GAMBARAN PENGETAHUAN GURU SEKOLAH DASAR MENGENAI TAHAPAN PERKEMBANGAN ANAK DALAM ASPEK FISIK, KOGNITIF, PSIKOSOSIAL, DAN SEKSUAL DI SD X

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GAMBARAN PENGETAHUAN GURU SEKOLAH DASAR MENGENAI TAHAPAN PERKEMBANGAN ANAK DALAM ASPEK FISIK, KOGNITIF, PSIKOSOSIAL, DAN SEKSUAL DI SD X"

Transkripsi

1 GAMBARAN PENGETAHUAN GURU SEKOLAH DASAR MENGENAI TAHAPAN PERKEMBANGAN ANAK DALAM ASPEK FISIK, KOGNITIF, PSIKOSOSIAL, DAN SEKSUAL DI SD X Hernilen dan Margaretha Purwanti Magister Psikologi Profesi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya hernilen@yahoo.com; marg.purwanti@atmajaya.ac.id Abstrak Saat ini, pendidikan seksual jarang diberikan di sekolah-sekolah. Salah satu sekolah yang tidak cukup konsisten dengan pemberian pendidikan seksual untuk siswanya adalah SD Swasta X. Keluhan guru di SD Swasta X tidak mengetahui materi yang tepat untuk disampaikan dan belum diatur dalam kurikulum mata pelajaran, padahal guru memiliki peran yang penting dalam perencanaan dan penyampaian program pendidikan seksual bagi siswa. Guru merupakan pihak yang paling mengenal siswa, usia dan tahapan perkembangannya, latar belakang keluarga, dan kebutuhan pembelajaran mereka. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan gambaran pengetahuan guru di sekolah swasta tersebut mengenai tahapan perkembangan anak pada aspek fisik, kognitif, psikososial, dan seksual. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner dan wawancara berkelompok kepada guru wali kelas dan mata pelajaran. Hasil penelitian diketahui tingkat pengetahuan guru saat ini berada pada taraf cukup memadai, namun belum merata pada keempat aspek yang diukur. Oleh karenanya guru perlu diberi pembekalan mengenai tahapan perkembangan anak usia sekolah dasar serta mengenai pendidikan seksual yang tepat bagi siswa sekolah dasar. Kata kunci: pengetahuan guru, tahapan perkembangan anak, usia sekolah dasar, pendidikan seksual Abstract Nowadays, just a few elementary schools have sexual education program for their students. One of school that had not a consistent sexual education for their students is SD X. Teachers have difficulties determining the appropriate material, as it is not regulated in the curriculum, whereas teachers have a central role in planning and delivering sexual education program. Teachers, amongst the others in school, know their student best, their age and stage of developments, their families and their learning needs. The purpose of this study is to gain a descriptive review of SD X teachers knowledge about children stage of development in physical, cognitive, psychosocial, and sexual aspects. Instrument tools used in this study is questionnaires and group interviews to homeroom and subject teachers. Result from this study is teachers knowledge about the children developmental stages currently at quite adequate level, but not been evenly distributed in the four aspects measured. Therefore, teachers need to be given a short training about school age developmental stages and the appropriate sexual education program for elementary school. 20

2 Keywords: teachers knowledge, children stage of development, primary school age, sexual education. KPAI menetapkan tahun 2013 merupakan tahun darurat kekerasan seksual anak. Berdasarkan pernyataan yang dikeluarkan Erlinda selaku Sekretaris Komisi Perlindungan Anak dalam sebuah artikel yang dipublikasikan dalam website KPAI (Setyawan, 2014), disebutkan bahwa kasus pelecehan seksual terhadap anak semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dalam kasus kekerasan seksual pada anak, seringkali anak menjadi korban, namun tidak jarang anak juga dapat menjadi pelaku kekerasan. Muhammad Ihsan selaku Ketua Divisi Pengawasan KPAI, menyatakan faktor yang menyebabkan tingginya angka kejadian kekerasan seksual pada anak, perilaku seks bebas dan kepemilikian video pornografi pada anak adalah lemahnya pengawasan dari keluarga dan lembaga pendidikan serta kurangnya informasi yang tepat bagi anak mengenai seks ( Pornografi di Kalangan Pelajar, 2013). Dengan menonton video porno serta kurangnya informasi yang diperoleh, maka anak akan berusaha untuk mencari tahu sendiri. Tidak jarang mereka pun mencoba melakukan tindakan yang dilihat dalam video porno tersebut. Hal ini yang menyebabkan anak menjadi pelaku kekerasan seksual ( KPAI: 2013, 2013). Sebaliknya, anak yang kurang mendapatkan pendampingan dan informasi yang tepat dapat pula menjadi korban kekerasan seksual. Mereka tidak mendapatkan pendampingan dan pengarahan yang tepat mengenai batasan area privasi dan cara menjaga diri dari perilaku kekerasan seksual yang mengancam. Pendampingan atau pemberian informasi yang tepat pada anak mengenai seks saat ini masih cenderung kurang. Fentahun, Assefa, Alemseged, dan Ambaw (2012) dalam penelitiannya menemukan adanya kebutuhan untuk memulai pendidikan seksual sejak di sekolah dasar. Dari penelitian yang dilakukan Walker dan Milton (2006) dalam membandingkan peran guru dan orangtua dalam memberikan pendidikan seksual bagi siswa SD di Leeds, Amerika dan Sydney, Australia ditemukan bahwa masih terdapat kendala yang menghambat pelaksanaan pendidikan seksual di sekolah. Berdasarkan temuan dari penelitian tersebut, diketahui faktor penyebabnya antara lain: 1. Faktor budaya dan penerimaan lingkungan sosial 2. Ketidaktahuan mengenai materi pendidikan seksual dan menganggap topik tersebut sebagai hal yang memalukan untuk dibahas 3. Kurangnya kesadaran dan kesulitan melakukan pendekatan yang tepat dalam interaksi antara orang dewasa dan anak 4. Masih dianggap sebagai hal yang tabu dan dikaitkan dengan mitos budaya setempat 5. Belum adanya kerjasama dan integrasi antara orangtua dan pihak sekolah dalam penyampaian dan pengarahan mengenai pendidikan seksual kepada anak 6. Kurangnya pengetahuan dan kapasitas tenaga pengajar atau orangtua dalam menyampaikan hal tersebut kepada anak 21

