BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian untuk mencari perbedaan antara variabel bebas (faktor resiko) dengan variabel tergantung (efek) dengan melakukan pengukuran pada suatu saat. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan terhadap gigi dengan maloklusi ringan dan berat serta hubungannya dengan karies pada siswa-siswi SMA Swasta Eria. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Swasta Eria, Jalan Sisingamangaraja XII No. 198 Medan. Waktu penelitian dilaksanakan bulan September 2016 Mei Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Swasta Eria yang berjumlah 870 orang Sampel Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Swasta Eria yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Jumlah sampel didapatkan berdasarkan perhitungan besar sampel. n= * ( ) ( )+ 2 (Pα-Po) 2

2 Keterangan: 27 n : Besar sampel minimum Zα : Deviat baku normal untuk α = 5% Zα = 1,96 Zβ : Deviat baku normal untuk β = 10% Zβ = 1,282 Po : Proporsi pada penelitian sebelumnya 2 = 36% atau 0,36 Pα-Po : Selisih proporsi 20% Pα : Proporsi variabel yang diharapkan = 16% atau 0,16 Maka n = {1,96 ( ) + 1,28 ( )} 2 = 47,5 ( ) 2 Dengan demikian besar sampel minimum yang dibutuhkan adalah 50 orang sampel dengan maloklusi ringan dan 50 orang sampel dengan maloklusi berat yang terdapat pada SMA Swasta Eria. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi untuk sampel penelitian ini terdiri dari: 1. Siswa-siswi SMA Swasta Eria 2. Semua gigi permanen telah erupsi (kecuali M3) 3. Kesehatan umum baik 4. Menyetujui informed consent 5. Terdapat maloklusi ringan (skor HMAR 5 14) 6. Terdapat maloklusi berat (skor HMAR 15) 7. Belum pernah dan tidak sedang dalam perawatan ortodonti Kriteria Ekslusi Kriteria ekslusi untuk sampel penelitian ini terdiri dari: 1. Siswa-siswi SMA Swasta Eria yang masih terdapat gigi desidui 2. Telah selesai perawatan ortodonti

3 2.4 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: a. Kaca mulut b. Sonde c. Pinset d. Masker e. Sarung tangan f. Alat tulis g. Kaliper h. Penggaris besi i. Sendok cetak ukuran M dan L j. Rubber bowl k. Gips Spatula l. Rubber base m. Glass lab n. Nierbeken Gambar 6. Alat yang digunakan pada penelitian

4 Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: a. Air b. Alginate c. Dental stone d. Gips putih e. Alkohol 70% Gambar 7. Bahan yang digunakan pada penelitian 2.5 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional Berdasarkan variabel penelitian, maka dapat dirumuskan beberapa defenisi operasional penelitian sebagai berikut: Variabel bebas 1. Siswa SMA Swasta Eria adalah siswa yang tercatat aktif bersekolah di SMA Swasta Eria Medan selama waktu penelitian berlangsung. 2. Laki-laki adalah siswa yang tercatat di kartu pelajar sebagai laki-laki. 3. Perempuan adalah siswa yang tercatat di kartu pelajar sebagai perempuan. 4. Maloklusi ringan adalah maloklusi yang dinilai dengan indeks HMAR yang mempunyai skor Maloklusi berat adalah maloklusi yang dinilai dengan indeks HMAR yang mempunyai skor Variabel-variabel yang dinilai sesuai indeks HMAR adalah:

5 A. Penyimpangan gigi dalam satu rahang (Intra arch deviation) i) Segmen Anterior Setiap gigi anterior rahang atas yang terlibat diberi skor 2, dan setiap gigi anterior rahang bawah diberi skor 1. a. Gigi absen (missing) adalah gigi yang tidak terdapat dalam mulut, termasuk jika tinggal akar gigi (radiks). Pemeriksaan dilakukan pada model gigi dengan skala nominal. b. Gigi berjejal (crowded) adalah keadaan gigi berjejal yang dilihat secara visual dengan adanya gigi yang tidak pada susunan yang seharusnya ataupun adanya gigi yang tumpang tindih dengan gigi lain. Pemeriksaan dilakukan pada model gigi dengan skala nominal. c. Gigi rotasi (rotation) adalah perpindahan atau pergeseran posisi gigi dari sumbu gigi yang sebenarnya (normal). Pemeriksaan dilakukan pada model gigi dengan skala nominal. d. Diastema (spacing) adalah keadaan gigi bercelah yang dilihat secara visual adanya celah antara satu gigi dengan gigi lain. Pemeriksaan dilakukan pada model gigi dengan skala nominal. ii) Segmen posterior Setiap gigi yang terlibat diberi skor 1. Cara penilaian seperti segmen anterior. B. Kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi (inter arch deviation i) Segmen Anterior Untuk setiap gigi rahang atas yang terlibat diberi skor 2 a. Jarak gigit (overjet) adalah adalah jarak antara tepi insisal bagian lingual gigi insisivus sentralis maksila ke tepi insisal bagian labial gigi insisivus sentralis mandibular dalam arah horizontal diukur menggunakan kaliper dengan skala nominal.

