TINJAUAN PUSTAKA. Katalis. Gambar 1. Persamaan Reaksi Transesterifikasi

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

KAJIAN PEMURNIAN GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR MENGGUNAKAN ASAM NITRAT, SULFAT, DAN FOSFAT. Oleh FANANI F

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab III Pelaksanaan Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

PENDAHULUAN Latar Belakang

KULIAH KE- 4(11) KESUBURAN TANAH DAN PEMUPUKAN

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Lingkup Penelitian Penyiapan Gliserol dari Minyak Jarak Pagar (Modifikasi Gerpen 2005 dan Syam et al.

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT

Asam Basa dan Garam. Asam Basa dan Garam

HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Pembahasan Degumming

III. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ASAM, BASA DAN GARAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Limbah Biodiesel Purifikasi Gliserol (Limbah Biodiesel)

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

3 METODOLOGI PENELITIAN

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Ilmu Tanah dan Tanaman

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum L) DENGAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI MENGGUNAKAN KATALIS KI/H-ZA BERBASIS ZEOLIT ALAM

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, kebutuhan masyarakat untuk mengkonsumsi bahan bakar sangat

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

Pemurnian Gliserin dari Produk Samping Pembuatan Biodiesel

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Rangkuman Materi Larutan Elektrolit dan Non elektrolit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemurnian Gliserol Dari Hasil Samping Pembuatan Biodiesel Menggunakan Bahan Baku Minyak Goreng Bekas

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

ASAM, BASA, DAN GARAM

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Gliserol dari Epiklorohidrin dan NaOH Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan

Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berputar, sehingga merupakan suatu siklus (daur ulang) yang lebih dikenal

Ensiklopedi: 27 dan 342. Asam, basa dan garam. dikelompokkan berdasarkan. Alat ukur

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

Oleh : PABRIK BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI (METODE FOOLPROOF)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL (TAHUN KE II)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN

Prarancangan Pabrik Metil Salisilat dari Asam Salisilat dan Metanol dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENGANTAR

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. PRODUKSI BIODIESEL Biodiesel merupakan senyawa alkil ester hasil transesterifikasi trigliserida dan alkohol sederhana seperti metanol dengan bantuan katalis (Gerpen, 2005) sebagaimana persamaan reaksi pada Gambar 1. Katalis Trigliserida Metanol Metil Ester Gliserol Gambar 1. Persamaan Reaksi Transesterifikasi Marchetti et al. (2005) merangkum dan membandingkan beberapa metode produksi biodiesel antara lain: penggunaan katalis basa, katalis asam anorganik, penggunaan enzim (lipase), dan penggunaan alkohol superkritis. Penggunaan enzim lipase sebagai katalis selama transesterifikasi trigliserida dikembangkan dari berbagai mikroorganisme (Akoh et al., 2007; Fukuda et al., 2001). Kelebihan penggunaan enzim lipase sebagai katalis adalah suhu reaksi yang rendah (30 40 0 C), tidak dipengaruhi oleh kadar air dalam bahan maupun hasil selama reaksi, rendemen metil ester yang tinggi, menghasilkan gliserol yang lebih murni, dan kemungkinan penggunaan kembali enzim terimmobilisasi (Marchetti et al. 2005). Penggunaan gelombang mikro dikembangkan dalam metode produksi biodiesel untuk menggantikan pemanasan konvensional (Widodo et al., 2007; Refaat dan Sheltawy, 2008). Kelemahan penggunaan enzim dan gelombang mikro adalah tingginya harga enzim maupun peralatan oven gelombang mikro. Metode transesterifikasi trigliserida dan metanol dengan katalis basa paling banyak diterapkan. Transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan. 3

