BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akuntabilitas secara harafiah dapat diartikan sebagai pertanggungjawaban. Akuntabilitas berada pada ilmu sosial yang menyangkut berbagai cabang ilmu sosial lainnya, seperti ekonomi, administrasi, politik, prilaku, dan budaya. Selain itu, akuntabilitas juga sangat terkait dengan sikap dan semangan pertanggungjawaban seseorang. Akuntabilitas secara filosofi timbul karena adanya kekuasaan yang berupa mandat/amanah yang diberikan kepada orang atau pihak tertentu untuk menjalankan tugasnya dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu dengan menggunakan sarana pendukung yang ada. Dari pengertian tersebut diatas tersirat bahwa pihak yang diberikan mandat atau amanah harus memberikan laporan pertanggungjawaban asta tugas yang telah dipercayakan kepadanya dengan mengungkapkan segala sesuatu yang dilakukan, dilihat, dirasakan baik yang mencerminkan keberhasilan maupun kegagalan. Dengan kata lain, laporan pertanggungjawaban tersebut bukan sekadar laporan kepatuhan dan kewajaran pelaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tetapi termasuk juga kinerja dari pelaksanaan suatu manajemen strategis yang mampu menjawab pertanyaan mendasar tentang apa yang harus dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini, sipenerima mandat harus dapat melaporkan keberhasilan yang telah dicapai dan berani mengungkapkan
kegagalan yang terjadi berkaitan dengan kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pihak yang lebih tinggi. Menurut Tokyo Declaration og Guidelines on Public Accountability (1985), Akuntabilitas adalah kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik serta yang berkaitan dengan itu, guna menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawaban fiskal, manajerial, dan program atau kegiatan. Akuntabilitas menurut Tim Studi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah- BPKP, adalah perwujudan kwajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan atas pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan melalui suatu media pertanggungjawaban secara periodik. Akuntabilitas merupakan konsep yang luas yang mensyaratkan agar pemerintah memberikan laporan mengenai penguasaan atas dana-dana publik dan penggunaannya sesuai peruntukan. Di samping itu pemerintah juga harus dapat mempertanggungjawabkan kepada rakyat mengenai penghimpunan sumbersumber dana publik dan tujuan penggunaannya Dari sudut ciri utama akuntabilitas, maka akuntabilitas tersebut dilihat sebagai alat manajemen pemerintah yang mempunyai ciri-ciri fokus utama adalah keluaran (output), menggunakan indikator untuk mengukur kinerja, memberikan informasi untuk pengambil keputusan, menghasilkan data yang konsisten, melaporkan hasil (outcomes) secara berkala kepada publik.
Selain karena proses globalisasi, kinerja instansi pemerintah kini lebih banyak mendapat sorotan, karena semakin banyaknya instansi pemerintah kelihatan tidak peduli terhadap upaya perbaikan kinerja yang lebih efisien karena masih banyaknya kinerja instansi pemerintah yang belum menunjukkan peningkatan yang signifikan. Keadaan tersebut menimbulkan semakin meningkatnya tuntutan yang diajukan masyarakat kepada pemerintah atas pelayanan publik yang lebih baik. Tuntutan agar terwujudnya pemerintah yang amanah, efektif, efisien, dan bertanggungjawab. Keadaan ini menunjukkan bahwa akuntabilitas kinerja tidak berlangsung. Beberapa hal menyebabkan tidak berlangsungnya akuntabilitas menurut MAB-MIAC (1991) dalam Haryono Umar, dkk (2004 : 61) antara lain : a. Gagalnya mencapai tujuan organisasi akibat kesulitan menyederhanakan komponen tujuan dan perencanaan strategis organisasi b. Garis wewenang/tanggung jawab yang tidak jelas c. Laporan yang diterbitkan oleh