BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

Pengujian Peraturan Daerah

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

RechtsVinding Online

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan reformasi yang digalakkan oleh mahasiswa dan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kewenangan pembatalan peraturan daerah

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting dalam menjalankan pemerintahan daerah. Dewan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal

ANALISIS YURIDIS PEMBATALAN PERDA OLEH MENTERI DALAM NEGERI

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB I PENDAHULUAN. yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Kepala Daerah

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

TINJAUAN YURIDIS TENTANG LEGALITAS EXECUTIVE REVIEW TERHADAP PERATURAN DAERAH (PERDA) Oleh : Deni Daryatno* ABSTRAK

LD NO.2 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kekuasaan yang berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang merupakan peraturan yang

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C amandemen ketiga Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. implementasi dari pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di

BAB I PENDAHULUAN. Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma)

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

Muchamad Ali Safa at

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BAB SATU PENDAHULUAN

MENILIK PERATURAN DAERAH BERMASALAH

BAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut. untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

BAB I PENDAHULUAN. Peran strategis Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah sebagai lembaga

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Tim UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Jawa Barat 1

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG LAPORAN KEPALA DESA

KEWENANGAN MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH TERHADAP UUD 1945

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

Jurnal Panorama Hukum

POKOK-POKOK PIKIRAN YANG MENDASARI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN *

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut dipergunakan dalam upaya memperoleh data yang benar-benar

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1

HARMONISASI PERATURAN DAERAH DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN LAINNYA. (Analisis Urgensi, Aspek Pengaturan, dan Permasalahan) 1

BAB III IMPLEMENTASI PROGRAM LEGISLASI DALAM PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH. A. Mekanisme Program Legislasi Dalam Pembentukan Produk Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

BAB I PENDAHULUAN. tugas negara menegakkan hukum dan keadilan 1, dimana di dalamnya

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 121/PUU-XII/2014

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Peraturan Perundang-undangan sebagai produk hukum, bukan merupakan produk

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 71/PUU-XII/2014 Kewenangan Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Di Bidang Tata Ruang

peraturan (norma) dan kondisi pelaksanaannya, termasuk peraturan pelaksanaan dan limitasi pembentukannya. 2. Peninjauan, yaitu kegiatan pemeriksaan

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

RechtsVinding Online

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BAB I PENDAHULUAN. hukum adat terdapat pada Pasal 18 B ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 65/PUU-XII/2014 Otonomi Daerah dan Pendapatan Asli Daerah Dari Sub Sektor Kepelabuhan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. Peraturan Daerah ditetapkan oeh kepala daerah, setelah mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Substansi atau muatan materi Peraturan Daerah adalah penjabaran dari Peraturan Perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi, dengan memerhatikan ciri khas masing-masing daerah, dan substansi materi tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundangan yang lebih tinggi. 1 Peraturan Daerah merupakan instrumen aturan yang secara sah diberikan kepada pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahannya. Sejak Tahun 1945 hingga sekarang ini, telah berlaku beberapa Undang-Undang yang menjadi dasar hukum penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan menetapkan Peraturan Daerah sebagai salah satu instrumen yuridisnya. Kedudukan dan fungsi Peraturan Daerah berbeda antara yang satu dengan lainnya sejalan dengan sistem ketatanegaraan yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang- Undang Pemerintahan Daerahnya. Perbedaan tersebut juga terjadi pada penataan materi muatan yang disebabkan karena luas sempitnya urusan yang ada pada pemerintah daerah. Jakarta, hlm.37. 1 Siswanto Sunarno, 2012, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika,

