BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

V, DISKUSI DAN KESIMPULAN

BAB III METODE PENELITIAN

KATA PENGANTAR. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

] ; Lampiran I. Skema Kerja. 1. Peremajaan Jamur. Diambil satu ose jamur Gliocladium sp. TNC73 dan TNC59 secara aseptis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penentuan Jumlah Spora Trichoderma sp.

Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih enam bulan di Laboratorium. Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau.

BABm METODA PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Febry Kurniawan, Titania T. Nugroho, Andi Dahliaty

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PUSTAKA. Sistematika dari jamur Trichoderma sp. (Rejeki, 2007)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian. Persiapan Penyediaan dan Pembuatan Inokulum Bacillus licheniiformis dan Saccharomyces.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

BAB III METODELOGIPENELITIAN. PeneJJtian ini dijakukan di Laboratorium Biokimia PakuJtas Matematika dan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini isolat actinomycetes yang digunakan adalah ANL 4,

1 ml enzim + 1 ml larutan pati 1% (dalam bufer) Diinkubasi (suhu optimum, 15 menit) + 2 ml DNS. Dididihkan 5 menit. Didinginkan 5 menit

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

MATERI DAN METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Mei 2015 di Laboratorium

PEMEKATAN ENZIM SELULASE Penicillium sp. LBKURCC20 DENGAN PENGENDAPAN AMONIUM SULFAT 80% JENUH

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Optimalisasi Suhu dan Waktu Produksi Enzim Selulase dari Bakteri Selulolitik Strain Lokal S-16

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

METODE PENELITIAN. Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

ABSTRAK. Kata kimci: selulase, akfivitas enzime, tebu

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

III. BAHAN DAN METODE

Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Sintesis Protein Mikroba dan Aktivitas Selulolitik Akibat

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... 1

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS.

BAB III METODOLOGIPENELITIAN

PRODUKSI ENZIM MANANASE

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

Sampel air panas. Pengenceran 10-1

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-November 2013 di Laboraturium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

OPTIMALISASI PRODUKSI ENZIM SELULASE BAKTERI SELULOLITIK DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH AMPAS TEBU SEBAGAI SUBSTRAT

Rizki Wulandari, Silvera devi, Andi Dahliaty

4 Hasil dan Pembahasan

SKRIPSI. PRODUKSI BIOETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae DARI BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr.) DENGAN VARIASI JENIS JAMUR DAN KADAR PATI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang semakin tinggi serta adanya tekanan dari para ahli dan pecinta

1 atm selama 15 menit

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi

Maka untuk membuat bufer asetat ph 5,5 sebanyak 100 ml adalah: Larutan asam asetat 0,2 M sebanyak 6,8 ml + 43,2 ml larutan sodium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

ISOLASI, UJI AKTIVITAS, DAN AKTIVITAS SPESIFIK ENZIM SELULASE Penicillium sp. LBKURCC27 SEMIMURNI MELALUI PENGENDAPAN (NH 4 ) 2 SO 4

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk

Lampiran L Pembuatan Larutan

Isolasi dan Perbaikan. Kultur. Rancang Media. Rancang Media 3/3/2016. Nur Hidayat Materi Kuliah Mikrobiologi Industri

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan September 2010 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

Bab IV Hasil dan Pembahasan

ISOLASI DAN PENGUJIAN AKTIVITAS ENZIM α AMILASE DARI Aspergillus niger DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA CAMPURAN ONGGOK DAN DEDAK

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai dengan bulan September

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB in METODE PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN

Isolasi bakteri kitinolitik dari Sumber Air Panas. Penentuan Isolat Terpilih

UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

III. METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

SKRIPSI. AKTIVITAS PENISILIN DARI Penicillium chrysogenum PADA SUBSTRAT AIR LINDI DENGAN VARIASI KADAR MOLASE DAN WAKTU INKUBASI

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990).

