BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau remaja awal (Monks, 2006). Masa pra pubertas ini memiliki banyak potensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa di sekitarnya. Ironisnya kasus kekerasan seksual sulit diidentifikasi karena

BAB I PENDAHULUAN. Ruben (2006 : 17) berpendapat komunikasi manusia adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindakan kekerasan merupakan tindakan yang. melanggar hak asasi manusia dan di Indonesia kejadian

2015 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN SEKSUAL UNTUK ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kekerasan seksual anak (KSA) adalah masalah kesehatan masyarakat

BAB I PENGANTAR. A. Latar belakang. Negara Indonesia adalah Negara yang menjunjung tinggi penegakan hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupannya. Sehat sendiri perlu didasari oleh suatu perilaku, yaitu perilaku

BAB I PENDAHULUAN. merupakan generasi penerus bangsa (Suharto, 2015). Kehidupan anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah negara kepulauan yang didiami oleh 222,6 juta jiwa, yang menjadikan

GAMBARAN METODE SOSIALISASI SEKSUALITAS YANG DISAMPAIKAN OLEH IBU KEPADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI DESA CIKERUH LARAS AMBAR SARI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, Indonesia dihadapkan pada berbagai macam permasalahan, baik ekonomi, pendidikan, sosial maupun

BAB I. Pendahuluan. sebagian orang, internet merupakan suatu kebutuhan pokok yang tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

Namun dewasa ini terutama di Indonesia masih banyak hak anak yang belum terpenuhi, kesejahteraan mereka terlalaikan dan masih banyak anak yang

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia subur adalah mereka yang berumur dalam kisaran tahun baik telah

2015 PERSEPSI ALUMNI TERHADAP PELATIHAN MANAJEMEN KESEJAHTERAAN SOSIAL DI BBPPKS BANDUNG

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Kasus kekerasan seksual pada anak (KSA) semakin marak menjadi sorotan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN AUDIOVISUAL TENTANG HIV/AIDS TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA KELAS X SMK N 1 BANTUL NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kejahatan terhadap anak kerap kali terjadi di Indonesia. Kondisi ini begitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang rutin dilaksanakan puskesmas dengan mengontrol status PHBS di masyarakat

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: Venny Risca Ardiyantini

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan manifestasi dari besarnya sistem patriarkhi di mana laki-laki merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan fisik, perilaku, kognitif, biologis serta emosi (Efendi &

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : Asti Listyani PROGRAM

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TENTANG SEX EDUCATION

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beberapa masalah kesehatan yang sering terjadi pada remaja adalah

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Berdasarkan penelitian dan analisa yang telah penulis lakukan maka ada beberapa hal

Kata kunci: kekerasan seksual, CSA, tingkat pengetahuan, orang tua, media massa, sekolah dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan salah satu harapan bangsa demi kemajuan Negara, dengan

BAB I. PENDAHULUAAN. pada masa ini terjadi peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Batubara,

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengenai kekerasan seksual pada anak (KSA). Kekerasan seksual yang dialami oleh anakanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehamilan bisa menjadi dambaan tetapi juga musibah apabila kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terjadi dalam lingkungan kesehatan dunia, termasuk di Indonesia. Tobacco

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENANGANAN SINDROM PRA MENSTRUASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWI SMA NEGERI 2 SUKOHARJO SKRIPSI

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN SISWI KELAS I TENTANG DISMENOREA (Study kasus di SMP Negeri 2 dan MTs As-safi iyah Kayen) SKRIPSI

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latarbelakang. merokok merupakan faktor risiko dari berbagai macam penyakit, antara lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak dini sangat berpengaruh dalam kehidupan anak ketika mereka

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MENGENAI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA GURU DI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010

PENGARUH PENDIDIKAN SEKS TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS PRANIKAH DI SMA NEGERI RONGKOP GUNUNG KIDUL TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan di depan anak-anak apalagi untuk mengajarkannya kepada

PERBEDAAN EFEKTIVITAS METODE PEER EDUCATION DAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PENGETAHUAN DAN PERSEPSI REMAJA MENGENAI SEKS PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. serta proses-prosesnya, termasuk dalam hal ini adalah hak pria dan

