BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perkalian menurut Ig Sumarno dan Sukahar (1997:44) adalah. Penjumlahan Berulang, Pembagian menurut Suripto dan Joko Sugiarto

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. dan saluran atau media (Sardiman A.M., 2001: 7). Multimedia interaktif

MENGAPA PERLU PEMBELAJARAN TEMATIK?

KARAKTERISTIK SISWA SD KELAS RENDAH DAN PEMBELAJARANNYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah. Menurut Arsyad (2007:1), belajar adalah suatu proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu proses terjadinya peristiwa. Menurut Rusminiati (2007: 2) metode

BAB I PENDAHULUAN. adalah sumber daya manusia indonesia yang memiliki kekuatan spiritual,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penerima pesan. Lingkungan pembelajaran yang baik ialah lingkungan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK SD KELAS I-III

BAB II Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan pemberian stimulus-stimulus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengetahuan dan kecakapan. Menurut Wina Sanjaya (2006:113) belajar. di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK SISWA SD KELAS AWAL

MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI CHAPTER 4 TAKSONOMI VARIABEL DAN POLA-POLA INSTRUKSIONAL PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. belajar apabila dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku dan tidak tahu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maulana Malik Ibrohim, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses belajar mengajar siswa lebih efektif dan efisien.

I. PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan telah dilakukan oleh pemerintah secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori 2.1.1Pengertian Belajar Menurut Slameto (2003:2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang diharapkan. Sadar pentingnya ketrampilan proses sains pada anak akan semakin

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II PENGGUNAAN MEDIA PADA PEMBELAJARAN MENERAPKAN DASAR-DASAR ELEKTRONIKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. interaksi antara guru dan siswa (Johnson dan Smith di dalam Lie, 2004: 5).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Penggunaan Media Kartu (Flash Card) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Konsep Mutasi bagi Peserta Didik Kelas XII

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL INQUIRY PADA MATA PELAJARAN IPA

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang perlu segera direalisasikan. Hal tersebut dilakukan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Kelas IV SDN Lariang Melalui Metode Demonstrasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

Meningkatkan Prestasi Belajar IPA melalui Penggunaan Media Gambar pada Kelas IV SDN Majene

`BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pembelajaran, dan hasil belajar yang dicapai siswa sangat dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Agar tidak tertinggal dan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

II. KAJIAN PUSTAKA. atau bentuk fisik dan suatu arti/pengertian yang dijelaskan. Bentuk fisik

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup hal pengertian belajar, hakikat kegiatan belajar mengajar, dan hakikat IPA.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR FISIKA MELALUI PEMANFAATAN MEDIA DIAGRAM ALIR KALOR BAGI SISWA KELAS SEPULUH SATU SMA 4 KOTA TEGAL 1

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting dalam menyiapkan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pesan (Sadiman, 2002: 6). Secara umum alat peraga pembelajaran dalam

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. menggunakan metode yang menarik dan bervariasi dalam mengajar. Bahri (dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... i KATA PENGANTAR REDAKSI... ii

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

pesar baik dari segi materi maupun kegunaannya. Tugas guru adalah membosankan. Jika hal ini dapat diwujudkan maka diharapkan di masa yang

Keterlibatan siswa baik secara fisik maupun mental merupakan bentuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB V SIMPULAN, DISKUSI & SARAN. Mengacu pada hasil analisis data yang telah dilakukan, maka dapat

