pelayanan tetap bermutu (Thakur, et al., 2008). Menurut Donabedian (1966), terdapat tiga aspek penting dalam meningkatkan mutu fasilitas pelayanan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan

PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RSUD PASAR REBO

APLIKASI SIKAP PROFESIONAL TENAGA GIZI DI BIDANG ASUHAN GIZI DAN DIETETIC. Miranti Gutawa Sumapradja RSUP dr Hasan Sadikin Bandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan upaya-upaya kesehatan yang meliputi upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. dari manajemen kualitas. Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi

BAB I PENDAHULUAN. kuratif, rehabilitatif dan promotif. Ada 4 kegiatan pokok PGRS yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. konsumen atas suatu produk (Bustami, 2011). Dalam pelayanan kesehatan, mutu pelayanan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB 1 : PENDAHULUAN. dijadikan sebagai contoh bagi masyarakat dalam kehidupan sehari hari. Makanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT AR BUNDA PRABUMULIH TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. sebagian masyarakat menyatakan bahwa mutu pelayanan rumah sakit di Indonesia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

Pengalaman RSUP Dr. Sardjito dalam Pengorganisasian Tim Akreditasi. Sri Mulatsih RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta 2012

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan berfungsi kuratif dan rehabilitatif yang menyelaraskan tindakan

JCI - HEALTHCARE ORGANIZATION MANAGEMENT STANDARDS

PROGRAM KERJA INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT AR BUNDA PRABUMULIH TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Body of Knowledge dan Standar Kompetensi Dokter Manajemen Medik

LAPORAN KEGIATAN PELATIHAN FOOD SERVICE MANAGEMENT

BAB 1 : PENDAHULUAN. memperoleh derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya kesehatan dalam

SPO ASUHAN GIZI TERSTANDAR AKREDITASI VERSI HERNI ASTUTI INSTALASI GIZI RSUP DR SARDJITO Workshop Gizi, Yogyakarta April 2013

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya mutu pelayanan dengan berbagai kosekuensinya. Hal ini juga yang harus dihadapi

RS dan JKN T O N A N G D W I A R D Y A N T O

BAB I PENDAHULUAN. Sistem kesehatan (health system) adalah tatanan yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Jenis Jenis Indikator Mutu Rumah Sakit: Haruskah RS Memiliki Semua

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan keunggulan masing-masing agar bisa bertahan. Rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. bisa didapatkan di rumah sakit. Hal ini menjadikan rumah sakit sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan masyarakat. Rumah Sakit merupakan tempat yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi dari makanan diet khusus selama dirawat di rumah sakit (Altmatsier,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. (Permenkes RI, 2011). Institusi yang kompleks memiliki arti bahwa rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. agar staf medis di RS terjaga profesionalismenya. Clicinal governance (tata kelola

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

mendapatkan 5,7% KTD, 50% diantaranya berhubungan dengan prosedur operasi (Zegers et al., 2009). Penelitian oleh (Wilson et al.

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan, merupakan

asuhan gizi, penyelenggaraan makanan, kegiatan penelitian dan pengembangan gizi (Depkes, 2006). Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan hak setiap

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN) yang menjamin

BAB I PENDAHULUAN. mellitus (Perkeni, 2011). Secara umum hampir 80% prevalensi. diabetes mellitus adalah diabetes mellitus tipe 2.

Dody Firmanda. Ketua Komite Medik. RSUP Fatmawati, Jakarta. Pendahuluan

PANDUAN PENYULUHAN PADA PASIEN UPTD PUSKESMAS RAWANG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting dari pelayanan kesehatan termasuk hasil yang diharapkan dengan berbasis

Kendali Mutu Sebagai Proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Hospital Public Training Schedule

Tabel 1. Jumlah Residen di RSCM Tahun 2014

PANDUAN UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kualitas (quality improvement) pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan mutlak diperlukan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat (Sumijatun, 2009). Salah satu bagian integral dari pelayanan

Perbedaan jenis pelayanan pada:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi

KERANGKA ACUAN PROGRAM PENINGKATAN MUTU KLINIS DAN KESELAMATAN PASIEN PUSKESMAS PUJON

BAB 1 : PENDAHULUAN. Sejalan dengan amanat pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa diperkirakan pasien rawat inap per tahun

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Pasien dan Masyarakat sebagai Mitra Menuju Rumah Sakit Berstandar Internasional

