BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bandung sebagai ibu kota Provinsi Jawa Barat yang merupakan salah satu kota tujuan pariwisata di Indonesia pada umumnya dan Jawa Barat pada khususnya, menunjukan perkembangan yang begitu pesat dalam bisnis hotel dan restoran. Dapat dilihat pada tabel di bawah ini, perkembangan restoran di kota Bandung yang diambil data dari sumber Dinas Pariwisata dan Ekonomi sebagai berikut : Tabel 1.1 Jumlah Restoran dan Kafe di Kota Bandung dari tahun 2009-2013 TAHUN PERTUMBUHAN (%) 2009 5,20 2010 6,63 2011 7,33 2012 8,09 2013)* 5,18 Sumber : Dinas pariwisata dan ekonomi tahun 2013)*= Sampai dengan kuartal II tahun 2013 (http://www.suarapembaruan.com/ekonomidanbisnis/pertumbuhan-industrimakanan-akan-tetap-naik/32680) di akses pada tanggal 3 agustus 13:37 WIB Tabel diatas memaparkan bahwa pertumbuhan jumlah restoran dan kafe di kota Bandung tergolong fluktuatif atau mengalami naik dan turun atau tidak stabil. Hal ini dapat dilihat dari tahun 2009 pertumbuhan sebesar 5,20 % sedangkan pada tahun 2012 mengalami pertumbuhan yang besar sebesar 8,09% namun harus turun pada tahun 2013 dengan jumlah pertumbuhan sebesar 5,18% meski pertumbuhan tergolong fluktuatif 1
2 namun minat membuka restoran dan kafe masih tinggi. Sejalan dengan pertumbuhan restoran di kota Bandung, saat ini masyarakat Yang dulunya hanya sekedar konsumsi komoditi, produk, dan jasa, kini mulai bergeser ke experiences atau pengalaman (Schmitt, 1999) dalam jurnal (Hutama dan Subagio, 2014). Kini Masyarakat yang telah berkunjung ke restoran ini, ramai-ramai mengunggah fotonya ke media sosial, salah satunya Instagram. Dari foto-foto yang diunggah tersebut terlihat ragam makanan dan gambar suasana restoran yang begitu cantik. Dari Instagram inilah keluarga, teman-teman, atau kerabat lain mulai mengetahui keberadaan restoran. Fenomena diatas menciptakan peluang bagi pengusaha kuliner khususnya di kota Bandung untuk membuka restoran atau rumah makan. Peluang ini juga membuat persaingan yang semakin ketat di kota Bandung. Persaingan yang ketat perlu diantisipasi oleh pengusaha kuliner khususnya di kota Bandung. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pengusaha dibidang kuliner yakni dengan memberikan kepuasan kepada konsumennya.. Kepuasan konsumen dianggap sebagai penentu sikap pasca-pembelian dan mencerminkan sebagai hasil positif atau negatif, yang berasal dari pengalaman pribadi konsumen yang dikutip dalam jurnal (Canny,2014). (Kotler dan Keller, 2007), kepuasan konsumen (consumer satisfaction) diartikan sebagai fungsi dari seberapa sesuainya harapan pembeli produk dengan kinerja yang dipikirkan pembeli atas produk tersebut. Westbrook dan Reilly juga memberikan definisi atau pengertian kepuasan konsumen (consumer satisfaction) sebagai respons emosional terhadap pengalamanpengalaman berkaitan dengan produk atau jasa tertentu yang dibeli, gerai ritel, atau bahkan pola perilaku (seperti perilaku berbelanja dan perilaku pembeli), serta secara keseluruhan yang dikutip dalam jurnal (Tjiptono,2008) dalam jurnal (Pramudita dan Japarianto, 2013).
