Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

dokumen-dokumen yang mirip
3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Jenis dan Sumber Data

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Lampiran 1. Sebaran frekuensi panjang ikan kuniran (Upeneus sulphureus) betina yang dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Ikan Alat penangkapan ikan

BAB III BAHAN DAN METODE

TINGKAT TROFIK IKAN HASIL TANGKAPAN BERDASARKAN ALAT TANGKAP YANG DIGUNAKAN OLEH NELAYAN DI TELUK JAKARTA NURMASITA ADISTIANI PUSPITA NINGRUM

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta

ANALISIS HASIL TANGKAPAN PURSE SEINE WARING UNTUK PELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN TERI (Stolephorus devisi) DI PERAIRAN WONOKERTO, KABUPATEN PEKALONGAN

DESKRIPSI ALAT TANGKAP IKAN DI KECAMATAN BONTOMANAI KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

KELOMPOK SASARAN. 1. Nelayan-nelayan yang telah mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam pengoperasian jaring trammel.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

BAB III BAHAN DAN METODE

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base.

4 HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DAN KOMPOSISI JENIS IKAN HASIL TANGKAPAN DI SEKITAR PULAU BENGKALIS, SELAT MALAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA

BAB III BAHAN DAN METODE

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

5 PEMBAHASAN 5.1 Unit Penangkapan Ikan

3 METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Kondisi Geografis Kabupaten Bekasi

STUDI TENTANG PRODUKTIVITAS BAGAN TANCAP DI PERAIRAN KABUPATEN JENEPONTO SULAWESI SELATAN WARDA SUSANIATI L

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/Permen-KP/2015. Tanggal 08 Januari 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak pada lintang LS LS dan BT. Wilayah tersebut

I. PENDAHULUAN Visi

Jaring Angkat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Macam-macam lampu tabung (

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Upaya, Laju Tangkap, dan Analisis... Sungai Banyuasin, Sumatera Selatan (Rupawan dan Emmy Dharyati)

mungkin akan lebih parah bila tidak ada penanganan yang serius dan tersistem. Bukan tidak mungkin hal tersebut akan mengakibatkan tekanan yang luar

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi

Transkripsi:

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Teluk Jakarta Secara geografis Teluk Jakarta (Gambar 9) terletak pada 5 o 55 30-6 o 07 00 Lintang Selatan dan 106 o 42 30-106 o 59 30 Bujur Timur. Batasan di sebelah barat adalah Tanjung Pasir dan di sebelah timur Tanjung Karawang (e.g.taurusman, 2007). Garis yang menghubungkan kedua tanjung tersebut melalui Pulau Air Besar dan Pulau Damar dengan panjang sekitar 12 mil. Batasan luas Teluk Jakarta bersifat dinamis sesuai dengan dinamika permukaan laut itu sendiri, namun luas Teluk Jakarta diperkirakan sebesar 285 km 2 dengan garis pantai sepanjang 33 km dan kedalaman perairan rata-rata 8,4 meter. Teluk Jakarta merupakan muara dari 13 sungai, diantaranya adalah sungai besar seperti Sungai Cisadane, Sungai Ciliwung, Sungai Citarum dan Sungai Bekasi (e.g.taurusman, 2007). Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta Teluk Jakarta adalah daerah kawasan pesisir perairan utara Jakarta, topografi Teluk Jakarta umumnya didominasi oleh lumpur, pasir dan kerikil. Lumpur banyak terdapat di bagian pinggir dan tengah teluk, sedangkan pasir

semakin menonjol di bagian laut lepas. Iklim Teluk Jakarta tergolong klasifikasi iklim tipe D dengan rata-rata jumlah bulan kering dan rata-rata jumlah bulan basah sebesar 60-100%. Wilayah Muara Kamal dan Muara Cilincing merupakan pantai beriklim panas, dengan suhu rata rata 27 0 C (e.g.taurusman, 2007). 4.2 Keadaan Perikanan Tangkap Kegiatan perikanan tangkap di wilayah Teluk Jakarta berbasis di Muara Kamal dan Muara Cilincing. Tujuan penangkapan adalah ikan pelagis dan ikan demersal. 4.2.1 Alat penangkapan ikan Alat tangkap yang dioperasikan khusus di wilayah Teluk Jakarta, yaitu: bagan tancap, bagan kapal, sero, jaring insang, payang, dogol dan pancing rawai. Pada basis penangkapan ikan Muara Kamal, alat tangkap yang dioperasikan khusus di wilayah Teluk Jakarta ialah bagan tancap, bagan kapal, sero dan gillnet. Pada basis penangkapan ikan Muara Cilincing, alat tangkap yang dioperasikan khusus di wilayah Teluk Jakarta ialah payang, dogol dan pancing rawai. 4.2.1.1 Unit penangkapan ikan di Muara Kamal Unit penangkapan ikan di Muara Kamal terdiri dari empat alat tangkap, yaitu bagan tancap, bagan kapal, sero dan jaring insang. Secara lengkap tentang keempat unit penangkapan ikan tersebut diuraikan lebih lanjut. Bagan Tancap Konstruksi alat tangkap bagan tancap yang dioperasikan di Teluk Jakarta terdiri atas badan jaring dan kerangka bagan. Badan jaring pada bagan tancap yang dioperasikan di Muara Kamal terbuat dari bahan polypropilen dengan ukuran mata jaring 2 mm dan dimensi badan jaring 13,5m x 13,5m x 4m. Selain itu bagan tancap yang dioperasikan di Muara Kamal memiliki tali ris, tali pemberat dan pemberat batu dengan berat 0,5 kg. Secara lebih jelas konstruksi alat tangkap bagan tancap dapat dilihat pada Gambar 10. Unit penangkapan bagan tancap di Muara Kamal beroperasi menggunakan perahu motor dengan dimensi L x B x D yaitu 5 m x 1,5 m x 0,5 m. Perahu motor yang digunakan memiliki daya sebesar 18 PK dengan jumlah nelayan sekitar 1-2 30

orang yang mengoperasikan bagan tancap. Perahu pada unit penangkapan bagan tancap hanya berfungsi sebagai alat transportasi nelayan untuk membawa hasil tangkapan dari bagan menuju tempat pendaratan ikan. Sumber : Modifikasi dari Subani dan Barus (1989) berdasarkan hasil wawancara Gambar 10 Konstruksi bagan tancap di Teluk Jakarta Pengoperasian alat tangkap bagan tancap dilakukan melalui proses persiapan, perjalanan menuju daerah penangkapan ikan, setting, soaking, hauling, dan perjalanan kembali ke tempat pendaratan ikan. Persiapan yang dilakukan nelayan adalah persiapan perbekalan, yaitu lampu petromaks, bahan makanan, bahan bakar berupa solar sebanyak 5-10 liter dan minyak tanah sebanyak 5 liter. Nelayan berangkat menuju daerah penangkapan ikan pada pukul 17.30 dan sampai di daerah penangkapan ikan dalam waktu 15-30 menit. Di awal pengoperasian alat tangkap bagan tancap dilakukan proses pemasangan (setting) waring yang diturunkan menggunakan roller yang digerakkan secara manual menggunakan tangan. Setelah waring sepenuhnya terendam, maka lampu petromaks segera diturunkan menggunakan pengait mendekati permukaan air tetapi tidak menyentuh permukaan air. 31