PERSEPSI STAF PELAYANAN TENTANG MANAJEMEN PEMASARAN DI RUMAH SAKIT STELLA MARIS MAKASSAR

PANDUAN PENUNTUN SURVEI AKREDITASI UNTUK BAB PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN ====================================== ==========================

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) adalah sistem dimana Rumah Sakit

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini keselamatan pasien merupakan salah satu dari sekian banyak persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, secara

BAB I PENDAHULUAN. individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Upaya untuk meningkatkan derajat

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien adalah sebuah sistem pencegahan cedera terhadap pasien dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai institusi yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan, rumah sakit

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memperhatikan masalah keselamatan. Kementerian Kesehatan Republik

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh pasien, serta kondisi ekonomi dan finansial dari pasien, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Dep Kes RI (2008), rumah sakit adalah sarana kesehatan

Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya angka infeksi atau Healthcare Associated Infections (HAIs) di rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki tujuan yang berbeda-beda dan diperlukan

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG MANAJEMEN PELAYANAN HOSPITAL HOMECARE DI RSUD AL-IHSAN PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PaEVALUASI PELAKSANAAN IDENTIFIKASI PASIEN PADA PROSES PEMBERIAN OBAT ORAL DI RSUD PANGLIMA SEBAYA KABUPATEN PASER

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia industri kesehatan terdiri dari beberapa jenis yaitu pelayanan klinik, puskesmas, dan rumah sakit.

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety

KASYFI HARTATI Disampaikan pada ASM 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai dengan

PROGRAM PENDIDIKAN PASIEN DAN KELUARGA (PPK) / PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT PPK

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu pelayanan kesehatan menjadi salah satu perhatian utama Kementerian Kesehatan Indonesia yang dituangkan di dalam Rencana Kerja Pemerintah 2015 2019. Pelayanan gizi merupakan salah satu faktor penting dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pelayanan gizi di rumah sakit dilakukan dengan tujuan untuk mempertahankan, memperbaiki, dan meningkatkan status gizi melalui pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan klien/pasien. Saat ini Rumah Sakit di Indonesia dituntut untuk dapat memenuhi kualitas pelayanan yang disyaratkan. Proses penyelenggaraan pelayanan gizi di rumah sakit memerlukan suatu pedoman sebagai acuan untuk pelayanan bermutu yang dapat mempercepat proses penyembuhan pasien, memperpendek lama hari rawat, dan menghemat biaya perawatan. Dalam proses peningkatan mutu pelayanan di bidang gizi, Kementerian Kesehatan pada tahun 2013 telah menerbitkan Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) yang disesuaikan dengan perkembangan peraturan perundang-undangan, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang gizi, kedokteran, kesehatan, dan standar akreditasi rumah sakit 2012 untuk menjamin keselamatan pasien. Pedoman ini mengacu pada The Joint Comission International (JCI) for Hospital Accreditation sehingga diharapkan dapat menjadi acuan bagi rumah sakit untuk melaksanakan kegiatan pelayanan gizi yang berkualitas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Pelayanan gizi dapat dikatakan bermutu apabila memenuhi 3 komponen mutu, yaitu 1) pengawasan dan pengendalian mutu untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman, 2) menjamin kepuasan pasien, 3) assessment yang berkualitas. Untuk mengetahui mutu suatu pelayanan kesehatan, diperlukan indikator serta pengawasan dan evaluasi yang berkesinambungan untuk menjaga

pelayanan tetap bermutu (Thakur, et al., 2008). Menurut Donabedian (1966), terdapat tiga aspek penting dalam meningkatkan mutu fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu input (struktur), proses, dan outcome. Pelayanan yang berkualitas dapat tercipta apabila terjadi umpan balik dari ketiga aspek tersebut. Indikator mutu pelayanan kesehatan merupakan alat yang penting untuk mengukur mutu pelayanan (Thakur, et al., 2008). Peningkatan biaya dalam pelayanan kesehatan, yang disertai dengan tuntutan agar pelayanan didasari oleh kebijakan evidence-based, tuntutan terhadap akuntabilitas pembiayaan, dan penilaian pengaruh pelayanan kesehatan terhadap kualitas kesehatan masyarakat menyebabkan peningkatan tuntutan terhadap penggunaan indikator sebagai alat ukur kinerja dan mutu (Hussey et al., 2006; Mattke et al., 2006). Beberapa indikator untuk menilai dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan telah banyak dikembangkan berbagai lembaga dan peneliti di luar negeri. Indikator yang didasarkan pada best practices evidence terbukti dapat meningkatkan status kesehatan dan dapat digunakan sebagai alat untuk menilai, melacak, dan memonitor kinerja pemberi pelayanan (Hussey, et al., 2006). Di Amerika Serikat, pengembangan indikator mutu bermula dari Intitute of Medicine (IoM) dalam Crossing the Quality Chasm : A New Health System for the 21 st Century yang menyatakan bahwa diperlukan upaya peningkatan mutu dengan menitikberatkan pada bagaimana suatu sistem kesehatan dapat ditata-ulang melalui inovasi untuk mencapai pelayanan yang optimal (Intitute of Medicine, 2001). Hal ini ditindaklanjuti oleh The Federal Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ) yang merupakan pelopor dalam pengembangan indikator mutu pelayanan kesehatan. Indikator mutu pelayanan kesehatan oleh AHRQ dikembangkan dari indikator mutu yang disusun oleh Heathcare Cost and Utilization Project (HCUP) pada tahun 1994 (Hussey, et al., 2006). Saat ini AHRQ telah menyusun 4 set indikator mutu, yaitu, Inpatient Quality Indicators (IQIs), Patient Safety Indicators (PSIs), Prevention Quality Indicators (PQIs), Pediatric Quality Indicators (PDIs).