3 Kepuasan konsumen sangat penting bagi keberlangsungan sebuah usaha, oleh sebab itulah kepuasan konsumen menjadi faktor yang harus diperhatikan oleh pengusaha khususnya pengusaha dibidang kuliner. Setiap restoran harus menemukan cara untuk mempertahankan dan menarik baru pelanggan, di mana pada saat restoran yang sama harus tetap kompetitif dan menguntungkan. Ini tidak lagi mengejutkan bahwa saat ini untuk beberapa alasan banyak konsumen lebih cerdik untuk mencari restoran di mana tidak hanya hanya menawarkan varian menu yang unik dengan harga yang wajar, tetapi juga menawarkan pengalaman hebat seperti pada atmosfernya, lingkungan fisik dan pelayanan yang baik dikutip dalam jurnal (Canny,2014). Salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh pengusaha dibidang kuliner adalah dengan menggunakan strategi dining experience. Selama beberapa dekade terakhir, para peneliti baru-baru ini membahas hubungan antara dining experience dan kepuasan konsumen atribut yang dapat meningkatkan kepuasan konsumen. Berdasarkan penelitian sebelumnya pada berbagai jenis restoran, mengungkapkan tiga atribut umum untuk mengukur pengalaman bersantap, yaitu kualitas makanan dan lingkungan fisik sebagai aspek tangible, dimana kualitas layanan diakui sebagai aspek intangible di bisnis restoran. Kualitas makanan itu hanya didefinisikan sebagai sesuai dengan konsumsi dan meliputi faktor kualitas seperti suhu makanan, kesegaran makanan dan persiapan makanan. Sementara itu, tidak bisa dibilang bahwa kualitas pelayanan dan kepuasan konsumen tidak dapat dipisahkan faktor-faktor pemasaran, terutama di industri restoran. Meskipun, makanan sebagai produk inti bisnis restoran, kualitas pelayanan menjadi perhatian utama diindustri perhotelan, karena industri ini terutama berurusan dengan pelayanan yang berorientasi yang dikutip dalam jurnal (Canny,2014). Banyak restoran atau tempat makan yang ada di kota Bandung, Takigawa bisa menjadi salah satu tujuan tempat makan. Takigawa termasuk dalam klasifikasi gourmet restaurant. Takigawa Resto juga termasuk ke dalam restoran yang memiliki dining experiece yang menarik bagi para pengunjung untuk datang ke Takigawa Resto. Takigawa Resto terletak di Jl. Bukit Pakar Timur 4 Dago Pakar Bandung. Takigawa Meat and Bar In The Sky merupakan salah satu konsep resto yang bisa menjadi referensi
4 makan malam atau siang bagi konsumen yang sangat menggemari masakan Jepang sekaligus ingin menikmati keindahan kota kembang Bandung. Dengan namanya yang mengandung tagline In The Sky, Takigawa Meat and Bar In The Sky memang menyajikan sensasi berbeda dimana pengunjung akan menyantap hidangan lezat khas Jepang pilihan konsumen dari tempat yang cukup tinggi. Lokasi yang berada di bagian atas dago ini juga menyajikan suasana yang segar dimana udara dingin khas dago akan langsung menyelimuti para konsumennya. Menurut manajer Takigawa Resto menuturkan bahwa konsep restorannya memang ingin menggabungkan sentuhan kepuasan akan masakan Jepang yang disajikan dengan suasana nyaman dari tempat berkapasitas 200 orang ini. Pengunjung yang akan makan di tempat ini juga harus menaiki lift hingga ke lantai lima agar bisa memasuki restoran yang didominasi oleh konstruksi dari kayu jati ini. Terdapat 2 ruangan utama di resto Takigawa Meat and Bar In The Sky ini, yakni ruangan bagian luar dimana pengunjung akan langsung merasakan hawa dingin dan pemandangan alam dari kota Bandung serta bagian dalam dimana pengunjung bisa menyantap masakannya sambil