6 b. Tumpang gigit (overbite) adalah jarak antara gigi insisivus atas dengan mahkota klinis insisivus bawah dalam arah vertikal diukur menggunakan kaliper dalam skala nominal. c. Gigitan silang (crossbite) adalah suatu kondisi dimana satu atau lebih gigi berada pada posisi abnormal baik dalam arah bukal, lingual, atau labial dalam hubungannya dengan geligi antagonisnya. Pemeriksaan dilakukan pada model gigi dengan skala nominal. d. Gigitan terbuka (openbite) adalah keadaan oklusi dimana gigi insisivus atas tidak beroklusi dengan gigi insisivus bawah (gigitan terbuka) diukur dari insisal insisivus sentralis rahang atas ke insisal insisivus rahang bawah pada model gigi dengan menggunakan skala nominal. ii) Segmen posterior Untuk setiap gigi yang terlibat diberi skor 1. a. Kelainan anteroposterior yaitu kelainan oklusi dimana pada waktu oklusi gigi kaninus, premolar pertama dan premolar kedua serta gigi molar pertama bawah berada disebelah distal atau mesial gigi antagonisnya. Pemeriksaan dilakukan pada model gigi dengan skala nominal. b. Gigitan silang (crossbite) adalah suatu kondisi dimana satu atau lebih gigi berada pada posisi abnormal baik dalam arah bukal, lingual, atau labial dalam hubungannya dengan geligi antagonisnya. Pemeriksaan dilakukan pada model gigi dengan skala nominal. c. Gigitan terbuka (openbite) adalah pada waktu keadaan oklusi terdapat celah antara gigi posterior atas dan bawah. Pemeriksaan dilakukan pada model gigi dengan skala nominal. C. Kelainan dentofasial i. Celah bibir adalah kelainan kongenital pada bibir atas yang membentuk celah yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan prosesus maksilaris dengan prosesus medial nasal saat masa embrio. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dan diberi skor 8.

7 ii. Palatal bite adalah keadaan bibir bawah terletak di palatal gigi insisivus atas. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dan diberi skor 8. iii. Gangguan oklusi adalah gangguan dalam keharmonisan oklusi gigi yaitu hambatan relasi sentrik ke oklusi sentrik. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dan diberi skor 8. iv. Keterbatasan fungsi rahang adalah gangguan pada sendi temporomandibula yang dapat mempengaruhi sendi temporomandibula atau otot-otot pengunyahan. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dan diberi skor 8. v. Asimetri wajah adalah ketidakseimbangan yang terjadi pada wajah dalam hal ukuran, bentuk dan posisi pada sisi kiri dan sisi kanan. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dan diberi skor 8. vi. Gangguan bicara dapat berupa gangguan artikulasi (penghilangan, penambahan atau distorsi suara sehingga bicara menjadi kurang jelas), kelancaran atau kualitas bicara (stuttering atau gagap ditandai dengan kecepatan, dan pengulangan suara, kata, kalimat). Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dan diberi skor 8. Variabel terikat 1. Karies gigi adalah kerusakan pada jaringan keras gigi ditandai dengan adanya lubang pada gigi (kavitas) dan apabila dilakukan sondasi, maka sondasi akan tersangkut. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dan dikategorikan sesuai indeks Decay Missing Filling- Tooth (DMF-T). Decay Missing Filling-Tooth (DMF-T) sebagai indikator status kesehatan gigi yang merupakan penjumlahan dari indeks Decaytooth (D-T), Missing-tooth (M-T), dan Filling-tooth (F-T) yang menunjukkan banyaknya kerusakan gigi yang pernah dialami seseorang baik berupa:

8 a. Decay/D adalah gigi yang mengalami karies atau gigi berlubang, gigi dengan tumpatan sementara. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dengan skala nominal. b. Missing/M adalah gigi yang hilang atau telah dicabut. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dengan skala nominal. c. Filling/F adalah gigi yang ditambal dengan tumpatan permanen. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dengan skala nominal. Variabel terkendali 1. Usia adalah perhitungan usia yang dimulai dari saat kelahiran seseorang sampai dengan waktu penghitungan usia. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dengan skala nominal. 2. Jenis kelamin berdasarkan kartu tanda penduduk atau kartu tanda pelajar. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dengan skala nominal. 3. Keterampilan operator adalah keterampilan operator dalam melakukan penelitian. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dengan skala nominal. Variabel tidak terkendali 1. Sosioekonomi adalah tingkat sosioekonomi seseorang dilihat dari segi pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan dalam suatu masyarakat yang membedakannya dengan orang lain. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dengan skala nominal. 2. Kebiasaan buruk adalah tindakan yang terjadi berulang-ulang secara otomatis yang melibatkan kontraksi otot yang dapat mengganggu otot yang terkait dengan pertumbuhan gigi sehingga dapat menimbulkan anomali letak gigi dan hubungan rahang.