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - November 2011 :

LAMPIRAN. Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto

BAB III METODE PENELITIAN. adalah variasi jenis kapang yaitu Penicillium sp. dan Trichoderma sp. dan

APPENDIKS A PROSEDUR KERJA DAN ANALISA

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA. Penentuan Kadar Glukosa Darah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Desember 2014 Mei 2015 di. Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari Oktober. penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Universitas Lampung.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil pengamatan peremajaan jamur Kultvir mumi hasil isolasi laboratorium Biokimia FMIPA Universitas Riau yaitu jamur Trichoderma asperellum TNC52 dan TNJ63. Kedua jamur tersebut diremajakan pada medium agar miring PDA. Masing-masing jamur selanjutnya diinkubasi selama 5 hari pada temperatur kamar. Pada hari kedua, kedua jamur ini ditumbuhi spora. Spora ini kemudian membentuk konidiofora dewasa pada hari kelima. Masing-masing jamur tumbuh dengan koloni yang berbeda. Jamur T. asperellum TNC52 koloninya berwama hijau muda, sedangkan jamur T. asperellum TNJ63 koloninya berwama hijau tua. Setelah lima hari, kedua jamur ini diinokulasikan pada medium cair produksi enzim laminarinase. 4.1.2 Penentuan kondisi aktivitas laminarinase Aktivitas enzim laminarinase ditentukan menurut pengukuran yang dilakukan oleh Vazquez-Garciduenas dkk. (1998) yaitu pada suhu 40*'C, ph 5,5 selama 1 jam atau menurut Nugroho dkk. (2003) pada suhu 40 C, ph 5,5 selama 24 jam untuk berbagai kitinase produksi T. asperellum TNJ63. Hasil uji Student-t (Tabel 3) membuktikan adanya perbedaan yang signifikan secara statistik konsentrasi gula pereduksi antara sampel dengan kontrol pada kedua kondisi pengukuran. Konsentrasi gula pereduksi sampel berbeda secara signifikan (p<0,05) lebih tinggi dari kontrol. Hal ini menimjukkan bahwa T. asperellum TNC52 menghasilkan enzim laminarinase, dan aktivitas ini terukur setelah produksi 1 jam dan 24 jam. Perbandingan aktivitas enzim hasil inkubasi substrat dengan sampel ekstrak kasar enzim selama I jam atau 24 jam dengan menggunakan uji Student-t menunjukkan perbedaan yang signifikan (Tabel 4 dan Lampiran 3). Aktivitas enzim laminarinase produksi T. asperellum TNC52 setelah inkubasi 1 jam, lebih tinggi secara signifikan (p<0,05) daripada waktu inkubasi 24 jam. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kondisi pengukuran aktivitas enzim baik dilakukan pada suhu 40''C, ph 5,5 bufer Na-asetat selama 1 jam. 16

Tabel 3. Rata-rata konsentrasi gula pereduksi pada penentuan kondisi aktivitas enzim laminarinase T. asperellum TNC52 pada hari ketiga waktu produksi. Waktu Rata-rata konsentrasi gula pereduksi (jig/ml)*^ Sampel Kontrol Uji -1 pada p = 0,05 1 jam 29,346 ±1,258 2,945 ± 0,268 t Hitung>t tabel 41,0591>2,4470 24 jam 377 ± 15,9098 6,034 ± 0,435 t Hitung>t tabel Rata-rata dari empat kali pengulangan 46,6160>2,4470 Kesimpulan Ada perbedaan yang signifikan Ada perbedaan yang signifikan Tabel 4. Rata-rata aktivitas enzim laminarinase T. asperellum TNC52 pada hari ketiga waktu produksi. Waktu Rata-rata aktivitas enzim laminarinase (Unit/ml)*^ Uji-t pada p = 0,05 1 jam 0,0098 ±0,00000015 t hitung > t tabel 24 jam 0,0057 ±0,000000025 Rata-rata dari empat kali pengulangan 15,3182 >2,4470 Kesimpulan Ada perbedaan yang signifikan 4.1.3 Uji aktivitas ekstrak kasar laminarinase T. asperellum TNC52 dan TNJ63 Aktivitas ekstrak kasar enzim laminarinase ditentukan sebagai jumlah gula pereduksi yang dilepaskan oleh kerja enzim per satuan waktu. Kadar gula pereduksi ditentukan dengan metode Nelson-Somogyi (Green III dkk., 1989) Besamya aktivitas enzim laminarinase dari T. asperellum TNC52 sebagai ftmgsi dari waktu produksi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Tabel 5, sedangkan T. asperellum TNJ63 dapat dilihat pada Gambar 8 dan Tabel 6. 17