3 Sarlito (dalam Safita, 2013) mendefinisikan pendidikan seksual sebagai sebuah informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar. Persoalan seksualitas ini meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, dan tingkah laku seksual yang sepatutnya dilakukan menurut aturan dan norma yang berlaku di masyarakat. Definisi pendidikan seksual dalam penelitian ini adalah pendidikan yang memberikan informasi mengenai seksualitas secara tepat dan sesuai pada anak yang mencakup pengenalan mengenai anatomi dan fisiologi tubuh, kehamilan dan reproduksi mencakup kesehatan reproduksi serta tanggung jawab dalam reproduksi, serta pubertas dan perkembangan remaja (Fentahun, Assefa, Alemseged & Ambaw, 2012). Dalam modul yang diterbitkan oleh Department of Education and Early Childhood Development (2011) dijelaskan bahwa pendidikan seksual merupakan materi yang penting disampaikan pada anak usia sekolah dasar. Tujuan dari pendidikan seksual antara lain memberi pengetahuan dan pemahaman yang tepat kepada anak mengenai perkembangan dan masalah seksualitas. Pendidikan seksual juga dapat menjadi salah satu upaya untuk melindungi anak dari bahaya kekerasan seksual. Standar sexual education untuk Eropa yang diterbitkan oleh WHO dan Federal Centre for Health Education (2010), menyebutkan bahwa pendidikan seksual merupakan bagian umum dari sebuah pendidikan dan dapat membawa efek terhadap perkembangan kepribadian seorang anak. Di Indonesia, materi pendidikan seksual belum banyak diberikan di sekolah, salah satunya adalah SD X. Kendala yang dialami oleh guru di sekolah tersebut adalah ketidaktahuan materi yang sesuai untuk disampaikan pada setiap jenjang. Pendampingan yang dilakukan oleh guru selama ini apabila menghadapi permasalahan siswa, baik secara akademis ataupun perilaku termasuk perilaku seksual, adalah pendampingan secara personal. Guru diharapkan dapat memberikan pendampingan dan pengarahan yang tepat dan sesuai bagi siswa berkaitan dengan pendidikan seksual ataupun persiapan siswa menuju pubertas. Hal ini terkait dengan tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga pengajar yang perlu memiliki sejumlah kompetensi pedagogik seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 mengenai standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru (Republik Indonesia, 2007). Pendidikan seksual bagi siswa sekolah dasar seringkali muncul dalam percakapan dengan anak mengenai bagian dan fungsi tubuh, bagaimana cara mengajarkan anak untuk merawat, menghormati dan menjaga tubuh mereka, dan ketika orangtua mempersiapkan anak untuk pubertas ( Sex Education, t. th.). Boonstra (2011) membagi dalam dua kelompok besar pendekatan materi pendidikan seksual yang lebih sesuai disampaikan bagi anak dan remaja. Bagi anak-anak, pendidikan seksual sebaiknya lebih menekankan pada hubungan relasi yang baik antar teman sebaya, terkait aturan norma sosial ataupun kesehatan reproduksi. Pada remaja atau dewasa, pendidikan seksual lebih menekankan pada mendorong mereka untuk dapat mengambil keputusan yang tepat terkait hubungan relasi ataupun pernikahan yang menyangkut hubungan seksual antar pasangan. Oleh karenanya, penting bagi guru untuk memiliki pengetahuan yang tepat mengenai tahapan perkembangan anak agar dapat memberikan 22

4 pendampingan yang tepat sesuai dengan kebutuhan perkembangan yang dialami oleh siswa. Dengan permasalahan yang ada tersebut, maka dilakukanlah penelitian ini yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran pengetahuan guru SD X terhadap ciri perkembangan anak usia 6-9 tahun dan tahun dalam aspek fisik, kognitif, psikososial, dan seksual. Ciri perkembangan dalam aspek seksual digunakan secara khusus karena tujuan dari penelitian berkaitan dengan pendidikan seksual. Dasar teori perkembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan tahapan perkembangan yang terjadi pada masa middle childhood dan pra remaja dalam aspek fisik, kognitif, psikososial, dan seksual seperti yang dipaparkan dalam Papalia, Olds, dan Feldman (2004) dan Davies (2011). Tabel 1: Tahapan Perkembangan Usia 6-9 Tahun dan Tahun Aspek Usia 6-9 tahun Usia tahun Fisik Pertumbuhan menjadi lebih lambat dibanding usia sebelumnya Fisik menjadi lebih kuat Kemampuan motorik kasar dan halus berkembang lebih baik Mampu mengikuti permainan dengan aturan dan senang melakukan aktivitas yang berkaitan dengan hobi untuk meningkatkan kemampuan Kognitif Pemahaman egosentrisme menjadi berkurang. Anak mulai untuk berpikir secara konkrit, mendalam dan menyeluruh Terjadi peningkatan memori dan kemampuan bahasa Dengan peningkatan kemampuan kognitifnya, anak mulai masuk sekolah formal Beberapa anak mulai menunjukkan bakat dan kebutuhan untuk pendidikan khusus Mampu memahami sudut pandang orang lain dan menerima perbedaan pendapat Kemampuan bahasa dan memori meningkat Psikososial Konsep diri mulai berkembang dengan kompleks dan berpengaruh pada self esteem Terjadi pergeseran kontrol dari orangtua terhadap anak Teman sebaya menjadi bagian penting bagi anak Hubungan pertemanan dengan teman sebaya seringkali didasari atas dasar kesamaan hobi atau kesenangan aktivitas bersama yang nyata Pertumbuhan fisik dan perubahan lainnya terjadi sangat cepat dan besar Terjadi kematangan reproduksi dan memasuki masa pubertas Memiliki ketertarikan pada permainan yang menuntut kemampuan strategi atau taktik Mampu berpikir secara abstrak dan penggunaan penalaran ilmiah mulai semakin berkembang Mampu melihat sudut pandang yang berbeda pada situasi yang sama Tampak lebih kompeten dan matang dalam berpikir dan bertindak. Pemahaman moral sudah lebih berkembang Pencarian identitas, termasuk pencarian identitas seksual menjadi hal yang utama Hubungan dengan orangtua secara umum terjalin dengan baik Nampak lebih mandiri dalam berperilaku, orangtua berperan untuk mengawasi Kelompok teman sebaya dapat mendorong perkembangan dan pembentukan konsep diri seorang individu Mampu memahami emosi dan perasaan orang lain dan diri sendiri serta melakukan kontrol emosi yang tepat 23

5 Selain dari aspek fisik, kognitif, dan psikososial berikut ini akan dibahas pula mengenai tahapan perkembangan seksual yang dialami oleh anak. Perkembangan seksualitas sebenarnya mencakup pula perubahan pada aspek fisik, kognitif, dan psikososial yang secara khusus dikaitkan dengan seksualitas. Perkembangan seksual merupakan suatu hal yang alami dan dapat terjadi pada segala usia termasuk anak-anak (Department of Education and Early Childhood Development, 2011). Dalam modul yang dikeluarkan oleh Department of Education and Early Childhood Development (2011) di Melbourne yang berjudul Catching on Early dijelaskan mengenai tahapan perkembangan seksual pada anak. Tabel 2: Tahapan Perkembangan Seksual Usia 5-8 Tahun dan 9-12 Tahun Usia Ciri Perkembangan 6-8 tahun Pada usia 6 tahun, sebagian besar anak akan menunjukkan ketertarikan mengenai proses pembentukan bayi. Memiliki rasa ingin tahu bagaimana sel telur dan sperma dapat bersatu. Memiliki ketertarikan mengenai kehamilan dan kelahiran. Beberapa anak dalam usia ini memiliki kesadaran mengenai hubungan proses pembentukan bayi dan kenikmatan seksual. Mulai mengetahui sexuality content dalam media. Anak memiliki kesadaran mengenai area privasi tubuh mereka dan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan di area umum. Kesadaran akan peran dan aturan gender mulai berkembang Beberapa anak perempuan, pada usia 8 tahun menunjukkan tanda pubertas dan beberapa di antaranya akan mulai mengalami menstruasi. Pada usia 8 tahun, anak mulai memiliki pemahaman dasar mengenai proses reproduksi manusia termasuk peran hubungan seksual tahun Anak mengalami perkembangan tubuh dan perubahan saat berada di sekolah dasar. Seluruh siswa memiliki kebutuhan akan informasi mengenai pubertas sebelum hal tersebut terjadi. Beberapa anak akan merasa cemas terhadap pubertas. Diperlukan adanya informasi yang sederhana bahwa hal tersebut normal terjadi. Ketertarikan anak pada seks semakin meningkat. Mereka akan mencari informasi tersebut melalui buku atau berbicara kepada teman mengenai seks. Mereka akan lebih tertarik dan ingin tahu mengenai seksualitas seperti yang ditayangkan melalui media, seperti informasi mengenai apa itu ketertarikan seksual, bagaimana seorang pria dan wanita dapat berhubungan satu sama lain dan bagaimana yang disebut sebagai hubungan yang normal. Anak akan mulai menunjukkan ketertarikan untuk memiliki pacar Beberapa anak merasa senang dengan status sosial memiliki pacar dan penting untuk mempertimbangkan hubungan relasi yang baik. Beberapa anak akan memiliki ketertarikan untuk menunjukkan sisi feminim dalam berpakaian. Hubungan pertemanan menjadi hal yang sangat penting dan anak membutuhkan kemampuan untuk mempertahankan suatu hubungan pertemanan. METODE Penelitian ini bersifat deskriptif untuk mendapatkan gambaran pengetahuan guru SD X mengenai tahapan perkembangan anak usia sekolah dasar 24