GAMBARAN PENGETAHUAN GURU SEKOLAH DASAR MENGENAI TAHAPAN PERKEMBANGAN ANAK DALAM ASPEK FISIK, KOGNITIF, PSIKOSOSIAL, DAN SEKSUAL DI SD X

BAB I PENDAHULUAN. menarche sampai menopause. Permasalahan dalam kesehatan reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lampiran 1 Kuestioner Sikap Ibu terhadap Pendidikan Seks KUESTIONER SIKAP IBU TERHADAP PENDIDIKAN SEKS PADA PRAREMAJA USIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tahun. Gejala ini alamiah, karena merupakan tanda dan proses berhentinya masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa remaja banyak terjadi perubahan baik secara fisik

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA MENGENAI MASTURBASI DI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminatif. Sebaliknya, mereka bukanlah. manusiawi dari pihak siapapun atau pihak manapun.

BAB I PENDAHULUAN. ibu hamil itu sendiri dan orang-orang terdekatnya (Araujo, et.al., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fisik, biologis, psikologis dan sosial budaya (Sarwono, 2008). dan hormonal yang terjadi selama masa remaja awal.

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP SIKAP REMAJA PUTRI KELAS XI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI DI SMA NEGERI 1 TANGEN KAB.

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. kekerasan di Daerah Istimewa Yogyakarta serta mengidentifikasi faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terutama bagi perempuan dewasa, remaja, maupun anak anak. Kasus kekerasan seksual

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. merumuskan kesimpulan yang bersifat umum yaitu UPT P2TP2A berperan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomis. 1 Pengertian tersebut dapat diartikan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 237,6 juta jiwa, dan 26,67% diantaranya adalah remaja (Badan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kekerasan seksual telah menjadi isu kesehatan masyarakat karena

EFEKTIVITAS PELATIHAN PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (TKSM)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH INTERVENSI PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

SIKAP DAN TINDAKAN TENTANG MENSTRUAL HYGIENE PADA REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 9 YOGYAKARTA

ABSTRAK PERSEPSI APARATUR PEMERINTAH DESA TENTANG KEKERASAN TERHADAP ANAK DI DUSUN SRIMULYO I. (Evi Meriani, Berchah Pitoewas, Yunisca Nurmalisa)

BAB 1 PENDAHULUAN. bermain/oddler, masa usia prasekolah, usia sekolah, remaja sampai dewasa. Anak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Aspek biopsikososial higiene...irmatri Ariyani, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kasus kekerasan seksual terhadap wanita merupakan. salah satu bentuk kekerasan yang sebenarnya berat dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 4 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Walaupun telah ada undang-undang tentang perlindungan anak tersebut, namun pada kenyataannya jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak terus meningkat setiap tahun (Depdiknas, 2002). Lembaga Kesehatan dan Kesejahteraan Australia menjelaskan bahwa setiap tahun kasus pelecehan seksual pada anak terus mengalami kenaikan. Tahun 2008/2009 tercatat sekitar 3.735 anak mengalami pelecehan seksual, tahun 2009/2010 meningkat menjadi 4.155 kasus dan pada tahun 2010/2011 tercatat kasus pelecehan seksual mencapai 4.427 kasus baik terjadi pada anak laki-laki atau perempuan, tetapi faktor resiko terjadinya pelecehan seksual pada anak lebih mungkin terjadi pada anak perempuan (AIHW, 2012). Berdasarkan laporan dari Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (Komnas PA) pada tahun 2011 mencatat laporan sebanyak 2.426 kekerasan terhadap anak (58% kejahatan seksual), pada tahun 2012 terjadi 2.637 kekerasan terhadap anak (62% kejahatan seksual) dan pada tahun 2013 telah mencapai 3.339 kasus dengan kejahatan seksual sebesar 62%. Komisi Nasional Perlindungan Anak menyatakan tahun 2013 sebagai tahun siaga kejahatan seksual lantaran meningkatnya kasus kekerasan terutama dalam bentuk kekerasan seksual pada anak (Komnas PA, 2014). Kejahatan seksual yang dialami anak-anak mayoritas terjadi di lingkungan sosial anak seperti rumah, sekolah, panti, tempat kerja maupun di tengah komunitas mereka. Pelaku kejahatan seksual tersebut adalah orang yang seharusnya melindungi anak yaitu orang tua, pengajar, saudara, tetangga, bahkan oknum penegak hukum. Pelecehan seksual sering dilakukan oleh seseorang yang 1