Penggunaan cahaya lampu bertujuan sebagai attractor ikan di waktu malam karena ikan sasaran tangkap seperti teri dan tembang akan cenderung berkumpul di wilayah yang terkena cahaya lampu yang berada tepat di bawah bagan tancap. Lama waktu perendaman (soaking) jaring biasanya berkisar antara 2-3 jam sehingga bisa dilakukan 3-4 kali pemasangan (setting) di dalam satu trip penangkapan ikan. Setelah diperkirakan ikan tertangkap maka dilakukan proses hauling menggunakan roller, lalu ikan yang berada di waring dipindahkan ke dalam keranjang menggunakan serok. Kegiatan operasional bagan tancap berakhir pada pukul 05.00 dan nelayan langsung kembali ke tempat pendaratan ikan pada pukul 05.30. Bagan Kapal Konstruksi alat tangkap bagan kapal yang dioperasikan di Teluk Jakarta terdiri atas bagian badan jaring dan kerangka bagan. Jaring bagan kapal yang dioperasikan di Muara Kamal terbuat dari bahan polypropilen dengan ukuran mata jaring 2 mm dan dimensi jaring 20,5m x 20,5m x 8m. Selain itu bagan kapal yang dioperasikan di Muara Kamal memiliki tali ris, tali pemberat dan pemberat batu. Secara lebih jelas konstruksi alat tangkap bagan kapal dapat dilihat pada Gambar 11. Unit penangkapan bagan kapal di Muara Kamal beroperasi menggunakan kapal motor dengan dimensi L x B x D yaitu 17 m x 3,3 m x 1,7 m. Kapal motor yang digunakan memiliki daya sebesar 100 PK dengan jumlah nelayan sekitar 6 hingga 7 orang yang mengoperasikan bagan kapal. Pengoperasian alat tangkap bagan kapal dilakukan melalui proses persiapan, perjalanan menuju daerah penangkapan ikan, setting, soaking, hauling, dan perjalanan kembali ke tempat pendaratan ikan. Persiapan yang dilakukan nelayan adalah persiapan perbekalan, yaitu lampu petromaks, bahan makanan, bahan bakar berupa solar sebanyak 20-30 liter dan minyak tanah sebanyak 5-10 liter. Nelayan berangkat menuju daerah penangkapan ikan pada pukul 17.30 dan sampai di wilayah daerah penangkapan ikan dalam waktu 20 menit hingga 2 jam. 32

Sumber : Modifikasi dari Subani dan Barus (1989) berdasarkan hasil wawancara Gambar 11 Konstruksi bagan kapal di Teluk Jakarta Di awal pengoperasian alat tangkap bagan kapal dilakukan proses pemasangan (setting) waring yang diturunkan menggunakan roller. Setelah waring sepenuhnya terendam maka lampu petromaks yang telah disiapkan sebelumnya segera diturunkan menggunakan pengait hingga mendekati permukaan air tetapi tidak sampai menyentuh permukaan air. Penggunaan cahaya lampu bertujuan sebagai attractor ikan di waktu malam karena ikan sasaran tangkap seperti ikan teri, kembung dan tembang akan cenderung berkumpul di wilayah yang terkena cahaya lampu yang berada tepat di bawah bagan kapal. Lama waktu perendaman (soaking) jaring biasanya berkisar antara 2-3 jam sehingga bisa dilakukan 3-4 kali pemasangan (setting) di dalam satu trip penangkapan ikan. Setelah diperkirakan ikan tertangkap maka dilakukan proses hauling menggunakan net roller (pengangkat jaring), lalu ikan yang berada di waring dipindahkan ke dalam keranjang menggunakan serok. Berbeda dengan pengoperasian bagan tancap. Pengoperasian bagan kapal dapat dilakukan berpindah-pindah sehingga memungkinkan nelayan untuk mencari daerah penangkapan ikan lain apabila di daerah penangkapan ikan pertama tidak terdapat 33

ikan sasaran tangkap. Kegiatan operasional bagan kapal berakhir pada pukul 04.30 dan nelayan langsung kembali ke tempat pendaratan ikan pada pukul 05.00. Sero Konstruksi alat tangkap sero yang dioperasikan di wilayah Muara Kamal terdiri atas bagian penaju, serambi, penabah, kantong dengan kerangka sero yang terbuat dari bambu. Bagian jaring dari sero yang dioperasikan di Muara Kamal terbuat dari bahan polypropilen dengan ukuran mata jaring 5 mm. Secara lebih jelas konstruksi alat tangkap sero dapat dilihat pada Gambar 12. Unit penangkapan sero di Muara Kamal beroperasi menggunakan perahu motor tempel dengan dimensi L x B x D yaitu 5 m x 1,5 m x 0,5 m. Perahu motor tempel yang digunakan memiliki daya sebesar 5 PK dengan jumlah nelayan sekitar 2 hingga 3 orang yang mengoperasikannya. Perahu pada unit penangkapan sero hanya berfungsi sebagai alat transportasi hasil tangkapan dari bagan menuju fishing base. 1m 135m N 4,5m 30m 1m Kantorng 6mx6m 7,5m Sumber : Wawancara nelayan (2011) Gambar 12 sero (tampak atas) di Teluk Jakarta Pengoperasian alat tangkap sero dilakukan melalui proses persiapan, perjalanan menuju daerah penangkapan ikan, setting, soaking, hauling, dan perjalanan kembali ke tempat pendaratan ikan. Persiapan yang dilakukan nelayan adalah persiapan perbekalan, yaitu bahan bakar berupa solar sebanyak 5 liter. Nelayan berangkat menuju daerah penangkapan ikan pada pukul 04.00 dan sampai di wilayah daerah penangkapan ikan dalam waktu 15-30 menit. Alat tangkap sero merupakan alat tangkap yang bersifat pasif dan tidak dapat berpindah dan ikan tertangkap dengan sendirinya melalui arus pasang surut yang melewati sero, sehingga nelayan sero hanya melakukan hauling di tiap trip 34