mendengarkan lantunan lagu yang dimainkan di resto ini. Manajer dari Takigawa resto menambahkan bahwa Takigawa sendiri ingin menarik minat konsumen baik konsumen yang berasal dari mancanegara, konsumen lokal, maupun wisatawan domestik. Menurut manajer Takigawa, restoran yang menyuguhkan pemandangan kota Bandung ini sebagai salah satu competitive advantage yang dimiliki oleh restoran. Wisatawan baik asing, domestik maupun penduduk lokal di Bandung dapat menikmati keindahan kota bandung khususnya bagi wisatawan domestik maupun asing yang tidak dimiliki oleh kota lain. Tidak sejalan dengan fenomena yang terjadi, dengan yang dialami oleh restoran Takigawa. Penjualan di restoran Takigawa mengalami penurunan. Data berikut menunjukan laporan penjualan Takigawa dari tahun 2012-2013 sebagai berikut :
5 Tabel 1.2 Laporan Penjualan Takigawa Periode Oktober 2012-Desember 2013 Sumber : Manajer Restoran Takigawa Data diatas, dapat dilihat bahwa penjualan Takigawa pada tahun 2012 dibulan desember memiliki perolehan penjualan tertinggi dengan jumlah penjualan sebesar Rp.342,441,975,00-, sedangkan diawal kemunculannya Takigawa emperoleh angka penjualan sebesar Rp.293,686,500,00-. Tahun 2013 Takigawa mengalami penjualan yang naik dan turun,seperti pada bulan september sebesar Rp.252.249.900-, namun hingga pada bulan November mengalami penurunan penjualan. Tabel berikut adalah penjualan Takigawa pada tahun 2013 dan 2014,sebagai berikut:
6 Tabel 1.3 Laporan Penjualan Takigawa Periode Tahun 2013-2014 Sumber : Manajer Restoran Takigawa Tabel diatas memaparkan perbandingan penjualan Takigawa restoran pada tahun 2014 dengan tahun sebelumnya tahun 2013. Tahun 2014 jika dilihat dari tabel diatas mengalami penurunan penjualan. Pada tahun 2014 total penjualan Takigawa sebesar Rp.3,478,437,887,00-, data ini menunjukan penurunan penjualan jika dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar Rp.3,722,018,900,00- ada penurunan sebesar Rp. 243.581,013. Penurunan ini bisa terjadi disebabkan oleh banyak faktor, salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan penjualan ini yang disebabkan oleh faktor kepuasan konsumen dapat dilihat dari kuesioner perawalan yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 17 21 Agustus 2015, dengan melakukan pengambilan sampel sebanyak 90 sampel. Menurut (Tjiptono, F. (2008). Service Management. Cetakan pertama. Yogyakarta: Andi Media Publishing) survey kepuasan dapat dilakukan dengan lima cara dalam hal rating scales salah satunya dengan menggunakan skala likert. Untuk tanggapan atau jawaban dari responden atas pernyataan di kuesioner, setiap itemnya mempunyai skor tertentu. Skor tersebut mempunyai rentang dari 1 (terendah) sampai dengan 5 (tertinggi) yaitu mulai dari sangat tidak setuju/sts (1 poin), tidak setuju/ts (2 poin), kurang setuju/n (3poin), setuju/s (4poin), dan sangat setuju/ss (5 poin). Skor
7 tersebut memiliki kegunaan dalam menghitung nilai skor terenda dan tertinggi yang akan digunakan pada rentang klasifikasi skor untuk tiap variabel. Dalam penelitian ini, jumlah kategori yang digunakan yaitu 8 faktor pokok yang digunakan seperti penampilan staf toko, kemudahan parkir, waktu antrian di konter pembayaran, kesigapan staf layanan, kenyamanan bersantap, lokasi, kelengkapan menu, harga, karena hanya sebagai data awal untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen di restoran Takigawa. Menurut (Tjiptono, F. (2008). Service Management. Cetakan pertama. Yogyakarta: Andi Media Publishing) untuk