RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 71/PUU-XII/2014 Kewenangan Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Di Bidang Tata Ruang

Transkripsi

1 RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 71/PUU-XII/2014 Kewenangan Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Di Bidang Tata Ruang I. PEMOHON Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M. Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 21 Februari II. III. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materil Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah*) dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang terhadap Undang-Undang Dasar KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. 2. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Dalam hal Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujian dilakukan oleh Mahkamah Konsitusi. 4. Pasal 29 huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk, antara lain menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. 5. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan Pemohon.

2 IV. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON Pemohon adalah badan hukum publik berbentuk perkumpulan yang didirikan dengan Akta Notaris Artisari, Notaris di Jakarta, dengan Akta No 9 tertanggal 6 Januari 2012 dan telah disahkan sebagai badan hukum oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-50.AH Tahun 2012 tanggal 05 April 2012 dan beranggotakan Pemerintahan Daerah Kabupaten seluruh Indonesia berdasarkan stelsel pasif yang mempunyai visi untuk mewujudkan penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab guna mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemohon merasa dirugikan atau berpotensi dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 189 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 1 angka 34, Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. V. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DI UJI A. NORMA FORMIL DAN MATERIIL Norma yang diujikan, yaitu: Pasal 189 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Proses penetapan rancangan Perda yang berkaitan dengan pajak daerah, retribusi daerah, dan tata ruang daerah menjadi Perda, berlaku Pasal 185 dan Pasal 186, dengan ketentuan untuk pajak daerah dan retribusi daerah dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan, dan untuk tata ruang daerah dikoordinasikan dengan menteri yang membidangi urusan tata ruang. Pasal 1 angka 34 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang penataan ruang. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Ayat (1) Penetapan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Menteri. Ayat (2) Penetapan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Menteri setelah mendapatkan rekomendasi Gubernur. Ayat (3) Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana

3 dimaksud pada ayat (1) dan penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Norma yang dijadikan sebagai dasar pengujian, yaitu : Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Negara Indonesia adalah negara hukum. Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) UUD 1945 Ayat (2) Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Ayat (5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintahan Pusat. Pasal 18A ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 Ayat (1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Ayat (2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. VI. ALASAN-ALASAN PEMOHON UNDANG-UNDANG A QUO BERTENTANGAN DENGAN UUD Bahwa Indonesia berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 adalah sebuah Negara Hukum. Ini menunjukkan bahwa para penyusun Undang-Undang Dasar 1945 menggunakan konsep Negara Hukum di Jerman, yaitu Negara berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) bukan kekuasaan (machtsstaat) yang tidak hanya bisa dilihat pada tindakantindakan kongkretnya, tetapi juga pada norma-norma hukum yang diciptakan; 2. Bahwa secara normatif konstitusional, Negara Republik Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik sebagaimana Pasal 1 ayat (1) dan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang- Undang Dasar sebagaimana Pasal 1 ayat (2). Negara Indonesia merupakn Negara yang terdiri dari banyak pulau dan suku, Ditengah perbedaan yang begitu besar, maka Negara Indonesia jelas tidak mungkin

4 menyelenggarakan pemerintahan secara sentralistik. Kewenangan yang diberikan kepada daerah-daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan didaerahnya haruslah diberikan secara adil, proporsional dan mengandung kepastian hukum; 3. Bahwa menurut Pasal 33 ayat (3), ayat (4) dan Pasal 18 ayat (2), ayat (5) Undang-Undang Dasar sudah mengamanatkan Pemerintahan dijalankan berdasarkan otonomi daerah, oleh karena itu daerah harus diberkan keleluasaan yang besar untuk melakukan penataan ruang di daerah masing-masing; 4. Bahwa penataan ruang yang jelas, harus dituangkan dalam Peraturan Daerah, dalam hal ini Peraturan Daerah Kabupaten. Oleh karena itu, daerah harus menyusun rancangan pembangunan daerah jangka pendek dan jangka panjang serta menyusun APBD. Maka pengaturan mengenai tata ruang di daerah, serta proses pengesahan Peraturan daerah tidak seharusnya lama dan berbelit-belit dan akhirnya memakan waktu yang lama dan tidak kunjung selesai karena tumpang tindih kewenangan antar Pemerintah Pusat dan Daerah; 5. Bahwa terkait dengan Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar dan Pasal 10 Undang-Undang Pemerintahan Daerah, tidaklah mencantumkan kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang tata ruang sebagai urusan Pemerintahan Pusat, yang otomatis menjadi urusan Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota. Sementara Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian urusan Pemerintah, antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.Sementara Pasal 7 ayat (2) menyebutkan bahwa urusan tata ruang adalah urusan yang wajib pemerintahan daerah sesuai tingkatannya. Dengan demikian haruslah diartikan dalam mengurus tata ruang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Pemerintah Pusat hanyalah member standar norma atau acuan penyusunan tata ruang di daerah-daerah; 6. Bahwa pembagian kewenangan dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penataan ruang telah dirumuskan dengan jelas dalam Bab IV Undang-Undang Penataan Ruang yang berjudul TUGAS DAN WEWENANG Pasal 7 sampai dengan Pasal 9. Sementara tugas dan tanggungjwab menteri yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 34 Undang- Undang Penataan Ruang. Lain halnya norma Pasal 189 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa Proses penetapan rancangan Perda yang berkaitan dengan pajak daerah, retribusi daerah, dan tata ruang daerah menjadi perda, berlaku Pasal 185 dan 186, dengan ketentuan untuk pajak daerah dan retribusi daerah dikoordinasikan dengan Menteri Keuangan, dan untuk tata ruang daerah dikoordinasikan dengan menteri yang membidangi tata ruang sehingga dimasukkannya urusan tata ruang di dalam Pasal 189 adalah hal yang

5 mengherankan, karena pengaturan mengenai prosedur pengaturan tata ruang melalui Perda tidak pernah disinggung dalam seluruh norma-norma sebelumnya yang terdapat dalam Bab VII Undang-Undang Pemerintahan Daerah; 7. Bahwa dari Pasal-pasal yang diminta ujikan dengan pasal-pasal lain yang mengatur mengenai tata ruang, Banyak terjadi tumpang tindih kewenangan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang berakibat persoalan mengenai tata ruang tidak kunjung selesai. VII. PETITUM 1. Menyatakan Pasal 189 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (LN Tahun 2008 No. 59-TLN No. 4844) Pasal 1 angka 34, Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (LN Tahun 2007 No. 68- TLN No. 4725) terhadap Pasal 1 ayat (3), Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5), Pasal 18A ayat (1) dan (2) serta Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Menyatakan Pasal 189 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (LN Tahun 2008 No. 59-TLN No. 4844) Pasal 1 angka 34, Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (LN Tahun 2007 No. 68-TLN No. 4725) tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat; 3. Memerintahkan agar putusan ini dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia. Atas perhatian yang diberikan oleh para Yang Mulia, Pemohon menyampaikan ucapan terima kasih. Catatan: *) Di dalam Permohonan Pemohon, Pemohon menyebutkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 sebagai Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, sedangkan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah yang seharusnya adalah Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah.