BAB I. Pendahuluan. sebagian orang, internet merupakan suatu kebutuhan pokok yang tidak bisa

Transkripsi

1 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Internet menjadi salah satu bagian dari kehidupan masyarakat. Bagi sebagian orang, internet merupakan suatu kebutuhan pokok yang tidak bisa ditinggalkan. Berdasarkan survey dari Mark Plus Insight memberikan gambaran, bahwa jumlah pengguna internet pada tahun 2006 mencapai 20 juta, selanjutnya menjadi 25 juta (2007), 31 juta (2008), 40,4 juta (2009), serta 48,7 juta pada akhir tahun Di tahun 2011 hingga 55 juta orang, dimana 23% sudah terkontaminasi koneksi internet yang kebanyakan berpusat di kota-kota besar, hanya 4,1 % yang berada di area lainnya 1. Pemanfaatan media internet memiliki peningkatan secara drastis selama beberapa tahun terakhir, dengan 95% dari remaja di US usia 12 dan 17 secara teratur antara 'akan' online, dan 80% berpartisipasi dalam beberapa jenis media sosial website. 3 Berdasarkan penelitian Rahayu 2014, terdapat gambaran bahwa usia anakanak pengguna internet di beberapa warnet (warung internet) adalah usia anak sekolah yaitu sekitar 6-15 tahun. Anak-anak memanfaatkan facebook untuk chatting, saling mengomentari status teman, melihat profil teman, ada juga beberapa anak sudah mulai mencari pasangan lewat Facebook, dan selebihnya Facebook dimanfaatkan untuk bermain game. Selain Facebook, situs atau konten

2 2 yang sering dikunjungi anak-anak adalah Google dan Youtube. Mereka biasa menggunakannya untuk mencari sesuatu yang mereka sukai seperti lagu, video maupun gambar. Anak-anak bebas mencari apa yang mereka inginkan lewat internet. Dengan keberadaan internet pula anak-anak semakin berkembang dan mempunyai rasa keingintahuan yang besar terhadap dunia luar. 2 Pada dasarnya masa remaja adalah masa penemuan jati diri, peningkatan kemandirian sosial, dan transformasi menjadi individu yang unik. Sementara rekan-rekan, orang tua, dan pendidik memiliki dampak langsung pada interaksi tatap muka remaja sehari-hari, internet memainkan peran yang semakin besar setiap tahapan hidup. 3 Sementara itu, informasi atau penjelasan sehubungan dengan perubahanperubahan fisik yang dialami remaja terlebih lagi mengenai seks, seringkali kurang mendapat tanggapan yang positif atau memuaskan dari lingkungan, terutama orang tua dan keluarga. Tidak tersedianya informasi yang akurat dan benar tentang kesehatan reproduksi memaksa remaja berusaha mencari akses dan melakukan eksplorasi sendiri. 4 Berdasarkan penelitian Mitchell, Finkelhor dan Wolak tahun 2005 menyampaikan bahwa 13 persen dari populasi studi menerima pelecehan seksual melaului internet. empat persen dari mereka menerima permintaan online untuk mengirimkan gambar seksual. Selain itu Beech, menyampaikan bahwa ada banyak hal yang bisa dilakukan melalui Internet dan mudah diakses oleh anakanak, yaitu pesan, gambar dan video pornografi, komunikasi berbau seksual

3 3 dengan pengguna internet lainnya, game berbau seksual, dan lain sebagainya. Dalam hal ini internet merupakan salah satu penyebab terjadinya KSA (Kekerasan Seksual Anak). 5,6 Kasus KSA menjadi sangat mengkhawatirkan karena beresiko terjadi pada semua anak, siapa saja bisa menjadi pelaku, dan dapat terjadi dimana saja, baik orang yang sudah memiliki niat maupun orang yang tiba-tiba memiliki kesempatan. Berdasarkan wawancara dengan guru di SD (Sekolah Dasar) negeri di Sleman pada bulan Maret 2015, siswa SD pada saat ini sudah ahli menggunakan internet, kebanyakan orang tua siswa berkarir sehingga siswa kurang dekat dengan keluarga dan cenderung mencari informasi tentang seksual sendiri melalui internet. 2,7 Hasil laporan UNICEF (United Nations International Children s Emergency Fund), seperlima dari 120 juta perempuan di seluruh dunia yang berusia dibawah 20 tahun dipaksa melakukan hubungan seksual. Kekerasan ini seringkali terjadi di mana anak-anak seharusnya bisa hidup aman, yakni di rumah, sekolah dan lingkungan setempat. Tindak kekerasan ini terjadi pula melalui internet dan banyak dilakukan oleh keluarga, guru, tetangga dan orang asing serta anak-anak sendiri. Selain perempuan, tindak kekerasan seksual juga terjadi pada laki-laki. Anak laki-laki yang menjadi korban kejahatan ini berusia antara 10 hingga 19 tahun di Amerika Selatan dan Tengah, seperti Venezuela, El Salvador, Brasil dan Guatemala. 6

