BAB I PENDAHULUAN Keseimbangan asam basa adalah homeostasis dari kadar ion hydrogen ([H + ]). Pada cairan tubuh asam terus menerus diproduksi dalam metabolisme yang normal. Meskipun terbentuk banyak asam sebagai hasil metabolisme, namun [H + ] cairan tubuh tetap rendah. Kadar H normal dari arteri adalah 4 x 10 8 meq/l atau sekitar 1 per sejuta dari kadar Na +. meskipun rendah, kadar [H + ] yang stabil perlu dipertahankan agar fungsi sel dapat berjalan normal, karena sedikit fluktuasi (naik turun) sangat mempengaruhi aktivitas enzim sel sehingga merubah seluruh fungsi sel dan tubuh. Karena konsentrasi ion hydrogen normalnya adalah rendah dan karena jumlahnya yang kecil ini tidak praktis, biasanya konsentrasi ion hydrogen disebut dalam skala logaritma dengan menggunakan satuan ph. Pengaturan keseimbangan ion hydrogen dalam beberapa hal sama dengan pengaturan ionion lain dalam tubuh. Sebagai contoh, untuk mencapai homeostasis, harus ada keseimbangan antara asupan dan produksi ion hydrogen dan pembuangan ion hydrogen dari tubuh. Dan seperti pada ionion lain, ginjal memainkan peranan kunci dalam pengaturan konsentrasi ion hydrogen. Terdapat juga mekanisme penyangga asam basa yang melibatkan darah, selsel, dan paruparu yang perlu untuk mempertahankan konsentrasi ion hydrogen normal dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler. Gangguan keseimbangan asam basa disebut dengan istilah asidosis bila ph darah bersifat asam dan alkalosis jika ph darah bersifat basa. Tergantung proses primernya dapat dibagi menjadi asidosis atau alkalosis respiratorik (proses primernya pada pernapasan) dan asidosis atau alkalosis metabolic (proses primernya adalah gangguan metabolic). Akhiran osis pada asidosis ataupun alkalosis menunjukkan proses primer yang menghasilkan asam atau basa tanpa melihat nilai ph darah. Pada asidosis atau alkalosis ringan yang terkompensasi sempurna, ph darah dapat tetap normal. Pada setiap gangguan keseimbangan asam basa, selalu akan diikuti kompensasi untuk mempertahankan ph normal. Kompensasi dari asidosis 1
respiratorik adalah alkalosis metabolic, sedangkan kompensasi dari alkalosis respiratorik adalah asidosis metabolic dan demikian juga sebaliknya. 2
BAB II PEMBAHASAN A. DEFINISI Asam adalah setiap senyawa kimia yang melepaskan ion hydrogen ke suatu larutan atau ke senyawa biasa. Sedangkan basa adalah senyawa kimia yang menerima ion hydrogen. Adapun beberapa definisi oleh para pakar, dimana menurut BronstedLowry Asam didefinisikan sebagai senyawa kimia yang dapat bertindak sebagai proton donor (H + ), sedangkan basa adalah senyawa yang dapat bertindak sebagai akseptor proton. Dalam solusi fisiologis, mungkin lebih baik menggunakan definisi dari Arrhenius, dimana ia mendefinisikan asam sebagai senyawa yang mengandung hydrogen dan bereaksi dengan air untuk membentuk ion hydrogen & basa adalah adalah senyawa yang menghasilkan ion hidroksida dalam air. Asam kuat adalah asam yang berdisosiasi dengan cepat dan terutama melepaskan sejumlah besar ion H + dalam larutan, contohnya HCl. Asam lemah mempunyai lebih sedikit kecenderungan untuk berdisosiasikan ionionnya dan oleh karena itu kurang melepaskan H +, contohnya H 2 CO 3. Basa kuat adalah suatu basa yang secara cepat dan kuat dengan H + dan oleh karena itu dengan cepat menghilangkannya dari larutan. Contoh ion hidroksil (OH ), yang bereaksi dengan cepat membentuk air (H 2 O). Basa lemah adalah basa yang secara lemah bereaksi dengan ion H +, contohnya HCO 3. Keseimbangan asambasa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H + bebas dalam cairan tubuh. ph ratarata adala 7.4; ph darah arteri 7.45 dan darah vena 7.35. jika ph <7.35 dikatakan asidosis, dan jika ph darah >7.45 dikatakan alkalosis. Ion H + terutama diperoleh dari aktivitas metabolic tubuh. H + secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu : 3
1. pembentukan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H + dan bikarbonat. 2. Katabolisme zat organic. 3. Disosiasi asam organic pada metabolism intermedia, misalnya pada metabolism lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi melepaskan ion H +. Fluktuasi konsentrasi ion H + dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain : 1. perubahan eksitabilitas saraf dan otot. Pada asidosis terjadi depresi susunan saraf pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas. 2. Mempengaruhi enzimenzim dalam tubuh. 3. Mempengaruhi konsentrasi ion K +. Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H + maka tubuh berusaha mempertahan ion H + seperti nilai semula dengan cara : 1. Mengaktifkan system buffer 2. Mekanisme pengontrolan ph (kompensasi) oleh system pernapasan. 3. Mekanisme pengontrolan ph (kompensasi) oleh system ginjal. B. MEKANISME KOMPENSASI Respon fisiologi untuk mengubah H + dikarakteristik oleh 3 fase, yaitu : Body Buffers Kompensasi respiratorik (bila memungkinkan) Respon kompensasi ginjal lebih lambat tetapi lebih efektif yang mungkin hamper menormalkan ph arteri bahkan jika proses patologi tetap ada. 4
1. Body Buffers Fisiologi dari buffer penting pada manusia termasuk bikarbonat (H 2 CO 3 /HCO 3 ), hemoglobin (HbH/Hb ), protein intraseluler lainnya (PrH/Pr ), Fosfat (H 2 PO 4 /HPO 2 4 ), dan ammonia (NH 3 /NH + 4 ). Efektivitas dari buffer ini pada berbagai kompartemen cairan berhubungan dengan konsentrasi mereka. Bikarbonat merupakan buffer yang paling penting pada komprtemen cairan ekstraseluler. Hemoglobin, meskipun dibatasi dalam sel darah merah, juga berfungsu sebagai buffer yang penting pada darah. Protein lain mungkin memainkan peran utama dalam buffer pada kompartemen cairan intraseluler. Ion fosfat dan ammonium merupakan buffer yang penting pada urin. Buffer dari kompartemen ekstraseluler juga dapat dilakukan dengan pertukaran ekstraseluler H + untuk Na + & ion Ca 2+ dari tulang dan dengan pertukaran ekstraseluler H + untuk intraseluler K +. Beban asam dapat mendemineralisasi tulang dan melepaskan senyawa alkali. Beban alkali meningkatkan pengendapan karbonat dalam tulang. a. Bikarbonat Meskipun dalam arti yang ketat, buffer bikarbonat terditi dari H 2 CO 3 dan HCO 3, tekanan CO 2 dapat menggantikan H 2 CO 3 karena : H 2 O + CO 2 H 2 CO 3 H + + HCO 3 Hidrasi CO 2 dikatalisis oleh bikarbonat anhidrase, jika penyesuaianpenyesuaian yang dibuat untuk buffer bikarbonat dan jika koefisien kelarutan untuk CO 2 dipertimbangkan, persamaan HendersonHasselbach untuk bikarbonat dapat ditulis sebagai berikut : ( ) 5