9 2.6 Prosedur Penelitian 1. Peneliti meminta izin kepada kepala sekolah agar dapat melakukan penelitian di SMA Swasta Eria. 2. Menjelaskan mengenai penelitian yang dilakukan kepada siswa-siswi. 3. Peneliti melakukan pemeriksaan pada siswa-siswi untuk menentukan sampel penelitian. 4. Pemberian inform concern pada siswa-siswi yang menjadi sampel untuk diisi sebagai lembar persetujuan sebelum penelitian dilakukan. 5. Melakukan pencetakan gigi pada sampel dengan jumlah pencetakan per hari 10 siswa. 6. Setelah melakukan pencetakan gigi kemudian diisi dengan dental stone untuk mendapatkan model gigi. 7. Melakukan pemeriksaan intra oral pada sampel untuk menentukan karies gigi dengan indeks DMF-T. 8. Melakukan pemeriksaan dan pengukuran model gigi berdasarkan indeks HMAR. 9. Peneliti mengelompokkan model gigi berdasarkan maloklusi ringan dan maloklusi berat.

10 Gambar 8. Prosedur penelitian 1) Menjelaskan penelitian, 2) Pencetakan gigi rahang bawah, 3) Pencetakan gigi rahang atas, 4) Pemeriksaan DMFT 2.7 Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi. 2.8 Analisis Data Data perbedaan skor pengalaman karies antar maloklusi ringan dan berat pada siswa SMA Swasta Eria dianalisis menggunakan uji T independen untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan skor karies antara maloklusi ringan dan berat. 2.9 Etika Penelitian 1. Lembar persetujuan (informed consent) 2. Ethical clearance dari komisi etik

11 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran responden siswa-siswi di SMA Swasta Eria Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah responden perempuan (58%) lebih banyak daripada laki-laki (42%). Persentase siswa-siswi SMA Swasta Eria yang mengalami maloklusi ringan (50%) dan yang mengalami maloklusi berat (50%) (Tabel 1). Tabel 1. Gambaran responden berdasarkan jenis kelamin dan kategori maloklusi pada siswa-siswi di SMA Swasta Eria (n=100) Karakte ristik Responden N % Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Kategori Maloklusi Maloklusi Ringan Maloklusi Berat Rerata distribusi penyimpangan gigi dengan menggunakan Indeks Maloklusi HMAR pada siswa-siswi SMA Swasta Eria Hasil penelitian distribusi penyimpangan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dinilai dengan model studi rahang atas dan rahang bawah menunjukkan rerata gigi hilang (0,23 0,42), gigi berjejal (0,96 0,19), gigi rotasi (0,28 0,45) dan diastema (0,25 0,43) (Tabel 2).

12 Tabel 2. Distribusi penyimpangan gigi pada rahang atas dan rahang bawah Penyimpangan gigi Ada Tidak Ada Rerata penyimpangan gigi ( SD) n % n % Gigi hilang ,23 0,42 Gigi berjejal ,96 0,19 Gigi rotasi ,28 0,45 Diastema ,25 0,43 Pada Tabel 3 terlihat distribusi kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi di regio anterior menunjukkan rerata jarak gigit berlebih (0,19 0,39), tumpang gigit berlebih (0,06 0,23), gigitan silang (0,10 0,30) dan gigitan terbuka (0,02 0,14), sedangkan pada regio posterior menunjukkan rerata kelainan anteroposterior (0,65 0,47), gigitan silang (0,51 0,50) dan gigitan terbuka (0,32 0,46) (Tabel 3). Tabel 3. Distribusi kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi Regio Kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi Ada Tidak Ada Rerata kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi ( SD) n % N % Anterior Jarak gigit ,19 0,39 berlebih Tumpang gigit ,06 0,23 berlebih Gigitan silang ,10 0,30 Gigitan terbuka ,02 0,14 Posterior Kelainan ,65 0,47 anteroposterior Gigitan silang ,51 0,50 Gigitan terbuka ,32 0,46

13 4.2 Perbedaan pengalaman karies dengan menggunakan Indeks DMFT pada maloklusi ringan dan maloklusi berat Tabel 4 menunjukkan DMFT secara umum 3,07 2,51 dengan kategori maloklusi ringan mempunyai DMFT 2,62 2,08, sedangkan kategori maloklusi berat mempunyai DMFT 3,52 2,82. Kategori maloklusi ringan mempunyai DMFT yang lebih rendah dibandingkan dengan kategori maloklusi berat. Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kedua kategori maloklusi dengan indeks DMFT (p=0,073). Tabel 4. Hasil analisis kategori maloklusi dengan rerata DMFT pada siswa-siswi SMA Swasta Eria DMFT Kategori maloklusi N Rerata DMFT Hasil analisis ( SD) Maloklusi ringan 50 2,62 2,08 Maloklusi berat 50 3,52 2,82 p = 0,073 Total 100 3,07 2,51