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar Proses belajar mengajar sebagai suatu sistem yang terdiri dari komponen guru atau instruktur, siswa, serta lingkungan belajar yang saling berinteraksi satu sama lain dalam usaha mencapai tujuan sistem tersebut. Dalam Ratna Wilis Dahar, penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan (Gagne: 1988). Menurut Gagne, ada lima kemampuan. Kemampuan pertama disebut keterampilan intelektual karena keterampilan itu merupakan penampilan yang ditunjukkan oleh siswa tentang operasi intelektual yang dapat dilakukannya. Kemampuan kedua meliputi penggunaan strategi kognitif karena siswa perlu menunjukkan penampilan yang kompleks dalam situasi baru, di mana diberikan sedikit bimbingan dalam memilih dan menerapkan aturan dan konsep yang telah dipelajari sebelumnya. Kemampuan ketiga berhubungan dengan sikap atau mungkin sekumpulan sikap yang dapat ditunjukkan oleh perilaku yang mencerminkan pilihan tindakan terhadap kegiatankegiatan sains. Kemampuan keempat pada hasil belajar Gagne ialah informasi verbal, dan yang terakhir keterampilan motorik. Guru menyajikan bermacam-macam informasi yang harus dipelajari oleh siswa, siswa diharapkan dapat menerima dan mengolah informasi ini menjadi bentuk yang dapat disimpan di dalam ingatannya dan memakainya kembali atau memindahkannya ke dalam situasi lain apabila diperlukan. Kemampuan siswa untuk menerima dan mengolah informasi tersebut sangat bervariasi, siswa tidak mungkin dapat menerima serta mempelajari semua informasi yang ada, dia akan menyeleksi sesuai dengan kemampuan dan karakteristiknya. Keberhasilan dalam mempelajari sesuatu banyak dipengaruhi oleh bagaimana cara siswa mempelajari dan apa karakteristik materi atau bidang yang sedang dipelajari itu. Hasil dari proses belajar disebut sebagai hasil belajar yang dapat dilihat dan diukur. 7

8 Keberhasilan seseorang di dalam mengikuti satuan program pengajaran pada satu jenjang pendidikan tertentu dapat dilihat dari hasil belajarnya dalam program tersebut. Bloom, (1976: 76) membagi hasil belajar ke dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Oleh sebab itu penilaian hasil belajar merupakan proses pembelajaran akhir. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan dalam mempelajari sesuatu banyak dipengaruhi oleh bagaimana cara siswa mempelajari dan apa karakteristik materi atau bidang yang sedang dipelajari itu. Penampilanpenampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan. Kemampuan ada lima yaitu keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, informasi verbal, dan keterampilan motorik. Hasil belajar dibagi ke dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengetian yang lebih luas mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Untuk itu dalam penelitian ini selanjutnya untuk mengukur hasil belajar IPA digunakan alat ukur berupa tes. 2.1.2. Pembelajaran IPA di SD Dalam Fenty Anggita Rohma. 2011. Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Selain itu IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk dan sebagai prosedur (Marsetio Donoseputro, 1990: 6). Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau diluar sekolah, ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau disiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu lazim disebut metode imliah.

9 Merujuk kepada hakikat IPA, maka nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain; a. Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkahlangkah metode ilmiah. b. Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alat-alat eksperimen untuk menyelesaikan masalah. c. Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah, baik dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan. Sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan, maka pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan sebagai berikut: a) Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap. b) Menanamkan sikap hidup ilmiah. c) Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan. d) Mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuwan penemunya. e) Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan. Dengan demikian, proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori, dan sikap ilmiah yang pada akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. 2.1.3. Media Realia Dalam Fenty Anggita Rohma. 2011. Kajian psikologis menyatakan bahwa anak akan lebih mudah mempelajari hal yang konkrit dibandingkan hal yang abstrak. Berkaitan dengan kontinum konkrit abstrak dan kaitannya dengan penggunaan media pembelajaran, ada beberapa pendapat menurut beberapa ahli (dalam Lies Malaiati, 2010: 21). Pertama, Jerome Bruner bahwa dalam proses pembelajaran hendaknya menggunakan urutan dari belajar dengan gambaran atau film (iconic representation of experiment) kemudian ke belajar dengan simbol,