6 dalam aspek fisik, kognitif, psikososial, dan seksual. Penelitian dilakukan dengan metode pengumpulan data secara kuantitatif dan kualitatif. a. Pengumpulan data kuantitatif Partisipan dalam penelitian ini adalah guru wali kelas SD X mulai dari kelas 1 sampai kelas 6 serta guru mata pelajaran Olah Raga dan Agama. Teknik pemilihan responden dalam penelitian dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu berdasarkan pertimbangan keterkaitan guru tersebut dalam mengajarkan atau memberikan pendampingan pada siswa dalam materi pendidikan seksual. Jumlah partisipan yang terlibat dalam pengisian kuesioner sebanyak 16 orang, yang terdiri dari 14 orang guru wali kelas 1-6, 1 orang guru mata pelajaran Agama, dan 1 orang guru mata pelajaran Olah Raga. Instrumen kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang disusun berdasarkan teori perkembangan anak pada tahap middle childhood dan early adolescence dalam aspek fisik, kognitif dan psikososial (Papalia, Olds, & Feldman, 2004 ; Davies, 2011) serta tahapan perkembangan seksual yang diadaptasi oleh Department of Education and Early Childhood Development dari Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada (2011). Kuesioner terbagi dalam dua bagian. Bagian pertama berisi pernyataan terkait ciri tahapan perkembangan anak usia 6-9 tahun dan tahun. Terdapat masing-masing 10 pernyataan ciri tahap perkembangan yang mencakup aspek fisik, kognitif dan psikososial untuk kedua kategori usia tersebut. Skor total yang dapat diperoleh dari masingmasing kategori usia adalah 10. Setiap nomor soal terdiri dari sepasang pernyataan. Guru diminta untuk memberi tanda centang (V) pada pernyataan yang sesuai menggambarkan tahapan perkembangan pada anak usia tersebut. Bagian kedua kuesioner berisi pernyataan-pernyataan mengenai tahapan perkembangan anak usia 6-8 tahun dan 9-12 tahun pada aspek seksual. Pada bagian ini, terdapat 5 pernyataan benar ciri tahap perkembangan anak dalam aspek seksual dan 5 pernyataan yang salah untuk setiap kategori usia. Skor total yang dapat diperoleh dari masing-masing kategori usia adalah 5. Guru diminta untuk memberikan tanda centang (V) pada pernyataanpernyataan yang menurut mereka sesuai menggambarkan perkembangan anak pada usia pada aspek seksual. Skor yang diperoleh dari kuesioner tersebut akan dihitung dengan metode statistik deskriptif. Setelah itu, skor yang diperoleh oleh masingmasing guru akan dikategorikan dalam tiga kategori yaitu belum memadai, cukup memadai, dan memadai. Pengkategorian ini dilakukan berdasarkan skor rata-rata kelompok (mean) +/- 1 SD. b. Pengumpulan data kualitatif Pemilihan partisipan dalam wawancara kelompok dilakukan secara purposive sampling yaitu dengan mempertimbangkan skor yang diperoleh dalam kuesioner, lama mengajar, dan variasi jenis kelamin. Alasan penggunaan metode ini adalah untuk mendapatkan data yang paling sesuai dengan tujuan penelitian (Kumar, 1999). Partisipan wawancara kelompok dibagi ke dalam dua kelompok berdasarkan pembagian kelas 1-3 dan 4-6 yang masing-masing berjumlah 5 orang guru. Alat ukur kualitatif yang digunakan 25

7 dalam penelitian ini berupa panduan wawancara. Pertanyaan yang diajukan dalam wawancara adalah menggali pengetahuan guru mengenai ciri tahapan perkembangan anak usia 6-9 tahun dan tahun dalam aspek fisik, kognitif, dan psikososial serta ciri perkembangan anak usia 6-8 tahun dan 9-12 tahun dalam aspek seksual. Data kualitatif yang diperoleh dari proses wawancara kelompok dianalisa dengan menggunakan metode coding. Kedua data yang diperoleh tersebut digunakan untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif mengenai tingkat pengetahuan guru. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil perhitungan statistik deskriptif yang diperoleh dari kuesioner dengan jumlah partisipan sebanyak 16 orang diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 3: Hasil Kuesioner Ciri Perkembangan Usia 6-9 tahun Ciri Perkembangan Usia tahun Ciri perkembangan aspek seksual Mean Standar Deviasi Kurang Memadai 3 orang (19%) 3 orang (19%) 6 orang (38%) Memadai 8 orang (50%) 8 orang (50%) 8 orang (50%) Baik / Memadai 5 orang (31%) 5 orang (31%) 2 orang (13%) Dari hasil wawancara yang dilakukan bersama dengan 2 kelompok, ditemukan bahwa pengetahuan guru yang paling memadai adalah pada ciri perkembangan aspek fisik anak usia tahun dan aspek kognitif di kedua kategori usia. Hasil ini diperkirakan muncul karena sebagai guru yang memiliki tugas mengajar pada siswa setiap harinya, tampak lebih memahami perkembangan siswa dalam aspek kognitif untuk membantu proses pembelajaran yang terjadi. Selain itu, pengamatan (observasi) yang dilakukan juga membuat guru lebih mengenali perkembangan pada siswa yang terjadi pada aspek fisik karena perkembangan fisik pada anak usia tahun tampak begitu mencolok sehingga lebih mudah diketahui. Pengetahuan yang dimiliki guru saat ini dalam aspek psikososial dan seksual saat ini nampak belum optimal, terlihat dari jawaban yang diberikan cenderung terbatas pada hubungan relasi. Kesimpulan lain yang diperoleh adalah mayoritas guru menggunakan pengalaman mengajar dan interaksi langsung sehari-hari dengan siswa sebagai cara untuk mengetahui dan memahami karakteristik perkembangan anak. Hal ini muncul dari pernyataan sebagian besar guru yaitu mereka lebih banyak belajar dari praktik langsung dibandingkan dari teori yang dipelajari saat kuliah. Perbedaan latar belakang pendidikan dan lama mengajar tidak menjadi faktor penentu tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh guru tersebut. Berdasarkan hasil yang diperoleh dengan menggunakan kuesioner dan juga wawancara kelompok, ditemukan hasil yang cukup konsisten, yaitu tingkat pengetahuan yang dimiliki guru mengenai ciri tahapan perkembangan anak usia 6-9 tahun dan tahun saat ini cukup memadai. Pengetahuan yang dimiliki guru 26

