BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

BAB II DESKRIPSI WILAYAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

Daftar Tabel Data Fiskal Regional Kanwil Ditjen Perbendaharaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Wilayah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

IV.GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Gedung Aji memiliki luas wilayah sekitar 114,47 km 2 beribukota di

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN. Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Daftar Tabel. Halaman

ANALISIS PADA CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KABUPATEN KUDUS DAN KABUPATEN JEPARA TAHUN ANGGARAN Oleh : Yusshinta Polita Gabrielle Pariury

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

APBD KOTA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2018

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

ANALISIS PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH SERTA KONTRIBUSINYA TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN MINAHASA SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pendapatan Asli Daerah serta kemungkinan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 7 TAHUN 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten Sleman Akhir Masa Jabatan Tahun DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

V. PEMBAHASAN. perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

I. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

Transkripsi:

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR 1.5 Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah daratan (tidak memiliki wilayah laut) yang berbatasan langsung dengan ibukota RI. Secara geografis Kabupaten Bogor mempunyai luas sekitar 2.388,93 Km 2 dan terletak antara 6.19 0 lintang selatan dan 106 0 1' -107 0 103' bujur timur. Cibinong adalah ibukota Kabupaten Bogor. Batas-batas wilayah Kabupaten Bogor adalah: a. Di Utara : Kota Depok b. Di Barat : Kabupaten Lebak. c. Di Barat Daya : Kabupaten Tangerang. d. Di Timur : Kabupaten Purwakarta. e. Di Timur Laut : Kabupaten Bekasi. f. Di Selatan : Kabupaten Sukabumi. g. Di Tenggara : Kabupaten Cianjur. Batas-batas wilayah Kabupaten Bogor dapat dilihat pada peta (Gambar 6). Gambar 6 Peta Batas Wilayah Kabupaten Bogor

Berdasarkan hasil Pendataan Sosial Ekonomi 2005, Kabupaten Bogor memiliki 40 Kecamatan, 427 desa/kelurahan, 13.541 RT dan 913.206 rumah tangga. Dari jumlah tersebut 234 desa mempunyai ketinggian sekitar kurang dari 500 m di atas permukaan laut (dpl), 144 desa diantara 500-700 m dan sisanya 49 desa sekitar lebih dari 500 m dpl. Hampir sebagian besar desa pada Kabupaten Bogor sudah terklasifikasi sebagai desa Swakarya yakni 236 desa, lainnya 191 desa Swasembada dan tidak ada desa Swadaya. Berdasarkan klasifikasi daerah, dilihat dari aspek potensi lapangan usaha, kepadatan penduduk dan sosial terdapat kategori desa perkotaan sebanyak 199 dan desa pedesaan sebanyak 228 desa. 1.6 Kependudukan dan Sumberdaya Manusia Jumlah penduduk Kabupaten Bogor tahun 2007 menurut hasil penyempurnaan data Sensus Daerah (Susda) melalui kegiatan Pencocokan dan Penelitian (Coklit) adalah sebanyak 4.300.510 jiwa, lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah penduduk pada tahun 2006 yang berjumlah 4.216.186 jiwa. Dari data jumlah penduduk tersebut, maka pertumbuhan penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2007 sebesar 2%. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor Berumur 10 tahun ke atas menurut Status Pendidikan dan Jenis Kelamin Tahun 2005 sebagaimana disajikan dalam tabel 2. Tabel 2 Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor Menurut Status Pendidikan dan Jenis Kelamin Tahun 2005 Status Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah Tidak/BelumPernah Sekolah 56.996 123.846 180.842 Masih Bersekolah 279.876 226.098 505.974 Tidak Bersekolah Lagi 1.837.114 1.733.052 3.570.166 Jumlah 2.173.986 2.082.996 4.256.982 Sumber: Kabupaten Bogor Dalam Angka 2006