penangkapan dan pembersihan jaring sero pada siang harinya. Proses hauling diawali dari, jaring yang ada pada bagian kantong (borong) diikat ke pinggir atas dan diikat pada sela-sela bambu sehingga memudahkan nelayan dalam memindahkan ikan ke keranjang. Ikan di kantong dipindahkan ke keranjang menggunakan serok. Biasanya nelayan sero di Muara Kamal hanya memasukkan ikan ekonomis penting kedalam keranjang sedangkan ikan yang tidak menguntungkan akan dikembalikan ke perairan atau dimasukkan ke kantong plastik untuk dikonsumsi sendiri. Kegiatan operasional sero berakhir pada pukul 05.15 dan nelayan langsung kembali ke tempat pendaratan ikan pada pukul 05.30. Jaring insang Konstruksi alat tangkap jaring insang yang dioperasikan di Muara Kamal terdiri atas bagian badan jaring, tali ris atas, tali ris bawah, pelampung, pemberat. Badan jaring gillnet yang dioperasikan di Muara Kamal terbuat dari bahan Polyamide monofilament. Secara lebih jelas konstruksi alat tangkap gillnet dapat dilihat pada Gambar 13. Unit penangkapan jaring insang di Muara Kamal beroperasi menggunakan kapal motor bertonase 6 GT dengan dimensi L x B x D yaitu 13 m x 1,8 m x 1,5 m. Kapal motor yang digunakan memiliki daya sebesar 18 PK dengan jumlah nelayan sekitar 3 hingga 4 orang yang mengoperasikannya. Pengoperasian alat jaring insang dilakukan melalui proses persiapan, perjalanan menuju daerah penangkapan ikan, setting, soaking, hauling, dan perjalanan kembali ke tempat pendaratan ikan. Persiapan yang dilakukan nelayan adalah persiapan perbekalan, yaitu bahan makanan, bahan bakar berupa solar sebanyak 20-30 liter. Nelayan berangkat menuju daerah penangkapan ikan pada pukul 17.30 dan sampai di wilayah daerah penangkapan ikan dalam waktu 30 menit hingga 2 jam. Di awal pengoperasian alat tangkap jaring insang dilakukan proses pemasangan yang dimulai dari menurunkan pelampung tanda ke air lalu diikuti secara berurutan mulai dari tali selambar, jaring secara perlahan agar jaring dapat terbentang tidak tergulung dan terakhir pelampung tanda yang kedua. 35

Sumber : Wawancara nelayan (2011) Gambar 13 Konstruksi jaring insang di Teluk Jakarta Kemudian jaring dibiarkan terendam (soaking) hingga 3 jam, lalu dilakukan proses penarikan dengan menaikkan tali selambar, pemberat, sampai dengan jaring. Ikan yang tertangkap lalu dipilih dan dimasukkan ke dalam wadah-wadah berisi es. Kegiatan operasional jaring insang berakhir pada pukul 04.00 dan nelayan langsung kembali ke tempat pendaratan ikan pada pukul 04.30. 4.2.1.2 Unit penangkapan ikan di Muara Cilincing Unit penangkapan ikan yang beroperasi di sekitar Muara Cilincing antara lain alat tangkap payang, dogol dan pancing rawai. Uraian ketiga jenis alat penangkapan ikan tersebut sebagai berikut. Payang Konstruksi alat tangkap payang terdiri atas bagian sayap, badan jaring dan kantong. Bagian sayap, badan jaring dan kantong yang dioperasikan di Muara Cilincing terbuat dari bahan PA multifilament dengan ukuran mata jaring (mesh) yang berbeda-beda di tiap bagian. Payang memiliki pelampung yang dipasang 36

dengan jarak 7 meter tiap pelampung dan pemberat dipasang dengan jarak 15 meter tiap pemberat. Secara lebih jelas konstruksi alat tangkap payang dapat dilihat pada Gambar 14. Unit penangkapan payang di Muara Cilincing beroperasi menggunakan perahu motor dengan dimensi L x B x D yaitu 12 m x 3,5 m x 1,5 m. Perahu motor yang digunakan memiliki daya sebesar 23 PK dioperasikan oleh sekitar 20 orang nelayan. Sumber : Wawancara nelayan (2011) Gambar 14 Konstruksi payang di Teluk Jakarta Pengoperasian alat payang dilakukan melalui proses persiapan, perjalanan menuju daerah penangkapan ikan, setting, soaking, hauling, dan perjalanan kembali ke tempat pendaratan ikan. Persiapan yang dilakukan nelayan adalah perbekalan, yaitu bahan makanan, es, dan bahan bakar berupa solar sebanyak 50-80 liter. Nelayan berangkat menuju daerah penangkapan ikan pada pukul 17.00 dan sampai di wilayah daerah penangkapan ikan dalam waktu 1,5-2 jam. Pengoperasian alat tangkap payang dimulai dari fishing master mencari gerombolan (schools) ikan yang terdapat di wilayah tersebut. Pencarian ikan 37

dengan cara memperhatikan ciri-ciri pergerakan gerombalan ikan seperti adanya burung-burung pemburu ikan yang terbang menukik ke perairan, buih-buih air di permukaan laut dan perubahan warna permukaan laut akibat adanya pergerakan gerombolan ikan di bawahnya. Proses pemasangan (setting) payang dilakukan saat gerombolan ikan yang menjadi sasaran tangkap mulai terlihat, lalu dilakukan pengejaran terhadap ikan, setelah diperkirakan bahwa ikan dapat tertangkap maka jaring langsung diturunkan ke dalam air mengelilingi gerombolan ikan dengan arah berlawanan arah jarum jam. Penurunan jaring dilakukan mulai dari pelampung tanda, lalu tali selambar hingga badan jaring setelah itu dilakukan penarikan (hauling) jaring. Lama waktu pemasangan jaring biasanya berkisar antara 30-35 menit sehingga bisa dilakukan 6-15 kali pemasangan (setting) di dalam satu trip penangkapan ikan. Kegiatan operasional payang berakhir pada pukul 04.00 dan nelayan langsung kembali ke tempat pendaratan ikan pada pukul 05.00. Dogol Konstruksi alat tangkap dogol terdiri atas bagian sayap, badan jaring dan kantong. Bagian sayap, badan jaring dan kantong terbuat dari bahan PA Multifilament dengan ukuran mata jaring (mesh) yang berbeda-beda di tiap bagian. Dogol memiliki pelampung yang dipasang sebanyak 3 buah dan pemberat dipasang dengan jarak 3 meter tiap pemberat. Secara lebih jelas konstruksi alat tangkap dogol dapat dilihat pada Gambar 15. Unit penangkapan dogol di Muara Cilincing beroperasi menggunakan perahu motor dengan dimensi L x B x D yaitu 12 m x 3,5 m x 1,7 m. Perahu motor yang digunakan memiliki daya sebesar 21 PK dengan jumlah nelayan sekitar 5-8 orang yang mengoperasikannya. Pengoperasian alat dogol dilakukan melalui proses persiapan, perjalanan menuju daerah penangkapan ikan, setting, soaking, hauling, dan perjalanan kembali ke tempat pendaratan ikan. Persiapan yang dilakukan nelayan adalah persiapan perbekalan, yaitu bahan makanan, es, dan bahan bakar berupa solar sebanyak 50-60 liter. Nelayan berangkat menuju daerah penangkapan ikan pada pukul 04.00 dan sampai di wilayah daerah penangkapan ikan dalam waktu 1,5-3 38

