BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan tempat terjadinya pola aktivitas masyarakat mulai dari sosial, ekonomi, budaya dan politik. Kota yang berhasil tidak lepas dari penggunaan fungsi kota yang efisien oleh dan bagi masyarakat. Keberhasilan sebuah kota juga ditentukan oleh keseimbangan antara sosial, ekonomi, dan lingkungan kota. Keseimbangan elemen-elemen tersebut menghasilkan kota yang baik dan lebih hidup untuk masyarakat maupun lingkungan. Perencanaan dan penataan kota dibutuhkan untuk mewujudkan kota yang lebih baik. Hal ini dikarenakan penataan yang baik akan mempengaruhi tertatanya fungsi dan pola aktivitas masyarakat dengan lingkungannya. Sebuah kota terbentuk dan berkembang secara bertahap sesuai dengan peningkatan kegiatan manusia, dimana manusia sebagai pelaku kegiatan saling berinteraksi dalam kehidupannya. Dalam hal ini kota terbentuk sebagai fungsi dari aktifitas manusia yang luas dan kompleks, yang terakumulasi dari waktu ke waktu (urban artifact) dalam skala besar, yang terbentuk dan terakumulasi dari waktu ke waktu pula (Rossi,1992) dan kota juga tidak tumbuh dalam bentuk fisik saja, tetapi tumbuh bersamaan dengan masyarakatnya (Spreiregen, 1985). Kota dapat berupa konsentrasi elemen-elemen fisik yang intensitas kegiatan dan pembangunan fisik kota tumbuh dan berkembang dari bagian pusat kota (sebagai bagian pusat kota) kearah pinggiran pinggiran. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kearah bagian pusat kota semakin tinggi intensitasnya dan semakin beragam pula fungsi-fungsi kegiatannya, sedangkan kegiatan yang ada dapat berupa suatu interaksi ekonomi (pusat pertokoan, toko serba ada, kantor jasa, hotel) atau suatu bentuk organisasi social dan keagamaan (rumah sakit, masjid, dan lain-lain) atau kegiatan pemerintahan (kantor pemerintahan) dan fasilitas lain seperti fasilitas rekreasi dan ruang terbuka. Daerah pusat kota yang baik adalah
daerah yang mencakup konsentrasi pelayanan terbesar untuk seluruh komunitas (Speiregen,1985). Kota selain memiliki kenyamanan, juga harus indah dipandang. Elememelemen yang ada tidak hanya harus berfungsi tetapi juga harus menampakkan keindahannya. Apabila elemen-elemen digabung semuanya harus menghasilkan suatu komposisi yang memuaskan. Kota adalah arsitektur, yaitu obyek hasil karya fisik dan hasil karya manusia. Sebagai produk manusia kota adalah hasil cipta kultural dan hasil cipta sosial. Sebagai hasil cipta kultural kota merupakan realitas hasil transformasi alam dan cerminan cara manusia menghadapi realitas itu. Sebagai hasil cipta sosial, kota adalah tempat segala dimensi kehidupan manusia. Menciptakan karakter ruang yang lebih baik perlu adanya penataan ruang yang baik pula. Penataan yang diharapkan berkelanjutan tidak hanya berfokus pada satu aspek saja. Banyak aspek lainnya yang perlu diperhatikan seperti kualitas lingkungan, hubungan sosial budaya masyarakat, pertumbuhan ekonomi masyarakat dan pola fisik ruang. Lingkungan yang berkualitas dilihat dari fungsinya yang optimal dan memiliki aspek visual yang sesuai. Seluruh aspek tersebut memiliki hubungan yang saling berkaitan satu sama lain sehingga membentuk suatu proses untuk mencapai kota yang livable dalam semua elemen yang ada dalam terbentuknya suatu kota. Pada umumnya orang akan setuju kota merupakan tempat dimana mereka dapat merealisasikan setiap mimpi. Kota juga dianggap tempat yang menawarkan berbagai kesenangan dan kemewahan. Citra kota masih begitu baik di mata sebagian penduduk suburban. Saat ini banyak warga kota yang mengeluhkan ketidaknyamanan lingkungan tempat tinggal mereka, mulai dari masalah kemacetan, tidak terawatnya fasilitas umum hingga masalah kebersihan lingkungan. Dalam kondisi seperti itu, setiap orang mendambakan sebuah kota yang nyaman dan memang layak untuk dihuni. Seiring dengan kebutuhan tersebut, kota sebagai pusat konsentrasi kegiatan dan pelayanan masyarakat berkembang sangat cepat. Perkembangan ini tidak menutup kemungkinan mengikis nilai livable yang dulunya sudah terbangun dalam suatu kota. Dari kebutuhan-kebutuhan masyarakat maka juga dituntut
adanya kondisi fisik ruang dan lingkungan yang sesuai standar kenyamanan masyarakat dengan ketersediaan sarana,prasarana,fasilitas dan pelayanan yang layak. Konsep penataan ruang perkotaan harus didasarkan pada pemahaman terhadap prinsip sapta pilar konsep penataan ruang perkotaan yang berwawasan masa depan yaitu Environment/ecology (lingkungan), Economy, Equity (pemerataan), Engagement (peranserta), Energy, Etika dan Estetika (Budihardjo dalam Arimbawa dan Santhyasa, 2010). Kota-kota di Indonesia, yang menjadi pusat konsentrasi penduduk menyebabkan munculnya pemusatan kegiatan non-pertanian seperti permukiman, industri, jasa, dan perdagangan. Hal ini secara lansung meningkatkan intensitas pembangunan baik dari segi fisi maupun non-fisik yang cukup tinggi. Peningkatan tersebut memiliki beragam persoalan yang memunculkan kondisi kota tidak lagi nyaman untuk dihuni masyarakatnya. Fenomena kemacetan, maraknya permukiman kumuh, pencemaran sungai dan polusi, serta tindak kriminal yang tinggi, merupakan sedikit contoh persoalan kawasan perkotaan, khususnya kotakota besar di Indonesia. Dari fenomena tersebut, memunculkan sebuah argumen terkait tingkat kenyamanan kota-kota di Indonesia saat ini sehingga masih dapat dikatakan layak untuk dihuni. Di Indonesia sudah ada beberapa kota yang termasuk kota layak huni menurut Ikatan Ahli Perencana (IAP) dalam Most Livable City Index. Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia telah merumuskan indikator-indikator untuk menilai Indonesian Most Livable City dan melakukan survei ke beberapa kota besar di Indonesia pada tahun 2009 dan 2011. Dari survei tersebut, Kota Yogyakarta dinilai sebagai kota yang paling nyaman untuk dihuni di Indonesia dibanding 14 kota lainnya dengan mendapatkan indeks sebesar 65,34% (2009) dan 66,52% (2011). Salah satu kota yang layak huni di Indonesia adalah Kota Yogyakarta. Dalam penelitian ini peneliti akan mengidentifikasi bagaimana konsep Livable City dan hubungannya terhadap karakteristik ruang Kota Yogyakarta. Penelitian ini lebih dipersempit dengan lokasi penelitian di Kelurahan Kotabaru Kecamatan Gondokusuman, yang hingga saat ini masih kental dengan budaya tradisionalnya dan memiliki ciri khas peninggalan kolonial dahulu. Kotabaru Yogyakarta dahulu
berkembang dengan memiliki perancangan kota yang baik. Perubahan perkembangan kota hingga saat ini apakah masih mengkategorikan Kotabaru Yogyakarta sebagai kota yang layak huni. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi Kotabaru Yogyakarta dapat atau tidak lagi menjadi livable city bagi masyarakat dan orang-orang yang mengunjunginya. 1.2 Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota yang menjadi pusat destinasi masyarakat dalam dan luar Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai sentra aktivitas dan pelayanan serta area wisata. Selain itu julukan Kota Pelajar tidak lepas dari terlihat banyaknya jumlah universitas yang menarik para pelajar dalam maupun luar DIY untuk menuntut ilmu. Hal ini lah yang menyebabkan Kota Yogyakarta terus mengalami perkembangan pesat. Melihat rata-rata indeks kenyamanan kota-kota di Indonesia adalah 54,17% pada tahun 2009 dan 54,26% pada tahun 2011. Kondisi ini menjelaskan bahwa Kota Yogyakarta masih terasa livable bagi masyarakatnya. Namun tidak menutup kemungkinan Kota Yogyakarta memiliki kerentanan akan terkikisnya sifat livable tersebut jika karakteristik ruangnya tidak bisa dikontrol dan dipertahankan. Dari wilayah tersebut akan diteliti apakah Kotabaru memiliki unsur livable yang cukup baik atau masih ada unsur-unsur yang harus dilengkapi. Adanya fenomena ini, maka dapat ditemukan rumusan masalah yang dirangkum dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik ruang di Kotabaru, Yogyakarta dan kesesuaiannya terhadap konsep Livable City? 2. Indikator apa saja yang sudah dan belum memenuhi konsep Livable City di Kotabaru, Yogyakarta? 3. Apa saja indikator yang juga sebagai faktor yang mempengaruhi terpenuhinya kota yang livable di Kotabaru, Yogyakarta?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian mengenai Konsep Livable City terhadap karakteristik ruang Kotabaru, yaitu: 1. Menemukan bagaimana hubungan konsep Livable City terhadap karakteristik ruang dan lingkungan di Kotabaru, Yogyakarta 2. Mengidentifikasi faktor-faktor pembentuk kota yang livable di ruang Kotabaru, Yogyakarta. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi akademisi dapat menjadi referensi dalam kegiatan akademis untuk perkuliahan maupun penelitian dengan tema yang serupa 2. Bagi praktisi sebagai bahan pembelajaran agar praktisi baik pemerintah maupun swasta dapat lebih efektif dalam merencanakan 3. Bagi masyarakat, untuk meningkatkan kepekaan masyarakat terhadap kegiatan perencanaan spasial dan pembangunan 1.5 Batas Penelitian 1.5.1 Fokus Penelitian Pada penelitian ini akan dibatasi fokusnya, yaitu pada konsep daya hidup suatu kota livable city,dengan melihat dari aspek keruangan (spatial). Hubungan keduanya dikomparasikan dengan kondisi eksisting dalam lokasi amatan yaitu keruangan Kota Yogyakarta. Difokuskan pada aspek keruangan dikarenakan dalam penelitian ini hanya menonjolkan elemen-eleman dalam ruang kota yang memenuhi indikator suatu kota yang livable. 1.5.2 Lokus Penelitian Dalam pelaksanaannya diambil satu sample kawasan di Kota Yogyakarta yang mana cukup mewakili kawasan yang livable. Adapun sample kawasan yang dipilih adalah kawasan Kotabaru Kecamatan Gondokusuman. Pemilihan satu kawasan ini ditujukan untuk mewakili Kota Yogyakarta dalam lingkup lebih kecil.