14 BAB 5 PEMBAHASAN Handicapping Malocclusion Assessment Record (HMAR) merupakan indeks penilaian maloklusi yang mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi dan peka terhadap semua tingkatan maloklusi. Untuk penilaian maloklusi ini tidak memerlukan alat khusus, sehingga penilaian maloklusi dengan indeks HMAR lebih menyerupai penilaian status kesehatan gigi dengan indeks DMFT. 22 Penilaian maloklusi dilakukan dengan pemeriksaan secara langsung pada model studi yang memenuhi kriteria inklusi. Distribusi hasil penelitian ini terdiri dari penyimpangan gigi dalam satu rahang, kelainan hubungan kedua rahang dalam keadaan oklusi, kelainan anteroposterior, dan kelainan dentofasial. 3 Tabel 1 menunjukkan gambaran responden berdasarkan jenis kelamin dan kategori maloklusi pada siswa-siswi di SMA Swasta Eria. Penelitian ini dilakukan pada siswa-siswi SMA Swasta Eria dengan jumlah responden penelitian 100 orang yang terdiri dari 42 orang laki-laki dan 58 orang perempuan. Penelitian ini diperoleh 50 sampel maloklusi ringan dan 50 sampel maloklusi berat. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Adhani dkk, yang melakukan penelitian di Ponpes Darul Hijrah Martapura dengan sampel 50 maloklusi ringan dan 50 maloklusi berat terdiri dari 58 orang laki-laki dan 42 orang perempuan. 1 Hal ini mungkin dikarenakan adanya perbedaan populasi antara kedua penelitian dan persentase responden perempuan lebih banyak daripada responden laki-laki. Tabel 3 adalah tabel distribusi kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi, pada regio anterior diperoleh hasil penelitian jarak gigit berlebih paling banyak ditemukan. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan Loblobly dkk pada siswa SMA Negeri 9 Manado tahun 2015 yang menunjukkan bahwa kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi pada regio anterior paling banyak ditemukan adalah jarak gigit yang berlebih. 16 Jarak gigit berlebih dapat disebabkan faktor kebiasaan buruk. Kebiasaan buruk yang

15 relevan dengan jarak gigit yang berlebih adalah kebiasaan menghisap ibu jari dan jari lain. Kebiasaan menghisap ibu jari pada insisivus atas dapat menyebabkan proklinasi insisivus atas dan retroklinasi insisivus bawah sehingga menyebabkan penambahan jarak gigit. Besarnya efek penambahan jarak gigit karena menghisap ibu jari tergantung pada frekuensi dan tekanan. 16 Tabel 4 menunjukkan hasil analisis kategori maloklusi dengan rerata DMFT pada siswa-siswi SMA Swasta Eria menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara maloklusi ringan dan maloklusi berat dengan indeks DMFT. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan Stahl tahun 2004 mengenai hubungan antara maloklusi dengan karies gigi, hasil penelitian menunjukkan hasil yang bertentangan atau tidak dapat membuktikan hubungan yang signifikan antara maloklusi dengan karies gigi. 4 Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Adhani dkk, yang melakukan penelitian pada remaja di Ponpes Darul Hijrah Martapura, hasil penelitian yang diperoleh terdapat perbedaan indeks karies antara maloklusi ringan dan maloklusi berat. 1 Hasil penelitian yang dilakukan Adhani dkk serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan Bobile dkk tahun 2007, hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara maloklusi dengan karies gigi. 4 Hal ini mungkin dikarenakan pengetahuan dan informasi yang semakin berkembang yang berasal dari media, orang tua dan komunikasi antara teman sebaya dan kesadaran siswa-siswi tentang menjaga kesehatan gigi dan mulut serta mencegah gigi berlubang sudah cukup baik sehingga mempengaruhi persepsi subjektif mereka akan karies gigi. Tetapi persepsi siswa-siswi terhadap kesehatan gigi dan mulut masih belum menjadi prioritas, walaupun pengetahuan dan sikap tentang kesehatan gigi dan mulut sudah baik tapi tidak memicu untuk melakukan perawatan terhadap maloklusi.

16 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Tingkat keparahan maloklusi dengan menggunakan indeks maloklusi HMAR pada siswa-siswi SMA Swasta Eria, yaitu: a. 50 orang (50%) kategori maloklusi ringan, b. 50 orang (50%) kategori maloklusi berat. 2. Rerata DMFT keseluruhan siswa-siswi SMA Swasta Eria yang mengalami maloklusi adalah 3,07 2, Rerata DMFT pada siswa-siswi SMA Swasta Eria berdasarkan kategori maloklusi, yaitu: a. Berdasarkan maloklusi ringan rerata DMFT 2,62 2,08, b. Berdasarkan maloklusi berat rerata DMFT 3,52 2, Berdasarkan hasil uji T independen diperoleh hasil p=0,073. Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kategori maloklusi dengan indeks DMFT pada siswa-siswi SMA Swasta Eria. 6.2 Saran 1. Kepada orang tua agar mengawasi dan mengontrol pemeliharaan kesehatan gigi anak, agar kesehatan gigi dan mulut anak lebih baik lagi. 2. Kepada pihak sekolah perlu meningkatkan upaya untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut melalui pemberian pendidikan cara menjaga kesehatan gigi dan mulut. 3. Kepada siswa-siswi agar memperhatikan dan memelihara kesehatan gigi dan mulut yang efektif agar tercapai kesehatan gigi dan mulut yang optimal.