10 yaitu menggunakan kata-kata (symbolik representation). Hal ini juga berlaku tidak hanya untuk anak tetapi juga untuk orang dewasa. Kedua, Charles F. Haban, mengemukakan bahwa sebenarnya nilai dari media terletak pada tingkat realistiknya dalam proses penanaman konsep, ia membuat jenjang berbagai jenis media mulai yang paling nyata ke yang paling abstrak. Ketiga, Edgar Dale, membuat jenjang konkrit-abstrak dengan dimulai dari siswa yang berpartisipasi dalam pengalaman nyata, kemudian menuju siswa sebagai pengamat kejadian nyata, dilanjutkan ke siswa sebagai pengamat terhadap kejadian yang disajikan dengan simbol. Jenjang konkrit-abstrak ini ditunjukkan dengan bagan dalam bentuk kerucut pengalaman (cone of experiment). Dalam menentukan jenjang konkrit ke abstrak antara Edgar Dale dan Bruner pada diagram jika disejajarkan ada persamaannya, namun antara keduanya sebenarnya terdapat perbedaan konsep. Dale menekankan siswa sebagai pengamat kejadian sehingga menekankan stimulus yang dapat diamati, Bruner menekankan pada proses operasi mental siswa pada saat mengamati obyek. Media realia merupakan media yang ditampilkan berupa benda nyatanya. Penggunaan media realia lebih memudahkan peserta didik (penerima pesan) untuk memahami apa yang diajarkan. Akan tetapi sebenarnya suatu benda asli merupakan benda yang paling tepat guna, dibandingkan tiruannya. (Latuheru, 1988:52). Media pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi nyata atau merupakan benda nyata akan memberikan pengalaman tersendiri bagi peserta didik yang tidak akan mudah dilupakan. Dengan melihat sendiri benda nyatanya maka diharapkan peserta didik akan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata dan bukan hanya secara teori yang dipahaminya, namun benda sendiri hanya dilihat melalui gambar. Sebagai ilustrasi seorang pilot yang diberikan pembelajaran praktek langsung dengan yang hanya diberikan teori dan melihat gambarnya, tentunya akan mampu dilihat hasilnya. Seorang pilot yang sudah terbiasa praktek langsung akan lebih terampil dalam menjalankan pesawatnya.

11 Mereka akan belajar lebih banyak tentang binatang serangga yang dikumpulkan dari hasil perjalanan karya wisata, dibandingkan dengan melihat difilm strip mengenai kehidupan binatang tersebut. (Sudjana, dan Rival, 1990: 196). Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia secara obyektif, bergeser dari suatu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) Mempergunakan hubungan sebab-akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat. Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut. (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah, CV. Timur Putra Mandiri, 2006). Kecenderungan belajar anak usia SD memiliki tiga ciri, yaitu: a. Konkret Konkret mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkret yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak-atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan. b. Integratif Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal yang umum ke bagian yang khusus.

12 c. Hierarkis Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, cakupan keluasan, dan kedalaman materi. Menggunakan media realia tidak selalu tepat dan baik, karena terkadang terhambat dengan biaya, dan benda aslinya. Sebagai contoh untuk menunjukkan bentuk bumi, tentunya akan merasa kesulitan apabila tanpa adanya bantuan media lainnya seperti media gambar (globe). Penggunaan media realia merupakan alat peraga yang paling tepat karena peserta didik dapat langsung mengamati benda aslinya. Dalam penggunaan media realia ini terdapat kelebihan dan keterbatasan. Diantara kelebihan-kelebihan yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Dapat memperlihatkan seluruh atau sebagian besar rangsangan yang relevan dari kerja, dengan biaya yang sedikit. b. Dapat memberikan kesempatan yang semaksimal mungkin pada siswa untuk melaksanakan tugas-tugas nyata, atau tuga-tugas simulasi dan mengurangi transfer belajar. c. Memudahkan pengukuran penampilan siswa, bila ketangkasan fisik atau ketrampilan koordinasi diperlukan dalam pekerjaan. d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengalami dan melatih ketrampilan manipulatif mereka dengan menggunakan indera peraba. Dari kelebihan-kelebihan penggunaan media realia, ada keterbatasan-keterbatasan penggunaan media tersebut, yaitu: a. Tidak selalu memberikan gambaran dari objek yang sebenarnya, seperti pembesaran, pemotongan, dan gambar bagian demi bagian, sehingga pengajaran harus didukung dengan media lain. b. Seringkali dapat menimbulkan bahaya bagi siswa atau orang lain dalam lingkungan kerja. c. Mahal, karena biaya yang diperlukan untuk peralatan tidak sedikit.