8 saat ini belum optimal pada setiap aspek dan belum semua guru memiliki tingkat pengetahuan yang sama. Pengetahuan yang dimiliki guru masih cenderung terbatas adalah pada aspek seksual. Hal ini nampak dari skor yang diperoleh dalam kuesioner yang paling rendah dan jawaban dalam diskusi yang cenderung terbatas. Pembahasan Hasil penelitian ini menjawab permasalahan yang ditemukan di SD X mengenai keluhan dan kendala guru saat ini dalam memberikan pendampingan dan pengarahan kepada siswa terkait pendidikan seksual. Guru merasa kesulitan dalam menyampaikan dan menentukan materi pendidikan seksual yang tepat, karena pengetahuan mereka mengenai tahapan perkembangan anak dalam setiap aspek masih cenderung terbatas. Keterbatasan pengetahuan ini bisa disebabkan karena memang tidak dipelajari atau diperoleh secara spesifik oleh setiap guru dari pendidikan yang dijalani sebelumnya. Hasil penelitian yang ditemui ini nampak serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Walker dan Milton (2006) di Leeds, Amerika dan Sydney, Australia. Dalam penelitian tersebut ditemukan pula salah satu faktor yang menyebabkan pendidikan seksual belum banyak dilakukan di kedua daerah tersebut antara lain karena orangtua dan guru di kedua negara tersebut memiliki ketidaktahuan yang sama dalam pendidikan seksual bagi anak, apa yang harus disampaikan, bagaimana cara menyampaikan, bagaimana pendekatan yang tepat. Selain itu pengalaman menangani permasalahan siswa yang berkaitan dengan seksualitas nampaknya belum banyak ditemui oleh para guru. Dengan demikian, mereka pun kesulitan untuk memberikan pengajaran yang tepat. Sebaliknya ketika pengetahuan yang dimiliki sudah memadai, seperti pada aspek kognitif, maka guru pun mengetahui cara pengajaran dan pendampingan yang tepat diberikan pada anak sesuai rentang usianya. Pengetahuan yang dimiliki guru ini mengenai ciri perkembangan aspek fisik dan kognitif, perlu juga ditunjang dengan pengetahuan yang memadai dalam aspek psikososial dan seksual yang saat ini masih cenderung terbatas. Mengacu pada materi pendidikan seksual yang diterbitkan oleh National Sexuality Education Standard Core Content and Skills, K-12 (Future of Sex, 2012), salah satunya terdapat materi mengenai identitas diri dan hubungan relasi yang sehat. Oleh karenanya, guru juga perlu memiliki pengetahuan yang memadai mengenai tahapan perkembangan anak pada aspek psikososial agar dapat memahami kebutuhan yang mereka alami dalam tingkatan usianya. Dengan memiliki pengetahuan yang baik, maka diharapkan guru pun dapat mengarahkan siswa dengan lebih tepat dan mendukung pembelajaran pendidikan seksual secara lebih optimal. Dilihat dari latar belakang pendidikan yang dimiliki, sebagian guru di SD X memiliki latar belakang pendidikan S1 Kependidikan. Menurut Kepala Sekolah, guru dengan latar belakang S1 Kependidikan kurang mendapatkan materi mengenai perkembangan anak usia sekolah dasar pada saat kuliah dibandingkan dengan guru dengan latar belakang S1 PGSD, yang sudah secara khusus disiapkan menjadi pengajar di tingkat SD (komunikasi pribadi, 5 Februari 27

9 2015). Oleh karenanya, mereka lebih banyak belajar dari pengalaman menghadapi siswa secara langsung sehingga pengetahuan yang dimiliki belum sepenuhnya optimal. Meski demikian, tidak semua guru dengan latar belakang S1 PGSD juga menunjukkan memiliki pengetahuan yang lebih baik dibandingkan guru dengan latar belakang S1 Kependidikan. Diakui guru bahwa pengetahuan teoritis saja tidak cukup namun diperlukan juga keterampilan secara praktik dalam mengajar. Salah satu kekurangan dalam penelitian ini yang disadari adalah penggunaan bahasa teoritis dalam pertanyaan pada kuesioner wawancara cenderung menyulitkan guru dalam menjawab dibanding ketika pengambilan data dilakukan dengan wawancara. Keterbatasan lainnya adalah penggunaan metode wawancara kelompok yang berisiko menimbulkan bias dalam mengukur tingkat pengetahuan guru secara individual. Wawancara kelompok yang dilakukan kurang dapat menggambarkan secara detail tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing guru. SIMPULAN DAN SARAN Terdapat dua kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu: 1. Gambaran tingkat pengetahuan mengenai ciri tahapan perkembangan aspek fisik, kognitif, psikososial, dan seksual anak usia 6-12 tahun yang dimiliki oleh guru SD X saat ini berada pada taraf cukup memadai. 2. Pengetahuan yang dimiliki guru masih belum merata pada semua aspek, yaitu sebagai berikut: a. Pengetahuan guru pada perkembangan anak usia 6-12 tahun pada aspek psikososial dan seksual masih cenderung terbatas. b. Pengetahuan guru yang paling memadai adalah pada aspek fisik dan kognitif. Menyadari bahwa penelitian ini masih terdapat beberapa keterbatasan, maka berikut adalah saran yang dapat menjadi pertimbangan untuk penelitian selanjutnya terkait dengan pendidikan seksual antara lain: 1. Dalam penelitian berikutnya, apabila menggunakan pendekatan kuantitatif sebaiknya dapat dibuat alat ukur yang baku sehingga hasilnya dapat lebih diyakini tanpa perlu menggunakan tambahan data kualitatif. 2. Penelitian evaluasi program pendidikan seksual yang sudah dijalani di SD X ataupun apabila belum dijalani dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melakukan evaluasi terhadap kendala dan permasalahan yang dialami oleh pihak sekolah atau guru. Saran praktis yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah dan guru berdasarkan hasil penelitian ini, antara lain: 1. Pihak sekolah dapat mengadakan pelatihan atau pembekalan kepada para guru secara rutin ataupun bergiliran untuk meningkatkan pengetahuan mereka mengenai tahapan perkembangan anak usia 6-12 tahun serta mengenai pendidikan seksual yang tepat bagi siswa sekolah dasar. 2. Mengundang narasumber atau pakar yang dapat memberikan pengarahan mengenai cara penyampaian pendidikan seksual yang tepat bagi siswa usia sekolah dasar. 28