Berdasarkan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar tahun 1945 dinyatakan: Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Ketentuan ini menjadi landasan / asas penyelenggaraan pemerintah daerah. Selanjutnya dalam ayat (6) ditegaskan bahwa : Pemerintahan daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Yang dimaksud dengan pemerintah daerah tersebut meliputi Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Ketentuan ayat (6) tersebut menjadi landasan konstitusional bagi Peraturan Daerah yang dijamin kedudukannya dalam konstitusi sebagai salah satu jenis Peraturan Perundang-undangan. Selain itu pasal ini juga menjadi landasan konstitusional bagi peran Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam bidang legislasi. Fungsi ini dianggap yang paling penting jika dibandingkan dengan fungsi lainnya. Fungsi legislasi merupakan suatu proses untuk mengakomodasi berbagai kepentingan para pihak (stakeholders), untuk menetapkan bagaimana pembangunan di daerah akan dilaksanakan. Fungsi legislasi adalah legislasi daerah yang merupakan fungsi DPRD Kabupaten/Kota untuk membentuk Peraturan Daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota. 2 2 Pasal 317 ayat (1) huruf a dan Pasal 366 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Disamping itu, dalam menjalankan fungsi legislasi ini Pemerintah Daerah dan DPRD berperan pula sebagai policy maker, dan bukan hanya policy implementer di daerah. Artinya, antara DPRD sebagai pejabat publik dengan masyarakat sebagai stakeholders, ada kontrak sosial yang dilandasi dengan fiduciary duty. Dengan demikian, fiduciary duty ini harus dijunjung tinggi dalam setiap proses fungsi legislasi. 3 Berdasarkan Pasal 24 A UUD 1945 setelah perubahan dinyatakan bahwa kewenangan menguji Peraturan Perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang merupakan kewenangan dari Mahkamah Agung. Kemudian kewenangan tersebut dipertegas kembali didalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hal ini berarti bahwa pengujian Peraturan Daerah terhadap Undang-Undang juga berada dibawah kewenangan Mahkamah Agung dan proses pengujian ini dikenal dengan proses judicial review. 4 Setelah melewati proses judicial review di Mahkamah Agung maka dapat diketahui apakah Peraturan Daerah tersebut bertentangan atau tidak dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Apabila diputuskan bertentangan, maka Peraturan Daerah tersebut akan dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Pembatalan ini memiliki konsekuensi yuridis yakni Pemerintah Daerah harus mencabut Peraturan Daerah yang bersangkutan karena sudah tidak 3 Charles Simabura, Konstitusionalitas Pembatalan Peraturan Daerah melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri, Jurnal Konstitusi, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Volume IV No.1, 2011, hlm. 143. 4 Kewenangan Mahkamah Agung tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil

mempunyai daya laku secara hukum. Namun permasalahnnya kewenangan Pembatalan Peraturan Daerah tersebut dapat dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri tanpa melalui proses judicial review di Mahkamah Agung. Seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 251 ayat (1) : Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Gubernur yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh Menteri. Pasal 251 ayat (3) : Dalam hal Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak membatalkan Peraturan Daerah kabupaten/kota dan/atau Peraturan bupati/wali kota yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri membatalkan Peraturan Daerah kabupaten/kota dan/atau peraturan bupati/wali kota. 5 Pembatalan Peraturan Daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, bukanlah sesuatu persoalan baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sebelumnya, meskipun sulit melacak jumlah yang pasti, dalam tenggat 2002-2009, hampir 2.000 Peraturan Daerah telah dibatalkan. Kemudian, triwulan I- 2011, lebih dari 400 Peraturan Daerah dibatalkan. Sekiranya pengawasan pemerintah pusat berjalan normal, jumlah produk hukum daerah yang dibatalkan/revisi tentunya akan bertambah. 5 Buktinya baru-baru ini Pemerintah mengumumkan pembatalan 3.143 Peraturan Daerah di seluruh Indonesia. Menteri Dalam Negeri sebagai pihak yang berwenang dalam pembatalan ribuan Peraturan http://www.saldiisra.web.id/index.php/tulisan/artikel-koran/11-artikelkompas/620- ihwal-pembatalan-perda.html diakses pada tanggal 6 Januari 2017.