Metanol berlebih ditambahkan agar hasil reaksi bergeser ke kanan dengan perbandingan bobot antara metanol dan trigliserida adalah 10:1, dan digunakan katalis KOH sebanyak 1% dari bobot trigliserida (Hambali et al., 2007). Setelah transesterifikasi berlangsung sempurna menghasilkan metil ester dan gliserol, sebagian besar KOH akan terpisah dari metil ester bersama gliserol (Gerpen, 2005). Penggunaan KOH sebagai katalis banyak dianjurkan karena mempunyai kelebihan dalam pemisahan metil ester dengan gliserol dan sehubungan dengan reaksinya dengan asam mineral menghasilkan garam kalium yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk (Alamu et al., 2007; Bacovsky et al., 2007;Gerpen, 2005; Gerpen et al., 2004b). Transesterifikasi dapat terhambat oleh reaksi penyabunan antara asam lemak dengan katalis basa. Selain itu, sabun akan membentuk emulsi antara metil ester dengan gliserol sehingga sulit dipisahkan. Karena itu, esterifikasi antara metanol dengan asam lemak bebas (dalam trigliserida) menjadi metil ester asam lemak terlebih dahulu dilakukan dengan bantuan katalis asam anorganik seperti asam sulfat (Gerpen, 2005; Canakci dan Gerpen, 1999). Syam et al. (2009) menjalankan esterifikasi-transesterifikasi minyak jarak pagar dan metanol menghasilkan metil ester dengan rendemen mencapai 99%. Esterifikasi minyak jarak pagar dengan metanol dan katalis H 2 SO 4 mampu menurunkan kadar asam lemak bebas dari 25,3% menjadi 0,3%. Haas et al. (2002) menyatakan bahwa perbandingan molar antara metanol, asam sulfat, dan asam lemak bebas adalah 30:2,5:1 agar semua asam lemak bebas mengalami esterifikasi. Syam et al. (2009) melanjutkan esterifikasi dengan transesterifikasi dengan katalis KOH pada suhu 65 0 C selama 1 jam dengan perbandingan molar antara metanol dan minyak adalah 6:1. B. GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL Gliserol menjadi hasil samping dalam alkoholisis trigliserida dengan metanol menghasilkan ester asam lemak. Gliserol ini banyak mengandung gliserol, kelebihan metanol, katalis basa, dan asam lemak berupa sabun (Hambali et al., 2007). Komposisi gliserol hasil samping biodiesel ini antara lain: gliserol (50% - 60%), alkali dalam bentuk sabun dan hidroksida (15 4

18%), metanol (8 12%), air (2 3%), dan komponen lain (Kocsisová dan Cvengroś, 2006). Analisis gliserol kasar hasil samping biodiesel dari beberapa macam bahan baku menunjukkan kandungan metanol antara 23,4 37,5% (Thomson dan He, 2006). Pemisahan antara gliserol dan metil ester umumnya berjalan dengan cepat karena rendahnya kelarutan gliserol dalam ester. Gliserol memiliki densitas yang lebih tinggi daripada ester sehingga pemisahan dapat dilakukan dengan mudah dengan pengendapan secara gravitasi atau sentrifugasi (Gerpen, 2005). Gliserol ini banyak mengandung pengotor sehingga memiliki nilai yang rendah. Kadar metanol dan katalis basa menyebabkan pembuangannya langsung sebagai limbah akan mencemari lingkungan. Pemurnian perlu dilakukan terhadap gliserol. Pemurnian gliserol hasil samping biodiesel biasanya diawali dengan penambahan asam untuk menetralkan residu katalis basa dan memecah sabun menjadi asam lemak bebas dan garam (Gerpen, 2005). Netralisasi basa dengan asam merupakan reaksi eksoterm. Penambahan asam dilakukan sedikit demi sedikit dalam keadaan terus teraduk agar panas yang dilepaskan tidak terjadi secara mendadak dan serentak dalam jumlah yang besar (meledak). Kocsisová dan Cvengroś (2006) melakukan penelitian tentang netralisasi katalis basa dan pemecahan sabun terhadap dari pemisahan biodiesel telah dilakukan pada suhu reaksi 60 0 C menghasilkan gliserol kasar dengan kadar gliserol 78 82%. Farobie (2009) mereaksikan gliserol dengan asam fosfat menghasilkan gliserol kasar dengan kadar gliserol 82,15%. Haas et al. (2002) melakukan pemecahan sabun (hasil samping pemurnian minyak nabati), menghasilkan asam lemak bebas dan garam, kemudian menjalankan esterifikasi asam lemak bebas yang dihasilkan dengan metanol berlebih dan bantuan katalis asam sulfat pada suhu 25 50 0 C. Lapisan asam lemak bebas tidak larut dalam lapisan gliserol dan mengambang di atas lapisan gliserol. Lapisan asam lemak ini dapat dipisahkan dengan cepat secara gravitasi dan digunakan kembali dalam esterifikasi menghasilkan metil ester asam lemak untuk meningkatkan rendemen metil ester yang dihasilkan dalam produksi biodiesel (Mittelbach dan Koncar, 5