10 3. Guru secara bersama menyusun sebuah modul program pendidikan seksual yang sesuai untuk diterapkan di SD Tarakanita 4. DAFTAR PUSTAKA Boonstra, H. D. (2011). Advancing sexuality education in developing countries: Evidence and implications. [Versi elektronik]. Guttmacher Policy Review, 14(3), Davies, D. (2011). Child development: A practitioner s guide (3 rd edition). London: The Guilford Press. Department of Education and Early Childhood Development. (2011). Catching on early Sexuality education for Victorian Primary Schools. Diunduh dari ingonearlyres.pdf Federal Centre for Health Education. (2010). Standards for sexuality education in Europe. Diunduh dari Standards.pdf Fentahun, N., Assefa, T., Alemseged, F., & Ambaw, F. (2012). Parents perception, students and teachers attitude towards school sex education. [Versi elektronik]. Ethiopian Journal of Health Science, 22, Future of Sex Education Initiative. (2012). National sexuality education standards: Core content and skills, K-12 [a special publication of the Journal of School Health]. Diunduh dari Kumar, R. (1999). Research methodology: A step-by-step guide for beginners. London : Sage Publications. KPAI: 2013, Tahun Darurat Kekerasan Seksual Anak. (2012, 12 Desember). Diunduh dari tahun-darurat-kekerasan-seksual-anak/ html Papalia, D. E., Olds, S. W. & Feldman, R. D. (2004). Human development (9 th edition). New York: McGraw-Hill Inc. Pornografi Di Kalangan Pelajar Mengerikan. (2013, 14 November). Diunduh dari Republik Indonesia. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Safita, R. (2013). Peranan orang tua dalam memberikan pendidikan seksual pada anak. Edu-Bio, 4, Setyawan, D. (2014, 28 April). Cegah pelecehan seksual anak, KPAI libatkan sekolah. Diunduh dari Sex education primary school children. (t. th.). Diunduh dari Walker, J. & Milton, J. (2006). Teachers and parents roles in the sexuality education of primary school children: A comparison of experiences in 29

11 Leeds, UK and in Sydney, Australia. [Versi elektronik]. Sex Education, 6,

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MENGENAI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA GURU DI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MENGENAI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA GURU DI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010 ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MENGENAI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA GURU DI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010 Lucas Haryono, 2010; Pembimbing I : dr. Dani, M.Kes Pembimbing II : dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tunagrahita merupakan bagian dari individu yang memiliki kebutuhan khusus. Salah satu cirinya adalah memiliki kecerdasan di bawah rata-rata, sehingga kemampuan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA MENGENAI MASTURBASI DI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA MENGENAI MASTURBASI DI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010 ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA MENGENAI MASTURBASI DI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010 Rhandika Adi Nugroho, 2010; Pembimbing I : dr. Dani, M.Kes Pembimbing II : dr. Rimonta F.

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: Venny Risca Ardiyantini

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: Venny Risca Ardiyantini PENGARUH PENDIDIKAN SEKS DALAM PERSPEKTIF ISLAM TERHADAP PENGETAHUAN ORANGTUA DENGAN ANAK USIA 3-5 TAHUN DI KELOMPOK BERMAIN AISYIYAH REJODANI SARIHARJO NGAGLIK SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 4 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MENGENAI MENARCHE PADA SISWI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MENGENAI MENARCHE PADA SISWI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010 ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MENGENAI MENARCHE PADA SISWI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010 Arief Budiman, 2010; Pembimbing I : dr. Dani, M.Kes Pembimbing II : dr. Rimonta F. Gunanegara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur 10-19 tahun (WHO, 2015 a ). Jumlah

Lebih terperinci

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM SEX EDUCATION Editor : Nurul Misbah, SKM ISU-ISU SEKSUALITAS : Pembicaraan mengenai seksualitas seringkali dianggap sebagai hal yang tabu tidak pantas dibicarakan dalam komunitas umum bersifat pribadi

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013 I. Kata Pengantar Dengan hormat, sehubungan dengan penelitian saya dalam

Lebih terperinci

GAMBARAN METODE SOSIALISASI SEKSUALITAS YANG DISAMPAIKAN OLEH IBU KEPADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI DESA CIKERUH LARAS AMBAR SARI ABSTRAK

GAMBARAN METODE SOSIALISASI SEKSUALITAS YANG DISAMPAIKAN OLEH IBU KEPADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI DESA CIKERUH LARAS AMBAR SARI ABSTRAK GAMBARAN METODE SOSIALISASI SEKSUALITAS YANG DISAMPAIKAN OLEH IBU KEPADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI DESA CIKERUH LARAS AMBAR SARI ABSTRAK Manusia senantiasa mengalami pertumbuhan dan perkembangan sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kesehatan reproduksi ini penting untuk. diberikan kepada remaja, melihat semakin meningkatnya kasus-kasus remaja

BAB I PENDAHULUAN. tentang kesehatan reproduksi ini penting untuk. diberikan kepada remaja, melihat semakin meningkatnya kasus-kasus remaja 1 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi ini penting untuk diberikan kepada remaja, melihat semakin meningkatnya kasus-kasus remaja berkenan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN LATAR BELAKANG Lerner dan Hultsch (1983) menyatakan bahwa istilah perkembangan sering diperdebatkan dalam sains. Walaupun demikian, terdapat konsensus bahwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam perkembangan manusia. Dalam masa remaja terjadi banyak perubahan, baik secara fisik maupun psikis. Perubahan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN SEKSUALITAS PADA REMAJA MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN SEKSUALITAS PADA REMAJA MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN SEKSUALITAS PADA REMAJA MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN Diana Dewi Wahyuningsih Universitas Tunas Pembangunan Surakarta dianadewi_81@yahoo.com Kata Kunci: Pendidikan Seksualitas, Aspek Psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, Indonesia dihadapkan pada berbagai macam permasalahan, baik ekonomi, pendidikan, sosial maupun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, Indonesia dihadapkan pada berbagai macam permasalahan, baik ekonomi, pendidikan, sosial maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, Indonesia dihadapkan pada berbagai macam permasalahan, baik ekonomi, pendidikan, sosial maupun kesehatan. Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya perubahan fisiologis pada manusia terjadi pada masa pubertas. Masa Pubertas adalah suatu keadaan terjadinya perubahan-perubahan dalam tubuh

Lebih terperinci

Fenomena Pelecehan Seksual Ini Bagai Gunung Es? Tabu Mengenai Pendidikan Seksualitas Pada Anak Di Usia Dini? Kekerasan Seks Pada Anak?

Fenomena Pelecehan Seksual Ini Bagai Gunung Es? Tabu Mengenai Pendidikan Seksualitas Pada Anak Di Usia Dini? Kekerasan Seks Pada Anak? Dr. Fery Mendrofa Fenomena Pelecehan Seksual Ini Bagai Gunung Es? Tabu Mengenai Pendidikan Seksualitas Pada Anak Di Usia Dini? Kekerasan Seks Pada Anak? Peran Orang Tua? Peran Guru Dan Sekolah? Pendidikan

Lebih terperinci

GAMBARAN KEMANDIRIAN EMOSIONAL REMAJA USIA TAHUN BERDASARKAN POLA ASUH AUTHORITATIVE NUR AFNI ANWAR LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI S.PSI. M.