17 4. Kepada tenaga kesehatan gigi dan mulut diperlukan adanya penyuluhan kepada siswa-siswi SMA Swasta Eria secara berkala dalam rangka mengoptimalkan pelayanan pencegahan maloklusi. 5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan sampel penelitian yang lebih besar dengan populasi dan teknik yang berbeda untuk mendapatkan validitas yang lebih tinggi. 6. Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai perbedaan skor pengalaman karies antara maloklusi ringan dan berat dan hubungannya dengan keadaan sosioekonomi atau faktor lain.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi berasal dari kata occlusion, yang terdiri dari dua kata yakni oc yang berarti ke atas (up) dan clusion yang berarti menutup (closing). Jadi occlusion adalah closing

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai

Lebih terperinci

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi-Geligi dan Oklusi Perkembangan oklusi mengalami perubahan signifikan sejak kelahiran sampai dewasa. Perubahan dari gigi-geligi desidui menjadi gigi-geligi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan prevalensi nasional untuk masalah gigi dan mulut di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan prevalensi nasional untuk masalah gigi dan mulut di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susunan gigi yang tidak teratur dan keadaan oklusi yang tidak sesuai dengan keadaan normaltentunya merupakan suatu bentuk masalah kesehatan gigi dan mulut. 1,2,3 Data

Lebih terperinci

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR WISATA DENTISTRY YOGYAKARTA 6 FEBRUARI 2009 Oleh Endah Mardiati, drg., MS., Sp.Ort 1 PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR DENTISTRY

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang hubungan Indeks Massa Tubuh dengan maloklusi menggunakan Handicapping Malocclusion Assessment Index (HMAI) pada anak usia diatas

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :...

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :... Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :... Bersama ini saya yang bernama, Nama : Zilda Fahnia NIM : 110600132

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Asimetri merupakan komposisi yang sering dikaitkan dalam dunia seni dan kecantikan, tetapi lain halnya dalam keindahan estetika wajah. Estetika wajah dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien ortodonti adalah gigi berjejal. 3,7 Gigi berjejal ini merupakan suatu keluhan pasien terutama pada aspek estetik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi dalam pengertian yang sederhana adalah penutupan rahang beserta gigi atas dan bawah. Pada kenyataannya oklusi merupakan suatu proses kompleks karena meibatkan gigi

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik, yaitu. deskripsi tentang keadaan secara obyektif.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik, yaitu. deskripsi tentang keadaan secara obyektif. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik, yaitu penelitian yang dilakukan hanya melakukan pengamatan saja tanpa intervensi. Pengambilan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Mulut. Ruang lingkup penelitian ini pencakup bidang Ilmu Penyakit Gigi dan 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di sentra Pengasapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi dapat didefinisikan sebagai suatu ketidaksesuaian dari hubungan gigi atau rahang yang menyimpang dari normal. 1 Maloklusi merupakan sebuah penyimpangan

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 28 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan deskriptif analitik, yaitu dengan melakukan pengukuran pada sampel sebelum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Maloklusi a. Definisi Oklusi merupakan hubungan gigi rahang atas dan rahang bawah saat berkontak fungsional selama aktivitas mandibula (Newman, 1998). Oklusi

Lebih terperinci

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan PERAWATAN ORTODONTI Nurhayati Harahap,drg.,Sp.Ort Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan Empat Fase Perawatan Preventif

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Dentokraniofasial Simetris berasal dari bahasa Yunani, yaitu symmetria yang berarti ukuran. Simetris dapat didefinisikan sebagai suatu kesesuaian dalam ukuran, bentuk,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka. Perawatan ortodontik cekat Perawatan ortodontik cekat adalah alat yang dipasang secara cekat pada elemen gigi pasien sehingga alat tidak bisa dilepas oleh pasien

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi berperan penting dalam pada proses pengunyahan, berbicara dan estetis. Berbagai penyakit maupun kelainan gigi dan mulut dapat mempengaruhi berbagai fungsi rongga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. cekat dan cetakan saat pemakaian retainer. 2. Sampel dalam penelitian ini dihitung dengan Rumus Federer sesuai dengan.

BAB III METODE PENELITIAN. cekat dan cetakan saat pemakaian retainer. 2. Sampel dalam penelitian ini dihitung dengan Rumus Federer sesuai dengan. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, jenis penelitian ini adalah penelitian observational analitik. B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi dalam

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective cross-sectional karena pengukuran variabel dilakukan pada satu saat atau setiap subyek

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan studi observasional analitik potong lintang (crosssectional).

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan studi observasional analitik potong lintang (crosssectional). BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan studi observasional analitik potong lintang (crosssectional). 4.2 Alur Penelitian Mendapatkan ethical clearance dari Komisi Etik FKG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keausan gigi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya jaringan keras gigi karena proses fisik maupun kimiawi, bukan proses karies (Oltramari-Navarro

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Menurut Angle, maloklusi merupakan oklusi yang menyimpang dari bidang oklusal gigi normal (cit. Martin RK dkk.,). 10 Menurut Cairns dkk.,, maloklusi terjadi saat

Lebih terperinci

DENTIN JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol II. No 1. April 2018

DENTIN JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol II. No 1. April 2018 91 DENTIN JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol II. No 1. April 2018 PERBANDINGAN NILAI INDIKATOR MALOKLUSI RINGAN DENGAN MALOKLUSI BERAT BERDASARKAN INDEKS HMAR (Handicapping Malocclusion Assessment Record) Fitriani

