Miyazaki? 3. Bagaimanakah faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan strategi kesantunan dalam melakukan tindak pengancaman muka yang terdapat dalam anime Sen to Chihiro no Kamikakushi karya Hayao Miyazaki? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian pada anime Sen to Chihiro no Kamikakushi karya Hayao Miyazaki dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan dan menambah khazanah penelitian dalam bidang linguistik bahasa Jepang. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada pembaca yang ingin mengetahui bahasa Jepang khususnya mengenai tindak pengancaman muka dalam masyarakat Jepang yang merupakan bagian dari bidang linguistik sebagai salah satu cabang dalam kajian pragmatik.
9 1.3.2 Tujuan Khusus Sesuai dengan masalah yang dikemukakan di atas, secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menjelaskan bentuk-bentuk tindak pengancaman muka yang terdapat dalam anime Sen to Chihiro no Kamikakushi karya Hayao Miyazaki. 2. Menjelaskan strategi kesantunan yang digunakan dalam melakukan tindak pengancaman muka yang terdapat dalam anime Sen to Chihiro no Kamikakushi karya Hayao Miyazaki. 3. Menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan strategi kesantunan dalam melakukan tindak pengancaman muka yang terdapat dalam anime Sen to Chihiro no Kamikakushi karya Hayao Miyazaki. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian merupakan salah satu kegunaan yang dapat diambil dari suatu penelitian. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu manfaat akademik dan manfaat praktis. 1.4.1 Manfaat Akademik Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk digunakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan serta sebagai dokumentasi ilmiah dalam bidang linguistik, juga sebagai penerapan ilmu dan teori pragmatik yang telah dipelajari dalam menganalisis karya sastra terutama dalam film atau drama, serta diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk analisis menggunakan kajian pragmatik dalam penelitian selanjutnya.
10 1.4.2 Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan para penikmat karya sastra mengenai pentingnya kesantunan dalam bertindak tutur. Penelitian ini juga bermanfaat untuk memberikan gambaran mengenai bentukbentuk tindak pengancaman muka, strategi kesantunan yang digunakan dalam tindak pengancaman muka tersebut, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan suatu strategi kesantunan dalam sebuah tuturan dalam anime Sen to Chihiro no Kamikakushi karya Hayao Miyazaki.