BAB V BUDAYA ORGANISASI SPIRITUAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu faktor internal yang turut menentukan keberhasilan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Arti dan Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. yang tepat untuk meningkatkan kemampuan perusahaannya dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok manusia sangat diperlukan untuk dapat bersosialisasi dan bekerja

BAB II KERANGKA TEORI

I. PENDAHULUAN. untuk mendaya gunakan sumber daya manusia secara maksimal sehingga dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORITIS. tersebut ketika bekerja sendiri atau dengan karyawan lain (Jones, 2010).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Implementasi Program Perawatan Ibu Hamil, Bersalin dan Nifas Program Perawatan Ibu Hamil, Bersalin dan Nifas

BAB I PENDAHULUAN. didayagunakan sedemikian rupa. Para guru perlu digerakkan secara efektif, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI

Definisi Budaya Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

Mengelola Budaya Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. bergantung kepada kinerja dari pegawainya yang dimana setiap pegawai merupakan

BUDAYA ORGANISASI. Pokok Bahasan MODUL PERKULIAHAN. 1. Konsep Budaya Organisasi 2. Budaya Dan Keberhasilan Organisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mendapatkan berbagai informasi, sesuai dengan topik yang sedang diteliti

KULTUR ORGANISASI 12/6/2016 1

BAB II LANDASAN TEORI. dijelaskan lebih dahulu mengenai pengertian dari budaya organisasi. Menurut John R. Schermerhorn Jr (2002 : 49) dalam bukunya

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja

BAB II KERANGKA TEORI Pengertian Budaya Perusahaan. digunakan dan untuk apa ia melakukan tindakan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Kemajuan telah dialami oleh manusia, baik yang bersifat keilmuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Pengertian Manajemen Sumber Daya. perusahaan, karyawan, dan masyarakat.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PROFESSIONAL IMAGE. Budaya Kerja Humas yang Efektif. Syerli Haryati, S.S. M.Ikom. Modul ke: Fakultas FIKOM. Program Studi Public Relations

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta didirikan karena

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dimensi efektivitas berkaitan dengan pencapaian untuk kerja yang maksimal

Kepemimpinan dan Budaya Perusahaan

BUDAYA ORGANISASI DAN ETIKA KERJA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Budaya organisasi merupakan serangkaian nilai-nilai dan strategi, gaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Mengelola Budaya Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. dari globalisasi yang berkembang dalam dunia bisnis yang membuat

BAB II LANDASAN TEORI

Komunikasi Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pembagian daerah di Indonesia pada dasarnya diatur dalam undangundang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau organisasi. Di dalam suatu masyarakat yang satu dengan

BUDAYA (Moeljono, 2003:16)

Organizational Theory & Design

PERILAKU ORGANISASI ADALAH BIDANG INDISIPLINER YANG DITUJUKAN UNTUK MEMAHAMI DAN MENGATUR ORANG UNTUK BEKERJA LEBIH BAIK

II. LANDASAN TEORI. Pada dasarnya setiap kegiatan yang dilaksanakan suatu perusahaan selalu

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB IV ANALISA DATA. 1. Komunikasi Organisasi Top Down Antara Pengurus Dan Anggota. Karang Taruna Setya Bhakti Dalam Membangun Solidaritas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menitikberatkan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan Ainun Mardiah Lubis (2009) dengan judul Pengaruh

BAB II LANDASAN TEORI. Budaya organisasi merupakan serangkaian nilai-nilai dan strategi, gaya

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat. Persaingan antar organisasi semakin kompetitif dimana masing-masing

Budaya Organisasi di Kantor Desa Sidamulih Kecamatan Sidamulih Kabupaten Pangandaran. Winda Widianingsih ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Alexandros dkk (2005) dalam penelitiannya mengenai implementasi metodologi

MATERI KULIAH ETIKA BISNIS. Pokok Bahasan: ORGANISASI BISNIS YANG BAIK DAN RASIONAL Pertemuan ke 4

Contoh Perilaku dan Budaya Organisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan bahwa organisasi tersebut efektif Salah satu tujuan organisasi adalah

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BUDAYA ORGANISASI DAN ETIKA ORGANISASI

BAB I PENDAHULUAN. peranan sumber daya manusia yang menjadi aset terpenting perusahaan karena

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan pada umumnya memiliki tujuan yang ingin dicapai.