meneliti kepuasan konsumen tidak selalu membutuhkan perangkat lunak canggih, cukup dengan menggunakan spreadsheet di Microsoft Excel sudah bisa memberikan informasi relevan menyangkut tingkat kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan. Hal ini meliputi what matter most(dimensi importance). Pada tabel 1.4 hasil skor importance atau menunjukan hal yang paling penting bagi konsumen Takigawa sebagai berikut : Tabel 1.4 Skor Importance Konsumen Restoran Takigawa Tanggal 17 21 Agustus 2015 Sumber : Data kuesioner yang telah diolah
8 Tabel 1.4 Kita asumsikan bahwa skala likert 1-5 yang dipakai. Dalam bagian ini responden diminta untuk menilai tingkat kepentingan dan ketidakpentingan sejumlah faktor atau atribut, dimana skor 1 artinya sama sekali tidak penting sedangkan 5 sangat penting. Dari jumlah responden 90 orang faktor yang dianggap paling penting bagi konsumen ditunjukan dengan rata rata di atas 4. Tabel di atas juga lebih lanjut menganalisis standar deviasi yang bisa menjelaskan variasi data. Nilai rata rata yang sama bisa diinterpretasikan secara berbeda- beda bergantung pada variasi penyebaran data. Contoh sederhana meskipun kesigapan staf layanan memiliki nilai rata rata 4,63 dengan standar deviasi 0,48 sementara kenyamanan bersantap memiliki nilai rata rata 4,6 dengan standar deviasi 0,49. Hal ini bisa disebabkan oleh salah satunya adalah opini atau pandangan responden tersebar secara merata pada semua skor alternatif skor yang tersedia. Perbedaan variasi penyebaran data semacam ini tidak bakal tampak pada skor rata rata, namun hanya bisa dilihat pada deviasi standar. Kadangkala penyebab deviasi standar belum tentu bisa dideteksi dengan mudah maka dari itu perlu adanya analisis mendalam. Pada dimensi kepuasan, responden diminta untuk menilai kinerja restoran Takigawa berdasarkan atribut atribut yang sama dengan pada dimensi importance. Pada tabel berikut adalah hasil skor kepuasan konsumen sebagai berikut: Tabel 1.5 Skor Kepuasan Konsumen Restoran Takigawa Tanggal 17 21 Agustus 2015
9 Sumber : Data kuesioner yang telah diolah Tabel 1.5 menampilkan skor rata rata kepuasan. Skor rata rata kepuasan adalah 3 dimana pada skala 1-5 maka tingkat kepuasan dianggap biasa saja atau agak puas. Sedangkan skor rata rata 2 maka menunjukan much room for improvement [banyak aspek yang masih perlu diperbaiki]. Sementara itu, skor rata rata di bawah 2 menunjukan dengan jelas bahwa cukup banyak pelanggan yang tidak puas pada atribut tersebut dan harus mendapatkan perhatian serius. Setelah skor kepuasan dan importance maka perlu menggabungkan keduanya dalam suatu grafik tersendiri dengan cara menganalisis GAP guna mengidentifikasi PFI (Priorities for improvement), yaitu bidang dengan potensi besar untuk penyempurnaan kepuasan konsumen. Tabel berikut adalah GAP skor importance dengan skor kepuasan : Tabel 1.6 Skor Gap antara skor kepuasan dan importance dan indeks kepuasan konsumen Restoran Takigawa Tanggal 17 21 Agustus 2015 Sumber : Data kuesioner yang telah diolah Tabel diatas menjelasan indeks kepuasan konsumen sebesar 2.82% dimana indeks kepuasan ini termasuk kedalam kategori rendah. Dengan melihat masalah diatas dan peluang bisnis restoran yang masih sangat besar dan semakin ketatnya persaingan dalam bisnis kuliner atau restoran terutama makanan etnis Jepang, maka penulis meneliti tentang pengaruh Dining Experience terhadap kepuasan konsumen. Salah satu cara agar suatu bisnis bertahan lama adalah dengan menjaga kepuasan konsumen. Untuk itulah kepuasan konsumen atau customer satisfaction harus tercapai dan terus terjaga. Kepuasan