1998). Di bawah lapisan asam lemak bebas, terbentuk lapisan gliserol yang mengandung: 78 82% gliserol, 10 12% air, 6 8% garam, 1 2% metanol, dan sisanya adalah resin, zat warna, dan senyawa lain (Kocsisová dan Cvengroś, 2006). Pemisahan lapisan asam lemak bebas dan lapisan gliserol ini terjadi dengan mantap pada ph 4,0 4,5 (Kocsisová dan Cvengroś, 2006). Garamgaram yang terbentuk tertinggal dalam lapisan gliserol atau mengendap bergantung kepada senyawa kimia penyusunnya. Pemurnian gliserol hasil samping biodiesel PKO melalui tahap perlakuan pemisahan kandungan sabun (dengan penambahan HCl), netralisasi (dengan NaOH), evaporasi, dan distilasi menghasilkan residu gliserol dengan kandungan garam yang mencapai 64,3% (Yong et al., 2001a). Pengambilan kembali gliserol dan garam dari residu gliserol ini menunjukkan perlakuan fisik dan kimia untuk memisahkan garam dan gliserol terjadi secara baik pada ph 1 2 karena H 2 SO 4 berlebih menurunkan kelarutan garam dalam gliserol (Ooi et al., 2001). Masih menurut Ooi et al. (2001), ph gliserol rendah (<5,00) bertujuan untuk menghindari terjadinya pembusaan akibat keberadaan sabun. Pemurnian gliserol dari sabun dan residu katalis basa dengan penambahan HCl 36%, H 3 PO 4 85%, dan H 2 SO 4 40% hingga gliserol mencapai ph 4,5 menunjukkan bahwa gliserol dengan kadar abu terendah diperoleh dengan penggunaan H 2 SO 4 40% (Kocsisová dan Cvengroś, 2006). Kelebihan metanol yang larut dalam gliserol diambil kembali melalui evaporasi vakum (>65 0 C) menghasilkan gliserol yang dapat mencapai kemurnian 85% (Diwani et al., 2009; Gerpen, 2005). Gerpen et al. (2004b) menyatakan bahwa distilasi metanol lebih baik dilakukan sebelum pemisahan metil ester dengan gliserol. Kemudian, gliserol dimurnikan dengan perlakuan kimia (penambahan asam mineral) dan perlakuan fisik pada suhu 65,5 93,3 0 C karena pada rentang suhu tersebut viskositas gliserol berkurang, tetapi strukturnya masih stabil. Gliserol kasar ini merupakan jenis gliserol yang menjadi bahan baku dalam pemurnian gliserol menghasilkan kemurnian 99,5 99,7% melalui distilasi vakum, pemanfaatan karbon aktif, dan penukar ion (Rezkallah, 2008; Aiken, 2006). 6