GAMBARAN KEMANDIRIAN EMOSIONAL REMAJA USIA TAHUN BERDASARKAN POLA ASUH AUTHORITATIVE NUR AFNI ANWAR LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI S.PSI. M. GAMBARAN KEMANDIRIAN EMOSIONAL REMAJA USIA 12-15 TAHUN BERDASARKAN POLA ASUH AUTHORITATIVE NUR AFNI ANWAR LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI S.PSI. M.PSI 1 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN ABSTRAK Kemandirian

Lebih terperinci

2015 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN SEKSUAL UNTUK ANAK USIA DINI

2015 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN SEKSUAL UNTUK ANAK USIA DINI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa usia dini sering dikatakan sebagai masa keemasan atau golden age. Masa keemasan adalah masa dimana anak memiliki kemampuan penyerapan informasi yang

Lebih terperinci

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS Juliana S.R. Marpaung*, Setiawan ** * Mahasiswa Fakultas Keperawatan ** Dosen Departemen Keperawatan Dasar dan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan, Universitas

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA SISWI KELAS XI SMA X KABUPATEN BANDUNG TERHADAP PERILAKU SEKSUAL.

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA SISWI KELAS XI SMA X KABUPATEN BANDUNG TERHADAP PERILAKU SEKSUAL. ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA SISWI KELAS XI SMA X KABUPATEN BANDUNG TERHADAP PERILAKU SEKSUAL. Rizki Zainuraditya,2011. Pembimbing I : Rimonta Gunanegara, dr., Sp.OG Pembimbing

Lebih terperinci

Kata Kunci : Emotional Intelligence, remaja, berpacaran

Kata Kunci : Emotional Intelligence, remaja, berpacaran Studi Deskriptif Mengenai Emotional Intelligence Pada Siswa dan Siswi SMA Negeri X yang Berpacaran Muhamad Chandika Andintyas Dibimbing oleh : Esti Wungu S.Psi., M.Ed ABSTRAK Emotional Intelligence adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hanya sesuatu yang bersifat biologis dan fisik, tetapi semata juga merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hanya sesuatu yang bersifat biologis dan fisik, tetapi semata juga merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku seksual memiliki nilai simbolik yang sangat besar sehingga dapat menjadi barometer masyarakat. Dari dahulu sampai sekarang, seksualitas bukan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle

BAB I PENDAHULUAN. remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja dalam ilmu psikologis diperkenalkan dengan istilah lain, seperti puberteit, adolescence, dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula di kaitkan pubertas atau

Lebih terperinci

Dra. Dyah Puspita, MSi., Psikolog

Dra. Dyah Puspita, MSi., Psikolog Dra. Dyah Puspita, MSi., Psikolog Tempat, tanggal lahir : Magelang, 6 April 2014 Alamat : Jl. Tembok no. 4 Kayu Putih, Jakarta 13210 HP : 081310008864 Pendidikan : S1 dan S2 Fakultas Psikologi UI Pekerjaan

Lebih terperinci

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang melibatkan berbagai perubahan, baik dalam hal fisik, kognitif, psikologis, spiritual,

Lebih terperinci

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran Orientasi Masa Depan bidang Pekerjaan pada Mahasiswa Online Gamers di Warung Internet di Jalan Surya Sumantri Kota Bandung. Pemilihan sampel pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara berkembang, remaja merupakan bagian terbesar dalam populasi. Data demografi menunjukkan

Lebih terperinci

INTUISI JURNAL ILMIAH PSIKOLOGI

INTUISI JURNAL ILMIAH PSIKOLOGI INTUISI 8 (1) (2016) INTUISI JURNAL ILMIAH PSIKOLOGI http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/intuisi RESPON MAHASISWA TERHADAP PRAKTIK PEER COUNSELING PADA MATA KULIAH KETRAMPILAN DASAR KONSELING Muslikah

Lebih terperinci

ABSTRACT DESCRIPTION OF SENIOR HIGH SCHOOL STUDENTS KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND BEHAVIOR TOWARDS FREE SEX YEAR 2008.

ABSTRACT DESCRIPTION OF SENIOR HIGH SCHOOL STUDENTS KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND BEHAVIOR TOWARDS FREE SEX YEAR 2008. ABSTRACT DESCRIPTION OF SENIOR HIGH SCHOOL STUDENTS KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND BEHAVIOR TOWARDS FREE SEX YEAR 2008. Diah Ayu Christa L, 2009 Tutor I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Tutor II: Rimonta F. Gunanegara,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolescence) di mulai sejak usia 10 tahun sampai 19 tahun. Salah

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN SEKSUAL TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA KELAS X TENTANG KEHAMILAN DI LUAR NIKAH DI SMA NEGERI 1 LUMBUNG KABUPATEN CIAMIS

PENGARUH PENDIDIKAN SEKSUAL TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA KELAS X TENTANG KEHAMILAN DI LUAR NIKAH DI SMA NEGERI 1 LUMBUNG KABUPATEN CIAMIS PENGARUH PENDIDIKAN SEKSUAL TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA KELAS X TENTANG KEHAMILAN DI LUAR NIKAH DI SMA NEGERI 1 LUMBUNG KABUPATEN CIAMIS NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Wulan Ratnaningsih 1610104273

Lebih terperinci

Pentingnya Sex Education Bagi Remaja

Pentingnya Sex Education Bagi Remaja Pentingnya Sex Education Bagi Remaja Oleh: Diana Septi Purnama, M.Pd dianaseptipurnama@uny.ac.id WWW.UNY.AC.ID Pendidikan seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periode sekolah dimulai saat anak berusia kurang lebih 6 tahun. Periode tersebut meliputi periode pra-remaja atau pra-pubertas. Periode ini berakhir saat anak berusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013). Tingkah laku yang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi, globalisasi teknologi, dan informasi serta berbagai faktor lainnya turut mempengaruhi pengetahuan,

Lebih terperinci

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH Pendidikan seksualitas remaja Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH 1 Pokok Bahasan Pendahuluan Alasan pentingnya pendidikan seksualitas remaja Manfaat pendidikan seksualitas remaja Pendidikan seksualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Lazimnya masa remaja dimulai saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Pengetahuan, sikap, perilaku, kesehatan seksual remaja, kesehatan reproduksi remaja.

ABSTRAK. Kata Kunci : Pengetahuan, sikap, perilaku, kesehatan seksual remaja, kesehatan reproduksi remaja. ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU KESEHATAN SEKSUAL DAN REPRODUKSI SISWA SMA X DI KOTA BANDUNG TAHUN 2015 Ulfi Audria, 2015 Pembimbing I : Rimonta. F. G.,dr.,Sp.OG, M.PdKed Pembimbing II

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah anugrah Tuhan yang dititipkan kepada kedua orangtuanya. Mereka diberikan amanah dan tanggung jawab untuk merawat, mendidik, melindungi, hingga dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang memiliki banyak masalah, seperti masalah tentang seks. Menurut Sarwono (2011), menyatakan

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 Tahun di Sukabumi

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 Tahun di Sukabumi Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Children Well-Being pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 Tahun di Sukabumi 1 Farah Fauziah Ismail, dan 2 Fanni Putri Diantina 1,2 Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang berada pada masa yang potensial, baik dilihat dari segi kognitif, emosi maupun fisik. Berdasarkan

