PENDAHULUAN Latar Belakang Sebanyak 189 negara mendeklarasikan Millenium Development Goals (MDGs) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsabangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat pada September 2000. MDGs merupakan komitmen bersama negara-negara maju dan negara-negara berkembang dalam menangani permasalahan utama pembangunan termasuk di dalamnya kemiskinan dan hak asasi manusia (HAM). Dalam KTT tersebut seluruh perwakilan negara yang hadir sepakat untuk menurunkan proporsi penduduk yang pendapatannya kurang dari US$ 1 per hari menjadi setengahnya antara periode 1990-2015. Dengan kata lain, salah satu nota kesepakatan MDGs adalah menanggulangi kemiskinan. Berdasarkan data pada tahun 2008, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 15.4 persen dari jumlah penduduk nasional Indonesia. Sebagian besar penduduk miskin (63.5%) berada di daerah pedesaan. Provinsi Jawa Barat berada pada urutan ketiga dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Indonesia setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sebanyak 15.2 persen penduduk miskin Indonesia berada di Jawa Barat dengan proporsi terbesar (50.8%) di wilayah pedesaan (Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat 2009). Dalam pengertian umum dan sederhana, miskin diartikan sebagai kondisi yang tidak berkecukupan secara ekonomi, khususnya berkenaan dengan kebutuhan konsumsi dasar seperti pangan, sandang, dan papan. Dalam cakupan yang lebih luas, pengertian kemiskinan juga meliputi ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar lainnya seperti gizi, kesehatan, pendidikan, air bersih, dan transportasi (Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi Sosial 2006). Secara umum, ada dua kategori kemiskinan, yaitu kemiskinan relatif dan absolut. Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan disteribusi pendapatan. Adapun kemiskinan absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Menurut Badan Pusat Statistik, yang dimaksud penduduk
miskin adalah penduduk yang memiliki rataan pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan (BPS 2008). Sebagai salah satu negara yang menandatangani nota kesepakatan MDGs, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi angka kemiskinan. Upaya pengentasan kemiskinan diwujudkan dalam bentuk kebijakan-kebijakan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan peluncuran program-program pengentasan kemiskinan. Pada hakikatnya program-program pengentasan kemiskinan merupakan program peningkatan kesejahteraan keluarga seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Tabungan Keluarga Sejahtera (Takesra), Kredit Usaha Keluarga Pra Sejahtera (Kukesra), Kelompok Usaha Bersama (KUBE), dan lain-lain (Sunarti 2010). Menurut Suharto (2005) orang miskin bukanlah orang yang pasif melainkan manajer seperangkat aset yang ada di seputar diri dan lingkungannya. Sebesar apa pun bantuan pemerintah atau sumberdaya yang dimiliki oleh keluarga, jika tidak diatur secara baik dalam manajemen sumberdaya keluarga, maka tidak akan efektif. Hasil penelitian Firdaus dan Sunarti (2009) menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata antara manajemen keuangan dengan kesejahteraan keluarga. Semakin baik manajemen keuangan, maka semakin baik pula kesejahteraan keluarga. Dengan demikian, manajemen sumberdaya keluarga menjadi hal penting dalam kehidupan keluarga, baik pada keluarga miskin maupun tidak miskin. Bagi keluarga miskin, manajemen sumberdaya perlu dilakukan agar keluarga tersebut dapat mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Adapun bagi keluarga tidak miskin, manajemen perlu dilakukan agar sumberdaya yang sudah ada ditingkatkan nilai atau produktivitasnya. Manajemen sumberdaya keluarga dikatakan berhasil jika keluarga dapat mencapai tujuan dengan menggunakan sumberdaya yang ada. Secara umum, tujuan dari keluarga adalah terciptanya kesejahteraan keluarga. Sebagai suatu output, Sunarti (2001) mengelompokkan kesejahteraan keluarga ke dalam tiga jenis, yaitu kesejahteraan fisik, kesejahteraan sosial, dan kesejahteraan psikologis. Saat ini penelitian mengenai manajemen sumberdaya keluarga pada keluarga tidak miskin masih sangat sedikit. Selain itu, belum ada penelitian yang menganalisis hubungan manajemen sumberdaya keluarga dengan kesejahteraan fisik, kesejahteraan sosial, dan kesejahteraan psikologis. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti manajemen sumberdaya keluarga pada keluarga tidak miskin untuk kemudian dibandingkan dengan manajemen