13 d. Seringkali sulit mendapatkan tenaga ahli untuk menangani latihan kerja, mengambil tenaga ahli dari pekerjaannya untuk melatih yang lain dapat menurunkan produktivitasnya. Setiap media yang digunakan dalam pembelajaran akan mencapai keberhasilan apabila sesuai dengan materi yang tepat. Media realia mempunyai kelebihan dan keterbatasan, namun apabila disesuaikan dengan materi yang akan digunakan maka dapat mengurangi keterbatasan yang terjadi. Pendidikan IPA adalah lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan fakta. IPA merupakan kumpulan pengetahuan dan juga proses. Pembelajaran IPA di sekolah di harapkan memberi berbagai pengalaman pada anak yang mengijinkan mereka melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan (Agus. S, 2003: 11). Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang terdapat di alam, baik itu zat yang terkandung atau gejala yang terdapat di alam. IPA merupakan pengetahuan mempunyai kebenaran melalui metode ilmiah baik secara induktif ataupun deduktif. Dari beberapa pendapat tentang media realia, dapat disimpulkan bahwa media realia adalah media yang ditampilkan merupakan benda nyatanya. Nilai dari media terletak pada tingkat realistiknya dalam proses penanaman konsep, serta membuat jenjang berbagai jenis media mulai yang paling nyata ke yang paling abstrak. Membuat jenjang konkrit-abstrak dengan dimulai dari siswa yang berpartisipasi dalam pengalaman nyata, kemudian menuju siswa sebagai pengamat kejadian nyata, dilanjutkan ke siswa sebagai pengamat terhadap kejadian yang disajikan dengan simbol. 2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Fenty Anggita Rohma. 2011. Dalam penelitiannya yaitu Pengaruh positif dan signifikan media realia pada mata pelajaran IPA terhadap hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Ngawen Kecamatan Wedung Kabupaten Demak Tahun Pelajaran 2010/2011. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dibahas pada bab IV dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan media

14 realia pada mata pelajaran IPA terhadap hasil belajar siswa kelas V SD N Ngawen Kecamatan Wedung Kabupaten Demak Tahun Pelajaran 2010/2011. Ami Sulistyowati. 2010. Dalam penelitiannya Studi Komparatif Tentang Efektivitas Media Pembelajaran Realia Dan Flash Cards Dalam Proses Belajar Mengajar Vocabulary Bagi Siswa Kelas IV SD Negeri Brebes Tahun Pelajaran 2009/2010. Menyimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan dalam penguasaan vocabulary antara siswa yang diajar menggunakan media pembelajaran realia dengan siswa yang diajar menggunakan media pembelajaran flash card pada siswa SD N Brebes. Johar Makmun, 2007 dalam penelitiannya Studi Komparasi Penggunaan Media Realia Dan Media Grafis Bidang Diklat Menggambar Teknik Dalam Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Ranah Kognitif. Menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang positif dan signifikan antara kelompok siswa yang menggunakan media realia dengan kelompok siswa yang menggunakan media grafis terhadap peningkatan prestasi belajar siswa dalam ranah kognitif. 2.3. Kerangka Berpikir Penggunakan media yang menarik dan nyata dalam pembelajaran diduga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Ketepatan pemilihan dan penggunaan media dalam pembelajaran IPA akan berpengaruh terhadap kelancaran proses pembelajaran IPA. Untuk itu penggunaan media pembelajaran akan membantu siswa dalam mencapai tujuan yang telah direncanakan dan membantu guru untuk menyampaikan materi pelajaran. Dibawah ini adalah bagan kerangka berpikir, sebagai berikut:

15 KONDISI AWAL Guru: Belum menggunakan Media Realia Siswa: Banyak siswa yang mendapat nilai di bawah KKM TINDAKAN Menggunakan Media Realia Siklus I Menggunakan Media Realia Siklus II Menggunakan Media Realia KONDISI AKHIR Diduga Penggunaan Media Realia dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V di SD Negeri Salatiga 03 Semester II Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga pada mata pelajaran IPA. Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir 2.4. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Melalui Media Realia dapat Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri Salatiga 03 Semester II Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Tahun Ajaran 2011/ 2012.