1.6 Keaslian Penelitian Keaslian penelitian merupakan penentu originalitas suatu penelitian. Pada penelitian ini, sudah ada beberapa penelitian lainnya yang berkaitan dengan konsep maupun pendekatan daya hidup. Namun, untuk penelitian yang berfokus pada konsep livable city masih jarang dan berbeda lokasi penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini masih terbilang baru dan layak untuk dilakukan. Berikut uraian singkat keaslian penelitian: Tabel 1.1 Keaslian Penelitian Pengarang Judul Fokus Lokasi Hasil Aziz Septian Dwi R.(2011) Daya Hidup Kawasan Komersial Pada Penggal Jalan P. Mangkubumi Kota Yogyakarta pada faktorfaktor yang mendukung daya hidup suatu kawasan Jalan Mangkubumi, Yogyakarta Muhammad Lutfika Tondi (2011) Wilelma Fenanlampir (2011) Wahyudi Arimbawa dan I Komang Gede Santhyasa (2010) Arahan Penataan Spasial Ruang Terbuka Kambang Iwak Palembang Ditinjau dari Kriteria Daya Hidup (Livability) Arahan Penataan Ruang Terbuka Publik Yamadena Plaza Kawasan Pusat Kota Lama Saumlaki Ditinjau dari Konsep Daya Hidup. Studi Kasus: Kawasan Pusat Kota Lama Saumlaki Penataan Ruang Kota Berwawasan Lingkungan; Pendekatan Perencanaan Eco-City Untuk Mencapai Kota Layak Huni (Livable) di Kota Denpasar Sumber: Analisis peneliti, 2014 pada daya hidup dalam ruang terbuka publik pada daya hidup dalam ruang terbuka publik di kawasan Kota Lama Saumlaki pada penataan ruang kota dengan konsep ekologis Kambang Iwak Palembang Kota Lama Saumlaki Kota Denpasar, Bali Daya hidup suatu kawasan komersil dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tata guna lahan, aktivitas di dalamnya, dan jumlah pengunjung Daya hidup pada area ruang terbuka publik dipengaruhi faktor yang memiliki daya tarik yang ada pada ruang publik tersebut Daya hidup dalam ruang terbuka publik merupakan ruang publik yang aktif dikunjungi banyak pengunjung akibat aktivitas dan keberadaan PKL Pendekatan eco-city sebagai upaya mencapai kota yang livable membutuhkan kajian yang komprehensif
Terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelum-sebelumnya. Perbedaan yang paling mendasar yaitu dari konsep yang menjadi fokus penelitian. Pada penelitian ini konsep yang dipakai meliputi satu kawasan tidak hanya sekedar ruang-ruang tertentu saja atau penggal jalan. Teori Livable City pada penelitian ini sebagai konsep yang akan menjadi dasar untuk dibandingkan kesesuaia variabel dan indikator dengan kondisi ruang yang ada di Kotabaru. Lokus yang menjadi amatan penelitian juga berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penelitian sebelumya berlokasi ada sebuah penggal jalan, ruang publik dan kawasan dengan fungsi khusus. Sedangkan pada penelitian ini, penulis meneliti suatu kawasan yaitu Kotabaru yang di dalamnya memiliki berbagai jenis karakteristik ruang. Oleh karena itu, fokus penelitian tidak hanya pada satu titik saja tetapi pada seluruh kawasan.