Daerah ini beralasan bahwa Peraturan Daerah tersebut telah mengganggu iklim ekonomi dan investasi. 6 Menurut Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, Pemerintah tidak bisa sembarangan mencabut ribuan Peraturan Daerah, karena peraturan ini dibuat secara seksama dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat di daerah setempat, sehingga berpotensi menimbulkan kegaduhan publik. Ia menyesalkan, langkah pemerintah yang abai dengan mekanisme ketatanegaraan. Sebab seharusnya pencabutan Peraturan Daerah harus melalui proses uji materi di Mahkamah Agung atau melalui mekanisme legislatif. 7 Sementara itu, menurut mantan ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, mekanisme pembatalan Peraturan Daerah itu keliru secara hukum. Dalam tulisannya, Mahfud berpendapat bahwa seharusnya upaya yang ditempuh untuk membatalkan Peraturan Daerah yang dianggap bermasalah itu melalui mekanisme judicial review ke Mahkamah Agung, bukan melalui Menteri Dalam Negeri. Sementara di sisi lain, pemerintah bersikukuh bahwa pembatalan Peraturan Daerah ini semata-mata dilakukan karena memang dibenarkan oleh Undang- Undang Pemerintahan Daerah. Polemik perihal kewenangan Menteri Dalam Negeri ini muncul lantaran tidak sinkronnya berbagai Peraturan Perundangundangan. 8 6 http://www.kemendagri.go.id/news/2016/06/21/kemendagri-segera-buka-detail-3143- pembatalan-peraturan Daerah diakses pada tanggal 31 Oktober 2016. 7 http://nasional.kompas.com/read/2016/06/17/17120331/fadli.zon.terima.banyak.protes.p embatalan.perda. diakses pada tangal 16 Maret 2017. 8 http://parstoday.com/id/news/indonesia-i12988- menguji_kewenangan_pembatalan_peraturan Daerah diakses pada tanggal 31 Oktober 2016.

Pengaturan ini ditegaskan lagi dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, bahwa dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung. Menurut ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Peraturan Daerah merupakan salah satu jenis aturan dalam hierarki Peraturan Perundang-undangan yang posisinya berada di bawah Undang-Undang. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, hanya Mahkamah Agung yang berwenang menguji sebuah Peraturan Daerah. Sehingga dari sudut pandang konstitusi, ketentuan pembatalan Peraturan Daerah yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri jelas bertentangan secara vertikal dengan UUD 1945 dan secara horizontal dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Di samping itu, kita juga harus ingat bahwa penyusunan Peraturan Daerah bukanlah perkara sederhana. Ada berbagai tahapan yang harus dilalui, termasuk konsultasi dengan pemerintah pusat. Peraturan Daerah tidak hanya disusun oleh Pemerintah Daerah dan DPRD saja. Ada banyak stakeholder yang terlibat melalui partisipasi masyarakat. Bahkan ada Peraturan Daerah yang memang diinisiasi oleh kelompok masyarakat sipil. Secara biaya, penyusunan sebuah Peraturan Daerah bisa memakan ratusan juta rupiah dana APBD. Karenanya, pembatalan sebuah Peraturan Daerah harus betul-betul melalui pertimbangan yang matang. Selain berpotensi melanggar konstitusi, mekanisme pembatalan Peraturan Daerah ini juga masih menyisakan banyak pertanyaan. Misalnya bagaimana