10 konsumen akan terjadi ketika nilai dan customer service yang disediakan dalam pengalaman retailing sesuai atau melebihi harapan. Berdasarkan fenomena inilah penulis tertarik untuk meneliti penelitian tentang Pengaruh Dining Experience Terhadap Customer Satisfaction ( Studi Kasus Restoran Takigawa Jl. Bukit Pakar Timur No.4 Dago Pakar Bandung). 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan Customer Satisfaction sebagai aspek yang dapat dipengaruhi Dining Experience. Berkembangnya pusat wisata kuliner di Bandung dan persaingannya yang sangat ketat mengharuskan Takigawa memiliki strategi yang efektif agar memiliki keunggulan kompetitif. Oleh karena itu, penulis membatasi ruang lingkup masalahnya sebagai berikut : 1. Bagaimana persepsi konsumen tentang Dining Experience yang ada di Restoran Takigawa Jl. Bukit Pakar Timur No.4 Dago Pakar Bandung? 2. Bagaimana Consumer Satisfaction yang dirasakan oleh konsumen di Restoran Takigawa Jl. Bukit Pakar Timur No.4 Dago Pakar Bandung? 3. Bagaimana pengaruh Dining Experience Terhadap Consumer Satisfaction menurut persepsi konsumen di Restoran Takigawa Jl. Bukit Pakar Timur No.4 Dago Pakar Bandung? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana persepsi konsumen tentang Dining Experience yang ada di Restoran Takigawa Jl. Bukit Pakar Timur No.4 Dago Pakar Bandung. 2. Untuk mengetahui bagaimana Consumer Satisfaction yang dirasakan oleh pelanggan di Restoran Takigawa Jl. Bukit Pakar Timur No.4 Dago Pakar Bandung. 3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Dining experience Terhadap Consumer Satisfaction menurut persepsi konsumen di Restoran Takigawa Jl. Bukit Pakar Timur No.4 Dago Pakar Bandung.
11 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengajukan tugas akhir menempuh gelar sarjana strata satu. Dengan diperolehnya informasi dari penelitian ini diharapkan akan memperoleh manfaat bagi pihak-pihak bersangkutan. 1. Perusahaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi perusahaan yang bergerak dibidang pengelolaan restoran atau wisata kuliner lain untuk memahami Consumer satisfaction yang dipengaruhi oleh Dining experience sehingga dapat meningkatkan strategi pemasarannya dengan memanfaatkan motif yang dimiliki konsumen untuk pergi berkunjung ke restoran atau wisata kuliner lain. 2. Bagi Akademik 1) Sebagai salah satu masukan bagi ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang ilmu manajemen. 2) Menambah wawasan bagi pembaca mengenai pengaruh Dining Experience terhadap Customer Satisfaction di Upscale restaurants. 3) Sebagai bahan untuk pembaca yang ingin melakukan penelitian yang sama atau penelitian lanjutan mengenai Dining Experience terhadap Customer Satisfaction di Upscale restaurants. 3. Bagi Penulis 1) Sebagai suatu studi aplikasi dari ilmu teoritis yang diterima di kampus dan menerapkannya dalam kehidupan yang lebih nyata serta sebagai sarana evaluasi untuk mengukur keahlian diri dalam bidang pemasaran. 2) Memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat mengaplikasikan pelajaran yang sudah diberikan selama perkuliahan serta mempelajari bagaimana cara menganalisis dan mengolah data.
12 1.5 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 1.5.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang ditetapkan oleh peneliti adalah Restoran Takigawa Jl. Bukit Pakar Timur No.4 Dago Pakar Bandung. 1.5.2 Waktu Penelitian