Lebih terperinci

GAMBARAN MALOKLUSI BERDASARKAN INDEKS HANDICAPPING MALOCCLUSION ASSESSMENT RECORD (HMAR) PADA SISWA SMA N 9 MANADO

GAMBARAN MALOKLUSI BERDASARKAN INDEKS HANDICAPPING MALOCCLUSION ASSESSMENT RECORD (HMAR) PADA SISWA SMA N 9 MANADO GAMBARAN MALOKLUSI BERDASARKAN INDEKS HANDICAPPING MALOCCLUSION ASSESSMENT RECORD (HMAR) PADA SISWA SMA N 9 MANADO 1 Monalisa Loblobly 2 P. S. Anindita 2 Michael A. Leman 1 Kandidat Skripsi Program Studi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA yaitu: 5 a. Gigi geligi pada tiap lengkung rahang harus memiliki inklinasi mesiodistal 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. Oklusi Oklusi didefinisikan sebagai kontak interkuspal antara gigi geligi rahang atas

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM...... i PRASYARAT...ii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN...... iii LEMBAR PENGUJI... iv LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN... v KATA PENGANTAR...... vi ABSTRAK...... viii ABSTRACT......

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode case control, karena sampel tidak menerima perlakuan dan pengukuran dilakukan dalam satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Estetika wajah adalah suatu konsep yang berhubungan dengan kecantikan atau wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan modern. Faktor-faktor

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi. syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: Nama : Vanny Anandita Gayatri Aulia

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi. syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: Nama : Vanny Anandita Gayatri Aulia PERBEDAAN TINGKAT KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTIK BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY OUTCOME AND NEED DAN INDEX OF ORTHODONTIC TREATMENT NEED PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maloklusi secara umum dapat diartikan sebagai deviasi yang cukup besar dari hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik maupun secara

Lebih terperinci

III. KELAINAN DENTOFASIAL

III. KELAINAN DENTOFASIAL III. KELAINAN DENTOFASIAL PEN DAHULUAN Klasifikasi maloklusi dan oklusi Occlusion = Oklusi Pengertian Oklusi adalah hubungan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah bila rahang bawah digerakkan sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Populasi dalam penelitian ini adalah cetakan gigi pasien yang telah. Rumus Federer = (t-1)(n-1) 15 keterangan = n 16

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Populasi dalam penelitian ini adalah cetakan gigi pasien yang telah. Rumus Federer = (t-1)(n-1) 15 keterangan = n 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, jenis penelitian ini adalah penelitian observational deskriptif. B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi dalam

Lebih terperinci

ORTODONTI III. H.Nazruddin Drg. C.Ort. Ph.D.

ORTODONTI III. H.Nazruddin Drg. C.Ort. Ph.D. ORTODONTI III H.Nazruddin Drg. C.Ort. Ph.D. 1 PERAWATAN PADA MASA GIGI PERMANEN. * Umumnya dilakukan pada umur 13 tahun keatas * Anomali sudah nyata terbentuk * Jalannya perawatan lebih sulit jika dibandingkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing 20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing dikenal sebagai maksila dan mandibula. 6 Lengkung gigi adalah berbeda pada setiap individu, tidak ada seorang

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Definisi simetri adalah persamaan salah satu sisi dari suatu objek baik dalam segi bentuk, ukuran, dan sebagainya dengan sisi yang berada di belakang median plate.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Lengkung gigi merupakan suatu garis imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dibentuk oleh mahkota gigigeligi dan merupakan

Lebih terperinci

DENTINO JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol II. No 1. Maret 2014

DENTINO JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol II. No 1. Maret 2014 13 DENTINO JURNAL KEDOKTERAN GIGI Vol II. No 1. Maret 214 Laporan Penelitian PERBEDAAN INDEKS KARIES ANTARA MALOKLUSI RINGAN DAN BERAT PADA REMAJA DI PONPES DARUL HIJRAH MARTAPURA Rizal Hendra Kusuma,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah observational analitik dengan desain

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah observational analitik dengan desain BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah observational analitik dengan desain cross sectional. B. Populasi dan Subjek Penelitian 1. Populasi Populasi

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN MALOKLUSI PADA SISWA SISWI SDK 6 BPK PENABUR KELOMPOK USIA TAHUN BERDASARKAN KLASIFIKASI ANGLE DAN KLASIFIKASI PROFFIT-ACKERMAN

ABSTRAK GAMBARAN MALOKLUSI PADA SISWA SISWI SDK 6 BPK PENABUR KELOMPOK USIA TAHUN BERDASARKAN KLASIFIKASI ANGLE DAN KLASIFIKASI PROFFIT-ACKERMAN ABSTRAK GAMBARAN MALOKLUSI PADA SISWA SISWI SDK 6 BPK PENABUR KELOMPOK USIA 11 12 TAHUN BERDASARKAN KLASIFIKASI ANGLE DAN KLASIFIKASI PROFFIT-ACKERMAN Arnold Kyoto, 2011 Pembimbing 1 Pembimbing 2 : Susiana,

Lebih terperinci

GAMBARAN MALOKLUSI DENGAN MENGGUNAKAN HMAR PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO

GAMBARAN MALOKLUSI DENGAN MENGGUNAKAN HMAR PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO GAMBARAN MALOKLUSI DENGAN MENGGUNAKAN HMAR PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 1 Vigni Astria Laguhi 2 P.S Anindita 2 Paulina N. Gunawan 1 Mahasiswa Program Studi