Meskipun banyak indikator dikembangkan melalui berbagai penelitian, hanya sedikit kepustakaan mengenai indikator mutu yang menitikberatkan pada pelayanan gizi (Diez-garcia, et al., 2013). Hasil ini disebabkan oleh perspektif yang masih menganggap bahwa gizi merupakan pelayanan yang kurang penting (Diez-garcia, 2006). Dalam suatu penelitian di bidang gizi yang dilakukan oleh Diez-garcia, et al. (2012), indikator pelayanan gizi di rumah sakit dibagi menjadi 2 bagian utama, yaitu, yaitu Nutritional Care Quality (NCQ) dan Food Service Quality (FSQ) dimana masing-masing bagian utama terdiri dari 4 indikator. Indikator lain yang dikembangkan oleh Lisa McDowell dalam Clinical Nutrition Quality and Patient Outcome merupakan suatu pengembangan indikator pelayanan gizi berdasarkan prinsip dari Intitute of Medicine (IOM) dalam upaya peningkatan mutu yang dikenal dengan six quality aim yaitu patient safety, patient-centeredness, efficiency, effectiveness, timeliness, dan equity di sebuah rumah sakit pendidikan. Ia mengamati beberapa inisiatif yang bersifat spesifik, dalam hal ini adalah dukungan gizi (nutrition support) yang telah dilakukan dan melihat pengaruhnya kepada tindakan klinis, kinerja petugas, dan keluaran (outcome) pasien (McDowell, 2007). Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Abdul Aziz adalah rumah sakit tipe B milik pemerintah dimana instalasi gizi masih menggunakan standar pelayanan minimal dalam proses pemantauan kinerja instalasi gizi. Dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit ditetapkan bahwa indikator standar pelayanan gizi meliputi 1) Ketepatan waktu pemberian makanan kepada pasien (100%); 2) Sisa makanan yang tidak dihabiskan pasien ( 20%); dan 3) Tidak ada kesalahan pemberian diet (100%) (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Dengan menggunakan indikator standar pelayanan minimal tersebut telah dilakukan upaya Continous Quality Improvement (CQI) atau upaya peningkatan mutu berkelanjutan terkait pelayanan gizi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Abdul Aziz. Hasil penilaian kinerja instalasi gizi berdasarkan Standar Pelayanan Minimal menunjukkan peningkatan kinerja dari tahun 2014 ke tahun