7 Prinsip Manajemen Mutu - ISO (versi lengkap)

ORGANISASI BERKINERJA TINGGI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. intrapreneurship sebagai kewirausahaan yang terjadi di dalam organisasi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Globalisasi yang terjadi di Indonesia saat ini memberikan dampak

BAB I PENDAHULUAN. kerja seorang karyawan dalam sebuah perusahaan sangat dibutuhkan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada mulanya istilah budaya (culture) populer dalam disiplin ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisasi saat ini memberi dampak yang luar biasa pada kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dan tanpa manusia, organisasi tidak akan berfungsi. Sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Era globalisasi yang ditandai dengan semakin berkembangnya ilmu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kondisi organisasi, namun sebuah sistem pengendalian tertentu hanya efektif

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. dapat tercapai dengan rangkaian yang teratur dan tersusun baik.sedangkan

budaya organisasi dengan variabel kualitas kinerja dosen diperoleh hasil

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai suatu organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai,

BAB I PENDAHULUAN. organisasi untuk membantu mewujudkan tujuan organisasi itu sendiri. Siswanto

II. TINJAUAN PUSTAKA.1

KAJIAN PUSTAKA. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. yang menitik beratkan perhatiannya terhadap masalah yang berhubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sekolah adalah salah satu institusi yang berperan dalam menyiapkan

Bussiness Ethic and Good Governence [ The Corporate Culture ] Dr. Ahmad Badawi Saluy, SE.,MM

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat

MANAGEMENT. (Chapter 2)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam suatu organisasi/instansi dipandang sebagi sumber daya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Memasuki era globalisasi aktivitas bisnis saat ini, dengan semakin

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN PROPOSISI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sudah melewati masa masa krisis moneter yang terjadi pada

Budaya perusahaan bisa membantu mengembangkan jati diri setiap karyawan nan bekerja di perusahaan tersebut.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB V BUDAYA ORGANISASI SPIRITUAL 5.1 Konsep Dasar Budaya Organisasi D alam analisis Keith Davis dan John W. Newstrom menjelaskan bahwa konsep dasar budaya organisasi sebagai organizational culture is the set of assumption, beliefs, values, and norms that is shared among its members (Mangkunegara, 2005: 113). Penjelasan di atas menekankan bahwa budaya organisasi merupakan seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai, dan norma yang dikembangkan dalam suatu organisasi serta menjadi pedoman tingkah laku anggotanya. Namun bagi Robbins (2002) budaya organisasi lebih berkembang ke arah persepsi bersama yang dianut oleh anggota suatu organisasi yang memiliki makna bersama. Makna bersama yaitu seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi tersebut. Dengan demikian, budaya organisasi menjadi sebuah sistem nilai serta kepercayaan bersama dalam organisasi, sehingga memiliki perbedaan dengan organisasi lainnya. 61

Budaya organisasi merupakan perpaduan nilai, keyakinan, asumsi, pemahaman, serta harapan yang diyakini oleh semua anggota organisasi. Semua aspek ini menjadi pedoman bagi perilaku serta pemecahan masalah yang mereka hadapi. Dalam analisis Komariah dan Triatna (2005), Stoner (1996), dan Ismaningsih (2003) menegaskan bahwa budaya organisasi merupakan perpaduan nilai, keyakinan, asumsi, pemahaman, dan harapan yang diyakini oleh anggota organisasi. Semua aspek ini menjadi pedoman bagi perilaku serta pemecahan masalah yang mereka hadapi. Hal ini diungkapkan oleh Tika (2006) bahwa budaya organisasi berfungsi dalam penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal secara konsisten oleh suatu kelompok masyarakat (organisasi). Budaya organisasi ini pun diwariskan kepada anggota baru agar mampu memahami, memikirkan, dan merasakan berbagai masalah yang terkait dalam organisasi tersebut. Dalam kaitannya dengan pengembangan pariwisata spiritual, maka budaya organisasi yang bercirikan spiritual sangat diperlukan dewasa ini. Apalagi sektor pariwisata telah menjadi salah satu sumber pendapatan daerah maupun negara. Oleh sebab itu, pariwisata spiritual harus mampu bersaing dalam 62