instansi pemerintah tidak seperti pada laporan organisasi. Hal ini mengakibatkan diperlukannya banyak macam akuntabilitas untuk kegiatan pemerintahan. d. Indikator keberhasilan/kegagalan yang tidak jelas. Oleh karena itu, untuk menghadapi keadaan tersebut perlu memperhatikan faktor-faktor yang memperkuat/memperlemah efektifitas pertanggungjawaban kinerja atas wewenang, yang mempengaruhi akuntabilitas secara simultan dan saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Selain itu, yang harus dilakukan adalah meningkatkan kompetensi dan meningkatkan sikap profesionalisme agar memiliki keunggulan kompetitif dan memiliki sikap birokrasi dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat kepuasan dan keinginan
masyarakat. Dari segi aspek fungsional. Governance, dapat ditinjau dari apakah pemerintah telah berfungsi secara efektif dalam menjawab tuntutan yang ada dalam masyarakat dan efektif dalam pemaksimalan fungsi organisasi tersebut dalam upaya mencapai tujuan. Salah satu usaha untuk mewujudkan good governance adalah dengan melaksanakan prinsip akuntabilitas. Haryono Umar, dll (2004 : 16) menyatakan bahwa : Akuntabilitas merupakan salah satu aspek penting dalam rangka menciptakan kepemerintahan yang baik (good governance). Aspekaspek/unsur-unsur utama lainnya yang terkandung dalam good governance paling tidak adalah: a. Transparansi yaitu keterbukaan dalam pengelolaan pemerintah dan pengelolaan lingkungan ekonomi. b. Partisipasi masyarakat yang bermakna penerapan pengambilan keputusan yang demokratis dan pengakuan atas hak dan kebebasan manusia atau hak azasi manusia (HAM), kebebasan pers, dan kebebasan ekspresi aspirasi masyarakat. Akuntabilitas pada hakekatnya merupakan salah satu faktor dalam menjawab segalatuntutan terhadap kinerja pemerintahan yang menjujung tinggi prinsip good governance (efektifitas, efisiensi, dan transparansi). Akuntabilitas yang baik adalah akuntabilitas yang dapat menunjukkan peningkatan kinerja organisasi maupun perubahan positif perilaku para pegawainya. Dari pengertian tersebut, dapat menggambarkan bahwa akuntabilitas merupakan instrumen untuk pengendalian dalam melihat sejauh mana pencapaian
hasil atas suatu kinerja pemerintahan. Pemahaman mengenai akuntabilitas memberikan kesadaran bahwa implementasi akuntabilitas dapat memberikan kemampuan yang lebih baik untuk suatu organisasi agar menjadi lebih kompetitif dalam meningkatkan kinerja. Pada instansi pemerintah di indonesia juga telah menerapkan akuntabilitas kinerja dan telah mengimplementasikannya. Indonesia secara eksplisit mulai mengimplementasikan konsep akuntabilitas melalui Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Instruksi Presiden Nomor 7 tersebut merupakan tindak lanjut dati TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dan UU No.28 tahun 1999 dengan judul yang sama dengan TAP MPR tersebut. Terbitnya Instruksi Presiden No 7 Tahun 1999 merupakan salah satu tujuan pemerintah untuk meningkatkan kinerja pemerintah yang lebih berhasil, bersih, dan bertanggung jawab. Menurut Instruksi Presiden No 7 tahun 1999, bahwa setiap instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintah Negara mulai dari pejabat eselon II ke atas wajib untuk mempertanggungjawabkan pelaksaaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan pengelolaan sumber daya dan kebijaksanaan yang dipercayakan kepadanya berdasarkan perencanaan strategis (renstra) yang telah dirumuskan sebelumnya. Sebagai pedoman dari Instruksi Presiden No.7 Tahun 1999 tersebut telah dikeluarkan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah berupa keputusan Lembaga Administrasi Negara (LAN) Nomor 239/IX/6/8/2003 yang merupakan penyempurnaan dari keputusan Lembaga Administrasi Negara (LAN) Nomor 589/IX/6/Y/1999.