jam. Pengoperasian alat tangkap dogol dimulai dari fishing master mencari gerombolan ikan yang terdapat di wilayah tersebut. Proses pemasangan (setting) dogol dilakukan saat gerombolan ikan yang menjadi sasaran tangkap mulai terlihat, lalu dilakukan pengejaran terhadap ikan, setelah diperkirakan bahwa ikan dapat tertangkap maka jaring langsung diturunkan kedalam air mengelilingi gerombolan (schools) ikan. Sumber : Wawancara nelayan (2011) Gambar 15 Konstruksi dogol di Teluk Jakarta Penurunan jaring dilakukan mulai dari pelampung tanda, lalu tali selambar hingga badan jaring terendam setelah itu dilakukan penarikan (hauling) jaring. Lama waktu pemasangan jaring biasanya berkisar antara 15-20 menit sehingga bisa dilakukan 12 kali pemasangan (setting) di dalam satu trip penangkapan ikan. Kegiatan operasional dogol berakhir pada pukul 15.00 dan nelayan langsung kembali ke tempat pendaratan ikan pada pukul 16.00. 39

Pancing rawai Konstruksi alat tangkap pancing rawai yang dioperasikan di Muara Cilincing terdiri atas bagian main line, branch line, pemberat dan mata pancing. Secara lebih jelas konstruksi alat tangkap pancing rawai dapat dilihat pada Gambar 16. Unit penangkapan pancing rawai di Muara Cilincing beroperasi menggunakan perahu motor tempel dengan dimensi L x B x D yaitu 5 m x 1,2 m x 0,5 m. Perahu motor yang digunakan memiliki daya sebesar 5 PK dengan jumlah nelayan sekitar 1-2 orang yang mengoperasikannya. Sumber : Wawancara nelayan (2011) Gambar 16 Konstruksi pancing rawai di Teluk Jakarta Pengoperasian alat pancing rawai dilakukan melalui proses persiapan, perjalanan menuju daerah penangkapan ikan, setting, soaking, hauling, dan perjalanan kembali ke tempat pendaratan ikan. Persiapan yang dilakukan nelayan adalah perbekalan, yaitu bahan makanan dan bahan bakar berupa solar sebanyak 20-30 liter. Nelayan berangkat menuju daerah penangkapan ikan pada pukul 40

16.00 dan sampai di wilayah daerah penangkapan ikan dalam waktu 0,5-1 jam. Proses pemasangan (setting) pancing rawai dilakukan mulai dari menurunkan pelampung tanda, lalu main line baru kemudian branch line dan mata pancing, setelah setting biasanya nelayan kembali ke tempat pendaratan ikan dan membiarkan mata pancing terendam (soaked) selama beberapa jam baru kemudian dilakukan penarikan (hauling) mata pancing. Kegiatan operasional pancing rawai berakhir pada pukul 04.00 dan nelayan langsung kembali ke tempat pendaratan ikan pada pukul 05.00. 4.2.2 Nelayan Nelayan merupakan salah satu bagian dari unit penangkapan ikan yang memegang peranan penting dalam keberhasilan operasi penangkapan. Peranan tersebut didasarkan pada kemampuannya dalam mengoperasikan alat tangkap. Nelayan di Teluk Jakarta merupakan penduduk asli daerah tersebut, selain itu terdapat pula nelayan pendatang yang berasal dari Indramayu, Makassar, Klaten, dan Palabuhanratu. Jumlah nelayan di DKI Jakarta hingga tahun 2009 mencapai 18.947 orang yang terdiri dari 2.366 nelayan pemilik dan 16.581 nelayan pekerja. Dari total 18.947 orang nelayan, terdapat 10.268 nelayan lokal dan 8.678 nelayan pendatang. Jumlah nelayan di DKI Jakarta dari tahun 2005 ke tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah nelayan yang ada di DKI Jakarta selama tahun 2005-2009 Tahun Nelayan Lokal Nelayan pendatang Total Pemilik Pekerja Total Pemilik Pekerja Total Pemilik Pekerja Total 2005 3.140 11.877 15.017 1.028 6.875 8.903 5.168 18.752 23.820 2006 2.826 10.690 13.516 1.827 6.191 8.018 4.653 16.881 21.534 2007 2.441 9.586 12.027 1.662 5.545 7.207 4.103 15.131 19.234 2008 1.060 9.358 10.418 1.708 8.089 9.797 2.768 17.447 20.215 2009 1.123 9.145 10.268 1.243 7.436 8.679 2.366 16.581 18.947 Sumber : Suku Dinas Peternakan Perikanan Kelautan DKI Jakarta (2009) 41

4.2.3 Kapal penangkapan ikan Kapal penangkap ikan di Teluk Jakarta terbagi atas beberapa kategori antara lain perahu, perahu motor tempel dan kapal motor. Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Teluk Jakarta dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Jenis armada yang ada di DKI Jakarta selama tahun 2005-2009 Tahun Jenis Armada 2005 2006 2007 2008 2009 0-5 GT 451 406 430 460 435 5-10 GT 1.343 1.209 1.276 1.858 1.427 10-20 GT 615 554 659 430 210 20-30 GT 421 379 354 596 485 30-50 GT 45 39 34 51 108 >50 GT 726 653 760 564 450 Total 5.028 4.523 4.609 4.855 3.115 Sumber : Suku Dinas Peternakan Perikanan Kelautan DKI Jakarta (2009) 4.2.4 Musim penangkapan ikan Menurut Badan Pusat Statistik Administratif Kepulauan Seribu (2007), musim penangkapan sangat dipengaruhi oleh angin muson. Di Teluk Jakarta terjadi tiga musim penangkapan setiap tahunnya, yaitu musim barat, musim peralihan dan musim timur. Angin Musim Barat terjadi pada Bulan Desember sampai dengan Bulan Maret, pada musim barat intensitas curah hujan tinggi disertai dengan keadaan angin kencang dan ombak besar serta arus kuat. Hal tersebut menyebabkan pada Musim Barat sebagian besar nelayan memilih untuk tidak melaut terkait dengan faktor keamanan di laut sehingga produksi ikan mengalami penurunan, sehingga Musim Barat sering pula disebut musim paceklik. Musim peralihan terjadi dari Bulan April sampai dengan Bulan Mei. Kondisi perairan sangat tenang dengan kecepatan angin bervariasi, sehingga semua alat penangkapan ikan dapat dioperasikan dengan hasil yang cukup baik. Musim Timur berlangsung dari Bulan Juni sampai dengan Bulan September. Pada musim timur keadaan ombak relatif tenang serta angin tidak kencang sehingga 42

