I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan yang pertama kali dikonsumsi bayi adalah Air Susu Ibu (ASI). Pemberian ASI ekslusif dianjurkan pada umur 0-6 bulan, yaitu bayi hanya diberikan ASI ekslusif tanpa makanan pendamping ASI (WHO,2001). Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif diberikan pada bayi mulai dari umur 0 bulan sampai umur 6 bulan, dan dianjurkan pemberian ASI dilanjutkan sampai sampai anak berusia 2 tahun dengan pemberian makanan tambahan yang sesuai (Surat Keputusan Menteri Kesehatan, 2004). Pemberian makanan tambahan diberikan saat bayi berumur 6 bulan (Kementrian Kesehatan, 2015). Makanan pendamping atau makanan tambahan adalah makanan yang diberikan kepada bayi/anak disamping ASI untuk memenuhi kebutuhan gizinya (Depkes,1995). Pada umur 6 bulan bayi mulai belajar makan makanan padat. Pengenalan makanan diberikan bertahap disesuaikan dengan ketrampilan makan anak, dimulai dari bentuk cair menjadi agak kental, kemudian dari bentuk yang lembut menjadi lebih kasar, dan dari hanya satu rasa menjadi campuran berbagai rasa (Dewi dkk, 2013). Pemberian makanan kepada bayi menurut umurnya terdiri dari beberapa tahap, yaitu pada umur 6-8 bulan bayi diberikan bubur lumat (makanan yang dilumatkan), setelah melewati umur 8 bulan bayi mulai diberikan makanan yang lebih padat, yaitu bubur tim pada umur 9-11 bulan, pada umur 12 bulan mulai diberikan makanan padat seperti yang dikonsumsi keluarga, dan 1
2 setelah berumur 2 tahun anak tidak lagi mengkonsumi makanan yang dilumatkan (Kementrian Kesehatan,2015). Pemberian makanan tambahan diberikan saat bayi berumur 6 bulan (Kementrian Kesehatan, 2015). Makanan pendamping atau makanan tambahan adalah makanan yang diberikan kepada bayi/anak disamping ASI untuk memenuhi kebutuhan gizinya (Depkes,1995). Pada umur 6 bulan bayi mulai belajar makan makanan padat. Pengenalan makanan diberikan bertahap disesuaikan dengan ketrampilan makan anak, dimulai dari bentuk cair menjadi agak kental, kemudian dari bentuk yang lembut menjadi lebih kasar, dan dari hanya satu rasa menjadi campuran berbagai rasa (Dewi dkk, 2013). Pemberian makanan kepada bayi menurut umurnya terdiri dari beberapa tahap, yaitu pada umur 6-8 bulan bayi diberikan bubur lumat (makanan yang dilumatkan), setelah melewati umur 8 bulan bayi mulai diberikan makanan yang lebih padat, yaitu bubur tim pada umur 9-11 bulan, pada umur 12 bulan mulai diberikan makanan padat seperti yang dikonsumsi keluarga, dan setelah berumur 2 tahun anak tidak lagi mengkonsumi makanan yang dilumatkan (Kementrian Kesehatan,2015). Umur 6-9 bulan merupakan fase kritis untuk memperkenalkan ketrampilan menguyah (Dewi dkk, 2013). Normalnya pada umur 6 bulan inilah gigi susu anak mulai tumbuh dan dan lengkap pada usia 3 tahun (McDonald, 2000). Gigi yang pertama erupsi dan membentuk kontak oklusal gigi adalah gigi insisivus, setelah gigi susu erupsi, gigi molar pertama akan erupsi, gigi kaninus, dan terakhir adalah gigi molar kedua. Pada usia 3 tahun gigi susu akan membentuk oklusi. Ciri oklusi ideal pada gigi susu adalah gigi insisivus bercelah,
3 celah anthropoid di sebelah mesial kaninus atas dan distal kaninus bawah, insisivus vertikal (insisivus bawah beroklusi dengan singulum insisivus atas), permukaan distal molar kedua atas dan bawah berada pada bidang vertikal yang sama (Foster,1993). Prevalensi maloklusi remaja Indonesia mulai tahun 1983 sebesar 90% dan pada tahun 2006 sebesar 89% (Dinatal dkk,2007). Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Almeida dkk (2011) terdapat 73 % maloklusi gigi desidui anak pada kelompok umur 7-12 tahun di Brasil. Salah satu kondisi yang dapat menyebabkan maloklusi adalah terdapat gigi yang berjejal atau tidak teratur. Jika gigi susu erupsi dengan insisivus yang tersusun dengan adanya ruang, akan ada kemungkinan bahwa gigi tetap tidak akan berjejal (Foster dkk, 1993). Tanpa adanya ruang (spacing) diantara gigi gigi susu, kemungkinan 75 % gigi tetap akan tumbuh dalam keadaan berjejal ( Foster dan Grundy 1986, sit Foster, 1997). Adanya ruang merupakan faktor yang penting supaya gigi-gigi insisivus tetap yang berukuran cukup besar dapat tersusun baik dalam lengkung (Andlaw dan Rock, 1992). Ruang pada masa gigi desidui dikelompokan mejadi adanya ruang, tidak ada ruang, dan berjejal. Ruang ini merupakan awal pertumbuhan dan proses ekspansi alveolar untuk persiapan ruang tumbuh gigi permanen. (Profitt dan Fields, 2000). Terdapat berbagai macam variabel yang mempengaruhhi proses pertumbuhan dan perkembangan dento-kraniofasial, yaitu: genetik, fungsi, nutrisi, pertumbuhan badan, pertumbuhan lokal, penyakit rongga mulut, jenis kelamin. Variabel fungsi yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dento-
4 kraniofasial terdiri dari fungsi rongga mulut serta fungsi otot wajah dan kunyah (Iwa Sutardjo, 2012). Penelitian yang dilakukan Iwa Sutardjo (1993) di kecamatan Tepus Gunung Kidul menunjukan bahwa jenis makanan yang keras dan berserat atau keras akan memacu kematangan atau kematangan dento-kraniofasial lebih besar daripada makanan yang tidak berserat atau lunak, dan hasil ini akan berdampak lanjut pada kraniofasial. Menurut Foster (1993) gigi-gigi bererupsi kedalam lingkungan aktivitas fungsional yang dipengaruhi oleh otot-otot pengunyahan, lidah dan otot-otot wajah. Otot- otot pada lidah, bibir dan pipi sangatlah penting peranannya dalam menuntuntun gigi geligi ke posisi akhirnya, dan variasi serta bentuk dari otot otot ini dapat mempengaruhi posisi dari gigi geligi. Pemberian makanan padat pada anak tidak boleh terlambat dilakukan (Dwi dkk,2103). Jika pemberian makanan padat dilakukan terlambat dilakukan akan mengakibatkan otot-otot penguyahan tiak berfungi dengan baik (Koseomahardja,2004) Lieberman dkk (2004) menyatakan bahwa makanan yang diproses berlebihan dapat mengakibatkan berkurangnya pertumbuhan fasial terutama pada sepertiga bagian wajah bawah dan tulang alveolar. Pertumbuhan tulang alveolar berpengaruh terhadap ada tidaknya ruang antar gigi geligi. Menurut Profitt dan Fields (2000) Ruang antar gigi desidui ini merupakan awal pertumbuhan dan proses ekspansi alveolar.
5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan suatu masalah yaitu: bagaimana ruang antar gigi geligi desidui pada anak umur 3-5 tahun berdasarkan bentuk makanan yang dikonsumsinya? C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai ada tidaknya ruang antar gigi geligi desidui pada anak umur 3-5 tahun berdasarkan bentuk makanan yang dikonsumsi belum pernah dilakukan sebelumya. Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan adalah Kinematic Description of the Temporal Characteristics of Jaw Motion for Early Chewing: Preliminary Findings oleh Wilson dkk (2012). Penelitian yang dilakukan oleh Wilson dkk bertujuan untuk menggambarkan bahwa terdapat hubungan antara usia dan konsistensi makanan terhadap aktifitas penguyahan pada anak umur 7-35 bulan, dan orang dewasa. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ruang antar gigi geligi desidui pada anak umur 3-5 tahun berdasarkan bentuk makanan yang dikonsumsi.
6 E. Manfaat Penelitian 1. Ilmu Pengetahuan: Diharapkan penelitian ini dapat menambah informasi mengenai ada tidaknya ruang antar gigi geligi desidui pada anak umur 3-5 tahun sesuai bentuk makanan yang dikonsumsi. 2. Masyarakat: Diharapkan orang tua lebih memperhatikan bentuk asupan makanan yang dikonsumsi anak.