Dimana pk = 6.1. Dicatat bahwa pk yang baik dihapus dari ph arteri normal 7.40, yang berarti bahwa bikarbonat tidak akan diharapkan untuk menjadi buffer ekstraseluler yang efisien. System bikarbonat bagaimanapun penting karena dua alas an : 1. Bikarbonat hadir dalam konsentrasi tinggi yang relative pada cairan ekstraseluler. 2. Lebih penting lagi, PaCO 2 dan plasma [HCO 3 ] diatur secara ketat oleh paruparu dan ginjal. Kemampuan dua organ ini untuk mengubah rasio [HCO 3 ]/PaCO 2 memungkinkan mereka untuk mengerahkan pengaruh penting terhadap ph arteri. Derivasi sederhana dan lebih praktis dari persamaan HendersonHasselbach untuk buffer bikarbonat adalah sebagai berikut : [H + ] = 24 x persamaan ini sangat berguna secara klinis karena ph dapat segera dikonversi menjadi H +. dicatat bahwa di bawah 7.40, [H + ] meningkat 1.25 neq/l untuk masingmasing 0.01 penurunan pada ph; dibawah 7.40 [H + ] turun 0.8 neq/l untuk masingmasing 0.01 penurunan pada ph. Contoh : Jika ph arteri = 7.28 dan PaC0 2 = 24 mmhg, berapa hasil dari plasma [HCO 3 ]? [H + ] = 40 + [(4028) x 1.25] = 55 neq/l Oleh karena itu, 55 = 24 x dan [HCO 3 ] = = 10.5 meq/l 6
Harus ditekankan bahwa buffer bikarbonat efektif terhadap metabolisme tetapi tidak pada gangguan asambasa pernapasan. b. Hemoglobin sebagai buffer Hemoglobin kaya akan histidin, yang merupakan buffer efektif dari ph 5.7 7.7 (pk a 6.8). Hemoglobin merupakan buffer nonkarbonik yang paling penting pada cairan ekstraseluler. Menyederahanakan, Hemoglobin mungkin dianggap sebagai yang ada didalam sel darah merah dalam kesetimbangan sebagai asam lemah (HHb) dan potassium (KHb). Berbeda dengan buffer bikarbonat, hemoglobin mampu sebagai buffer dari karbonik (CO 2 ) dan asam nonkarbonik (nonvolatile) : H + + KHb HHb + K + dan H 2 CO 3 + KHb HHb + HCO 3 c. Fosfat System buffer ini berperan dalam eritrosit dan sel tubulus ginjal yang berperan mengatur eksresi ion H +. Ion fosfat terdaapt dalam 2 bentuk, yaitu HPO 4 dan H 2 PO 4. Penambahan asam kuat seperti HCl akan menimbulkan reaksi sebagai berikut: HCl + NaHPO 4 NaCl + NaH 2 PO 4 Dengan kata lain asam kuat diubah menjadi garam netral NaCl oleh garam buffer fosfat yang berubah bentuk dari basa lemah menjadi asam lemah. Dengan cara serupa basa kuat seperti NaOH akan menimbulkan reaksi sebagai berikut : NaOH + NaH 2 PO 4 NaH 2 PO 4 + H 2 O 7
Atau dengan kata lain basa kuat akan diubah menjadi air oleh garam buffer fosfat yang mengalami perubahan bentuk dari asam lemah menjadi basa lemah. d. Protein System buffer ini berfungsi dalam sel jaringan dan juga didalam plasma. Protein merupakan buffer yang efektif karena mengandung gugus karboksil dan asam amino bebas yang terdisosiasi. Protein dalam bentuk asam (HProtein) atau sebagai basa (Bprotein) dfan bereaksi sebagai anion pada ph yang alkalis. 2. Kompensasi Respiratorik Perubahan pada ventilasi alveolar berespon untuk kompensasi respiratorik dari PaCo 2 pada brainstem. Respon reseptor ini untuk mengubah ph dari cairan CSF. Minute ventilation meningkat 14 L/menit untuk setiap (akut) 1 mmhg peningkatan PaCO 2. Kenyataannya, paruparu berespon untuk eliminasi dari 15 meq produksi CO 2 setiap harinya sebagai hasil sampingan karbohidrat dan metabolism lemak. Respon kompensasi respiratorik juga penting dalam melindungi penanda perubahan ph selama gangguan metabolic. Disamping itu kemoreseptor pada arkus aorta dan sinus carotid yang mengatur frekuensi dan dalamnya nafas juga dipengaruhi oleh perubahan O 2, ph dan CO 2 dalam darah. Kompensiasi respirasi dalam mempertahankan keseimbangan asam basa adalah dengan pengaturan konsentrasi CO 2 cairan ekstrasuleler oleh paru. Dengan menyesuaikan pco 2 meningkat atau menurun, paru secara efektif akan mengatur konsentrasi ion hydrogen cairan ekstraseluler. Peningkatan ventilasi akan mengurangi 8