Untukmewujudkan akuntabilitas, dalam pertauran tersebut dikemukakan bahwa media pertanggungjawaban yang dapat memberikan informasi apakah program yang dilaksanakan sesuai rencana yang digunakan, yaitu Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Secara teori, melalui LAKIP kinerja instansi pemerintah yang dinilai dengan prinsip good governance, yaitu transparan, efektif, efisien, dan akuntabilitas ini dapat mendorong pemerintah untuk memberikan masukan kepada pihak yang berkpentingan dan juga meningkatkan kepercayaan masyarakat dengan terlaksananya dan terwujudnya akuntabilitas kinerja di instansi pemerintah. Namun faktanya, konsep akuntabilitas masih saja belum sejalan dengan budaya kerja di Indonesia. Banyak pihak mengartikan akuntabilitas hanya terbatas pada pelaporan pertanggungjawaban keuangan saja, hanya mencakup pertanggungjawaban dalam anggaran saja. Keadaan ini mengakibatkan suatu instansi pemerintahan yang telah melaporkan alokasi dana yang digunakan dianggap sudah selesai mempertanggungjawabkan kegiatannya terlepas dari kegiatan yang dilaksanakan memberikan manfaat atau tidak, baik terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat maupun peningkatan kinerja dalam kinerja instansi tersebut. Hal ini dapat menciptakan peluang yang besar untuk melakukan tindakan penyimpangan dana dan sumber daya lainnya. Oleh karena itu, akuntabilitas harus diikuti oleh pengukuran secara komprehensif terhadap keluaran, hasil, dan manfaat yang benar-benar dapat dirasakan dan dilihat masyarakat, serta dapat memperhitungkan dampak. Dengan cara ini kinerja suatu instansi pemerintah pada suatu tahun tertentu dapat dibandingkan dengan tahun-
tahun sebelumnya. Dan selanjutnya laporan kinerja yang diterbitkan secara simultan dapat menjadi langkah maju dari proses akuntabilitas. Agar akuntabilitas kinerja dapat berhasil maka perlu dicari apa penyebabnya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pebngaruh beberapa faktor terhadap terwujudnya akuntabilitas kinerja di instansi pemerintah. Berdasarkan tinjauan literatur, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terwujudnya akuntabilitas kinerja dalam kinerja adalah komitmen manajemen, otoritas pengambilan keputusan, budaya organisasi, pelatihan. Penelitian ini mengacu pada penelitian alluzzo dan Itner yang dilakukan pada tahun 2003 yang berjudul Implementasi Inovasi pengukuran Kinerja: Bukti dari Pemerintah. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor organisasi seperti komitmen manjamenen, otoritas pengambilan keputusan, dan pelatihan dalam teknik pengukuran kinerja memiliki pengaruh positif yang signifikan pada pengembangan sistem pengukuran, akuntabilitas kinerja, dan penggunaan informasi kinerja. Kemudian keterbatasan sistem informasi dan kesulitan menentukan ukuran kinerja berperan penting dalam impelemtansi sistem pengukuran. Serta pengukuran kinerja dan akuntabilitasa positif terkait dengan penggunaan informasi kinerja untuk berbagai kebutuhan. Namun dalam penelitian ini, Cavalluzzo dan Itner tidak dapat membuktikan pengaruh negatif antara keterbatasan sistem informasi dan kesulitan menentukan ukuran kinerja terhadap pengembangan sistem pengukuran, akuntabilitas, dan penggunaan informasi kinerja.
Penelitian Nurkhamid pada tahun 2008 yang berjudul Implementasi Inovasi Sistem Pengukuran Kinerja Instansi Pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen manajemen, pelatihan, dan budaya organisasi terbukti berpengaruh terhadap pengembangan sistem pengukuran, akuntabilitas, dan penggunaan informasi kinerja. Namun tidak dengan otoritas pengambilan otoritas pengambilan keputusan yang terbukti berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja dan penggunaan informasi kinerja dan keterbatasan sistem informasi terbukti tidak berpengaruh. Di lain pihak, kesulitan menentukan ukuran kinerja terbukti berpengaruh negatif terhadap akuntabilitas kinerja dan penggunaan informasi kinerja. Pengambangan sistem pengukuran kinerja terbukti berpengaruh positif secara langsung terhadap akuntabilitas kinerja dan penggunaan informasi kinerja, serta berpengaruh signifikan secara tidak langsung terhadap penggunaan informasi kinerja melalui akuntabilitas kinerja. Norman pada tahun 2010 yang berjudul Implementasi Sistem Pengukuran Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara keterbatasan sistem informasi, kesulitan dalam mengukur tolak ukur kinerja, akuntabilitas kinerja. Secara parsial, terbukti ada pengaruh yang signifikan antara keterbatasan sistem informasi dan komitmen organisasi untuk akuntabilitas kinerja dan dimana sistem pengukuran kinerja mempengaruhi penggunaan informasi kinerja melalui akuntabilitas kinerja. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kesulitan menentukan ukuran kinerja tidak berpengaruh signifikan terhadap sistem pengukuran kinerja dan akuntabilitas kinerja. Dan tidak ada pengaruh yang signifikan antara sistem pengukuran kinerja dan akuntabilitas kinerja.