Beberapa peluang pemanfaatan gliserol kasar hasil samping biodiesel telah dikemukakan dalam banyak pustaka. Pachauri dan He (2006) menyatakan beberapa produk yang mungkin dapat dikembangkan dari fermentasi anaerob gliserol (dengan Clostridium butyricum, Klebsiella pneumoniae), yaitu: 1,3-propanediol; 1,2-propanediol; dihodroksiaseton; asam suksinat; hidrogen, poligliserol, poliester, dan polihidroksialkonat. Chetpattananondh et al. (2005) memanfaatkan gliserol kasar hasil samping biodiesel menghasilkan monogliserida. Farobie (2009) memanfaatkan gliserol kasar hasil pemurnian terhadap gliserol hasil samping biodiesel jarak pagar dalam formulasi bahan penolong penghancur semen. C. GARAM KALIUM Kalium atau potasium, merupakan salah satu zat hara makro penting bagi pertumbuhan tanaman. Permintaan pasar terbesar terhadap kalium adalah untuk pupuk (Hammond, 2006), berupa garam klorida (KCl), sulfat (K 2 SO 4 ), dan nitrat (KNO 3 ), dengan kadar kalium (berupa K 2 O) yang ditunjukkan dalam Tabel 1. Garam kalium juga sekaligus mengandung unsur hara makro lain seperti nitrogen, fosfor, dan sulfur dalam bentuk garam sulfat (K 2 SO 4 ), fosfat (K 3 PO 4 ), dan nitrat (KNO 3 ). Pada umumnya, pupuk S tersedia dalam bentuk amonium sulfat (NH 4 ) 2 SO 4 yang sekaligus sebagai sumber N. Pupuk urea CO (NH 2 ) 2 dan normal superfosfat masing-masing adalah pupuk N dan P. Tabel 1. Kadar Unsur Hara Makro Pupuk Unsur KCl K 2 SO 4 KNO 3 Normal (NH 4 ) 2 SO 4 Makro Superfosfat % N - - 13-21 % P 2 O 5 - - - 18 20 - %K 2 O 60-62 50 44 0,2 - % S - 17,6 0,2 11,9 23,7 %Cl 47,0 2,1 1,1 0,3 0,5 Sumber: Slack, 1972 Pupuk adalah nama produk untuk meningkatkan kandungan nutrisi bagi tanaman atau sifat fisik dan kimiawi tanah yang secara langsung atau tidak langsung meningkatkan pertumbuhan tanaman, hasil, dan mutunya (Scherer dan Mengel, 2007). Berdasarkan komposisi kandungan nutrisi 7

tanaman, pupuk dapat dibedakan menjadi pupuk tunggal, pupuk majemuk, dan pupuk mikro. Pupuk tunggal mengandung hanya satu zat hara makro seperti nitrogen (N), fosfor (P), atau kalium (K). Pupuk majemuk mengandung dua atau lebih unsur hara makro seperti pupuk NPK, pupuk NP, pupuk NK, dan pupuk PK. Dari beberapa jenis pupuk kalium, persediaan yang terbesar dalam bentuk KCl. Garam ini banyak ditambang langsung dari tambang garam di perairan asin dengan Amerika Utara sebagai penghasil terbesar di dunia (Mikkelsen, 2008; Searls, 2002). Industri penghasil garam kalium (sebanyak 90% untuk pupuk) juga banyak terdapat di sekitar Laut Mati yang menambang garam dari air Laut Mati yang memiliki kadar garam tertinggi di dunia (Gougazeh, 2005) menghasilkan Carnallite (KCl.MgCl 2. 6H 2 O), Sylvite (KCl) dan Langbeinite (K 2 SO 4.2MgSO 4 ). Kalium klorida juga menjadi bahan baku dalam produksi senyawa kalium lain seperti K 2 SO 4 dan KNO 3, baik untuk pupuk, bahan tambahan makanan, farmasi, atau kristal optik. Kelemahan penggunaan KCl sebagai pupuk K adalah kepekaan banyak jenis tanaman seperti kentang, tomat, jeruk, dan tembakau terhadap tingginya kandungan klorida (Hanna, 1958; Sartain dan Kruse, 2001). Hal itu diatasi dengan penggunaan garam sulfat dan nitrat yang sekaligus menyediakan unsur hara N dan S (Drach dan Vosskamp, 2007). Penggunaan kalium sulfat juga dianjurkan pada budidaya tanaman hortikultura di rumah kaca dan pembibitan tanaman hias (Aral et al., 2007) sehingga menjadikan garam kalium dalam bentuk sulfat dan nitrat menjadi lebih berharga dari pada kalium klorida. Selain itu, tanaman lebih banyak menyerap unsur-unsur N, P, K, dan S dalam bentuk NO - 3 (lebih baik daripada NH + 4 ), H 2 PO - 4 (lebih baik daripada HPO 2-4 ), K + 2-, dan SO 4 untuk memenuhi kebutuhan unsur-unsur hara makro tersebut (Murphi, 1972). Menurut Roy (2007), garam kalium dalam bentuk sulfat, nitrat dan fosfat merupakan garam yang bernilai tinggi. Kalium sulfat dan kalium nitrat tersedia di alam dalam keadaan bijih dan senyawa heterogen. Kalium sulfat dapat diproduksi dengan reaksi KCl dengan asam sulfat. Namun, HCl yang 8

