Metafor (Simile) dalam Bahasa Bali: Ancangan dalam Penerjemahan ke dalam Bahasa Indonesia Ni Ketut Ratna Erawati 1, I Ketut Ngurah Sulibra 2 1 ) Prodi Sastra Jawa Kuno Fak. Ilmu Budaya Univ. Udayana 2) Prodi Sastra Bali Fak. Ilmu Budaya Univ. Udayana Email: ratnaerawati65@yahoo.com / ratna_erawati@unud.ac.id ngurahsulibra@gmali.com Highlight Metafor dan simile pada hakikatnya merupakan majas perbandingansebagai unsur estetis literer. Secara substansional, tidak ada perbedaan mendasar di antara keduanya. Simile menggunakan kata-kata bantu sedangkan metafor tidak. Dalam bahasa Bali metafor dapat dijumpai dalam penggunaan sesonggan, sesenggakan, sesawangan, pepindan. Penerjemahan metafor/simile dari bahasa Bali ke dalam bahasa Indonesia sesuai dengan budaya yang sepadan, tidak secara literer. Kata kunci: estetis literer, perbandingan, metafor, sepadan, budaya. 2017. Ni Kt. Ratna Erawati dan I Kt. Ngurah Sulibra. All Right reserved. Pendahuluan Istilah metafor dan simile merupakan dua buah istilah yang mengandung pengertian relatif sama. Namun, di antara kedua istilah tersebut tampaknya istilah metafor lebih umum (lebih luas) digunakan sebagai dasar pengertian dalam memadankan sebuah proposisi. Larson (1989: 259) membedakan bentuk metafor dengan simile sebagai berikut. Bentuk metafor tidak menggunakan kata-kata bantu sedangkan simile menggunakan kata-kata bantu (seperti, bagaikan, ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, serupa). Bentuk metafor bisa diubah menjadi simile, demikian sebaliknya. Misalnya, Intan merupakan bintang kelas (simile) bisa diubah menjadi Intan adalah bintang kelas. Metafor dan simile merupakan bentuk gramatikal yang mewakili dua proposisi dalam struktur semantis. Tidak semua metafor dan simile dapat diartikan dengan mudah. Oleh karena itu, jika metafor diterjemahkan secara harfiah, kata per kata, sering terjadi salah pengertian. Moentaha (2006: 185) menegaskan bahwa dalam menerjemahkan sebuah metafor penting sekali menentukan arah modifikasi sketsa citra (image) yang berdasarkan pada fraseologisme yang dideformasikan. Penerjemah seringkali diharuskan untuk melakukan transformasi tambahan. Setelah dipahami makna simbol citra dan logika perubahannya, barulah penerjemah bisa sampai pada keputusan yang benar. Dalam hal ini metafor berarti penggunaan makna kiasan (transferred meaning) kata atau frasa yang berdasarkan pada kesamaan, analogi dalam suatu hubungan antara dua objek atau gejala. Baik metafor maupun simile dapat dijumpai dalam penggunaan bahasa seharihari, baik dalam komunikasi biasa maupun dalam karya sastra. Dalam karya sastra seringkali pengarang (penulis) memanfaatkan potensi bahasa sebagai metafor E-ISSN: 2528-3049 12
maupun simile sebagai unsur-unsur stilistik untuk menambah kualitas estetis sehingga bahasa sastra betul-betul sui generis (khas dan istimewa). Oleh karena itu, Sudjiman (1993: 15) menyatakannya sebagai stylistic embellishment hiasan stilistik yang serta-merta tidak bisa dinisbikan karena memberikan makna tambahan. Oleh karena itu, dalam rangka memahami metafor dan simile sehubungan dengan konteks menerjemahkan bentuk-bentuk stilistik tersebut, pertama-tama yang harus diperhatikan adalah perbedaan norma-norma stilitik bahasa pemberi (BP) dengan bahasa sasaran (BS). Setiap bahasa mempunyai sistem fungsional terkait dengan stilistika (gaya bahasa). Tetapi, kumpulan tanda-tanda pembeda yang bercirikan sistem fungsional yang satu maupun yang lain dalam berbagai bahasa sering tidak sesuai. Meski hasil terjemahan tidak menyimpang dari kaidah gramatikal dan leksikal, tetapi bisa tercela karena melanggar norma-norma stilistik. Untuk itu, Moentaha (2006: 22) setuju pendapat Mounin, seorang pakar terjemahan asal Prancis, mengatakan bahwa adanya kata-kata yang mengandung kesamaan makna, yang inheren dalam penerjemahan, tidak boleh bertentangan norma-norma stilistis bahasa. Berdasarkan paparan di atas, maka yang hendak diketengahkan dalam tulisan ini berkisar pada kesepadanan contoh-contoh metafor/simile dalam bahasa Bali ke dalam bahasa Indonesia. Contoh-contoh tersebut akan dianalisis berdasarkan teknik analisis Larson (1989). Tujuannya adalah untuk memudahkan memahami dalam menerjemahkan metafor/simile bahasa Bali ke dalam bahasa lain secara mudah dan gamblang. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, berikut ini disajikan kerangka teori untuk menganalisis metafor/simile. Sebuah proposisi dalam metafora/simile terdiri atas sebuah topik dan sebuah sebutan (tentang topik) (Larson, 1989: 260). Misalnya, Putu bagus Putu tampan terdiri dari Putu (topik) dan bagus (sebutan). Putu ngalap bunga Putu memetik bunga terdiri dari Putu (topik) dan ngalap bunga (sebutan). Jika metafor/simile muncul dalam teks, sebaiknya penerjemah menganalisisnya dengan mencari kedua proposisi yang merupakan struktur semantis di balik majas itu. Topik --- topik proposisi pertama (nonfiguratif), yaitu benda atau hal yang dibicarakan. Citra ---- topik proposisi kedua (figuratif), yakni apa yang dibandingkan. Titik kemiripan--- yaitu sebutan dari kedua proposisi yang dilibatkan atau sebutan dari proposisi KEJADIAN yang citranya merupakan topik. Padanan nonfiguratif--- apabila proposisi yang berisi topik merupakan proposisi kejadian, sebutannya merupakan padanan nonfiguratif. Uraian Isi Hakikat metafor/simile sesungguhnya adalah perbandingan, yakni membandingkan dua bentuk atau hal. Dalam budaya Bali biasanya bentuk-bentuk metafor/ simile bisa ditemukan dalam sesonggan pepatah, sesenggakan ibarat, sesawangan perumpamaan, dan pepindaan perumpamaan implisit (Simpen, 2010). Simile dalam bahasa Bali sering menggunakan kata-kata waluya, sakadi, buka, cara, (seperti, ibarat, bagaikan) dan sejenisnya sedangkan metafor tidak. Berikut disajikan beberapa contoh untuk analisis metafor/simile dalam rangka untuk memudahkan penerjemahan antarbahasa. E-ISSN: 2528-3049 13
(1) Kenehne cara yehe di don candunge bagai air di daun talas (sesonggan). Artinya, dikiaskan pada seseorang yang tidak tetap pendiriannya, sedikit saja digoyang nisacaya akan jatuh. Gambar 1 adalah foto air di daun candung. Gambar 1. Air Di Daun Talas Topik : adalah kenehne pikirannya goyang Citra : yeh di don candunge air di daun talas (mudah goyang) Titik kemiripan: (mudah bergoyang/tidak tetap pendirian). (candung adalah sejenis talas yang tumbuh di sawah-sawah/pinggir kali dan tidak dapat dimakan). Oleh karena itu, simile (1) di atas diwujudkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi seperti air di daun talas. (2) Ia buka taluh apit batu dia bagai telur di ujung tanduk (sesonggan). Topik : ia (dia sulit) Citra : taluh apit batu telur di antara batu (makna sebenarnya), telur di ujung tanduk (kias padanan bahasa Indonesia) serba sulit Titik kemiripan: serba sulit, keadaan berbahaya. Simile ini dikiaskan pada seseorang dalam keadaan serba sulit, sangat berbahaya, sedikit saja terjadi kesalahan akan berakibat fatal. Simile (2) di atas ia buka taluh apit batu ia seperti telur diapit batu harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia ia bagai telur di ujung tanduk. (3) Panak-panakan nyalian (cenik-cenik dueg nyilem) (sesenggakan) anak ikan nyalian (Gambar 2). Bentuk ini adalah metafor karena tidak menggunakan kata bantu. Arti sesungguhnya setiap anak ikan (nyalian) walaupun masih kecil sudah pandai menyelam. Makna kiasnya ditujukan kepada seseorang untuk menyanjung kepandaian seorang anak kecil yang berasal dari ayah atau ibunya yang pintar. Gambar 2. Anak Ikan Nyalian E-ISSN: 2528-3049 14