dinamika kepariwisataan saat ini. Budaya organisasi spiritual dikembangkan menjadi sebuah sistem keyakinan, nilai, norma, cara berpikir, berperasaan, dan bereaksi dengan memancarkan prinsip-prinsip spiritual pada daerah wisata tersebut. Untuk mewujudkan budaya organisasi spiritual ini maka sangat dibutuhkan peran serta para pemimpin yang berjiwa spiritual. Spirit pemimpin ini menjadi faktor utama dan sekaligus motor penggerak agar tercapai suasana spiritual pada destinasi wisata. Setiap pemimpin spiritual harus memiliki mental programming dengan nilai-nilai spiritual serta kearifan lokal masyarakatnya. Modal kepribadian pemimpin spiritual inilah dapat menjadi derajat homogenitas dan kekuatan, sehingga setiap orang yang ada di lokasi wisata tersebut selalu memancarkan sikap hidup secara spiritual. 5.2 Budaya Organisasi Spiritual Dalam proses pengelolaan, pengembangan, serta pemanfaatan lahan atau suatu wilayah menjadi sebuah objek wisata dapat dipastikan telah terjadi interaksi sosial antara pemerintah, masyarakat lokal, dan pengusaha pariwisata. Oleh karena itu, dalam pengembangan pariwisata spiritual tentu saja dibutuhkan aspek sosial maupun aspek budaya. Dalam setiap interaksi sosial pasti terjadi transformasi 63

budaya. Salah satu kejelian seorang pemimpin harus mampu melihat perkembangan setiap kebudayaan yang ada di sekitarnya. Aspek budaya ini dapat dipelajari melalui pendidikan formal maupun nonformal. Pendidikan formal dapat melalui SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Sementara pendidikan nonformal yaitu lingkungan sosial seperti kegiatan seni budaya yang diselenggarakan di wilayah tersebut. Pada intinya, aspek sosial dan aspek budaya dapat diperoleh melalui proses pendidikan. Menurut Tilaar (2000: 54) bahwa salah satu proses transmisi kebudayaan yaitu proses pendidikan. Melalui pendidikan terjadilah proses transmisi kebudayaan. Pada umumnya, aspek budaya yang berkembang di dunia pendidikan terjadi secara organisatoris. Organisasi lembaga pendidikan pariwisata misalnya pasti memiliki budaya dan bercirikan dunia pariwisata. Oleh sebab itu, semua aspek budaya yang dikembangkan, ditanamkan, dan ditransmisi kepada anggota masyarakat melalui pada dasarnya melalui proses pendidikan. Dalam pandangan Ndraha (Mangkunegara, 2005) bahwa budaya organisasi sebagai input dari pendiri organisasi, pemilik organisasi, sumber daya manusia, pihak yang berkepentingan, serta anggota 64

masyarakat. Nuansa budaya organisasi seperti ini digerakkan oleh semua insan yang ada pada suatu wilayah tersebut. Pada konteks ini tokoh agama, tokoh masyarakat, dan semua anggota masyarakat tetap memegang prinsip-prinsip spiritual serta tingkat kerohanian yang memadai. Pada konteks budaya organisasi pariwisata spiritual tentu harus mampu mencerminkan normanorma, nilai-nilai, serta disiplin yang bernuansa spiritual. Lebih jelasnya, budaya organisasi yang mereka ciptakan harus tetap mencirikan organisasi pariwisata spiritual. Dengan memiliki ciri-ciri seperti ini maka suatu daerah bisa dikategorikan sebagai destinasi pariwisata spiritual. Dalam budaya organisasi pariwisata spiritual harus mencerminkan norma-norma, nilainilai, serta disiplin yang bernuansa spiritual. Suatu daerah bisa dikategorikan sebagai destinasi pariwisata spiritual apabila memiliki ciri-ciri budaya organiasi spiritual. 5.3 Hakikat Budaya Organisasi Spiritual Pengembangan destinasi pariwisata spiritual pada suatu daerah tentu tidak bisa terlepas dari adanya budaya organisasi spiritual. Setiap pemimpin spiritual, tokoh masyarakat, anggota masyarakat, dan 65