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ratih Widya Astusti pada tahun 2011 yang berjudul Persepsi Terhadap Pengembangan Sistem Pengukuran, Akuntabilitas, dan Penggunaan Informasi Kinerja di Instansi Pemerintah. Hasil penelitian ini menunjukkanbahawa keterbatasan sistem informasi tidak terbukti berpengaruh terhadap pengembangan sistem pengukuran, akuntabilitas, dan penggunaan informasi kinerja. Kesulitan menentukan ukuran kinerja berpengaruh positif terhadap pengembangan sistem pengukuran, dan akuntabilitas kinerja, sertta tidak terbukti berpengaruh negatif terhadap penggunaan informasi kinerja. Komitmen manajemen berpengaruh positif terhadap pengembangan sistem pengukuran, dan akuntabilitas kinerja, serta berpengaruh negatif terhadap penggunaan informasi kinerja. Otoritas pengambilan keputusan berpengaruh positif terhadap pengembangan sistem pengukuran, akuntabilitas dan penggunaan informasi kinerja. Pelatihan berpengaruh negatif terhadap pengembangan sistem pengukuran dan akuntabilitas kinerja serta tidak terbukti berpengaruh positif terhadap penggunaan informasi kinerja. Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap pengembangan sistem pengukuran dan penggunaan informasi kinerja, serta tidak terbukti berpengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja. Oleh karena itu, kaitannya dengan penelitian ini adalah pemahaman terhdap beberapa faktor yang berpengaruh dalam terwujudnya akuntabilitas kinerja. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan beberapa faktor terhadap sukses dan gagalnya peningkatan akuntabilitas kinerja di instansi pemerintah. Beberapa faktor yang berpengaruh, berdasarkan tinjauan literatur, yaitu komitmen manajemen, otoritas pengambilan keputusan, budaya organisasi, dan pelatihan. Dengan mengetahui beberapa faktor yang berpengaruh terhadap terwujudnya akuntabilitas kinerja,
maka dapat mendukung pemerintah untuk dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja pemerintah dan dapat memberi masukan kepada instansi pemerintah dalam meningkatkan kinerja. Oleh karena itu, kaitannya dengan penelitian ini adalah pemahaman terhdap beberapa faktor yang berpengaruh dalam terwujudnya akuntabilitas kinerja. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan beberapa faktor terhadap sukses dan gagalnya peningkatan akuntabilitas kinerja di instansi pemerintah. Beberapa faktor yang berpengaruh, berdasarkan tinjauan literatur, yaitu komitmen manajemen, otoritas pengambilan keputusan, budaya organisasi, dan pelatihan. Dengan mengetahui beberapa faktor yang berpengaruh terhadap terwujudnya akuntabilitas kinerja, maka dapat mendukung pemerintah untik dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja pemerintah dan dapat memberi masukan kepada instansi pemerintah dalam meningkatkan kinerja. Begitu juga dengan dilakukannya akuntabilitas di setiap instansi pemerintah menunjukkan keseriusan pemerintah dalam melakukan upaya reformasi birokrasi. Alasan memilih judul Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Daerah Kabupaten Karo sebagai objek penelitian karena telah diterapkannya sistem akuntabilitas pada instansi tersebut. Sistem ini diharapkan semakin baik sehingga dapat sejalan dengan kinerja pemerintah. Untuk melihat apakah penerapan sistem akuntabilitas tersebut sejalan dengan peningkatan kinerja karyawan, maka kondisi ini menarik peneliti untuk melihat beberapa faktor yang berpengaruh terhdap akuntabilitas kinerja karyawan pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Karo.
Berdasarkan uraian, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan membuat skripsi dengan judul FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERWUJUDNYA AKUNTABILITAS KINERJA DI INSTANSI PEMERINTAH (Studi Empiris Pada Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan, dan Aset Daerah Kabupaten karo). 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian, yaitu : Apakah komitmen manajemen, otoritas pengambilan keputusan, budaya organisasi, dan pelatihan berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja baik secara parsial maupun simultan? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk : Menguji pengaruh komitmen manajemen, otoritas pengambilan keputusan, budaya organisasi dan pelatihan terhadap akuntabilitas kinerja b aik secara parsial maupun simultan
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini, yaitu: 1. Bagi penulis Penelitian ini merupakan sarana untuk menambah wawasan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan akuntabilitas kinerja di instansi pemerintah. 2. Bagi Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan, dan Aset Daerah Kabupaten Karo Penelitian ini dapat menjadi bahan informasi dan sebagai tambahan referensi untuk peningkatan akuntabilitas kinerja karyawan. 3. Bagi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Penelitian ini dapat memberikan referensi dan bacaan dalam melakukan penelitian selanjutnya. 4. Bagi Pihak Lain Dapat menjadi wacana tentang akuntabilitas kinerja di instansi pemerintah yang selanjutnya dapat dijadikan informasi tambahan atas penelitian sejenis di masa mendatang.