2 dikenal oleh anak dan termasuk dalam keluarga mereka (Sanderson, 2004). Berdasarkan penelitian Zhang et al. (2013) kebanyakan anak tidak mampu mengenali pelaku kejahatan seksual, termasuk seseorang yang mereka percayai seperti pengasuh. Pusat sumber daya nasional kekerasan seksual menyatakan bahwa kasus pelecehan seksual pada anak dapat dicegah sesuai dengan tingkatan intervensi yang dilakukan. Pendidikan seksual pada anak merupakan intervensi yang termasuk dalam pencegahan primer yang dapat dilakukan untuk menghindari kasus pelecehan seksual pada anak (NSVRC, 2011). Pendidikan seksual bukan dalam arti memberikan informasi tentang hubungan seksual tetapi memberikan pemahaman kapada anak tentang kondisi tubuhnya, lawan jenisnya dan pemahaman untuk menghindarkan dari pelecehan seksual. Pendidikan seksual yang dimaksud adalah anak mengenal identitas diri dan keluarga, mengenal anggota tubuh serta dapat menyebutkan ciri-ciri anggota tubuh, karena banyak ditemui anak-anak usia prasekolah tidak mengetahui istilah yang benar untuk bagian tubuh genitalnya. Kenny and Wurtele (2013b) menerangkan bahwa hanya sedikit anak usia prasekolah yang mengetahui tentang istilah organ genital namun hampir semua anak prasekolah yang ditelitinya mengetahui istilah organ non-genitalnya. Selain hal tersebut, anak-anak yang tidak memiliki pengetahuan seksual lebih rentan terhadap kejadian pelecehan seksual. Beberapa pelaku pelecehan seksual akan menghindari anak-anak yang mengetahui istilah yang benar tentang alat kelaminnya karena hal tersebut menunjukkan bahwa anak tersebut telah diberikan pendidikan seksual (Elliott et al., 1995). Keterlibatan orang tua sangat penting dalam keberhasilan program pencegahan primer kekerasan seksual pada anak. Keterlibatan orang tua dalam pencegahan kekerasan seksual pada anak dilakukan untuk meningkatkan keterampilan perlindungan diri bagi anak (MacIntyre and Carr, 1999). Orang yang paling bertanggung jawab mengajarkan pendidikan seksual kepada anak di lingkungan rumah adalah orang tua. Dalam memberikan pendidikan seksual

3 komunikasi antara orang tua dengan anak sangat diperlukan (Sieswerda and Blekkenhorst, 2006). Upaya yang dilakukan pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap perlindungan kepada perempuan dan anak adalah menerbitkan Keputusan Gubernur DIY Nomor 199/Kep/2004 tentang Forum Penanganan Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (FPK2PA) Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan data dari Badan Pemberdayaan dan Perlindungan Masyarakat D. I. Yogyakarta, kasus kekerasan pada anak paling banyak terjadi yang ditangani FPK2PA adalah kasus kekerasan seksual (BPPM, 2013). Di Kabupaten Sleman telah mencatat bahwa kekerasan seksual pada anak merupakan tingkat kekerasan yang paling tinggi dibandingkan dengan jenis kekerasan lainnya. Salah satu upaya untuk mengurangi kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh UPT Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) adalah melakukan kegiatan sosialisasi pencegahan kekerasan seksual pada anak. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada tingkat kabupaten, kecamatan, desa dan padukuhan, tetapi dalam pelaksanaannya belum semua desa dan padukuhan di Kabupaten Sleman telah mendapatkan sosialisasi tersebut. Berdasarkan laporan UPT P2TP2A tersebut pada tahun 2014 telah menangani 20 kasus kekerasan seksual pada anak dalam bentuk kasus baru, ulangan dan rujukan, dari jumlah kasus tersebut tercatat Kecamatan Depok merupakan lokasi yang paling banyak terjadi kasus kekerasan seksual pada anak (P2TP2A, 2014). Dikalangan masyarakat masalah seks masih dianggap tabu untuk dibicarakan khususnya pada anak usia prasekolah (3 6 tahun), apalagi untuk mengajarkannya kepada anak. Hal tersebut sesuai dengan beberapa penelitian di China dan India yang menyatakan bahwa membahas masalah seksualitas dengan anak merupakan hal yang tabu sehingga jarang dibicarakan secara terbuka dan jarang diajarkan di sekolah (Lai, 2005, Nyarko et al., 2014). Salah satu faktor yang mempengaruhi pembicaraan mengenai seks tidak terbuka karena dianggap sebagai sesuatu yang porno dan sifatnya sangat pribadi sehingga tidak boleh diungkapkan kepada orang lain adalah faktor budaya yang