pelaku usaha pariwisata harus memiliki tujuan yang sama yaitu mengembangkan pariwisata spiritual. Dalam perspektif psikologi, semua elemen masyarakat ini harus memiliki semangat dan jiwa yang sama serta saling terkait demi tercapainya tujuan bersama tersebut. Dalampembentukanbudayapadasuatulembaga pariwisata spiritual pasti memiliki pola tingkah laku yang sama. Dalam hal ini, Robbin (1996) menjelaskan bahwa lingkungan sangat mempengaruhi serta membangkitkan pola tingkah laku orang-orang yang ada di dalamnya. Tingkah laku orang pada organisasi itu sebagai milik dari organisasi tersebut. Apabila anggota organisasi telah memegang teguh nilai-nilai kunci organisasi maka pasti terbentuk budaya yang kuat yaitu budaya organisasi pariwisata spiritual. Menurut Tika (2006: 109), budaya organisasi bisa kuat apabila: (1) nilai-nilai budaya organisasi dianut secara bersama oleh seluruh pimpinan dan anggota organisasi; (2) nilai-nilai budaya mempengaruhi perilaku pimpinan dan anggota organisasi; (3) membangkitkan semangat berperilaku dan bekerja lebih baik; (4) resisten (kuat) terhadap tantangan eksternal dan internal; (5) mempunyai sistem peraturan formal dan informal; (6) memiliki koordinasi dan kontrol perilaku. Selanjutnya, Stephen P. Robbins (Tika, 2006: 20) mengemukakn bahwa ada tiga kekuatan untuk 66

mempertahankan suatu budaya organisasi, yaitu: a. Praktik seleksi. Proses seleksi ini bertujuan mengidentifikasi serta mempekerjakan setiap individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang pernah sukses dalam sebuah organisasi. b. Manajemen puncak. Tindakan manajemen puncak mempunyai dampak besar pada budaya organisasi. Ucapan dan perilaku sangat berpengaruh terhadap psikologis anggota organisasi tersebut. c. Sosialisasi. Kegiatan sosialisasi dimaksudkan agar para karyawan yang baru dapat menyesuaikan diri dengan budaya orgnisasi tersebut. Dengan demikian, hakikat budaya organisasi terjadi dalam dua tingkatan, yaitu tingkatan yang kurang terlihat berupa nilai-nilai yang dianut oleh anggota kelompok yang cenderung bertahan meskipun anggotanya sudah ganti. Nilai-nilai ini sangat sukar berubah dan anggota organisasi seringkali tidak menyadari karena banyaknya nilai. Tingkatan yang lebih terlihat berupa pola gaya perilaku organisasi, yakni orang-orang yang baru masuk terdorong untuk mengikutinya. Oleh sebab itu, suatu budaya organisasi kuat apabila adanya nilai-nilai dan norma yang dianut oleh semua anggota dan pemimpinnya secara bersama- 67

Tiga kekuatan yang terdapat dalam budaya organisasi, yaitu: praktik seleksi, manajemen puncak, dan tindakan sosialisasi. Oleh sebab itu, suatu budaya organisasi kuat apabila adanya nilai-nilai dan norma yang dianut oleh semua anggota dan pemimpinnya secara bersama-sama. sama. Semua nilai dan norma yang dianut itu harus dilaksanakan secara bersama-sama baik pemimpin maupun anggotanya. 5.4 Karakteristik Budaya Organisasi Spiritual Budaya organisasi mengacu pada suatu sistem makna dan kesepakatan bersama, sehingga memiliki karakteristik atau ciri-ciri utama yang harus dihargai oleh organisasi tersebut. Menurut Rivai (2004) ada tujuh karakteristik primer pada suatu organisasi, yaitu: Pertama, inovasi dan pengambilan risiko terhadap tujuan yang hendak dicapai. Setiap karyawan didorong untuk inovatif serta berani mengambil risiko atas pekerjaannya. Kedua, karyawan harus cermat dan mampun menganalisis pergerakan organiasasinya. Ketiga, manajemen memiliki orientasi pada hasil tetapi bukan teknik ataupun proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu. Keempat, keputusan yang diambil 68