Lebih terperinci

III. PERAWATAN ORTODONTIK

III. PERAWATAN ORTODONTIK III. PERAWATAN ORTODONTIK PERAWATAN MALOKLUSI KLAS I Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan hubungan anteroposterior dari gigi molar satu permanen. Klasifikasi ini kebanyakan tidak dipakai dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi berjejal, tidak teratur dan protrusif adalah kondisi yang paling sering terjadi dan memotivasi individu untuk melakukan perawatan ortodontik. Motivasi pasien

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah survei deskriptif. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi Mulut dan Ilmu Kedokteran Forensik. 4.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian

Lebih terperinci

TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON) PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN

TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON) PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON) PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Maloklusi merupakan penyimpangan baik dari segi estetis dan/atau fungsional dari oklusi ideal. 10 Maloklusi bukan merupakan penyakit, tapi sebuah disabiliti yang berpotensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau benar dan dontos yang berarti gigi. Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi dan memperbaiki

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi Perkembangan gigi merupakan proses kompleks yang disebut juga morfogenesis gigi atau odontogenesis yang dimulai selama minggu ke-6 perkembangan embrio. Perkembangan

Lebih terperinci

KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONSI BERDASARKAN INDEX OF ORTHODONTIC TREATMENT NEED PADA SISWA KELAS II DI SMP NEGERI 2 BITUNG

KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONSI BERDASARKAN INDEX OF ORTHODONTIC TREATMENT NEED PADA SISWA KELAS II DI SMP NEGERI 2 BITUNG Jurnal e-gigi (eg), Volume 2, Nomor 2, Juli-Desember 2014 KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONSI BERDASARKAN INDEX OF ORTHODONTIC TREATMENT NEED PADA SISWA KELAS II DI SMP NEGERI 2 BITUNG 1 Monica A. V. Rumampuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut memiliki peran yang penting bagi fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut memiliki peran yang penting bagi fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rongga mulut memiliki peran yang penting bagi fungsi pengunyahan manusia. Gigi merupakan kunci dari proses pengunyahan, berbicara dan penampilan. Oklusi normal merupakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional (sekali waktu), yaitu untuk mengetahui prevalensi karies

Lebih terperinci

BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK

BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK 1. Pendahuluan Preventif orthodontik mempunyai peranan yang sangat penting dalam halmengusahakan agar gigi-gigi permanen yang akan menggantikan posisi gigi desidui akan mendapatkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. Bandarharjo, Kota Semarang Jawa Tengah.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. Bandarharjo, Kota Semarang Jawa Tengah. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penilitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 1. Ruang lingkup tempat Penelitian ini dilakukan di Sentra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maloklusi merupakan penyimpangan hubungan rahang atas dan rahang bawah dari bentuk standar normal. Keadaan tersebut terjadi akibat adanya malrelasi antara pertumbuhan,

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan kepada Odapus yang bergabung dan berkunjung di YLI.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan kepada Odapus yang bergabung dan berkunjung di YLI. 19 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah explanatory study atau disebut juga dengan penelitian deskriptif, menggunakan kuesioner yang diisi oleh Odapus dan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 2 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan survei analitik yaitu untuk mencari hubungan antara dua variabel yaitu menopause dengan Sindroma Mulut Terbakar (SMT).

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 23 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik dengan pengambilan data cross sectional. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. 1. Ruang lingkup tempat. Bandarharjo, Semarang.

BAB IV METODE PENELITIAN. 1. Ruang lingkup tempat. Bandarharjo, Semarang. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 1. Ruang lingkup tempat Penelitian ini dilakukan di Sentra

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan normal (Graber dan Swain, 1985). Edward Angle (sit. Bhalajhi 2004)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan normal (Graber dan Swain, 1985). Edward Angle (sit. Bhalajhi 2004) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maloklusi atau kelainan oklusi adalah oklusi yang menyimpang dari keadaan normal (Graber dan Swain, 1985). Edward Angle (sit. Bhalajhi 2004) mengenalkan klasifikasi maloklusi

Lebih terperinci

PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2

PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2 PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2 MAKALAH Oleh : Yuliawati Zenab, drg.,sp.ort NIP.19580704 199403 2 001 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2010 Bandung, Maret 2010 Disetujui

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan rancangan penelitian cross-sectional. Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan crosssectional yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konveksitas skeletal

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Eksperimental kuasi dengan desain one group pre dan post. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat : Klinik Ortodonti RSGMP FKG USU Waktu : 3 bulan 3.3 Populasi

Lebih terperinci

TINGKAT KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN DENTAL HEALTH COMPONENT PADA SMA N 8 MEDAN

TINGKAT KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN DENTAL HEALTH COMPONENT PADA SMA N 8 MEDAN 37 LAMPIRAN 1 DEPARTEMEN ORTODONTI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TINGKAT KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN DENTAL HEALTH COMPONENT PADA SMA N 8 MEDAN No. Kartu : Pemeriksa