semua alat penangkapan ikan dapat dioperasikan dengan hasil yang optimal. Musim timur merupakan musim puncak produksi ikan. 4.2.5 Distribusi spasial daerah penangkapan ikan di Teluk Jakarta Bagan tancap tersebar di wilayah pesisir Muara Kamal hingga wilayah sebelum Pulau Untung Jawa (Gambar 17). Operasi penangkapan ikan menggunakan bagan kapal dilakukan di sepanjang wilayah dalam Teluk Jakarta mulai dari Muara Tanjung Pasir sampai Muara Gembong hingga wilayah luar Teluk Jakarta, seperti Pulau Untung Jawa sampai wilayah perairan sebelum Pulau Pari. Operasi penangkapan ikan menggunakan sero hanya dilakukan di sepanjang pesisir Muara Kamal. Pengoperasian jaring insang dilakukan di sepanjang wilayah dalam Teluk Jakarta mulai dari Muara Tanjung Pasir sampai Muara Gembong hingga wilayah luar Teluk Jakarta, seperti Pulau Untung Jawa sampai wilayah perairan sebelum Pulau Air. Operasi penangkapan ikan menggunakan payang dilakukan di wilayah perairan Teluk Jakarta hingga Pulau Damar. Operasi penangkapan ikan menggunakan dogol dilakukan di wilayah dalam Teluk Jakarta mulai dari Tanjung Priok hingga Muara Gembong. Pengoperasian alat penangkapan ikan pancing rawai dilakukan di sepanjang pesisir Muara Cilincing. Berdasarkan Gambar 17, daerah penangkapan ikan untuk alat tangkap bagan kapal, jaring insang, payang dan dogol bertumpuk, sehingga menyebabkan eksploitasi sumber daya ikan berlebihan di wilayah perairan tersebut. Indikator yang paling jelas terlihat dari kondisi itu ialah ukuran hasil tangkapan yang masih di bawah ukuran layak tangkap. Hal tersebut dapat memicu rusaknya keseimbangan ekosistem dan penurunan sumberdaya ikan. 43

Sumber : Modifikasi dari Wiryawan (2009) berdasarkan wawancara (2011) Gambar 17 Ilustrasi Peta Daerah Penangkapan Ikan di Teluk Jakarta 4.3 Hasil Tangkapan Komposisi ikan hasil tangkapan di Muara Kamal dan Muara Cilincing diperoleh pada musim paceklik. Muslim paceklik diwakili hasil tangkapan pada bulan Januari. Hasil tangkapan yang tertangkap ialah teri galer (Stolephorus sp.), belanak (Valamugil sp.), tembang (Sardinella sp.), kembung perempuan (Rastrelliger sp.), pepetek (Leiognathus sp.) dan kuniran (Upeneus sp.). Selain itu juga tertangkap ikan kurisi (Nemipterus sp.), kuro (Eleutheronema sp.) dan sembilang (Euristhmus sp.). Ikan teri galer (Stolephorus sp.) Panjang total maksimal ikan teri galer yang tertangkap yaitu sebesar 8,3 cm dengan panjang cagak 6,7 cm, sedangkan panjang total minimal ikan teri galer yang tertangkap sebesar 6 cm dengan panjang cagak 5,1 cm (Gambar 18). Gambar 17 menunjukkan hubungan positif antara panjang total dan panjang cagak ikan teri galer, pertambahan panjang total seiring dengan pertambahan panjang cagak. 44

Garis Lm (length at first maturity) pada Gambar 17 mempunyai nilai 8,4 cm. Hal ini menunjukkan ikan yang tertangkap memiliki ukuran yang belum layak tangkap. Ikan teri galer memiliki berat maksimal 3 gram dan berat minimal 2 gram (Gambar 19). Gambar 18 Panjang ikan teri galer hasil tangkapan bulan Januari 2011 Model persamaan regresi linier antara panjang dan berat yang menunjukkan hubungan antara panjang total dan berat ikan teri galer yaitu ln W = -2,393 + 1,652 ln L (R 2 =69,8%). Hubungan panjang dan berat dinyatakan dengan nilai a sebesar -2,393; b sebesar 1,652 dan koefisien determinasi R 2 sebesar 0,698 (Gambar 20). Berdasarkan persamaan tersebut didapat nilai b<3 yang artinya ikan teri galer yang tertangkap bersifat allometrik negatif, yaitu pertumbuhan panjang lebih cepat dari pertumbuhan bobotnya. 45

Gambar 19 Berat ikan teri galer hasil tangkapan bulan Januari 2011 Gambar 20 Hubungan panjang dan berat ikan teri galer Ikan Belanak (Valamugil sp.) Panjang total maksimal ikan belanak yang tertangkap yaitu 20,3 cm dengan panjang cagak 17,8 cm, sedangkan panjang total minimal ikan belanak yang tertangkap yaitu 15,5 cm dengan panjang cagak 13,3 cm (Gambar 21). Gambar 21 46

menunjukkan hubungan positif antara panjang total dan panjang cagak ikan belanak, pertambahan panjang total seiring dengan pertambahan panjang cagak. Garis Lm (Length at first maturity) pada Gambar 21 mempunyai nilai 40,0 cm. Hal ini menunjukkan ikan yang tertangkap memiliki ukuran yang belum layak tangkap. Ikan belanak memiliki berat maksimal 85 gram dan berat minimal 55 gram (Gambar 22). Gambar 21 Panjang ikan belanak hasil tangkapan bulan Januari 2011 Model persamaan regresi linier antara panjang dan berat yang menunjukkan hubungan antara panjang total dan berat ikan belanak yaitu ln W = -0,957 + 1,797 ln L (R 2 =78,9%). Hubungan panjang dan berat dinyatakan dengan nilai a sebesar -0,957; b sebesar 1,797 dan koefisien determinasi R 2 sebesar 0,789 (Gambar 23). Berdasarkan persamaan tersebut didapat nilai b<3 yang artinya ikan belanak yang tertangkap bersifat allometrik negatif, yaitu pertumbuhan panjang lebih cepat dari pertumbuhan bobotnya. 47