harus memperhitungkan efek terhadap orang-orang yang ada di dalam organisasi itu. Kelima, terciptanya tim yang solid, sehinga tidak menonjolkan sikap individualisme. Keenam, semua anggota harus agresif dan kompetitif. Ketujuh, organisasi harus mampu mempertahankan status quo terhadap organisasi di sekitarnya. Selanjutnya, Luthans (Lako, 2004: 33) menambahkan enam karakteristik lainnya, yaitu: 1. Observed behavioral regularites, yaitu partisipan dalam organisasi saling berinteraksi satu sama lain dengan menggunakan bahasa, terminologi, dan ritual-ritual yang sama dengan memberi rasa hormat satu sama lain. 2. Norms, yaitu standard perilaku yang mencakup tentang berapa banyak pekerjaan yang harus dilaksanakan dan perbuata apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. 3. Dominant values, yaitu nilai utama yang diharapkan kepada semua anggota organisasi untuk memberikan kualitas produk dan absensi yang rendah dalam pekerjaannya. 4. Philosophy, yaitu kebijakan tentang bagaimana para anggota dan para pelanggan diperlakukan dengan baik. 5. Rules, yaitu pedoman atau aturan yang bermanfaat bagi kemajuan organisasi. 69

6. Organizational climate, yaitu cara para anggota organisasi memperlakukan dirinya dalam menghadapi pihak pelanggan dan pihak luar lainnya. Dari beberapa uraian di atas menunjukkan bahwa karakteristik sebuah organisasi terus mengalami perkembangan dan perubahan setiap waktu sesuai konteks serta daerahnya masing-masing. Oleh sebab itu, Stepen P. Robbin (Tika, 2006) menambahkan 10 (sepuluh) karakteristik yang menjadikan budaya organisasi dapat berkualitas, yaitu: 1. Inisiatif individual. Inisiatif individual adalah tingkat tanggung jawab, kebebasan atau independensi dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif individu ini tetap dihargai oleh anggota kelompok atau pimpinan sepanjang manyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi tersebut. 2. Toleransi terhadap tindakan berisiko. Dalam budaya organisasi setiap pegawai dianjurkan untuk dapat bertindak agresif, inovatif, dan berani mengambil risiko pada tugas serta tanggung jawabnya. Apabila pemimpin memberikan toleransi kepada anggota untuk bertindak agresif dan inovatif, maka organisasi tersebut dapat mengalami kemajuan di bidangnya. 70

3. Tanggung jawab. Tanggung jawab (pengarahan) dimaksudkan agar sasaran dan harapan yang diinginkan secara jelas tercantum dalam visi, misi, serta tujuan organisasi. 4. Integrasi (kebersamaan). Integrasi bertujuan untuk mendorong unit-unit organisasi bekerja secara terkoordinasi. Kekompakan setiap unit organisasi dapat mendorong kualitas dan kuantitas pada pekerjaannya. 5. Dukungan manajemen. Setiap pemimipin dapat memberikan arahan, bantuan, serta dukungan yang jelas terhadap bawahan. 6. Kontrol/tata aturan. Alat kontrol berupa peraturan atau norma-norma yang berlaku dalam organisasi. 7. Identitas. Para karyawan harus mampu mengidentifikasikan dirinya sebagai satu kesatuan dalam perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian profesional tertentu. 8. Sistem imbalan. Sistem imbalan yaitu kenaikan gaji, promosi, dan sebagainya didasarkan atas prestasi kerja pegawai. Dengan reward ini dapat mendorong karyawan lebih bersemangat dan bertindak inovatif, sehingga kualitas kerja yang lebih maksimal. 9. Toleransi terhadap konflik. Para karyawan didorong untuk mengemukakan pendapat 71

dan kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat maupun kritik bisa dijadikan sebagai media untuk melakukan perbaikan agar organisasi yang lebih baik. 10. Pola komunikasi. Komunikasi harus diatasi oleh hirarki kewenangan yang formal. Kadang-kadang hirarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola komunikasi antara atasan dengan bawahan atau antara karyawan itu sendiri. Budaya organisasi merupakan manifestasi dari asumsi-asumsi dasar yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Karakteristik budaya organisasi ini didasarkan pada nilai-nilai, norma, jiwa kepahlawanan, keteladanan, tata aturan, tanggung jawab, kebersamaan, otonomi individu, dan sebagainya. Dengan demikian, setiap organisasi harus mampu berinovasi setiap saat demi menjaga stabilitas dan keamanan (stability and security) baik dalam maupun di luar organisasinya. Budaya organisasi merupakan manifestasi dari asumsi dasar dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Karakteristik budaya organisasi ini didasarkan pada nilai-nilai, norma, jiwa kepahlawanan, keteladanan, tata aturan, tanggung jawab, kebersamaan, otonomi individu, dan sebagainya. 72