mekanisme yang digunakan kementerian dalam negeri dalam mengkaji Peraturan Daerah yang diduga bermasalah itu? Apakah pembatalan dilakukan terhadap keseluruhan Peraturan Daerah atau hanya sebagian pasal saja? Bagaimana akibat hukum atas kebijakan yang lahir atas dasar Peraturan Daerah yang dibatalkan? Upaya hukum apa yang tersedia jika Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat daerah merasa dirugikan karena pembatalan Peraturan Daerah itu? 9 Tidak ada pengaturan yang lebih lanjut yang dapat menjawab pertanyaanpertanyaan tersebut. Minimnya pengaturan memberikan kewenangan yang sangat luas bagi Menteri Dalam Negeri. Luasnya diskresi Menteri Dalam Negeri ini sayangnya tidak diikuti dengan adanya mekanisme kontrol. Di sinilah rentan terjadi penyalahgunaan wewenang. Ke depan, perdebatan ini bisa dibawa ke hadapan Mahkamah Konstitusi. Pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan kewenangan pembatalan Peraturan Daerah ini, bisa mengajukan judicial review atas Undang-Undang Pemerintah Daerah. Mahkamah Konstitusi akan memberikan kata final atas pertanyaan-pertanyaan terkait konstitusionalitas kewenangan pemerintah untuk membatalkan Peraturan Daerah. Namun menurut Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri, Widodo Sigit Pudjianto, pembatalan 3.143 Peraturan Daerah baru-baru ini oleh Kementerian Dalam Negeri dianggap tidak perlu melalui judicial review ke Mahkamah Agung. Pembatalan cukup dilakukan Menteri Dalam Negeri dan dengan dasar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Menurutnya Undang-Undang tersebut hanya memberikan kewenangan 9 Ibid.

untuk Menteri Dalam Negeri dalam hal membatalkan Peraturan Daerah untuk empat peraturan, yaitu terkait dengan pajak daerah, restitusi daerah, APBD, dan RT/RW. 10 Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, bahwa kebijakan pembatalan ribuan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah memberikan efek domino yang positif bagi pertumbuhan ekonomi. Menurut Tjahjo, kebijakan itu menyasar peraturan yang menghambat investasi penanaman modal asing dan dalam negeri. Penghapusan peraturan ini akan berdampak pada berkurangnya secara signifikan biaya tinggi yang selama ini membebani dunia usaha atau investasi modal asing atau dalam negeri. Ia juga memastikan akan adanya dampak positif kebijakan ini di sejumlah sektor. Mulai dari yang memproduksi barang primer, seperti pertanian, perikanan, perkebunan dan pertambangan. Kemudian sektor sekunder, seperti manufaktur dan listrik, serta sektor tersier, seperti perdagangan, transportasi, perbankan dan jasa. Jika ongkos investasi menurun, maka otomatis dunia investasi di sejumlah sektor tersebut meningkat tajam di seluruh kota/kabupaten/provinsi se-indonesia. Suburnya dunia investasi akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya, angka pengangguran akan menurun, diikuti dengan menurunnya angka kemiskinan dan kriminalitas. Dengan meningkatnya penghasilan, daya beli masyarakat naik. Otomatis juga penerimaan negara meningkat karena orang semakin banyak bayar pajak, misalnya PBB, PKB dan BBN-KB. Jika penerimaan pajak meningkat, maka Pendapatan Asli Daerah 10 https://m.tempo.co/read/news/2016/06/16/078780518/kemendagri-pembatalan-perdatak-perlu-lewat-judicial-review diakses pada tanggal 21 Desember 2016.

otomatis juga akan meningkat. Dengan begitu, ruang fiskal pemerintah semakin bertambah dan mampu membiayai program-program prorakyat. 11 Berdasarkan uraian yang penulis jelaskan di atas, penulis menemukan suatu permasalahan bagaimana perbedaan pandangan dari beberapa pihak terkait kewenangan untuk membatalkan Peraturan Daerah tersebut. Dalam hal ini mengacu kepada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Sehingga hal ini membuat minat penulis untuk merangkum permasalahan tersebut dalam sebuah karya tulis berbentuk skripsi dengan judul: KEWENANGAN PEMBATALAN PERATURAN DAERAH MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana kewenangan pembatalan Peraturan Daerah ditinjau dari Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- 11 http://nasional.kompas.com/read/2016/06/19/09580931/menurut.mendagri.pembatalan.r ibuan.perda.ciptakan.efek.domino.yang.positif diakses pada tangal 16 Maret 2017.

Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan? 2. Bagaimana akibat hukum dari pembatalan Peraturan Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kewenangan pembatalan Peraturan Daerah dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan. 2. Untuk mengetahui akibat hukum dari pembatalan Peraturan Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin penulis capai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya, dan khususnya pengetahuan tentang kewenangan pembatalan Peraturan Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan. b. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi suatu pedoman atau rujukan dan membawa dampak positif bagi kemajuan hukum dimasa yang akan datang. 2. Manfaat praktis a. Bagi masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan bacaan bagi masyarakat, sekaligus sebagai pedoman bagi masyarakat untuk mengetahui kewenangan pembatalan Peraturan Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. b. Bagi pihak terkait Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak terkait seperti Mahkamah Agung, Menteri Dalam Negeri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota untuk mengetahui kewenangan pengujian pembatalan Peraturan Daerah, dan akibat hukumnya.

E. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Berdasarkan permasalahan yang diteliti oleh penulis, maka metode penelitian yang dipakai adalah penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada 12 Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Dalam penelitian hukum normatif digunakan bahan-bahan hukum berupa Peraturan Perundang-undangan, seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, hingga Peraturan Daerah. Dalam penelitian ini seorang peneliti selalu mendasarkan pemikirannya pada aturan perundangan sebagai bahan hukum utama penelitian. 2. Sumber Data Di dalam metode penelitian hukum normatif ini, terdapat 3 macam bahan pustaka yang dipergunakan oleh penulis yakni 13 : a. Bahan Hukum Primer 12 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 13. 13 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hlm. 52.

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat atau yang membuat orang taat pada hukum seperti Peraturan Perundang-undangan, dan putusan hakim. Bahan hukum primer yang penulis gunakan di dalam penulisan ini yakni: 1. Undang-Undang Dasar 1945. 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. 3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 5. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 7. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan 8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam Negeri. 9. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder itu diartikan sebagai bahan hukum yang tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para pakar atau ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus yang akan memberikan petunjuk ke mana peneliti

akan mengarah. Yang dimaksud dengan bahan sekunder disini oleh penulis adalah doktrin-doktrin yang ada di dalam buku, jurnal hukum dan internet. c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum yang dipergunakan oleh penulis adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum. 3. Teknik Pengumpulan Data Data yang bermanfaat bagi penulisan penelitian ini diperoleh dengan cara studi dokumen atau studi kepustakaan (documentary study), yakni teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan dengan cara mempelajari bahanbahan kepustakaan atau data tertulis, terutama yang berkaitan dengan pembatalan Peraturan Daerah oleh Menteri Dalam Negeri, kemudian menganalisis isi bahan hukum tersebut. Tujuan dan kegunaan studi kepustakaan pada dasarnya adalah menunjukkan jalan pemecahan permasalahan penelitian. Apabila penulis telah mengetahui apa yang telah dilakukan oleh peneliti lain, maka peneliti akan lebih siap dengan pengetahuan yang lebih dalam dan lengkap 14 4. Pengolahan Data Data yang telah diperoleh, diolah dengan cara editing. Editing adalah data yang telah diperoleh penulis akan diedit terlebih dahulu guna mengetahui apakah 14 Bambang Sunggono, 2003, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.115.

data-data yang diperoleh tersebut sudah cukup baik dan lengkap untuk mendukung pemecahan masalah yang sudah dirumuskan. 15 5. Analisis Data Terhadap semua bahan hukum yang diperoleh, kemudian diolah dan dianalisis secara: a. Normatif Kualitatif, yaitu dengan cara mengumpulkan semua bahan hukum yang diperlukan, kemudian dianalisis dengan uraian kualitatif atau bukan dengan uji statistik untuk mengetahui bagaimana pembatalan Peraturan Daerah ditinjau dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, beserta akibat hukumnya. b. Deskriptif Analisis, yaitu dari penelitian yang dilakukan dapat memberikan gambaran secara menyeluruh dan sistematis tentang bagaimana pengaturan pembatalan Peraturan Daerah ditinjau dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. c. Setelah dianalisis, hasil analisis tersebut dijadikan suatu karya tulis berbentuk skripsi. 15 Ibid., hlm.125.