Hasil Anava dan uji Duncan jarak berganda menunjukkan bahwa rata-rata aktivitas enzim laminarinase T. asperellum TNC52 dengan waktu produksi 2 hari, 3 hari dan 7 hari berbeda secara signifikan, sedangkan prodviksi 3 hari dengan 5 hari tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (lihat Lampiran 7 dan 8). Aktivitas ekstrak kasar enzim laminarinase tertinggi adalah pada waktu produksi 3 hari sebesar 0.0098 ± 0,0005 unit/ml ekstrak kasar enzim dan 5 hari sebesar 0,0105 ±0,0005 unit/ml. Tabel 5. Aktivitas laminarinase berdasarkan variasi waktu produksi enzim dari T. asperellum TNC52. Waktu (Hari) Aktivitas (Unit/ml)'^ 2 (0,0011 ±0,0012)^ 3 (0,0098 ±0,0005)" 5 (0,0105* 0,0005)" 7 (0,0059 ± 0,0002)' Satu unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai banyaknya enzim yang melepaskan 1 (imol gula pereduksi per menit. Harga rata-rata dengan pangkat huruf yang berbeda adalah berbeda secara signifikan pada tingkat keterpercayaan 95% ip < 0,05) berdasarkan uji Duncan jarak berganda. Grafik waktu produksi vs Aktivitas Laminarinase 0,012 T I 0,01 I ^ 0,008 I 0,006 I B 0,004 ^ 0,002 0 0 2 4 6 8 Waktu Produksi (Hari) Gambar 7. Aktivitas laminarinase berdasarkan variasi waktu produksi enzim dari T. asperellum TNC52. 18

Hasil analisis statistik Anava dan uji Duncan jarak berganda menunjukkan bahwa rata-rata aktivitas enzim laminarinase T. asperellum TNJ63 dengan waktu produksi 3 hari, 5 hari, dan 7 hari berbeda secara signifikan (lihat lampiran 12 dan 13). Aktivitas ekstrak kasar enzim laminarinase tertinggi adalah pada waktu produksi 5 hari sebesar (0.0090 ± 0,0004) unit/ml ekstrak kasar enzim. Tabel 6. Aktivitas laminarinase berdasarkan variasi waktu produksi enzim dari T. asperellum TNJ63 Waktu (Hari) Aktivitas (Unit/ml) 3 (0 ± 0,000)* 5 (0.0090 ±0,0004)" 7 (0,0076 ±0,0003)' Satu unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai banyaknya enzim yang melepaskan 1 ^.mol gula pereduksi per menit. Harga rata-rata dengan pangkat huruf yang berbeda adalah berbeda nyata pada tingkat keterpercayaan 95% {p < 0,05) berdasarkan uji Duncan jarak berganda. Grafik Waktu Produksi vs Aktivitas Laminarinase 0,01 T I ^ 0,008 W *i 0,006 *3 0,004 ^ 0,002 0 0 2 4 6 8 Waktu Produksi (Hari) Gambar 8. Aktivitas enzim laminarinase berdasarkan variasi waktu produksi enzim dari T. asperellum TNJ63. 19