Dengan kemampuan manajerial serta organisasi yang kuat maka dapat mengambil tindakan tegas terhadap oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab sekalipun. 5.5 Pembentukan Budaya Organisasi Spiritual Pembentukan budaya organisasi spiritual sangat mempengaruhi motivasi dan kepuasan kerja setiap anggota kelompok masyarakat (organisasi). Budaya organisasi ini memiliki korelasi yang erat dengan kinerja ekonomi serta kinerja organisasi secara keseluruhan. Secara sederhana budaya organisasi dapat diungkapkan sebagai cara berpikir, cara bekerja, cara berkomunikasi yang penuh nilai edukatif dari pemimpin organisasi tersebut. Dengan demikian, adanya hubungan yang signifikan antara budaya organisasi dengan keefektifan proses belajar setiap anggota masyarakat terhadap lingkungan sosial barunya seperti keberadaan organisasi destinasi pariwisata spiritual di Palasari Bali sampai saat ini. Menurut Deal & Kennedy (Tika, 2006) ada 5 (lima) unsur pembentuk budaya organisasi secara umum, yaitu: a. Lingkungan usaha. Kelangsungan hidup organisasi ditentukan oleh kemampuan perusahaan memberi tanggapan yang tepat terhadap peluang dan 73

tantangan lingkungan di sekitarnya. Lingkungan usaha yang berpengaruh meliputi produk yang dihasilkan, pesaing, pelanggan, teknologi, pemasok, kebijakan pemerintah, dan lain-lain. b. Nilai-nilai. Nilai-nilai adalah keyakinan dasar yang dianut oleh organisasi. Setiap perusahaan mempunyai nilai-nilai inti sebagai pedoman berpikir dan bertindak bagi semua warga dalam mencapai tujuan/misi organisasi tersebut. c. Pahlawan (keteladanan). Pahlawan adalah tokoh yang dipandang berhasil dalam mewujudkan nilainilai budaya pada kehidupan nyata. Pahlawan bisa berasal dari pendiri perusahaan, para manajer/ direktur, kelompok organisasi atau perorangan yang berhasil menciptakan nilai-nilai organisasi. d. Ritual. Ritual merupakan kegiatan yang mengungkapkan serta memperkuat nilai-nilai yang dianut oleh organisasi tersebut. Karyawan yang berhasil memajukan perusahaan diberikan penghargaan yang dilaksanakan secara ritual setiap tahunnya. e. Jaringan budaya. Jaringan budaya adalah jaringan komunikasi informal atau saluran komunikasi primer. Melalui jaringan informal, maka kehebatan organisasi dapat diceritakan dari waktu ke waktu. Jaringan komunikasi informal ini dapat dilakukan melalui orang-orang pandai bercerita, alim ulama, 74

mata-mata, dan sebagainya. Selanjutnya, Tika (2006) menambahkan beberapa proses terbentuknya budaya oragnisasi, yaitu: (1) interaksi antarpemimpin atau pendiri organisasi dengan kelompok/perorangan dalam organisasi; (2) interkasi ini menimbulkan ide yang ditransformasikan menjadi artifak, nilai, dan asumsi; (3) artifak, nilai, dan asumsi kemudian diimplementasikan sehingga menjadi budaya organisasi; (4) untuk mempertahankan budaya organisasi lalu dilakukan pembelajaran kepada anggota baru dalam organisasi. Menurut Sobirin (2007: 220) mengidentifikasi proses terbentuknya organisasi dimulai dari tahap pembentukan ide dan diikuti oleh lahirnya sebuah organisasi. Tahap ini merupakan titik awal (embrio) pembentukan budaya organisasi. Begitu pendiri memiliki ide untuk mendirikan organisasi, maka saat itu pula embrio terbentukknya budaya organisasi tidak terelakkan. Sedangkan realisasinya baru terjadi Proses terbentuknya organisasi dimulai dari tahap pembentukan ide sehingga menjadi titik awal (embrio) pembentukan budaya organisasi. Oleh sebab itu, ide seorang pemimpin atau pendiri begitu penting dalam pembentukan sebuah organisasi. 75