2015 melalui upaya Continous Quality Improvement (CQI). Hasil pemantauan kinerja berdasarkan indikator ketepatan pemberian waktu makan pasien meningkat dari 89,35% menjadi 100% melalui upaya perbaikan dengan penambahan jumlah trolley makanan dan peningkatan pengawasan pada proses produksi dan distribusi, karena berdasarkan analisis tahun 2013 diketahui bahwa keterlambatan terjadi karena kekurangan jumlah trolley makanan dan pemantauan yang longgar pada saat produksi dan distribusi. Selain itu, indikator sisa makanan yang tidak termakan oleh pasien (standar 20%) juga mengalami perbaikan, dari 19,57% menjadi 8,6% melalui upaya penggantian alat makan pasien dan inovasi menu untuk pasien kelas III. Kinerja instalasi gizi terkait indikator tidak ada kesalahan pemberian diet dapat dipertahankan sebesar 100%, dimana telah sesuai antara pesanan diet, diet yang disajikan, dan rencana asuhan gizi yang ditetapkan oleh ahli gizi. Berdasarkan hasil pemantauan kinerja instalasi gizi pada tahun 2014 dan 2015, diketahui bahwa kinerja Instalasi Gizi RSUD dr.abdul Aziz mengalami peningkatan dan telah mencapai standar pelayanan minimal yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, maka Instalasi Gizi RSUD dr.abdul Aziz perlu mengembangkan indikator mutu pelayanan gizi agar tercapai kinerja pelayanan gizi yang optimal, diluar indikator standar pelayanan minimal yang telah digunakan. Beberapa rumah sakit sudah mulai mengembangkan kepuasan konsumen dengan indikator mutu mengingat ruang lingkup pelayanan gizi di rumah sakit yang kompleks meliputi pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, penyelenggaraan makanan, dan penelitian dan pengembangan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). B. Perumusan Masalah Peningkatan biaya dalam pelayanan kesehatan, yang disertai dengan tuntutan agar pelayanan didasari oleh kebijakan evidence-based, tuntutan terhadap

akuntabilitas pembiayaan, dan penilaian pengaruh pelayanan kesehatan terhadap kualitas kesehatan masyarakat menyebabkan peningkatan tuntutan terhadap penggunaan indikator sebagai alat ukur kinerja dan mutu (Hussey et al., 2006; Mattke et al., 2006). Untuk mengetahui pencapaian kinerja instalasi maka perlu disusun suatu indikator yang sesuai dengan kondisi masing masing rumah sakit. Selama ini RSUD Dr. Abdul Aziz tidak memiliki model indikator mutu untuk mengetahui pencapaian kinerja instalasi gizi. Penilaian kinerja hanya berdasarkan Standar Pelayanan Minimal untuk instalasi gizi, yaitu 1) Ketepatan waktu pemberian makanan kepada pasien (100%); 2) Sisa makanan yang tidak dihabiskan pasien ( 20%); dan 3) Tidak ada kesalahan pemberian diet (100%). Hasil penilaian kinerja instalasi gizi berdasarkan Standar Pelayanan Minimal menunjukkan peningkatan kinerja dari tahun 2014 ke tahun 2015 melalui upaya Continous Quality Improvement (CQI), yaitu indikator ketepatan pemberian waktu makan pasien meningkat dari 89,35% menjadi 100%; indikator sisa makanan yang tidak termakan oleh pasien (standar 20%) membaik dari 19,57% menjadi 8,6%; kinerja instalasi gizi terkait indikator tidak ada kesalahan pemberian diet dapat dipertahankan sebesar 100%. Mengingat ruang lingkup pelayanan gizi di rumah sakit yang kompleks meliputi pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, penyelenggaraan makanan, dan penelitian dan pengembangan, maka setiap rumah sakit perlu menetapkan dan mengembangkan indikator mutu pelayanan gizi agar tercapai kinerja pelayanan gizi yang optimal. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Bagaimana proses penyusunan indikator mutu di Instalasi Gizi RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang Kalimantan Barat?

C. Tujuan Penelitian Penelitian yang berjudul Proses Penyusunan Indikator Mutu Pelayanan Instalasi Gizi RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang Kalimantan Barat ini adalah sebuah penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk melakukan deskripsi dan evaluasi terhadap proses penyusunan indikator mutu Instalasi Gizi. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Memahami proses penyusunan indikator mutu 2. Melakukan pengembangan indikator mutu pelayanan instalasi gizi berdasarkan tahapan action research 3. Melakukan uji coba rancangan indikator mutu instalasi gizi 4. Mengevaluasi hasil uji coba indikator mutu yang telah disusun 5. Mengetahui hambatan dan dukungan dalam proses pelaksanaan penyusunan indikator mutu D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah : 1. Bagi pihak manajemen, sebagai bahan masukan apabila akan dilakukan penyusunan indikator mutu bagi instalasi yang lain dan dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja instalasi gizi secara berkala, membantu dalam penentuan kebijakan rumah sakit terkait pelayanan instalasi gizi. 2. Bagi peneliti adalah untuk mengetahui proses pengembangan indikator mutu dan penyusunan instrumen penilaian kinerja dan hasil uji cobanya. 3. Bagi ilmu manajemen pelayanan gizi di rumah sakit, sebagai referensi tentang pengembangan indikator mutu dan instrumen penilaian kinerja instalasi gizi di rumah sakit.