Dilihat dari kategori penduduk miskin dengan alasan ekonomi dan non ekonomi, maka keluarga di Kabupaten Bogor terdiri dari: (1) kategori keluarga Pra KS sebanyak 89.142 KK, (2) kategori keluarga KS I sebanyak 282.023 KK, (3) kategori keluarga KS II sebanyak 253.060 KK, (4) kategori keluarga KS III sebanyak 105.785 KK, (5) kategori keluarga KS III plus sebanyak 25.342 KK. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) di Kabupaten Bogor menunjukkan untuk laki-laki 75,13 %, perempuan 32,92 % dan total adalah 54,67 %. Sedangkan data kemiskinan di Kabupaten Bogor yang mempunyai kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun (Grafik 1). 1.7 Ekonomi dan Sosial Peran serta masyarakat terutama dunia usaha telah mampu mendorong berkembangnya pembangunan ekonomi Kabupaten Bogor. Dengan keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi sangat memberikan dukungan dan dorongan terhadap pembangunan di berbagai sektor lainnya. Hal ini juga menjadi peluang bagi perluasan kesempatan kerja yang turut mendukung peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah. Jenis pekerjaan utama masyarakat Kabupaten Bogor terdiri atas: tenaga usaha pertanian sebanyak 296.506 orang, tenaga produksi sebanyak 610.845 orang dan anggota TNI dan lainnya sebanyak 15.519 orang (data tahun 2005, BPS Jabar). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa persentase jenis pekerjaan terbesar adalah tenaga sektor produksi yaitu sebesar 66%, tenaga pertanian sebesar 32% dan anggota TNI dan lainnya sebesar 2%. Perekonomian suatu wilayah diindikasikan dengan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Di Kabupaten Bogor, secara umum seluruh sektor lapangan usaha mengalami kenaikan. Pendapatan Daerah merupakan kekuatan utama perekonomian daerah yang sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor. Tingkat pendapatan suatu daerah dapat diukur antara lain dari income perkapita, penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB), pendapatan asli daerah (PAD) serta gambaran kualitatif tentang keadaan sandang, pangan dan perumahan masyarakat.

Sebagai gambaran tentang penopang ekonomi di Kabupaten Bogor antara lain mengenai rata-rata pertumbuhan PDRB, APBD dan DAU dalam lima tahunan dapat di lihat pada Tabel 3. Tabel 3 Rata-rata Pertumbuhan PDRB, APBD dan DAU Kabupaten Bogor Tahun APBD DAU Pertumbuhan PDRB (dalam %) 1983-1987 14.492 3.374 12,3 1988-1992 44.426 22.890 14,7 1993-1997 137.105 50.200 8,6 1998-2002 512.728 203.292 30,1 2003-2007 1.310.227 798.013 30,6 Sumber : Ditjen Perimbangan Keuangan-Depkeu dan BPS Kab. Bogor (Bogor Dalam Angka). Catatan : APBD dan DAU dalam juta rupiah Untuk Tahun 1997 s.d. 2000 sebelum adanya DAU transfer dana Pemerintah Pusat dalam bentuk Subsidi Daerah Otonom (SDO). 1.8 Sarana dan Prasarana Wilayah Untuk mendukung kegiatan ekonomi dan mobilitas masyarakat Kabupaten Bogor maka Pemda Kabupaten Bogor terus menerus membangun dan meningkatkan prasarana jalan dan jembatan. Menurut data tahun 2006 yang dikeluarkan oleh Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor, panjang jalan Kabupaten Bogor adalah 1.752,706 km, sedangkan jumlah jembatan adalah 496 unit. Fasilitas kesehatan di Kabupaten Bogor meliputi Rumah Sakit (baik RS Pemerintah maupun Swasta) berjumlah 8 unit, puskeskmas 197 unit sedangkan jumlah dokter umum 934 orang dan dokter spesialis 150 orang. Fasilitas pendidikan yang dimiliki Kabupaten Bogor tidak hanya pada jalur pendidikan formal saja, namun juga pada jalur pendidikan non formal. Keberadaan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) adalah sebagai salah satu satuan pendidikan non formal yang merupakan sarana untuk mengintensifkan dan mengkoordinasikan berbagai kegiatan pembelajaran masyarakat yang pelaksanaannya dipusatkan di suatu tempat yang dimiliki dan dikelola oleh, dari