4.1.4 Perbandingan aktivitas laminarinase oleh T. asperellum lokal Riau pada waktu produksi maksimum. Hasil uji Student-t (Tabel 7) aktivitas ekstrak kasar enzim laminarinase T. asperellum TNC52 dan TNJ63 pada waktu produksi maksimum, membuktikan aktivitas enzim laminarinase T. asperellum TNC52 secara nyata (p<0,05) lebih tinggi dari T. asperellum TNJ63. Tabel 7. Rata-rata aktivitas ekstrak kasar enzim laminarinase T. asperellum TNC52 dan TNJ63 pada waktu produksi maksimum Sampel jamur T. asperellum TNC52 T. asperellum TNJ63 Rata-rata aktivitas enzim laminarinase (Unit/ml)*^ 0,0102 ±0,0005 0,0090 ± 0,0004 Rata-rata dari empat kali pengulangan Uji-t pada p = 0,05 t hitung> t tabel 4,54294>2,447 Kesimpulan Ada perbedaan yang signifikan 4.1.5 Kadar proteia ekstrak kasar enzim laminarinase dari jamur T. asperellum TNC52» T. asperellum TNJ63 dan laminarinase komersial dari Trichoderma sp. Kadar protein ekstrak kasar enzim ditentukan dengan metode Lowrey pada panjang gelombang 750 nm. Ekstrak kasar enzim yang di ukur adalah ekstrak kasar yang didapat pada waktu produksi tertinggi untuk kedua jamiu*. Sedangkan enzim komersial dari Trichoderma sp. yang di ukur adalah sebanyak (0.0025 ± 0,0008) mg/ml. Kadar protein yang didapat ditunjukkan pada Tabel 8. 20

Tabel 8. Kadar protein ekstrak kasar enzim laminarinase T. asperellum TNC52, T, asperellum TNJ63 dan enzim laminarinase komersial dari Trichoderma sp. Sampel jamur Rata-rata kadar protein (mg/ml)*> T. asperellum TNC52 (0,0110 ±0,0015)^ T. asperellum TNJ63 (0,0121 ±0,0011)* Trichoderma sp. (komersial) (0,0025 ± 0,0008)" Rata-rata dari empat kali pengulangan. Harga rata-rata dengan pangkat huruf yang berbeda adalah berbeda nyata pada tingkat keterpercayaan 95% ip < 0,05) berdasarkan uji Duncan jarak berganda. 4.1.6 Aktivitas spesifik ekstrak kasar enzim laminarinase dari jamur T. asperellum TNC52, T. asperellum TNJ63 dan laminarinase komersial dari Trichoderma sp. Aktivitas spesifik ditentukan dengan cara membagi rata-rata aktivitas enzim dengan kadar proteinnya. Dari perhitvmgan diperoleh aktivitas spesifik dari masing-masing jamur adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 9. Rata-rata aktivitas spesifik paling tinggi adalah enzim komersial dari Trichoderma sp. Tabel 9. Rata-rata aktivitas spesifik enzim laminarinase dari jamur T. asperellum TNC52, T. asperellum TNJ63 dan laminarinase komersial dari Trichoderma sp. Sampel jamur Rata-rata aktivitas spesifik enzim (Unit/mg protein)*^ T. asperellum TNC52 (0,9046 ±0,1257)' T. asperellum TNJ63 (0,7480 ±0,0616)* Trichoderma sp. (komersial) (3,6302 ± 0,SS76f Satu unit aktivitas spesifik enzim didefinisikan sebagai banyaknya enzim yang melepaskan I ^mol gula pereduksi per menit per mg protein. Harga rata-rata dengan pangkat huruf yang berbeda adalah berbeda nyata pada tingkat keterpercayaan 95% (p < 0,05) berdasarkan uji Duncan jarak berganda. Data aktivitas spesifik dari masing-masing ekstrak kasar enzim laminarinase pada masing-masing jamur dianalisis dengan menggunakan metode Anava dan Duncan jarak berganda (lihat lampiran 22 dan 23 untuk pengamatan lebih lengkap). Hasil analisis Anava dari ketiga jamur tersebut diperoleh aktivitas 21