pada saat organisasi betul-betul sudah berdiri. Bisa dikatakan bahwa begitu organisasi didirikan pembentukan budaya pun dimulai. Pembentukan suatu budaya organisasi tidak bisa dipisahkan dari peran para pendiri organisasi tersebut. Para pemimpin mempunyai potensi paling besar untuk menanamkan serta memperkuat aspek-aspek budaya dalam organisasi. Menurut Schein (Gary, 1998) ada lima mekanisme utama yang diperankan oleh setiap pemimpin, yaitu: 1. Perhatian (attention). Para pemimpin meng_ komunikasikan prioritas-prioritas, nilai-nilai, perhatian mengenai sesuatu seperti merencanakan rapat mengenai kemajuan atau management by walking around. 2. Reaksi terhadap krisis. Sebuah perusahaan yang sedang menghadapi tingkat penjualan yang turun maka semua pegawai bekerja dalam waktu lebih pendek dan bersedia menerima pemotongan gaji. 3. Pemodelan peran. Para pemimpin dapat mengkomunikasikan nilai-nilai dan harapanharapan melalui tindakan mereka sendiri. 4. Alokasi imbalan. Kreteria yang digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan imbalan seperti peningkatan upah atau promosi dapat dikomunikasikan oleh pemimpin. 5. Kriteria menyeleksi dan memberhentikan. Para 76

pemimpin dapat merekrut orang yang mempunyai nilai-nilai, keterampilan, atau ciri-ciri tertentu. Dengan adanya keyakinan pada pendiri organisasi maka masalah eksternal maupun internal dapat dicari jalan keluarnya. Masalah eksternal merupakan misi inti (core mission) atau alasan (couse) bagi eksistensi organisasi tersebut. Terciptanya strategi ini demi pencapaian sasaran organisasi. Kendati dalam organisasi kadang memiliki banyak sasaran serta prioritas tertentu. Fungsi dari budaya organisasi adalah untuk membantu memahami lingkungan serta cara menanggapinya. Budaya organisasi dapat mengurangi ketegangan, ketidakpastian, dan kekacauan yang terjadi dalam organisasi maupun lingkungannya. Masalah internal dan eksternal ini bisa saling berhubungan, sehingga setiap organisasi harus mampu menghadapinya secara simultan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi pariwisata spiritual merupakan hal baru dalam dunia kepariwisataan. Oleh sebab itu, sektor pariwisata harus mengedepankan nilai-nilai spiritual dalam pengelolaan maupun dalam pengembangan pariwisata spiritual tersebut. Selama ini ada kesan sektor pariwisata bagian dari kerusakan moral karena karena masih banyak 77

Selama ini ada kesan sektor pariwisata bagian dari kerusakan moral masyarakat. Oleh sebab itu, semua pemimpin dan anggota masyarakat harus bertanggung jawab kepada Tuhan. Manusia yang melupakan Tuhannya akan menjadi manusia pelayan bagi hawa nafsunya dan hawa nafsu manusia harus dikendalikan dengan nilai-nilai spiritual atau kerohaniaan. para pemimpin, tokoh masyarakat, dan anggota masyarakat menjadikan sektor ini sebagai sumber pendapatan semata tanpa memperdulikan lingkungan sosial budaya masyarakat setempat. Sebagian besar pemimpin dan anggota masyarakat terpengaruh oleh budaya Barat yang kapitalis, mereka lupa bahwa bekerja merupakan ibadah dan tanggung jawab secara moral kepada Tuhan. Banyak pula pemimpin yang memperkaya dirinya sendiri. Tepatlah apa yang dikatakan oleh Herman Soewardi bahwa Manusia yang melupakan Tuhannya akan menjadi manusia pelayan hawa nafsunya, sedangkan menurut ajaran agama, hawa nafsu manusia harus dikendalikan (Mangkunegara, 2005: 114). Akibat teladan yang diberikan oleh tokoh dan pemimpin yang tidak sesuai dengan nilai-nilai spiritual, maka generasi muda atau remaja saat ini 78

mengalami peningkatan penyimpangan moral. Dengan menerapkan sistem budaya organisasi spiritual pada suatu destinasi pariwisata maka diharapkan agar semua elemen masyarakat dapat mematuhi serta berpedoman pada sistem nilai keyakinan dan normanorma yang berlaku dalam organisasi tersebut. 79

80