4 4 Data dari Komnas PA (Komisi Nasional Perlindungan Anak) periode I di tahun 2013 atau mulai Januari sampai akhir Juni 2013 terdapat 1032 kasus kekerasan anak yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan jumlah tersebut kekerasan fisik tercatat ada 294 kasus atau 28 persen, kekerasan psikis 203 kasus atau 20 persen dan kekerasan seksual 535 kasus atau 52 persen. Data tahun 2013 ini sebenarnya lebih baik dibanding tahun 2012 lalu yang tercatat 2637 kasus kekerasan anak, baik kekerasan seksual, kekerasan fisik maupun kekerasan psikis. Dari 2637 anak itu sebanyak 1657 adalah anak perempuan dan 980 adalah anak laki-laki. Jumlah ini meningkat dibanding tahun sebelumnya yakni tahun 2011 dimana tercatat 2509 kasus kekerasan anak. Data ini adalah data korban kekerasan yang melapor untuk ditindaklanjuti baik secara hukum, kesehatan maupun psikis. Data senyatanya tingkat kekerasan pada anak terutama yang tidak melaporkan kejadiannya bisa dipastikan jauh lebih banyak dari data tersebut. 7 Data terbaru yang dilaporkan ke Komnas Perlindungan Anak tahun 2013 menunjukkan pada tahun 2013 jumlah kekerasan pada anak ada dengan rincian kekerasan fisik 490 kasus (30 %), psikis 313 kasus (19 %), dan paling banyak kekerasan seksual 817 (51 %). Artinya setiap bulannya hampir anak menerima kekerasan seksual. Penyebab dari kekerasan seksual karena pengaruh media pornografi sebanyak 81 kasus (8 %), terangsang dengan korban 178 kasus (17 %), hasrat tersalurkan sebanyak 298 kasus (29 %). 7 Data tentang kekerasan pada anak yang tercatat di DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) dan ditangani oleh lembaga berwenang pada tahun 2012 adalah

5 5 sebanyak 125 kasus Badan Pusat Statistika (BPS DIY: 2012). Jumlah ini mengalami penurunan dibandingkan dengan kasus pada tahun 2011 yang mencapai 195 kasus. Jenis kekerasan yang paling banyak dialami oleh anak adalah kekerasan seksual dan kekerasan fisik. Apabila dilihat dari pelaku tindak kekerasan maka terlihat bahwa orang-orang terdekat menjadi orang yang yang paling banyak melakukan kekerasan yaitu anggota keluarga, teman, pacar dan orang disekitar lingkungan tempat tinggalnya. Perlu ditekankan bahwa pengetahuan dan pengenalan faktor risiko yang spesifik dan berbagai faktor perlindungan terhadap anak di Indonesia masih sangat kurang. 4 Tabel 1.1. Jumlah Kekerasan terhadap Anak yang ditangani oleh Lembaga yang tergabung dalam Forum Perlindungan korban Kekerasan Provinsi dan Kabupaten/Kota di DIY tahun 2013 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Kabupaten Usia Total 0-5 tahun 6-10 tahun tahun Kab. Kulonprogo Kab. Bantul Kab. Gunung Kidul Kab. Sleman Kota Yogyakarta Tingkat Provinsi Total Kab. Kulonprogo Kab. Bantul Kab. Gunung Kidul Kab. Sleman Kota Yogyakarta Tingkat Provinsi Total Jumlah kekerasan pada anak laki-laki usia 0-5 tahun mencapai 19 orang, usia 6-10 tahun mencapai 22 orang dan usia tahun mencapai 18 orang.