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Katolik

Pendidikan Agama Katolik Modul ke: 09Fakultas Pendidikan Agama Katolik SEKSUALITAS MANUSIA PSIKOLOGI Program Studi Drs. Sugeng Baskoro,M.M PSIKOLOGI PENTINGNYA PENDIDIKAN SEKSUALITAS MANUSIA Pengantar Sebenarnya, saya memang sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak yang tergantung menuju masa dewasa. Pada masa remaja individu menjadi mandiri serta terjadi perubahan fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Notoatmodjo (2007) masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sangat penting dan krisis sehingga memerlukan dukungan serta pengarahan yang positif dari keluarganya yang tampak pada pola asuh yang

Lebih terperinci

SEMINAR BAHAYA PORNOGRAFI

SEMINAR BAHAYA PORNOGRAFI SEMINAR BAHAYA PORNOGRAFI [A. Ernest Nugroho, SMA ST. CAROLUS SURABAYA] - Berita Umum Seminar ini bertujuan Ibu/Bapak guru memahami apa itu pornografi, memahami dampak dari bahaya Pornografi kepada para

Lebih terperinci

PERAN ORANG TUA SIGNIFIKAN TERHADAP KESIAPAN ANAK MENGHADAPI MASA PUBERTAS

PERAN ORANG TUA SIGNIFIKAN TERHADAP KESIAPAN ANAK MENGHADAPI MASA PUBERTAS Media Ilmu Kesehatan Vol., No., April 24 5 PERAN ORANG TUA SIGNIFIKAN TERHADAP KESIAPAN ANAK MENGHADAPI MASA PUBERTAS STIKES Jenderal Ahmad Yani Yogyakarta 2 STIKES Aisyiah Yogyakarta Desi Putri Utami,

Lebih terperinci

Deskripsi Mata Kuliah Psikologi Perkemb 1: Psikologi perkembangan menjabarkan tentang perkembangan manusia, meliputi perkembangan fisik, perkembangan

Deskripsi Mata Kuliah Psikologi Perkemb 1: Psikologi perkembangan menjabarkan tentang perkembangan manusia, meliputi perkembangan fisik, perkembangan Deskripsi Mata Kuliah Psikologi Perkemb 1: Psikologi perkembangan menjabarkan tentang perkembangan manusia, meliputi perkembangan fisik, perkembangan kognitif, perkembangan sosial, dan perkembangan emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial budaya, yang berjalan antara umur 12

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG SEKSUAL PRANIKAH DI SMA AL ISLAM KRIAN SIDOARJO

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG SEKSUAL PRANIKAH DI SMA AL ISLAM KRIAN SIDOARJO GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG SEKSUAL PRANIKAH DI SMA AL ISLAM KRIAN SIDOARJO Titin Eka Nuriyanah*), Rizqi Eri Presmawanti *) Program Studi D III Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

Kata kunci: Motivasi Seksual, Mahasiswa, Pria, Perilaku Seksual, Hubungan Seks Pranikah

Kata kunci: Motivasi Seksual, Mahasiswa, Pria, Perilaku Seksual, Hubungan Seks Pranikah Studi Mengenai Motivasi Seksual Mahasiswa Pria Pada Perguruan Tinggi X di Jatinangor Karya Ilmiah Inneke Sandra Maharani (NPM. 190110070025) Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Abstrak. Motivasi

Lebih terperinci

PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP KEKERASAN DALAM PACARAN PADA REMAJA DI JAKARTA

PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP KEKERASAN DALAM PACARAN PADA REMAJA DI JAKARTA PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP KEKERASAN DALAM PACARAN PADA REMAJA DI JAKARTA Fitria Fauziah Psikologi, Gading Park View ZE 15 No. 01, 081298885098, pipih.mail@gmail.com (Fitria Fauziah, Cornelia Istiani,

Lebih terperinci

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI PARENTING TASK PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK BERPRESTASI NASIONAL DI SD X

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI PARENTING TASK PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK BERPRESTASI NASIONAL DI SD X STUDI DESKRIPTIF MENGENAI PARENTING TASK PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK BERPRESTASI NASIONAL DI SD X ARINA MARLDIYAH ABSTRACT Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran parenting task pada anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan BAB I PENDAHULUAN Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan penelitian mulai dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metode

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuestioner Sikap Ibu terhadap Pendidikan Seks KUESTIONER SIKAP IBU TERHADAP PENDIDIKAN SEKS PADA PRAREMAJA USIA TAHUN

Lampiran 1 Kuestioner Sikap Ibu terhadap Pendidikan Seks KUESTIONER SIKAP IBU TERHADAP PENDIDIKAN SEKS PADA PRAREMAJA USIA TAHUN Lampiran 1 Kuestioner Sikap Ibu terhadap Pendidikan Seks KUESTIONER SIKAP IBU TERHADAP PENDIDIKAN SEKS PADA PRAREMAJA USIA 10 12 TAHUN Keterangan : SS : Sangat Setuju S : Setuju TS : Tidak Setuju STS :

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI MASTURBASI DENGAN PERILAKU MASTURBASI SISWA ASRAMA X DI KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2012

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI MASTURBASI DENGAN PERILAKU MASTURBASI SISWA ASRAMA X DI KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2012 ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI MASTURBASI DENGAN PERILAKU MASTURBASI SISWA ASRAMA X DI KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2012 Gilang Gumilang, 2010 Pembimbing I : Sri Nadya J Saanin,dr.,M.Kes

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk modernitas bagi sebagian remaja. Pengaruh informasi global (paparan media

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk modernitas bagi sebagian remaja. Pengaruh informasi global (paparan media BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual di kalangan remaja yang yang belum menikah menunjukkan tren yang tidak sehat. Hal ini dapat dipengaruhi era globalisasi yang dianggap sebagai bentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai hidup, cinta, persahabatan, agama dan kesusilaan, kebenaran dan kebaikan. Maka dari itu dapat dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sensation seeking trait merupakan suatu sifat yang ditentukan oleh kebutuhan yang ada pada diri manusia, yang membuat seseorang membutuhkan perubahan dan pengalaman

Lebih terperinci

Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak (S

Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak (S HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON FILM DRAMA ROMANTIS DENGAN KECENDERUNGAN SEKS PRANIKAH PADA REMAJA Ardhi Pratama Putra Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAK Media masa mempunyai pengaruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan anak dan cara mendidik anak supaya anak dapat mencapai tahapan

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan anak dan cara mendidik anak supaya anak dapat mencapai tahapan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orang tua memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pembentukan kepribadian dan pendidikan anak. Orang tua harus memiliki pengetahuan tentang perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam

Lebih terperinci

Profil Keterampilan Mengajar Mahasiswa Calon Guru Melalui Kegiatan Induksi Guru Senior

Profil Keterampilan Mengajar Mahasiswa Calon Guru Melalui Kegiatan Induksi Guru Senior Jurnal Riset Pendidikan ISSN: 2460-1470 Profil Keterampilan Mengajar Mahasiswa Calon Guru Melalui Kegiatan Induksi Guru Senior STKIP Al Hikmah Surabaya e-mail: kurnia.noviartati@gmail.com Abstrak Guru

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Berdasarkan penelitian dan analisa yang telah penulis lakukan maka ada beberapa hal

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Berdasarkan penelitian dan analisa yang telah penulis lakukan maka ada beberapa hal BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan analisa yang telah penulis lakukan maka ada beberapa hal yang dapat penulis simpulkan sebagai berikut : 1. Pemahaman jemaat baik itu orang tua maupun