4 melarangnya (Kenny and Wurtele, 2013a). Perasaan ini masih ditambah pula dengan kurangnya rasa percaya diri orang tua dalam membahas isu-isu yang berhubungan dengan seks dan perasaan malu sehingga dianggap sebagai penghalang dan penghambat dalam melakukan komunikasi dengan anak (Walker and Milton, 2006). Selain hal tersebut faktor yang menyebabkan orang tua terutama ibu sebagai pendidik utama di lingkungan keluarga, tidak mau berbicara tentang pendidikan seks kepada anak karena beberapa orang tua takut membahas konsep pencegahan pelecehan seksual dapat menyebabkan anak mengetahui terlalu banyak tentang seks (Chen et al., 2007). Alasan lain yang juga menyebabkan hambatan dalam pembicaraan mengenai seks adalah karena ibu tidak mempunyai pengetahuan baik dan keterampilan yang memadai tentang seks. Lai (2005) mengatakan orang tua perlu mendapatkan pengetahuan tentang seks melalui seminar atau lokakarya. Upaya yang ditempuh untuk meningkatkan pengetahuan seseorang atau masyarakat tentang kesehatan dapat dilakukan melalui kegiatan promosi kesehatan. Upaya ini juga dimaksudkan untuk meluruskan tradisi, kepercayaan, nilai dan sebagainya yang tidak kondusif bagi perilaku sehat dan akhirnya berakibat buruk bagi kesehatan. Melalui peningkatan pengetahuan tersebut diharapkan individu mempunyai persepsi yang baik dan menginterpretasikan pengetahuan yang didapatkan menjadi suatu tindakan perilaku sehat. Promosi kesehatan merupakan proses pembelajaran yang dapat dilakukan dengan beberapa metode atau cara dalam menyampaikan informasi atau pesan kesehatan. Mengingat pentingnya kegiatan promosi kesehatan tersebut maka perlu ditentukan metode pembelajaran yang tepat bagi orang tua khususnya ibu untuk melakukan perubahan persepsi. Pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk menggunakan metode ceramah yang dikombinasikan dengan menggunakan audiovisual dan media leaflet dalam pelaksanaan promosi kesehatan yang diharapkan dapat merubah persepsi ibu tentang sex education pada anak usia prasekolah sebagai upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak.

5 B. Perumusan Masalah Promosi kesehatan merupakan suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu dengan harapan mendapat pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan tersebut pada akhirnya diharapkan dapat merubah persepsi individu sehingga berpengaruh terhadap perilaku. Dalam suatu proses pendidikan kesehatan yang menuju tercapainya tujuan promosi yaitu perubahan perilaku, dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu faktor metode, materi atau pesan, petugas yang melakukannya dan media yang digunakan dalam menyampaikan pesan. Ceramah merupakan salah satu contoh metode promosi kesehatan yang sering digunakan dan dikombinasikan dengan mengunakan audiovisual dan leflet sebagai media yang dapat membantu sasaran agar dapat lebih memahami pesan kesehatan yang disampaikan. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka peneliti tertarik ingin meneliti: Adakah perbedaan pengaruh antara promosi kesehatan melalui metode ceramah dengan audiovisual dan media leaflet terhadap perubahan persepsi ibu tentang sex education pada anak usia prasekolah dalam upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Membandingkan pengaruh promosi kesehatan melalui metode ceramah dengan audiovisual dan media leaflet terhadap perubahan persepsi ibu tentang sex education pada anak usia prasekolah. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui skor pretest dan posttest variabel persepsi ibu tentang sex education pada promosi kesehatan melalui metode ceramah dengan audiovisual. b. Mengetahui skor pretest dan posttest variabel persepsi ibu tentang sex education pada promosi kesehatan melalui media leaflet.