6 6 Jumlah total kekerasan terhadap anak laki-laki mencapai 87 orang. Jumlah kekerasan terhadap anak perempuan usia 0-5 tahun sebanyak 27 orang, usia 6-10 tahun sebanyak 26 orang dan usia tahun sebanyak 238 orang. Jumlah total kekerasan terhadap anak perempuan mencapai 291 orang. Dengan data kejadian kekerasan tersebut terlihat bahwa jumlah kekerasan terhadap anak perempuan jauh lebih banyak dibandingkan dengan anak laki-laki. 8 Berdasarkan sumber BPS DIY tercatat jumlah kasus kekerasan anak Provinsi DIY mengalami pernurunan sebanyak 104 kasus (37, 14%). Penururnan kasus tersebut disebabkan adanya penurunan jumlah kasus dimasing-masing Kabupaten/ Kota, antara lain Kota Yogyakarta (37, 93%) dan Kabupaten Sleman (15,09%). Adapun jumlah kasus terbanyak pada tahun 2009 terdapat di Kabupaten Gunung Kidul sebesar 57 kasus meskipun jumlahnya mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi 46 kasus, sehingga kasus terbanyak pada tahun 2010 justru terjadi di Kabupaten Sleman sebanyak 61 kasus. Adapun jumlah terendah kasus kekerasan pada anak di DIY pada tahun 2009 terjadi di Kota Yogyakarta dengan 29 kasus, dan menurun menjadi 18 kasus pada tahun Apabila dilihat dari banyaknya kasus kekerasan yang terjadi di Kabupaten Sleman, dapat dicermati bahwa banyaknya migrasi dari luar yang menetap untuk pendidikan, ataupun perkembangan pemukiman menjadi daya dorong heterogenitas sosial yang terjadi, ketimpangan sosial dan ekonomi, di satu sisi

7 7 dorongan kemajuan media, menjadi salah satu penyebab mengapa Sleman menempati menjadi daerah dengan jumlah kekerasan anak terbesar. 7 Melihat pemaparan diatas kita tahu bahwa ada sisi positif dan sisi negatif ketika anak-anak menggunakan internet. Namun tidak semua orang tua menyadari dua sisi tersebut. Anak-anak pada umur 6-15 tahun, merupakan masa emas perkembangan. Ketika anak-anak dalam masa perkembangan, orang tua perlu mendampingi serta mengontrol mereka. Anak memerlukan pengarahan dan pengawasan dari orang tua untuk memunculkan kebiasaan baik. 4 Setiap orang tua mempunyai sikap untuk mengawasi anak ketika bermain internet sehingga memunculkan kebiasaan baik bagi anak. Mengingat bahwa psikologis anak dalam masa perkembangan tergolong masih labil dan belum rasional. Apa yang didapatkan dari internet bisa diterima begitu saja. Anak-anak tergolong mudah mengadopsi nilai-nilai yang mereka dapatkan lewat internet dan dibawa dalam kesehariannya. 8 Berdasarkan fenomena tersebut, penulis bermaksud mengadakan penelitian tentang hubungan pemanfaatan media internet dengan sikap siswa terhadap kemampuan dalam antisipasi tindak kekerasan seksual anak di PAA Al- Falaah Blunyahgede Yogyakarta dengan pertimbangan siswa kelas TA (kelas 5-6 SD) usia tahun merupakan masa pra remaja dan remaja awal dimana pada usia tersebut sudah mengalami pubertas yang ditandai dengan mulai mengalami menstruasi, dan perubahan bentuk fisik lainnya. Penulis mengambil lokasi di PAA Al-Falaah, Blunyahgede Yogyakarta karena merupakan salah satu lembaga

8 8 pendidikian informal di tengah kota Sleman dimana kabupaten Sleman memiliki tingkat KSA yang tinggi dengan banyaknya imigran dan pengaruh kemajuan media, sehingga sangat memungkinkan para siswa memperoleh kemudahan dalam mengakses berbagai informasi termasuk seksualitas. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Adakah hubungan pemanfaatan media internet dengan sikap siswa terhadap kemampuan dalam antisipasi tindak kekerasan seksual anak? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pemanfaatan media internet dengan sikap siswa kelas TA PAA Al- Falaah Yogyakarta terhadap Tindak Kekerasan Seksual Anak. 2. Tujuan khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : a. Mengidentifikasi pemanfaatan media internet oleh siswa di PAA Al- Falaah Blunyahgede Yogyakarta b. Mengidentifikasi sikap siswa kelas TA PAA Al-Falaah Blunyahgede Yogyakarta terhadap tindak kekerasan seksual anak.