Lebih terperinci

PENGANTAR. Psikologi Anak Usia Dini Unita Werdi Rahajeng

PENGANTAR. Psikologi Anak Usia Dini Unita Werdi Rahajeng PENGANTAR Psikologi Anak Usia Dini Unita Werdi Rahajeng www.unita.lecture.ub.ac.id Apa yang dipelajari? Perubahan yang terjadi sejak masa bayi sampai penghujung masa anak usia dini Isu-isu kontekstual

Lebih terperinci

PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 1 PALU Oleh: Rizal Haryanto 18, Ketut Suarayasa 29,

PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 1 PALU Oleh: Rizal Haryanto 18, Ketut Suarayasa 29, PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 1 PALU Oleh: Rizal Haryanto 18, Ketut Suarayasa 29, 9 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk menilai bagaimana tingkat pengetahuan, sikap, dan aktivitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis desain penelitian kualitatif dengan katagori pendekatan studi deskriptif analitis. Pendekatan ini dipilih karena dalam penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TAHUN 20 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : DINI ARIANI NIM : 20000445 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan (Knowledge) a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.penginderaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

PERSEPSI PESERTA DIDIK KELAS XII TENTANG PENDIDIKAN SEKS DI SMA NEGERI 1 NAN SABARIS PAUH KAMBAR PARIAMAN JURNAL

PERSEPSI PESERTA DIDIK KELAS XII TENTANG PENDIDIKAN SEKS DI SMA NEGERI 1 NAN SABARIS PAUH KAMBAR PARIAMAN JURNAL PERSEPSI PESERTA DIDIK KELAS XII TENTANG PENDIDIKAN SEKS DI SMA NEGERI 1 NAN SABARIS PAUH KAMBAR PARIAMAN JURNAL Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Derajat Srata

Lebih terperinci

GAMBARAN PERAN ORANG TUA TERHADAP STIMULASI PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL ANAK PADA USIA PRA SEKOLAH

GAMBARAN PERAN ORANG TUA TERHADAP STIMULASI PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL ANAK PADA USIA PRA SEKOLAH GAMBARAN PERAN ORANG TUA TERHADAP STIMULASI PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL ANAK PADA USIA PRA SEKOLAH Pandeirot M. Nancye Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan William Booth Jln. Cimanuk No. 20 Surabaya ABSTRAK Perkembangan

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, dan dapat menjadi landasan teoritis untuk mendukung penelitian

Lebih terperinci

GAMBARAN PERAN ORANG TUA DALAM MEMBERIKAN PENDIDIKAN SEKS DINI DI KELOMPOK BERMAIN AISYIYAH REJODANI, SLEMAN MENURUT PERSPEKTIF ISLAM

GAMBARAN PERAN ORANG TUA DALAM MEMBERIKAN PENDIDIKAN SEKS DINI DI KELOMPOK BERMAIN AISYIYAH REJODANI, SLEMAN MENURUT PERSPEKTIF ISLAM GAMBARAN PERAN ORANG TUA DALAM MEMBERIKAN PENDIDIKAN SEKS DINI DI KELOMPOK BERMAIN AISYIYAH REJODANI, SLEMAN MENURUT PERSPEKTIF ISLAM NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh AISYAH NUR AINY S 201310201002 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat muslim semakin kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang dihadapi ataupun ditanggung

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI SMA BERBASIS AGAMA DAN SMA NEGERI DI BANTUL NASKAH PUBLIKASI

PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI SMA BERBASIS AGAMA DAN SMA NEGERI DI BANTUL NASKAH PUBLIKASI PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI SMA BERBASIS AGAMA DAN SMA NEGERI DI BANTUL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : Natika Dini 201510104031 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK

Lebih terperinci

PENERAPAN PERMAINAN KONSTRUKTIF DI TK AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL SAMBIROTO

PENERAPAN PERMAINAN KONSTRUKTIF DI TK AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL SAMBIROTO PENERAPAN PERMAINAN KONSTRUKTIF DI TK AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL SAMBIROTO Luluk Iffatur Rocmah Dosen PG-PAUD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Surel: luluk.iffatur@umsida.ac.id

Lebih terperinci

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat SKRIPSI HUBUNGAN SUMBER INFORMASI DAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 7 SURAKARTA TAHUN 2011 Proposal skripsi Skripsi ini Disusun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN UPAYA MEMPERSIAPKAN MASA PUBERTAS PADA ANAK

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN UPAYA MEMPERSIAPKAN MASA PUBERTAS PADA ANAK HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN UPAYA MEMPERSIAPKAN MASA PUBERTAS PADA ANAK Agnes Candra Dewi, Kamidah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

Studi Eksploratif Perilaku Seksual Siswa kelas 4-5 Sekolah Oasar di SO X

Studi Eksploratif Perilaku Seksual Siswa kelas 4-5 Sekolah Oasar di SO X Studi Eksploratif Perilaku Seksual Siswa kelas 4-5 Sekolah Oasar di SO X Oleh: Cicilia Tanti Utami Universitas Katolik Soegijapranata Semarang ABSTRACT Sexuality is a multidimension phenomenon that has

Lebih terperinci

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA MAHASISWA TINGKAT I TAHUN AJARAN 2013-2014 FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti

Lebih terperinci

Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 1 Mei 2016 P-ISSN: E-ISSN:

Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 1 Mei 2016 P-ISSN: E-ISSN: PISSN: 24071773 EISSN: 25034979 Kompetensi Guru Pada Pendidikan Karakter Berdasarkan Komponen Pembentukan Karakter Di Sebuah Lembaga Pendidikan NonFormal Leonie Francisca 1 dan Clara R.P. Ajisuksmo 2 ABSTRACT:

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, fenomena pernikahan dini kian lama

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, fenomena pernikahan dini kian lama BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman, fenomena pernikahan dini kian lama kian berkurang, namun demikian bukan berarti fenomena pemikahan dini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. remaja ini terbagi di SMKN 1, SMKN 2, SMKN 5, SMA Mataram, SMA

BAB IV HASIL PENELITIAN. remaja ini terbagi di SMKN 1, SMKN 2, SMKN 5, SMA Mataram, SMA BAB IV HASIL PENELITIAN A. Orientasi dan Kancah Penelitian Penelitian ini dilakukan pada remaja berusia 17-21 tahun. Para remaja ini terbagi di SMKN 1, SMKN 2, SMKN 5, SMA Mataram, SMA Ksatrian dan di

Lebih terperinci

Dewi Puspitaningrum 1), Siti Istiana 2)

Dewi Puspitaningrum 1), Siti Istiana 2) P R O S I D I N G ISBN:978-602-8047-99-9 SEMNAS ENTREPRENEURSHIP Juni 2014 Hal:209-217 PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PENYULUHAN TENTANG PENCEGAHAN SEKS BEBAS DI SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terselesaikan hingga sekarang. Pada tahun 2013 Wolrd Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terselesaikan hingga sekarang. Pada tahun 2013 Wolrd Health Organization BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan remaja merupakan fenomena internasional yang belum terselesaikan hingga sekarang. Pada tahun 2013 Wolrd Health Organization (WHO) menetapkan tema untuk Hari

Lebih terperinci