6 c. Mengetahui perbedaan skor pretest dan posttest variabel persepsi ibu tentang sex education pada promosi kesehatan melalui metode ceramah dengan audiovisual dan media leaflet. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis a. Bagi ibu, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang pentingnya pendidikan seksual pada anak usia prasekolah sebagai upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak. b. Bagi peneliti, penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman dalam mengkaji pengaruh promosi kesehatan terhadap perubahan persepsi. 2. Manfaat teoritis a. Bagi pengambil kebijakan, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga program pendidikan seksual dapat dimasukan dalam kegiatan atau materi pembelajaran di sekolah taman kanak-kanak. b. Bagi peneliti lain dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut. E. Keaslian Penelitian Penelitian yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah: Tabel 1. Keaslian penelitian Peneliti/ Tahun Martiniuk et al. (2003) Judul Hasil Persamaan Perbedaan A Cluster Randomized Trial of A Sex Education Programme In Belize, Central America Perubahan pengetahuan lebih besar terjadi pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol setelah dilakukan intervensi. Dilakukan pretest dan posttest pada kelompok perlakuan dan kontrol 1. Jenis penelitian dalah cluster randomized design 2. Subjek penelitian remaja putri 3. Variabel terikat adalah perubahan pengetahuan tentang seks dan seksualitas 4. Lokasi di Belize City, Amerika Tengah

7 Lanjutan Tabel 1 Peneliti/ Tahun Nemade et al. (2009) Judul Hasil Persamaan Perbedaan Impact of Health Education on Knowledge and Practices About Menstruation Among Adolescent School Girls of Kalamboli, Navi-Numbai Hasil pretest remaja putri mempunyai persepsi yang buruk dan praktek yang salah tentang menstruasi, sedangkan pada posttest menunjukkan hasil yang signifikan terhadap perbedaan pengetahuan 1. Jenis penelitian adalah quasi experiment dengan pretest dan posttest design 2. Variabel bebas adalah pendidikan kesehatan 1. Penelitian ini tidak menggunakan kelompok kontrol 2. Subjek penelitian remaja putri 3. Variabel terikat adalah pengetahuan dan praktek tentang menstruasi 4. Lokasi penelitian di Kalamboli, Navi- Numbai, India Fentahun et al. (2012) Parents s Perception, Students and Teachers Atti tude Towards School Sex Education Siswa dan guru mempunyai sikap yang positif terhadap pentingnya pendidikan seks dengan waktu maksimum dan minimum untuk memperkenalkan pendidikan seks di sekolah adalah usia 5 25 tahun. Salah satu sampel penelitiannya adalah orang tua untuk mengetahui tentang persepsi tentang sex education 1. Jenis penelitian yang digunakan adalah a cross-sectional quantitative and qualitative study 2. Subjek penelitian adalah guru dan siswa pada study kuantitatif 3. Variabel bebas adalah persepsi orang tua dan sikap siswa dan guru 4. Variabel terikat adalah pendidikan seks di sekolah 5. Lokasi penelitian di Merawi, Ethiopia Ige and Fawole (2011) Preventing Child Sexual Abuse: Parents Perceptions and Practices in Urban Nigeria Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada variasi yang signifikan dalam persepsi tentang pelecehan seksual terhadap anak dan praktek komunikasi, tetapi signifikan pada pengetahuan orang tua tentang tandatanda anak yang mengalami pelecehan seksual 1. Subjek penelitian adalah orang tua 2. Topik penelitian tentang persepsi orang tua dalam pencegahan pelecehan seksual pada anak 1. Jenis penelitian yang digunakan adalah quantitative and qualitative study 2. Lokasi penelitian di Nigeria