spesifik yang berbeda nyata (/K0,05). Tabel 9 menunjukkan bahwa dari analisis statistik Duncan jarak berganda, temyata rata-rata aktivitas spesifik pada jamur T. asperellum TNC52 dan TNJ63 tidak ada perbedaan yang signifikan. Sedangkan rata-rata aktivitas spesifik Trichoderma sp. komersial secara nyata (p<0,05), lebih tinggi dari kedua Trichoderma sp. lokal Riau. 4.2 Pembahasan 4.2.1 Penentuan kondisi aktivitas enzim laminarinase Penentuan kondisi aktivitas enzim laminarinase bertujuan agar ditemukaimya kondisi terbaik untuk mendapatkan aktivitas enzim tertmggi. Dari hasil penelitian ini, aktivitas enzim inkubasi 1 jam lebih baik dari pada 24 jam pada suhu 40"C, ph 5,5 bufer Na-asetat 0,05 M. Terjadinya perbedaan yang signifikan antara inkubasi sampel dengan substrat selama 1 jam dan 24 jam, disebabkan terjadinya denaturasi enzim akibat inkubasi 24 jam pada suhu 40"C. Denaturasi enzim akan menyebabkan hilangnya aktivitas enzim. 4.2.2 Produksi enzim laminarinase Trichoderma sp. lokal Riau terbukti dapat menghasilkan enzim laminarinase, yang diproduksi secara ekstemal. Hal ini dibuktikan adanya aktivitas enzim laminarinase pada media pertumbuhannya. Isolasi enzim ekstraseluler ini dilakukan dengan cara sentrifiiga dingin untuk memisahkan sel jamur dengan media pertumbuhannya sehingga diperoleh ekstrak kasar enzim ekstraseluler (Darwis dan Sukara, 1990). Media cair pada penelitian ini menggunakan laminarin yang berfungsi sebagai sumber karbon dan merangsang produksi enzim laminarinase berdasarkan prinsip induksi gen (Whatson dkk, 1992). Penstabil enzim dan untuk mencegah berkurangnya aktivitas enzim selama proses fermentasi berlangsung, maka pada media cair ditambahkan 1% polivinilpirolidon. Apabila ekstrak kasar enzim yang didapat akan disimpan, terlebih dahulu disterilisasi dengan Corning sterile syringe filter 0,45 pm agar ekstrak kasar enzim bebas dari miselia-miselia dan spora jamur yang dapat merusak enzim selama penyimpanan. Kemudian, ke dalam larutan enzim ini ditambahkan larutan NaNa 0,02% untuk menghambat pertiraibuhan mikroba atau 22

mencegah rusaknya enzim karena adanya bakteri atau mikroba lairmya jika terjadi kontaminasi. Enzim laminarinase yang diekstrak dari Trichoderma sp. lokal Riau merupakan enzim induktif, dimana produk induktif sangat dipengaruhi oleh senyawa yang mampu menginduksi pembentukan enzim tersebut. Laminarin (substrat) sebagai induser mampu mendeaktifasi protein represor pada kondisi tidak adanya glukosa, maka RNA-polimerase dapat berikatan dengan promotor sehingga transkripsi dapat berlangsimg imtuk menghasilkan enzim laminarinase Produksi laminarinase Trichoderma sp. lokal Riau mengalami penimman aktivitas setelah hari kelima untuk T. asperellum TNC52 dan T. asperellum TNJ63, sesuai dengan adanya gen ere I yang diinduksi oleh glukosa. CREl adalah protein represor gen penghasil karbohidrase (Ilmen dkk., 1996). Dalam hal ini glukosa akan merepresi gen laminarinase, secara tidak langsvmg melalui induksi gen ere I. Apabila jumlah laminarinase dalam media sudah cukup banyak imtuk menghidrolisis laminarin menjadi glukosa, dan konsentrasi glukosa sudah melebihi kebutuhan, maka glukosa berlebih akan merepresi gen laminarinase secara tak langsung. Glukosa dapat merepresi gen laminarinase, yaitu dengan menginduksi gen represor ere I imtuk menghasilkan lebih banyak represor dari gen laminarinase. Menurunnya aktivitas laminarinase di atas hari kelima dan ketujuh, menunjukkan produksi laminarinase yang berkurang, disebabkan konsentrasi glukosa sudah cukup dalam media pertumbuhan jamur (Ilmen dkk., 1996). Aktivitas laminarinase T. asperellum TNC52 dan TNJ63 terdapat dalam ekstrak kasar enzim pada berbagai variasi waktu produksi enzim. Aktivitas tertinggi untuk T. asperellum TNC52 diperoleh pada hari ketiga hingga kelima fermentasi, dengan nilai rata-rata sebesar (0.0102 ± 0,0005) unit/ml ekstrak kasar enzim. Aktivitas tertinggi laminarinase dari T. asperellum TNJ63 terdapat pada hari kelima fermentasi, yakni sebesar (0,0090 ± 0,0004) unit/ml ekstrak kasar enzim. Kondisi ini menunjukkan bahwa T. asperellum TNC52 maupun TNJ63 terinduksi untuk memproduksi laminarinase bila ada laminarin, dan konsentrasi glukosa sedikit. 23