Topik : seseorang (anak kecil) pandai Citra : panak nyalian (dueg nyilem) Titik kemiripan: pandai sedari kecil. Metafor ini sepadan dengan bebek ajahin nglangi mengajari itik berenang. (4) Pamulune nyandat gading kulitnya kuning langsat (sesawangan) Gambar 3. Bunga Kenanga Gambar 4. Buah Langsat Metafor (4) di atas membandingkan warna kekuning-kuningan antara kuningnya bunga kenanga (Gambar 3) dengan kuningnya buah langsat (Gambar 4). Bagi orang Bali keindahan kulit seorang (gadis) diibaratkan dengan warna kenanga sedangkan dalam konteks budaya Indonesia keindahan kulit diibaratkan dengan kuningnya buah langsat. Oleh karena itu, pamulune nyandat gading kulitnya (seperti) bunga kenanga harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kulitnya kuning langsat. Topik : seseorang (kulitnya) Citra : bunga kenanga Titik kemiripan: warna kulit kekuning-kuningan (5) Alisne madon intaran alisnya seperti daun intaran (makan kias bahasa Indonesia: alisnya bagai semut beriring) Gambar 5. Foto Alis Gambar 6. Daun Intaran Gambar 7. Foto Semut Metafor (5) di atas pepindan perumpamaan implisit digunakan untuk menyatakan keindahan bentuk alis (biasanya untuk gadis/perempuan, Gambar 5). Daun intaran (Gambar 6) lazim digunakan dalam pelengkap sajen di Bali. Perbandingan bentuk alis yang melengkung mirip dengan lengkung daun intaran. Oleh karena kesamaan bentuk inilah digunakan sebagai metafor (perbandingan bentuk). Dalam budaya Indonesia, untuk keindahan bentuk alis diambil dengan membandingkannya dengan semut (Gambar 7) yang berjalan beriringan. Bukan bentuknya yang digunakan sebagai dasar ungkapan tetapi alasannya adalah kerapian. Oleh karena itu metafor alisne madon intaran sepadan dengan makna alisnya (indah, rapi) bagai semut beriring. E-ISSN: 2528-3049 15
Kesimpulan Topik : alis (seseorang) Citra : don intaran Titik kemiripan: bentuk, kerapian. Berdasarkan hasil pembahasan di atas, beberapa simpulan dapat dirumuskan, yakni; Metafor dan simile memiliki substansional relatif sama. Simile menggunakan kata-kata bantu sebagai pemarkahan sedangkan sedangkan metafor tidak. Metafor/simile pada hakikatnya adalah majas perbandingan terutama untuk kepentingan estetis literer. Penerjemahan metafor/simile bahasa Bali ke dalam bahasa Indonesia dipadankan sesuai budaya yang ada dalam bahasa Indonesia, tidak secara literer. Bentuk metafor/simile dalam bahasa Bali dapat ditemukan dalam sesonggan (pepatah), sesenggakan (ibarat), sesawangan (perumpamaan), dan pepindaan (perumpamaan implisit). Referensi 1. Larson, Milfred L.Penerjemahan Berdasar Makna: Pedoman untuk Pemadanan Antarbahasa. (Edisi terjemahan oleh Kencanawati Taniran). Jakarta: Arcan, 1989. 2. Moentaha, Salihen.Bahasa dan Terjemahan. Jakarta: Kesaint Blanc, 2006. 3. Sulibra, I Ketut Ngurah, Peribahasa dan Paribasa dalam PersfektifLinguistik Kebudayaan : Komparasi Aspek Semantik dalam Pustaka Jurnal Ilmu-Ilmu Budaya. Denpasar: Universitas Udayana, 2012. 4. Simpen AB, I Wayan. Basita Parihasa. Denpasar: Upada Sastra, 2010. 5. Sukarini, dkk. Pengurangan dan Penambahan Informasi dalam Terjemahan dari Bahasa Bali ke dalam Bahasa Indonesia (Prosiding Nasional Bahasa Ibu VIII). Denpasar: Program S2 dan S3 Linguistik Unud, 2015. 6. Ginarsa, I Ketut. Paribasa Bali. Singaraja: CV Kayu Mas Agung, 1980 Keterangan Gambar Gambar 1: link: ww.google.co.id/webhp?sourceid=chrome- 8#q=air+di+daun+talas&* Gambar 2: link: /www.google.co.id/webhp?sourceid=chrome- 8#q=ikan+nyalian&* Gambar 3:link : www.google.co.id/webhp?sourceid=chrome- 8#q=kenanga&* Gambar 4: link: https://www.google.co.id/search?q=buah+langsat&rlz=1c1giwa_enid725i D725&espv=2&tbm=isch&imgil=V4ugOQYz2OkoaM%253A%253BOv- VawsEcmTX9M%253Bhttp%25253A%25252F%25252Fmanfaat.co.id%2525 2F12- Gambar 5: link: https://www.google.co.id/webhp?sourceid=chrome- 8#q=alis&* E-ISSN: 2528-3049 16
Gambar 6: https://www.google.co.id/webhp?sourceid=chrome- 8#q=daun+intaran&* Gambar 7: link: https://www.google.co.id/search?q=semut&rlz=1c1giwa_enid725id725&e spv=2&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=x&ved=0ahukewjhwebk6crsa hwhpzqkhvm8c78qir4igge&biw=1275&bih=615 E-ISSN: 2528-3049 17