menjadi hasil sampingnya bersifat korosif sehingga merusak reaktor. Alternatifnya adalah reaksi K 2 SO 4.2MgSO 4 dan KCl dengan hasil samping berupa endapan MgCl yang tidak korosif. Ketersediaan dan produksi kalium nitrat lebih terbatas, yaitu hanya diproduksi di Amerika Serikat, Israel, dan Norwegia karena prosesnya yang mahal dan kemungkinan penggunaanya dalam produksi bahan peledak berbahaya (TNT dan nitrogliserin). Kalium fosfat dapat dibuat dengan reaksi KOH dan K 2 CO 3 dengan H 3 PO 4. Masih menurut Roy (2007), proses ini jarang diteliti dan dikembangkan walaupun kalium fosfat termasuk garam yang bernilai tinggi. Penggunaan KOH sebagai katalis basa dalam transesterifikasi trigliserida dan metanol menyisakan sebagian besar basa kalium pada gliserol (Gerpen, 2005). Sisa katalis basa kalium yang terdapat dalam gliserol hasil samping biodiesel transesterifikasi minyak nabati dengan katalis basa kalium dinetralkan dengan asam mineral menjadi garam kalium. Proses ini merupakan bagian dari pemurnian gliserol. Jenis garam hasil pemurnian gliserol bergantung kepada jenis katalis basa dan asam penetral yang digunakan. Penetralan dengan asam menghasilkan garam kalium yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk K dan mempunyai sifat pemisahan terhadap gliserol yang lebih baik (Bacovsky et al., 2007). Tingkat derajat keasaman mempengaruhi kandungan garam yang dihasilkan dalam pemurnian gliserol hasil samping biodiesel ini (Kocsisová dan Cvengroś, 2006: Ooi et al., 2001). Karena itu, garam kalium yang dapat digunakan menjadi pupuk menjadi salah satu hasil samping potensial selain gliserol dalam industri biodiesel. Beberapa industri biodiesel besar di Eropa dan Amerika Utara bahkan secara khusus menjadikan pupuk kalium sulfat dan kalium fosfat sebagai salah satu produknya dalam bentuk padatan dan pasta (Bacovsky et al., 2007; Talley, 2004). Pengambilan kembali garam yang bernilai tinggi dari limbah cair industri dibahas dalam Dairy Industries Sustainability Consortium, sebuah konsorsium yang dibentuk antara Departemen Industri Primer, Universitas Deakin, Universitas RMIT, Universitas Victoria, dan Food Science Australia. 9

(Aral et al., 2007). Konsorsium ini melaporkan beberapa jenis garam yang bernilai tinggi (seperti garam kalium) dari limbah cair industri susu dan beberapa metode dalam skala laboratorium untuk mengambil dan memurnikan garam tersebut, di antaranya adalah: netralisasi dengan asam yang menghasilkan garam sukar larut, evaporasi, kristalisasi, pengabuan, pencucian dengan air, filtrasi, dan pengendapan dengan etanol. Garam yang dihasilkan tidak homogen karena kandungan limbah cair industri susu yang beraneka ragam. Hal ini berbeda dengan gliserol hasil samping produksi biodiesel dengan katalis basa homogen. 10