Waktu untuk mencapai produksi maksimum laminarinase Trichoderma sp. lokal Riau lebih lambat jika dibandingkan Trichoderma harzianum IMI206040 galur Meksiko dan Trichoderma viride U-1 galur Jepang. T. harzianum IMI206040 dan T. viride U-1 menghasilkan aktivitas laminarinase maksimum pada hari kedua fermentasi (Vasquez-Garciduenas dkk, 1998 dan Nobe dkk, 2003). Kemungkinan T. harzianum IMI206040 dan T. viride U-1 memiliki respon yang lebih cepat terhadap laminarin di lingkungaimya, dibanding Trichoderma sp. Lokal Riau. T. harzianum IMI206040 pada hari kedua waktu produksi memiliki aktivitas spesifik laminarinase ekstrak kasar sebesar 40.000 unit/mg protein (Vasquez-Garciduenas dkk, 1998). T. viride U-1 memiliki aktivitas spesifik ekstrak kasar sebesar 2,34 unit/mg protein (Nobe dkk, 2003). Nilai-nilai ini lebih tinggi dari aktivitas enzim spesifik laminarinase ekstrak kasar T asperellum TNC52 dan TNJ63 masing-masing sebesar (0,9046 ± 0,1257) unit/mg protein dan (0,7480 ± 0,0616) unit/mg protein. Hal ini menimjukkan keunggulan T. harzianum IMI206040 dan T. viride U-1 dalam menghasilkan laminarinase. 4.2.3 Kadar protein ekstrak kasar enzim laminarinase T. asperellum TNC52, T. asperellum TNJ63 dan enzim laminarinase komersial dari Trichoderma sp. Kadar protein dari ekstrak kasar enzim laminarinase ditentukan dengan metode Lowrey. Pada pengukuran kadar protein dilakukan pengendapan larutan ekstrak kasar enzim dengan penambahan aseton dingin (-20 C) yang bertujuan untuk memisahkan protein dari gula pereduksi terlarut yang dapat mengganggu penentuan protein dengan metoda Lowrey, karena gula pereduksi dalam ekstrak kasar dapat mereduksi Cu^^ yang ada pada reagen Lowrey. 4.2.4 Aktivitas spesifik ekstrak kasar enzim laminarinase Aktivitas spesifik enzim menunjukkan suatu ukuran kemumian enzim. Semakin tinggi aktivitas spesifik enzim maka semakin tinggi juga tingkat kemumian enzim tersebut. Aktivitas spesifik diperoleh dari aktivitas enzim dibagi dengan kadar protein yang dikandungnya. Dari hasil Anava dan uji Duncan jarak berganda diperoleh bahwa aktivitas spesifik kedua jamur isolat lokal Riau lebih 24

rendah secara signifikan (p<0,05) dengan aktivitas spesifik laminarinase komersial (Tabel 9). Hal ini menimjukkan bahwa enzim laminarinase komersial lebih mumi dari enzim laminarinase Trichoderma sp. lokal Riau. 25