Gambar 22 Berat ikan belanak hasil tangkapan bulan Januari 2011 Gambar 23 Hubungan panjang dan berat ikan belanak Ikan tembang (Sardinella sp.) Panjang total maksimal ikan tembang yang tertangkap yaitu sebesar 13,8 cm dengan panjang cagak 11,5 cm, sedangkan panjang total minimal ikan tembang yang tertangkap yaitu sebesar 7,6 cm dengan panjang cagak 6,8 cm (Gambar 24). 48

Gambar 24 menunjukkan hubungan positif antara panjang total dan panjang cagak ikan tembang, pertambahan panjang total seiring dengan pertambahan panjang cagak. Garis Lm (Length at first maturity) pada Gambar 24 mempunyai nilai 15,0 cm. Hal ini menunjukkan ikan yang tertangkap memiliki ukuran yang belum layak tangkap. Ikan tembang memiliki berat maksimal 25 gram dan berat minimal 4 gram (Gambar 25). Model persamaan regresi linier antara panjang dan berat yang menunjukkan hubungan antara panjang total dan berat ikan tembang yaitu ln W = -5,769 + 3,393 ln L (R 2 =89,6%). Hubungan panjang dan berat dinyatakan dengan nilai a sebesar -5,769; b sebesar 3,393 dan koefisien determinasi R 2 sebesar 0,896 (Gambar 26). Berdasarkan persamaan tersebut didapat nilai b>3 yang artinya ikan tembang yang tertangkap bersifat allometrik positif, yaitu pertumbuhan bobot lebih cepat dari pertumbuhan panjangnya. Gambar 24 Panjang ikan tembang hasil tangkapan bulan Januari 2011 49

Gambar 25 Berat ikan tembang hasil tangkapan bulan Januari 2011. Gambar 26 Hubungan panjang dan berat ikan tembang Ikan kembung perempuan (Rastrelliger sp.) Panjang total maksimal ikan kembung perempuan yang tertangkap yaitu sebesar 15,5 cm dengan panjang cagak 14 cm, sedangkan panjang total minimal ikan kembung perempuan yang tertangkap yaitu sebesar 14,5 cm dengan panjang cagak 13 cm (Gambar 27). Gambar 27 menunjukkan hubungan positif antara 50

panjang total dan panjang cagak ikan kembung perempuan, pertambahan panjang total seiring dengan pertambahan panjang cagak. Garis Lm (length at first maturity) pada Gambar 27 mempunyai nilai 20,0 cm. Hal ini menunjukkan ikanikan yang tertangkap memiliki ukuran yang belum layak tangkap. Ikan kembung perempuan memiliki berat maksimal 50 gram dan berat minimal 40 gram (Gambar 28). Model persamaan regresi linier antara panjang dan berat yang menunjukkan hubungan antara panjang total dan berat ikan kembung perempuan yaitu ln W = - 4,299 + 2,998 ln L (R 2 =78,7%). Hubungan panjang dan berat dinyatakan dengan nilai a sebesar -4,299; b sebesar 2,998 dan koefisien determinasi R 2 sebesar 0,787 (Gambar 29). Berdasarkan persamaan tersebut didapat nilai b<3 yang artinya ikan kembung perempuan yang tertangkap bersifat allometrik negatif, yaitu pertumbuhan panjang lebih cepat dari pertumbuhan bobotnya. Gambar 27 Panjang ikan kembung perempuan hasil tangkapan bulan Januari 2011 51

Gambar 28 Berat ikan kembung perempuan hasil tangkapan bulan Januari 2011. Gambar 29 Hubungan panjang dan berat ikan kembung perempuan Ikan pepetek (Leiognathus sp.) Panjang total maksimal ikan pepetek yang tertangkap yaitu sebesar 14 cm dengan panjang cagak 12 cm, sedangkan panjang total minimal ikan pepetek yang tertangkap yaitu sebesar 6,8 cm dengan panjang cagak 5,6 cm (Gambar 30). 52

Gambar 30 menyatakan hubungan positif antara panjang total dan panjang cagak ikan pepetek, pertambahan panjang total seiring dengan pertambahan panjang cagak. Garis Lm (Length at first maturity) pada Gambar 30 mempunyai nilai 11,0 cm. Hal ini menunjukkan ikan yang tertangkap memiliki ukuran yang belum layak tangkap. Ikan pepetek memiliki berat maksimal 55 gram dan berat minimal 5 gram (Gambar 31). Model persamaan regresi linier antara panjang dan berat yang menunjukkan hubungan antara panjang total dan berat ikan pepetek yaitu ln W = 2,328+ 0,279 ln L (R 2 =4,0%). Hubungan panjang dan berat dinyatakan dengan nilai a sebesar 2,328; b sebesar 0,279 dan koefisien determinasi R 2 sebesar 0,04 (Gambar 32). Berdasarkan persamaan tersebut didapat nilai b<3 yang artinya ikan pepetek yang tertangkap bersifat allometrik negatif, yaitu pertumbuhan panjang lebih cepat dari pertumbuhan bobotnya. Gambar 30 Panjang ikan pepetek hasil tangkapan bulan Januari 2011 53

Gambar 31 Berat ikan pepetek hasil tangkapan bulan Januari 2011 Gambar 32 Hubungan panjang dan berat ikan pepetek Ikan Kuniran (Upeneus sp.) Panjang total maksimal ikan kuniran yang tertangkap yaitu sebesar 21 cm dengan panjang cagak 18 cm, sedangkan panjang total minimal ikan yang 54

tertangkap yaitu sebesar 18 cm dengan panjang cagak 15 cm (Gambar 33). Gambar 33 menunjukkan hubungan positif antara panjang total dan panjang cagak ikan kuniran, pertambahan panjang total seiring dengan pertambahan panjang cagak. Garis Lm (Length at first maturity) pada Gambar 33 mempunyai nilai 20,0 cm. Hal ini menunjukkan ikan yang tertangkap memiliki ukuran yang sudah layak tangkap. Ikan kuniran memiliki berat maksimal 120 gram dan berat minimal 75 gram (Gambar 34). Model persamaan regresi linier antara panjang dan berat yang menunjukkan hubungan antara panjang total dan berat ikan kuniran yaitu ln W = - 3,788 + 2,814 ln L (R 2 =88,9%). Hubungan panjang dan berat dinyatakan dengan nilai a sebesar - 3,788; b sebesar 2,814 dan koefisien determinasi R 2 sebesar 0,889 (Gambar 35). Berdasarkan persamaan tersebut didapat nilai b<3 yang artinya ikan kuniran yang tertangkap bersifat allometrik negatif, yaitu pertumbuhan panjang lebih cepat dari pertumbuhan bobotnya. Gambar 33 Panjang ikan kuniran hasil tangkapan bulan Januari 2011 55