9 9 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis : a. Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar terhadap mata kuliah yang berhubungan kesehatan reproduksi. b. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa kebidanan pada khususnya, maupun tenaga kesehatan pada umumnya tentang pencegahan terjadinya kekerasan seksual pada anak. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa PAA Al-Falaah Blunyahgede Yogyakarta dapat sebagai acuan dalam mengidentifikasi penyebab kejadian kekerasan seksual anak sehingga dapat mengantisipasi kejadian tersebut. b. Bagi PAA Al-Falaah Blunyahgede Yogyakarta sebagai acuan dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi untuk menghindari terjadinya kekerasan seksual anak. c. Bagi Institusi Pendidikan kebidanan Diploma IV Sekolah Vokasi UGM dapat digunakan sebagai acuan penyuluhan kesehatan reproduksi sebagai upaya untuk menghindari kejadian kekerasan seksual anak. E. Keaslian Penelitian Penelitian sebelumnya serupa dengan penelitian ini pernah dilakukan oleh saudara Rasmin HI Abd Muthalib dengan judul Hubungan antara Pengetahuan

10 10 dengan Sikap tentang Seksual dan Kesehatan Reproduksi pada Siswa SMUN II Kota Ternate. Penelitian ini merupakaan studi analitik dengan pendekatan cross sectional dan dengan uji statistic chi square. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara pengetahuan kesehatan repsoduksi dengan sikap siswa tentang seksual dan kesehatan reproduksi. Hasil penelitian tersebut adalah terdapat hubungan antara pengetahuan dengan sikap tentang seksual dan reproduksi. Sedangkan penelitian yang akan peneliti teliti pada penelitian ini adalah Hubungan Pemanfaatan Media Internet dengan Sikap Siswa terhadap Kemampuan dalam Antisipasi Tindak Kekerasan Seksual Anak. Perbedaan penelitian sebelumnya terletak pada variabel penelitian yaitu pada penelitian ini menggunakan variabel bebas pemanfaatan media internet, variabel terikat sikap siswa terhadap kemampuan dalam antisipasi tindak kekerasan seksual anak. Selain itu pada subyek penelitian ini adalah siswa putra dan putri usia tahun dengan fokus penelitian pada satu sekolah. Uji Statistik yang digunakan adalah uji korelasi Pearson Product Moment. 9 Penelitian lain yang serupa adalah penelitian Herry Ernawati 2014 dengan judul Hubungan antara Penggunaan Sistem Informasi berbasis website dengan pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja di Kabupaten ponorogo. Penelitian merupakan studi analitik dengan pendekatan cross sectional dan bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara penggunaan system informasi berbasis website dengan pengetahuan kesehatan reproduksi siswa. Subyek pada penelitian sebelumnya adalah remaja Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Ponorogo. 10

11 11 Ria Nur Rahayu tahun 2014 dengan judul Anak dan Internet (Etnografi Penggunaan Media Internet oleh Anak di desa Ceper, Kecamatan ceper, Kabupaten Klaten). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengalaman anak-anak dalam praktik penggumaan internet di Warnet, mendeskripsikan praktik pengadopsian nilai dari internet dalam keseharian anak-anak, dan untuk memetakan dampak dan manfaat pemanfaatan media internet oleh anak-anak. Hasil dari penelitian ini adalah pemanfaatan media internet membawa dampak dan manfaat. Perbedaan penelitian ini pada penelitian sebelumnya terletak pada metode penilitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, sedangkan penelitian sebelumnya merupakan penelitian kualitatif, selain itu waktu dan tempat penelitian ini dan sebelumnyapun berbeda. 2