CO 2 dan mengurangi konsentrasi ion hydrogen demikian juga sebaliknya. Pengaturan konsentrasi ion hydrogen dengan ventilasi paru ini diatur oleh sensir pada susunan saraf pusat dan system sirkulasi darah. Bila terjadi kenaikan pco 2, CO 2 akan bereaksi dengan H 2 O dan menghasilkan ion H +. ion H + ini akan merangsang kemoreseptor di arkus aorta dan sinus carotid, kemudian melalui N.IX dan X akan mengirimkan sinyal ke pusat pernafasan di brainstem dan kemudian kembali ke otot pernafasan untuk meningkatkan ventilasi. Akibatnya, kadar CO 2 berkurang dan ph bertambah. Bila kadar CO 2 menurun akan menyebabkan penurunan ventilasi dan menurunkan ph. Selain CO 2, penurunan kadar oksigen (hipoksemia) yaitu bila po 2 < 60 mmhg, juga menstimulasi reseptor sinus carotid. Dan ion H + dari produksi langsung asam (misalnya asam laktat) selain hasil disosiasi CO 2 juga bias merangsang kemoreseptor perifer. a. Kompensasi Respiratorik selama asidosis metabolic Penurunan ph darah arteri menstimulasi pusat pernasan pada brainstem. Hasil peningkatan ventilasi alveolar menurunkan PaCO 2 dan cenderung untuk mengembalikan ph arteri ke nilai normal. Respon pernafasan terhadap PaCO 2 yang lebih rendah terjadi dengan cepat tetapi tidak dapat mencapai keadaan stabil yang diduga hingga 12 24 jam. ph tidak pernah kembali sempuna ke nilai normal. PaCO 2 biasanya menurun 11.5 mmhg dibawah 40 40 mmhg untuk setiap penurunan 1 meq/l dalam plasma. b. Kompensasi Respiratorik dalam alkalosis metabolic Peningkatan ph darah arteri menekan pusat pernafasan. Hasil dari hipoventilasi alveolar cenderung meningkatkan PaCO 2 dan mengembalikan ph arteri ke nilai normal. Respon respiratorik pada alkalosis metabolic umumnya kurang dapat diprediksi 9
dibandingkan respon respiratorik terhadap asidosis metabolic. Hipoksemia, merupakan hasil dari hipoventilasi yang progresif, alhasil aktivasi oksigen sensitive kemoreseptor, yang terakhir merangsang ventilasi dan membatasi respon kompensasi respiratorik. Konsekuensinya, PaCO 2 biasanya tidak meningkat diatas 55 mmhg dalam respon alkalosis metabolic. 3. Kompensasi Ginjal Kemampuan ginjal untuk mengontrol jumlah HCO 3 diserap dari saringan cairan tubulus, membentuk HCO 3, dan menghilangkan H + dalam bentuk asam dititrasi dan ion ammonium memungkinkan mereka untuk mengerahkan pengaruh besar pada ph selama kedua gangguan asam basa metabolic dan respiratorik. Pada kenyataannya, ginjal berespon untuk eliminasi sulfuric acid sekitar 1 meq/kg per hari, asam fosfat dan asam organic teroksidasi tidak lengkap yang biasanya dihasilkan oleh metabolism of dietary dan protein endogen, nukeoprotein, dan fosfat organic (dari fosfoprotein dan fosfolipid). Regulasi ginjal untuk mengatur keseimbangan asam basa dilakukan dengan mengeluarkan urin yang sama atau basa. Pengeluaran urin asam akan mengurangi jumlah asam dalam cairan ekstraseluler dan meningkatkan ph. Sedangkan pengeluaran urin basa akan menghilangkan basa dari cairan ekstraseluler dan menurunkan ph. Ginjal mengatur konsentrasi ion hydrogen cairan ekstraseluler melalui tiga mekanisme, yaitu : sekresi ion hydrogen dan reabsorpsi ion bikarbonat, asidifikasi buffer dan ekskresi ammonia. a. Kompensasi Ginjal selama Asidosis Respon ginjal terhadap keadaan asam terdiri dari 3 langkah : 1. Peningkatan reabsorbsi HCO 3 yang terfiltrasi. 2. Peningkatan ekskresi titratable acids. 10