sumberdaya keluarga pada keluarga miskin. Selanjutnya, menganalisis hubungan manajemen sumberdaya keluarga dengan kesejahteraan fisik, sosial, dan psikologis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum manajemen sumberdaya keluarga yang dilakukan oleh keluarga miskin dan tidak miskin dan hubungannya dengan kesejahteraan untuk kemudian dijadikan bahan pertimbangan dalam pembuatan program pemberdayaan dan ketahanan keluarga yang tepat, baik bagi keluarga miskin ataupun tidak miskin. Rumusan Masalah Keluarga merupakan institusi terkecil dari sebuah masyarakat (basic unit of society) yang memiliki delapan fungsi, yaitu: 1) fungsi agama; 2) fungsi sosial budaya; 3) fungsi cinta kasih; 4) fungsi perlindungan; 5) fungsi reproduksi; 6) fungsi sosialisasi dan pendidikan; 7) ekonomi; dan 8) fungsi pemeliharaan lingkungan. Kondisi suatu keluarga mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan di luar keluarga yaitu mesosistem, eksosistem, dan makrosistem. Dengan demikian, keberfungsian keluarga mempengaruhi dan dipengaruhi oleh ketiga sistem tersebut. Keluarga berkualitas akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan yang berkualitas, begitu pula sebaliknya. Agar fungsi keluarga dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan pengelolaan keluarga yang baik, termasuk pengelolaan sumberdaya keluarga. Manajemen sumberdaya keluarga adalah penggunaan sumberdaya keluarga dalam usaha atau proses mencapai sesuatu yang dianggap penting oleh keluarga. Ada tiga komponen dalam proses manajemen, yaitu input, proses, dan output. Input merupakan segala sesuatu yang dimiliki atau dapat diakses oleh keluarga dan ditransformasi dalam sebuah proses untuk mencapai tujuan. Proses terdiri atas perencanaan dan implementasi. Adapun output adalah segala sesuatu yang dihasilkan dari sistem manajemen (Deacon dan Firebaugh 1988). Bagi keluarga miskin, keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh sebuah keluarga menyebabkan perlunya suatu pengelolaan yang baik agar tujuan hidup yang diinginkan dapat tercapai (Iskandar 2003). Bagi keluarga tidak miskin pengelolaan sumberdaya diperlukan agar sumberdaya yang ada dioptimalkan fungsi produksinya agar kesejahteraan keluarga kian meningkat. Sebagai proses yang dinamis, salah satu dari karakteristik manajemen adalah tidak kaku, artinya, proses manajemen yang dilakukan dapat disesuaikan dengan situasi yang sedang dihadapi dan ketersediaan sumberdaya. Oleh
karena itu, setiap keluarga memiliki pola manajemen yang berbeda-beda. Begitu pula yang terjadi pada keluarga miskin dan tidak miskin. Keluarga tidak miskin diduga memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, pendapatan dan jumlah aset yang lebih besar, tingkat masalah yang lebih rendah serta tujuan keluarga yang lebih baik dibandingkan dengan keluarga miskin. Oleh karena itu, keluarga tidak miskin diduga menerapkan manajemen sumberdaya keluarga yang lebih baik dibandingkan keluarga miskin. Penerapan manajemen yang lebih baik diduga menciptakan kesejahteraan keluarga yang lebih baik pula. Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat perbedaan karakteristik keluarga, masalah yang dirasakan, dan tujuan keluarga yang hendak dicapai antara keluarga miskin dan tidak miskin? 2. Apakah terdapat perbedaan manajemen sumberdaya manusia, manajemen waktu, dan manajemen keuangan antara keluarga miskin dan tidak miskin? 3. Apakah terdapat perbedaan kesejahteraan fisik, sosial, dan psikologis pada keluarga miskin dan tidak miskin? 4. Apakah terdapat hubungan antara manajemen sumberdaya manusia, waktu, dan keuangan dengan karakteristik contoh serta masalah keluarga? 5. Apakah terdapat hubungan antara kesejahteraan fisik, sosial, dan psikologis dengan karakteristik contoh, masalah keluarga, manajemen sumberdaya manusia, waktu, dan keuangan? Tujuan Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan manajemen sumberdaya keluarga dan kesejahteraan keluarga pada keluarga miskin dan tidak miskin. Adapun tujuan khususnya, adalah: 1. Menganalisis perbedaan karakteristik keluarga, masalah yang dirasakan, dan tujuan keluarga yang hendak dicapai antara keluarga miskin dan tidak miskin 2. Menganalisis manajemen sumberdaya manusia, manajemen waktu, dan manajemen keuangan antara keluarga miskin dan tidak miskin 3. Menganalisis kesejahteraan fisik, sosial, dan psikologis pada keluarga miskin dan tidak miskin
4. Menganalisis hubungan antara manajemen sumberdaya manusia, waktu, dan keuangan dengan karakteristik keluarga serta masalah keluarga 5. Menganalisis hubungan antara kesejahteraan fisik, sosial, dan psikologis dengan karakteristik keluarga, masalah keluarga, manajemen sumberdaya manusia, waktu, dan keuangan. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi bagi institusi pendidikan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menerapkan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu mengabdi pada masyarakat. Selanjutnya, bagi masyarakat, penelitian ini dapat memberikan wawasan baru bagaimana sebaiknya mengelola sumberdaya keluarga untuk mencapai tujuan keluarga. Akhirnya, bagi pemerintah, penelitian ini memberikan gambaran bagaimana pengelolaan sumberdaya keluarga pada masyarakat miskin dan tidak miskin dan bagaimana hubungan antara manajemen dengan kesejahteraan sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program pemberdayaan dan ketahanan keluarga.