Gambar 34 Berat ikan kuniran hasil tangkapan bulan Januari 2011 Gambar 35 Hubungan panjang dan berat ikan kuniran Ikan Kurisi (Nemipterus sp.) Panjang total maksimal ikan kurisi yang tertangkap yaitu sebesar 21 cm dengan panjang cagak 18 cm, sedangkan panjang total minimal ikan kurisi yang tertangkap yaitu sebesar 18 cm dengan panjang cagak 14,8 cm (Gambar 36). Gambar 36 menunjukkan hubungan positif antara panjang total dan panjang cagak 56

ikan kurisi, pertambahan panjang total seiring dengan pertambahan panjang cagak. Garis Lm (length at first maturity) pada Gambar 36 mempunyai nilai 14,0 cm. Hal ini menunjukkan ikan yang tertangkap memiliki ukuran yang sudah layak tangkap. Ikan kurisi memiliki berat maksimal 110 gram dan berat minimal 85 gram (Gambar 37). Model persamaan regresi linier antara panjang dan berat yang menunjukkan hubungan antara panjang total dan berat ikan kurisi yaitu ln W = 0,264 + 1,461 ln L (R 2 =78,5%). Hubungan panjang dan berat dinyatakan dengan nilai a sebesar 0,264; b sebesar 1,461 dan koefisien determinasi R 2 sebesar 0,785 (Gambar 38). Berdasarkan persamaan tersebut didapat nilai b<3 yang artinya ikan kurisi yang tertangkap bersifat allometrik negatif, yaitu pertumbuhan panjang lebih cepat dari pertumbuhan bobotnya. Gambar 36 Panjang ikan kurisi hasil tangkapan bulan Januari 2011 57

Gambar 37 Berat ikan kurisi hasil tangkapan bulan Januari 2011 Gambar 38 Hubungan panjang dan berat ikan kurisi Ikan Kuro (Eleutheronema sp.) Panjang total maksimal ikan kuro yang tertangkap yaitu sebesar 37 cm dengan panjang cagak 31,5 cm, sedangkan panjang total minimal ikan yang tertangkap yaitu sebesar 30 cm dengan panjang cagak 26 cm (Gambar 39). 58

Gambar 39 menunjukkan hubungan positif antara panjang total dan panjang cagak ikan kuro, pertambahan panjang total seiring dengan pertambahan panjang cagak. Garis Lm (Length at first maturity) pada Gambar 39 mempunyai nilai 50,0 cm. Hal ini menunjukkan ikan yang tertangkap memiliki ukuran yang belum layak tangkap. Ikan kuro memiliki berat maksimal 450 gram dan berat minimal 200 gram (Gambar 40). Model persamaan regresi linier antara panjang dan berat yang menunjukkan hubungan antara panjang total dan berat ikan kuro yaitu ln W = - 3,23 + 2,568 ln L (R 2 =74,9%). Hubungan panjang dan berat dinyatakan dengan nilai a sebesar - 3,23; b sebesar 2,568 dan koefisien determinasi R 2 sebesar 0,749 (Gambar 41). Berdasarkan persamaan tersebut didapat nilai b<3 yang artinya ikan kuro yang tertangkap bersifat allometrik negatif, yaitu pertumbuhan panjang lebih cepat dari pertumbuhan bobotnya. Gambar 39 Panjang ikan kuro hasil tangkapan bulan Januari 2011 59

Gambar 40 Berat ikan kuro hasil tangkapan bulan Januari 2011 Gambar 41 Hubungan panjang dan berat ikan kuro Ikan Sembilang (Euristhmus sp.) Panjang total maksimal ikan sembilang yang tertangkap yaitu sebesar 43 cm dengan panjang cagak 41,6 cm, sedangkan panjang total minimal ikan sembilang yang tertangkap yaitu sebesar 37,8 cm dengan panjang cagak 35,2 cm (Gambar 42). Gambar 42 menunjukkan hubungan positif antara panjang total dan panjang 60

cagak, pertambahan panjang total seiring dengan pertambahan panjang cagak. Garis Lm (Length at first maturity) pada Gambar 42 mempunyai nilai 35,0 cm. Hal ini menunjukkan ikan yang tertangkap memiliki ukuran yang sudah layak tangkap. Ikan sembilang memiliki berat maksimal 380 gram dan berat minimal 290 gram (Gambar 43). Gambar 44 menunjukkan bahwa model persamaan regresi linier antara panjang dan berat yang menunjukkan hubungan antara panjang total dan berat ikan sembilang yaitu ln W = - 5,873 + 3,168 ln L (R 2 =90,3%), dapat dilihat bahwa hubungan panjang dan berat dinyatakan dengan nilai a sebesar -5,873; b sebesar 3,168 dan koefisien determinasi R 2 sebesar 0,903. Berdasarkan persamaan tersebut didapat nilai b>3 yang artinya ikan sembilang yang tertangkap bersifat allometrik positif, yaitu pertumbuhan bobot lebih cepat dari pertumbuhan panjangnya. Gambar 42 Panjang ikan sembilang hasil tangkapan bulan Januari 2011 61

Gambar 43 Berat ikan sembilang hasil tangkapan bulan Januari 2011 Gambar 44 Hubungan panjang dan berat ikan sembilang 4.4 Karakteristik Hasil Tangkapan Berdasarkan Tingkat Trofik Hasil tangkapan nelayan yang didaratkan di Muara Kamal dan Muara Cilincing dengan menggunakan alat tangkap bagan kapal, bagan tancap, jaring insang, sero, payang, dogol dan pancing rawai berdasarkan tingkatan trofik dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan nilai tingkat trofik dari Froese and Pauly 62

(2010) serta Stergio et al. (2007), maka hasil tangkapan didominasi oleh ikan dari golongan tingkat trofik 3 (TL3). Semua alat tangkap dari Muara Kamal dan Muara Cilincing yang beroperasi di Teluk Jakarta tidak menangkap seluruh ikan dari semua golongan tingkatan trofik (Tabel 4). Hanya dogol dan payang yang menangkap ikan hampir dari semua golongan tingkatan trofik. Ikan hasil tangkapan terbanyak dari golongan tingkat trofik 3 sebesar 54,17% dan tingkat trofik 2 sebesar 33,33% (Gambar 45). Ikan yang paling sedikit tertangkap ialah ikan dari golongan tingkat trofik 4 sebesar 4,17%. Tabel 4 Jenis dan tingkat trofik ikan hasil tangkapan nelayan menurut alat tangkap di Muara Kamal dan Muara Cilincing Nama Ikan Tingkat Trofik* Bagan Kapal Gillnet Bagan Tancap Alat Tangkap Sero Payang Dogol Pancing Rawai Teri Galer 2,76 V X V X X V X TL2 Belanak 2,32 X X X V X X X TL2 Tembang 3,13 V V V V V X X TL3 Kembung Banjar 2,72 V V X X V X X TL2 Pepetek 3,22 V V V V V X X TL3 Kurisi 3,77 X X X X X V X TL4 Kuniran 3,16 X X X X X V X TL3 Kuro 4,35 X X X X V X V TL5 Sembilang 3,11 X X X X X V V TL3 Jumlah Jenis Ikan 4 3 3 3 4 4 2 Selang Tingkat Trofik 2,72-3,22 2,72-3,22 2,76-3,22 2,32-3,22 2,72-4,35 2,76-3,77 3,11 - Keterangan: V = dapat ditangkap X = tidak ditangkap *Klasifikasi menurut Froese dan Pauly, (2010) ** Klasifikasi menurut Stergio et al. (2007): TL2 (2,1 2,9) = omnivora yang cenderung pemakan tumbuhan TL3(3,0 3,7) = omnivora yang cenderung pemakan hewan (zooplankton) TL4 (3,8 4,0) = carnivora yang menyukai decapoda dan ikan TL5 (4,1 4,5) = carnivora yang cenderung pemakan ikan dan cephalopoda 4,35 Keterangan** 63

Gambar 45 Komposisi tingkat trofik hasil tangkapan 4.5 Indikator Dampak Penangkapan Ikan Terhadap Tingkat Trofik Hasil Tangkapan ikan di Teluk Jakarta Dampak penggunaan berbagai alat penangkapan ikan terhadap keseimbangan hasil tangkapan di Teluk Jakarta dilihat dari korelasi antara berbagai alat tangkap dan tingkat trofik hasil tangkapan pada Tabel 4. Hal ini menunjukkan bahwa dua jenis ikan dari golongan TL yang berbeda dapat tertangkap oleh alat tangkap yang sama. Selain itu indikator dampak penangkapan ikan biasanya terlihat pada menurunnya ukuran panjang rata-rata dan berat ikan (Tabel 5). Sebagian besar hasil tangkapan utama nelayan berada di bawah ukuran standar tangkap menurut indikator ukuran rata-rata ikan matang gonad. Dilihat dari nilai konstanta b, ikan yang tertangkap bersifat allometrik negatif, yaitu pertumbuhan panjang lebih cepat dari pertumbuhan bobotnya, yaitu ikan teri galer, belanak, kembung perempuan, pepetek, kurisi, kuniran dan kuro, hanya ikan sembilang dan tembang yang bersifat allometrik positif, yaitu pertumbuhan bobot lebih cepat dari pertumbuhan panjangnya. Berdasarkan hal tersebut kondisi perairan kurang mendukung untuk pertumbuhan ikan tersebut di Teluk Jakarta. Pembagian zonasi daerah penangkapan ikan di Teluk Jakarta sebetulnya sudah ada tetapi para nelayan tidak mengindahkannya karena tidak adanya pengawasan yang ketat dari pihak yang terkait dalam permasalahan zonasi tersebut sehingga daerah penangkapan ikan antar alat tangkap menjadi tumpang tindih menyebabkan populasi ikan menyebar tidak merata. 64

Pada hasil penelitian ukuran ikan yang sudah layak tangkap berdasarkan nilai Lm (length at first maturity) hanya terdapat pada ikan kurisi, kuniran, dan sembilang, sedangkan ikan yang belum layak tangkap yaitu, teri galer, belanak, kembung banjar, tembang,pepetek, kuro. Dalam jangka panjang, hal ini berpotensi mengganggu keberlanjutan sumberdaya ikan di lokasi studi. Menurut Saputra (2009), ukuran rata-rata ikan dewasa penting diketahui karena dapat digunakan untuk menyusun suatu konsep pengelolaan sumberdaya ikan. Seharusnya jumlah tangkapan dari alat penangkapan ikan menurun setiap kenaikan tingkat trofik. Tetapi pada penelitian menunjukkan dominannya ikan hasil tangkapan dari golongan TL3 menyebabkan struktur tingkat trofik hasil tangkapan menjadi tidak seimbang, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 46. Tabel 5 Hasil pengukuran rataan dan standar deviasi panjang, berat ikan hasil tangkapan dan length at first maturity ikan di Muara Kamal dan Muara Cilincing length at Nilai first No Jenis Ikan Panjang (cm) Berat (gram) Konstanta maturity b (cm) 1 Teri galer 7,36 ± 0,77 2,5 ± 0,527 8,4 1,652 2 Belanak 17,08 ± 1,35 63,5 ± 10,270 40,0 1,797 3 Tembang 11,6 ± 2,19 14,9 ± 8,950 15,0 3,393 4 Kembung Banjar 14,9 ± 0,35 45,6 ± 3,510 20,0 2,998 5 Pepetek 9,23 ± 3,62 24,6 ± 16,11 11,0 0,279 6 Kurisi 19,42 ± 1,18 99,6 ± 9,690 14,0 1,461 7 Kuniran 19,53 ± 1,06 98,0 ± 15,67 20,0 2,814 8 Kuro 33,02 ± 2,41 319,0 ± 65,40 50,0 2,568 9 Sembilang 39,72 ± 1,46 329,0 ± 39,00 35,0 3,168 65

Gambar 46 Ilustrasi struktur tingkat trofik yang tidak seimbang di Teluk Jakarta Perubahan struktur tingkat trofik terlihat jelas pada Gambar 46. Ikan yang paling banyak ditangkap oleh nelayan adalah ikan pada TL3 dengan hasil tangkapan 54,17%. Analisis ini dilakukan terhadap hasil tangkapan dengan asumsi stok ikan pada semua tingkat trofik tersedia secara proporsional, sementara itu pada daerah penangkapan ikan di Teluk Jakarta bagian dalam ketersediaan ikan karnivora seperti pada tingkat trofik 4 dan 5 juga sudah terbatas. Dampak pada perubahan keseimbangan ekologis sumberdaya ikan di perairan Teluk Jakarta terlihat dari piramida tingkat trofik, berbada bentuk dari piramida ideal menjadi piramida asimetris. Penelitian ini dapat menggambarkan status terkini pemanfaatan sumberdaya ikan di lokasi studi berdasarkan alat tangkap dan hasil tangkapan dominan yang diperoleh termasuk fungsinya secara ekologis. Oleh karena itu, pengelolaan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan sebaiknya mengacu pada sistem pemanfaatan sumberdaya perikanan yang ramah terhadap lingkungan, serta memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif aktivitas penangkapan ikan adalah penggunaan jenis alat tangkap ramah lingkungan. Contohnya seperti alat tangkap dengan bahan degradable, sehingga aktivitas penangkapan ikan dapat dilakukan secara berkesinambungan dan mengembalikan keseimbangan tingkat trofik di ekosistem. 66