dan untuk masyarakat. Fasilitas pendidikan di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Jumlah Sarana Pendidikan di Kabupaten Bogor Tahun 2005 Wilayah Kabupaten Bogor Jenis Sarana Pendidikan Jumlah Barat Tengah Timur SD 570 767 303 1640 SMP 135 283 80 498 SMA 73 160 38 271 Sumber : IPM Kab. Bogor Tahun 2006 Sarana air bersih bagi warga juga telah tersedia dengan baik melalui Perusahaan Air Minum Daerah Kabupaten Bogor dengan kapasitas produksi dan distribusi sebesar 48.885.534 M 3 dan terrjual sebesar 31.082.865 M 3. Cakupan pelayanan meliputi perkotaan 17,05 % dan Pedesanan 27,00 % dengan sebaran daerah adalah 6 cabang pelayanan berada di wilayah Kabupaten Bogor 1 Cabang Pelayanan berada di wilayah Kota Bogor dan 4 Cabang Pelayanan berada di wilayah Kota Depok. Jumlah sarana kantor pos yang ada di Kabupaten Bogor adalah sebanyak 27 kantor pos yang tersebar di 40 Kecamatan (data tahun 2006). Sedangkan fasilitas telekomunikasi jumlah kapasitas sambungan induk periode 1990-1996 meningkat dari 932 sambungan menjadi 4.622 sambungan. Sambungan tambahan periode 1990-1996 meningkat dari 48 sambungan menjadi 31.612. Di bidang keagamaan sebagai benteng moral perilaku masyarakat Kabupaten Bogor didukung pula oleh ketersediaan sarana keagamaan, berupa masjid sebanyak 3.412, musholla sebanyak 3.736, gereja katolik sebanyak 24, gereja protestan sebanyak 20, pura 8 dan vihara 20. Sedangkan jumlah penduduk berdasarkan agama yang dianut terdiri dari pemeluk agama Islam sebanyak 3.253.382 jiwa, Katolik sebanyak 24.519 jiwa, Protestan sebanyak 21.665 jiwa, Hindu sebanyak 11.932. Untuk mendukung pembangunan di Kabupaten Bogor masih banyak lagi terdapat berbagai fasilitas penunjang antara lain sarana dan prasarana olah raga, gedung kesenian dan kebudayaan.

1.9 Potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam era desentralisasi fiskal diharapkan terjadinya peningkatan pelayanan diberbagai sektor terutama sektor publik. Peningkatan layanan publik ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik bagi investor untuk membuka usaha di daerah. Harapan ini tentu saja dapat terwujud apabila ada upaya serius (pemerintah) dengan memberikan berbagai fasilitas pendukung (investasi). Konsekuensinya, pemerintah perlu untuk memberikan alokasi belanja yang lebih besar untuk tujuan ini. Desentralisasi fiskal di satu sisi memberikan kewenangan yang lebih besar dalam pengelolaan daerah, tetapi disisi lain memunculkan persoalan baru, dikarenakan tingkat kesiapan fiskal daerah yang berbeda-beda. Dalam penciptaan kemandirian daerah, pemerintah daerah harus beradaptasi dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai sektor yang berpotensi untuk di kembangkan menjadi sumber PAD. Tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi semakin kuat, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah. Dalam upaya peningkatan kemandirian daerah pemerintah daerah juga dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan salah satunya memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembagunan pada sektor-sektor yang produktif di daerah. Berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka PAD di Kabupaten Bogor terdiri dari penerimaan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Kekayaan lain yang dipisahkan, dan lain-lain PAD (Lampiran VI). Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaran pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Sedangkan retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk Kepentingan orang pribadi/badan.

Perkembangan target dan realisasi Pajak Daerah di Kabupaten Bogor sejak tahun 1999/2000 sampai dengan 2006 dapat terlihat pada Gambar 7. Gambar 7 Target dan Realisasi Pajak Daerah Kabupaten Bogor 1999 s.d. 2006 Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, merupakan penerimaan deviden yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten Bogor atas hasil penyertaan modal pada perusahaan daerah. Penerimaan deviden tersebut diperolah dari Bank Jabar Cabang Cibinong, Perusaan Daerah Air Minum (PDAM), Perusahan Daerah Pasar Tohaga. Sedangkan pos penerimaan lain-lain PAD yang sah, merupakan penerimaan yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten Bogor yang tidak terakomodir pada tiga jenis pos penerimaan sebelumnya. Untuk saat ini, penerimaan dari lain-lain PAD yang sah untuk Kabupaten Bogor, terdiri dari : a. Hasil Penjualan Aset Daerah (kendaraan roda empat dan kendaraan roda dua). b. Jasa Giro. c. Deposito, yaitu hasil dari bunga deposito yang dilakukan oleh Pemda Kabupaten Bogor, pada bank BRI, BTPN dan Bank JABAR. d. Ganti Rugi atas Kekayaan Daerah (TPT/GR). e. Denda Katerlambatan Pelaksanaan Pekerjaan. f. Pendapatan Lain-Lain, yang terdiri dari penjualan benih padi dan lain-lain Penerimaan.