3. Peningkatan produksi ammonia. Meskipun mekanisme ini dapat diaktifkan segera, efeknya secara umum tidak muncul dalam 1224 jam dan mungkin belum maksimal setelah lebih dari 5 hari. a. Peningkatan reabsorpsi HCO 3 Pada keadaan normal, dengan laju filtrasi glomerulus 120 ml/menit dengan kadar HCO 3 serum normal 24 meq/liter HCO 3. Hal ini berlangsung melalui proses pertukaran ion H + dengan ion Na + tubulus. Sekresi ion H + terjadi di seluruh tubulus kecuali bagian tubulus desendens dan henle asendens. Ion H + akan bereaksi dengan HCO 3 di tubulus menjadi H 2 CO 3 kemudian menjadi H 2 O dan CO 2. Selanjutnya H 2 O diekskresikan dalam bentuk urin sedangkan CO 2 diabsorbsi oleh sel tubulus. Ion Na + dalam urin masuk ke dalam sel tubulus dan bergabung dengan HCO 3. Selanjutnya terurai kembali menjadi ion HCO 3 dan Na +, kemudian ion HCO 3 masuk ke plasma dan cairan ekstraseluler. b. Peningkatan ekskresi Titratable Acids Setelah semua HCO 3 pada cairan tubular yang direabsorbsi, sekresi H + ke lumen 2 tubulus dapat berikatan dengan HPO 4 untuk membentuk H 2 PO 4 yang tidak dapat direabsorpsi karena muatannya dan dieliminasi melalui urin. Hasil akhirnya adalah H + diekskresi dari tubuh dalam bentuk H 2 PO 4 dan HCO 3 11
dapat masuk ke aliran darah. Dengan 6.8, H 2 PO 4 /HPO 2 4 secara normal merupakan buffer urine. Ketika ph urine mencapai 4.4, semua fosfat mencapai tubulus distal dalam bentuk 2 H 2 PO 4 dan ion HPO 4 sudah tidak dapat lagi mengeliminasi H +. c. Peningkatan Pembentukan Ammonia Setelah reabsorbsi lengkap HCO 3 dan + penggunaan dari buffer fosfat, NH 3 /NH 4 menjadi buffer urin yang sangat penting. Deaminasi glutamin didalam mitokondria di sel tubulus proksimal merupakan sumber utama untuk produksi NH 3 ginjal. Ammonia yang terbentuk kemudian dapat melewati membrane sel luminal dan masuk ke cairan tubulus, kemuian bereaksi dengan H + +. membentuk NH 4 Tidak seperti NH 3, NH + 4 di urin efektif untuk mengeliminasi H +. b. Kompensasi Ginjal selama Alkalosis Jumlah HCO 3 yang banyak secara normal difiltrasi dan kadangkadang direabsorbsi karena ginjal butuh ekskresi bikarbonat dalam jumlah banyak jika dibutuhkan. Sebagai hasilnya, ginjal sangat efektif dalam proteksi terhadap keadaan metabolic alkalosis yang secara umum terjadi karena defisiensi sodium atau mineral kortikoid berlebih. Deplesi dari sodium akan menurunkan volume cairan ekstraseluler dan meningkatkan reabsorbsi Na + dari tubulus proksimal ginjal. Untuk mempertahankan keadaan netral, ion Na + membawa ion Cl saat melewati membrane. Karena jumlah ion Cl menurun (<10 meq/l di urin), maka HCO 3 harus direabsorbsi. 12
Sebagai tambahan, peningkatan sekresi H + sebagai pengganti untuk meningkatkan reabsorbsi Na + membutuhkan pembentukan HCO 3 yang berkelanjutan dengan metabolic alkalosis. Sama halnya, peningkatan pembentukan HCO 3 dapat menjadi pencetus atau memperberat metabolic alkalosis. Metabolic alkalosis biasanya berhubungan dengan peningkatan aktivitas mineralkortikoid meskipun tidak terjadi deplesi dari sodium dan klorida. c. Base Excess Base Excess adalah jumlah asam atau basa yang harus ditambahkan kedalam darah agar phnya kembali menjadi 7.4 dan PaCO 2 menjadi 40 mmhg pada keadaan saturasi O 2 maksimal dan suhu 37 0 C. ditambah lagi, pemberian ini hanya berlaku untuk buffer yang nonkarbonik di darah. Singkatnya, base excess menggambarkan tentang komponen metabolism dari gangguan asam basa. Nilai positif menandakan keadaan metabolism alkalosis, sedangkan nilai negative menandakan metabolism asidosis. Base Excess biasanya dalam bentuk grafik atau secara elektronik dari normogram yang dikembangakn oleh Siggard Anderson dan membutuhkan perhitungan konsentrasi hemoglobin. C. ASIDOSIS 1. EFEK RESPIRATORIK TERHADAP ACIDEMIA [H + ] diregulasi secara ketat dalam batas 13