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Oklusi merupakan fenomena kompleks yang melibatkan gigi, jaringan periodontal, rahang, sendi temporomandibula, otot dan sistem saraf. Oklusi mempunyai dua aspek,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan bawah. 7,9 Bentuk lengkung gigi ini berhubungan dengan bentuk kepala

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL)

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) 1 PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) PENDAHULUAN Anasir gigitiruan merupakan bagian dari GTSL yang berfungsi mengantikan gigi asli yang hilang. Pemilihan

Lebih terperinci

II. ORTODONSI INTERSEPTIF

II. ORTODONSI INTERSEPTIF II. ORTODONSI INTERSEPTIF Untuk memahami arti dari ortodonsi interseptif perlu diketahui terlebih dulu pengertian ilmu ortodonsi. Ilmu Ortodonsi adalah gabungan ilmu dan seni yang berhubungan dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya, antara satu populasi dengan populasi lainnya. 1 Adanya variasi ukuran lebar

Lebih terperinci

PREVALENSI MALOKLUSI BERDASARKAN RELASI SKELETAL PADA KASUS PENCABUTAN DAN NON-PENCABUTAN DI KLINIK PPDGS ORTODONTI FKG USU

PREVALENSI MALOKLUSI BERDASARKAN RELASI SKELETAL PADA KASUS PENCABUTAN DAN NON-PENCABUTAN DI KLINIK PPDGS ORTODONTI FKG USU PREVALENSI MALOKLUSI BERDASARKAN RELASI SKELETAL PADA KASUS PENCABUTAN DAN NON-PENCABUTAN DI KLINIK PPDGS ORTODONTI FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi hingga menjalar ke dentin. 1 Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan untuk mengoreksi maloklusi sehingga diperoleh oklusi yang normal. Penatalaksanaan perawatan ortodontik sering dihadapkan kepada permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak wajah memegang peranan penting dalam pertimbangan perawatan ortodontik. Keseimbangan dan keserasian wajah ditentukan oleh tulang wajah dan jaringan lunak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Area dentofasial sangat berpengaruh terhadap penampilan wajah seseorang. Kelainan di sekitar area tersebut akan berdampak pada hilangnya kepercayaan diri sehingga memotivasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan ubungan rahang yang tidak normal sehingga tercapai oklusi, fungsi yang normal dan estetis wajah yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian observasional analitik dan desain penelitian cross sectional, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian observasional analitik dan desain penelitian cross sectional, yaitu BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan pada penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dan desain penelitian cross sectional, yaitu penelitian untuk

Lebih terperinci

III. RENCANA PERAWATAN

III. RENCANA PERAWATAN III. RENCANA PERAWATAN a. PENDAHULUAN Diagnosis ortodonsi dianggap lengkap bila daftar problem pasien diketahui dan antara problem patologi dan perkembangan dipisahkan. Tujuan rencana perawatan adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Menurut DuBRUL (1980), bentuk lengkung gigi sangat bervariasi, akan tetapi secara umum lengkung gigi rahang atas berbentuk elips dan lengkung gigi rahang bawah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhkembangan Dentofasial Laki-laki dan Perempuan Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan kebutuhan pelayanan kesehatan. Pengetahuan masyarakat tentang arti pentingnya tubuh yang sehat semakin meningkat, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana sebanyak 129,98 juta jiwa merupakan penduduk dengan jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. dimana sebanyak 129,98 juta jiwa merupakan penduduk dengan jenis kelamin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di Asia Tenggara serta terdiri dari banyak pulau dan terbagi dalam 34 provinsi. Berdasarkan data sensus penduduk pada

Lebih terperinci

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 6 BAB 2 TI JAUA PUSTAKA Ortodonti adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan estetika gigi, wajah, dan kepala. Berdasarkan American Board of Orthodontics (ABO), Ortodonti adalah

Lebih terperinci

No. Urut : PERBEDAAN SKOR PENGALAMAN KARIES ANTARA MALOKLUSI RINGAN DAN BERAT PADA SISWA SMA SWASTA ERIA LEMBAR PEMERIKSAAN

No. Urut : PERBEDAAN SKOR PENGALAMAN KARIES ANTARA MALOKLUSI RINGAN DAN BERAT PADA SISWA SMA SWASTA ERIA LEMBAR PEMERIKSAAN LAMPIRAN 1 DEPARTEMEN ORTODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA No. Urut : Tanggal Pemeriksaan : PERBEDAAN SKOR PENGALAMAN KARIES ANTARA MALOKLUSI RINGAN DAN BERAT PADA SISWA SMA SWASTA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menumbuhkan kepercayaan diri seseorang. Gigi dengan susunan yang rapi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menumbuhkan kepercayaan diri seseorang. Gigi dengan susunan yang rapi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penampilan fisik termasuk gigi merupakan aspek yang sangat penting untuk menumbuhkan kepercayaan diri seseorang. Gigi dengan susunan yang rapi dan senyum yang menawan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan teknik untuk mencegah, mengintervensi dan mengoreksi keberadaan maloklusi dan kondisi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap populasi juga berbeda dengan populasi lainnya. 1 Data lebar mesiodistal gigi penting sebagai informasi sebelum

Lebih terperinci