E. Keaslian Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian action research. Berikut ini adalah penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terkait pengembangan indikator mutu : 1. Diez-garcia et al. (2013) dengan judul Food and nutritional care quality indicators in hospital. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pengumpulan informasi dengan menggunakan kuesioner pada koordinator Hospital Food and Nutrition Service (HFNS) dari 37 rumah sakit di São Paolo, Brazil. Hasil penelitian ini adalah didapatkan informasi mengenai aktifitas dari clinical dietitians dan administrative dietitians, manajemen dan produksi makanan, serta karakteristik diet rumah sakit. Data kemudian dibagi menjadi 2 bagian utama, yaitu Nutritional Care Quality (NCQ) dan Food Service Quality (FSQ). Masing-masing bagian utama terdiri dari 4 indikator, dan indikator NCQ meliputi inpatient dietary coverage action, evaluation and monitoring of nutritional status actions, actions on integration of nutritional assistance activities within team, dan actions supporting diet therapy, sedangkan indikator FSQ meliputi mediation actions with users and other hospital sectors, autonomy and management control actions, meal production qualification actions, dan staff qualification actions. 2. McDowell (2007) dengan judul Clinical Nutrition Quality Indicators and Patient Outcomes. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan di sebuah rumah sakit pendidikan dan disusun clinical nutrition quality indicators yang berkaitan dengan Six Intitute of Medicine (IOM) Quality Aims yaitu patient safety, patient-centeredness, effectiveness, efficiency, timeliness, equity. Indikator ini disusun sebagai kolaborasi bersama tim medis dan bedah untuk meningkatkan kualitas pelayanan dukungan nutrisi. Registered dietitians

(RDs) harus dapat memenuhi indikator mutu untuk dapat memenuhi kebutuhan pasien. Beberapa contoh monitor mutu pada indikator telah berhasil disusun misalnya indikator yang terkait dengan patient safety adalah pemberian makan permanen melalui pipa dengan tepat, menghindari pemberian melalui central line bila terapi dukungan nutrisi kurang dari 7 10 hari, kontrol glikemik ketat (kadar glukosa serum 90 140 mg/dl), dan penetapan kriteria dalam pemberian terapi. 3. Tandrasari (2009) dalam tesis dengan judul Penyusunan Indikator Klinis Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan action research dengan tahapan penelitian yang mengikuti teori tahapan pengembangan indikator oleh Wollersheim et al. (2007) dan kemudian disesuaikan dengan tahapan yang terdapat dalam siklus action research yaitu tahap diagnosing, tahap planning action, tahap taking action, dan tahap evaluating action. Subjek penelitian adalah SMF Obstetri dan Ginekologi di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta beserta para dokter spesialis dan dokter yang mengikuti pendidikan spesialisasi obstetri dan ginekologi semester akhir. Berdasarkan hasil kuesioner didapatkan 10 indikator klinis untuk diukur di SMF Obstetri dan Ginekologi dan terdapat satu indikator klinis yang tidak mempunyai data, yaitu numerator dari indikator klinis untuk pelayanan partus normal/vaginal. Pada akhir proses didapatkan kesepakatan dalam workshop finalisasi yaitu perlu perubahan dan perbaikan definisi operasional, nilai standar pencapaian, dan ketersediaan data yang ada. 4. Oetami (2000) dalam tesis dengan judul Evaluasi proses penyusunan indikator kinerja di Instalasi Laboratorium RS Islam Klaten Penelitian ini merupakan studi kasus deskriptif di Instalasi Laboratorium RS Islam Klaten. Pada akhir proses penyusunan indikator kinerja di instalasi laboratorium diketahui bahwa proses yang efektif adalah dimulai dengan brainstorming kepala instalasi dengan staf, pembentukan tim untuk identifikasi indikator potensial, pengambilan kesepakatan terhadap indikator

yang akan diuji coba, proses uji coba, dan diakhiri dengan rapat penetapan indikator. Pada proses penelitian, diketahui keterbatasan dari proses penyusunan indikator adalah pengetahuan staf yang terbatas, keterbatasan informasi, dan partisipasi yang kurang dari dokter spesialis. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan dengan judul Proses Penyusunan Indikator Mutu Pelayanan Instalasi Gizi RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang Kalimantan Barat terletak pada : a. Desain penelitian, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan action research b. Subjek penelitian adalah karyawan instalasi gizi c. Jenis indikator mutu yang akan dikembangkan adalah indikator mutu terkait pelayanan instalasi gizi d. Metode penyusunan dan pengembangan indikator mutu e. Tempat penelitian, yaitu di RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang