IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sifat Fisik Kimia Produk

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

III. METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

4 Pembahasan Degumming

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

Lampiran 1. Determinasi Tanaman Jarak Pagar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram alir pengepresan biji jarak dengan pengepres hidrolik dan pengepres berulir (Hambali et al. 2006).

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

KAJIAN PENGARUH SUHU DAN LAMA REAKSI SULFONASI PADA PEMBUATAN METHYL ESTER SULFONIC ACID

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan.

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

TUGAS ANALISIS AIR, MAKANAN DAN MINUMAN ANALISIS LEMAK

Lampiran 1. Prosedur Analisis Biji Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab III Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

III. METODE PENELITIAN

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PENGARUH KONSENTRASI H 2 SO 4 DAN SUHU REAKSI PADA PROSES PRODUKSI SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT (MES) DENGAN METODE SULFONASI ABSTRACT

PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SUHU DAN LAMA PROSES SULFONASI DALAM PROSES PRODUKSI METHYL ESTER SULFONIC ACID (MESA) MENGGUNAKAN SINGLE TUBE FALLING FILM REACTOR (STFR)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Biji dan Minyak Jarak Pagar Biji jarak pagar dari PT Rajawali Nusantara ini dikemas dalam kemasan karung, masing-masing karung berisi kurang lebih 30 kg. Hasil analisis biji jarak dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil analisis biji jarak pagar Analisis Proksimat Nilai Kadar Air (%) 8,90 Kadar Abu (%) 4,62 Kadar Minyak (%) 39,87 Kadar air biji jarak diukur dengan menggunakan basis basah menunjukkan nilai 8,9%. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan yang telah dilakukan oleh Winkler (1997) yaitu 5,77%, Gubitz et al. (1999) sebesar 3,1-5,8%, serta Peace dan Aladesanmi (2008) yaitu sebesar 5%. Tingginya kadar air ini disebabkan oleh umur simpan biji jarak yang sudah lama. Penyimpanan biji yang ditumpuk-tumpuk serta tempat penyimpanan yang lembab juga dapat membuat kadar air biji jarak meningkat. Hal tersebut juga tampak dari penampakan beberapa biji yang disimpan di bagian bawah tumpukan yang tampak agak basah. Kadar abu yang diukur menunjukkan nilai 4,62 yang tidak jauh berbeda dengen penelitian yang dilakukan oleh Gubitz et al. (1999) 3,6-4,3%, serta Peace dan Aladesanmi (2008) 4,9%, namun sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan Winkler (1997) yaitu 3,17%. Kadar abu menunjukkan kandungan bahan-bahan anorganik yang ada dalam biji jarak pagar. Kadar minyak yang dianalisis menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda dengan yang ada pada literatur. Kadar minyak ini merupakan jumlah minyak yang diukur dengan menggunakan ekstraksi pelarut dalam soxhlet. Biji jarak diangin-anginkan untuk mengurangi kandungan air. Kandungan air yang tinggi akan mempercepat proses ketengikan (rancid). Kandungan air yang tinggi akan mempercepat proses hidrolisis dan oksidasi. Untuk itu baik biji maupun minyak jarak perlu dilakukan penyiapan bahan dan 18

penyimpanan yang baik. Biji jarak selanjutnya diekstraksi dengan menggunakan mesin pres ulir (screw press). Minyak yang diperoleh dari hasil ekstraksi berwarna hitam karena masih mengandung banyak pengotor. Pengotor tersebut terdiri dari kulit dan senyawa kimia seperti: alkoloid, fosfatida, karotenoid, khlorofil, dan partikel lainnya. Kotoran berupa getah/lendir disebut gum yang terdiri dari komponon berupa fostatida, protein, karbohidrat, residu, air dan resin. Gum dan pengotor ini diendapkan terlebih dahulu sebelum dilakukan analisis lebih lanjut. Beberapa gum yang sulit untuk dipisahkan dengan cara diendapkan dipisahkan dengan cara filtrasi. Beberapa minyak juga terlalu sulit dipisahkan dari gum dan pengotor sehingga tetap tersisa pada pengotor. Hal ini mengurangi rendemen total minyak jarak yang dihasilkan. minyak jarak yang dihasilkan dari proses ini berwarna kuning jernih dan berbau seperti kacang. Hasil analisis sifat fisiko-kimia minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil analisis sifat fisiko-kimia minyak jarak pagar Analisis Satuan Nilai Kadar Abu % 0,042 FFA % 10,98 Bilangan Asam mg KOH/g lemak 20,94 Bilangan Iod mg iod/g lemak 99,34 Bilangan Penyabunan mg KOH/g lemak 197,6 Densitas g/cm 3 0,91 Karakteristik bilangan penyabunan pada minyak jarak pagar yaitu 197,6 mg KOH/g, hasil analisis minyak jarak pagar ini tidak jauh berbeda dengan hasil analisis oleh Peace dan Aladesanmi (2008) sebesar 198,5 mg KOH/g minyak. Hasil analisis terhadap densitas sebesar 0,91 juga tidak berbeda jauh dengan yang dianalisa oleh Peace dan Aladesanmi (2008) sebesar 0,911. Nilai bilangan iod sebesar 99,34 mg iod/g minyak juga tidak jauh berbeda dengan yang diuji oleh Setyaningsih et al. (2007) sebesar 71,8 mg iod/g minyak. Bilangan iod yang tinggi ini diakibatkan oleh komposisi asam lemak minyak jarak pagar dominan yaitu berupa oleat dan linolenat yang merupakan asam lemak tak jenuh. 19

Bilangan asam pada minyak jarak yang dianalisis lebih tinggi yaitu sebesar 20,94 mg KOH/g minyak bila dibandingkan dengan hasili uji yang diuji oleh Peace dan Aladesanmi (2008) yang hanya mencapai nilai 3,21 mg KOH/g minyak. Tingginya bilangan asam ini terjadi karena minyak jarak pagar yang sudah diproses dilakukan proses pengendapan. Proses pengendapan yang lama dan dalam kondisi terbuka ini bertujuan untuk memisahkan antara minyak dengan sludge serta pengotor lain. Kondisi pengendapan yang terbuka tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya reaksi oksidasi dan hidrolisis. B. Analisis Metil Ester Jarak Pagar Proses produksi metil ester menggunakan proses esterifikasi terlebih dahulu karena FFA minyak jarak pagar lebih dari 2%. Minyak yang mempunyai kandungan FFA lebih dari 2% harus dilakukan proses esterifikasi terlebih dahulu untuk mereaksikan asam lemak bebas menjadi metil ester, bila asam lemak bebas tidak direaksikan menjadi metil ester maka asam lemak bebas ini akan mengganggu proses transesterifikasi karena bereaksi dengan katalis basa. Proses esterifikasi akan mereaksikan FFA terlebih dahulu dengan metanol dengan bantuan katalis asam. Tahapan selanjutnya baru mengkonversi trigliserida dengan bantuan katalis basa. Hasil analisis sifat fisiko-kimia metil ester jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil analisis sifat fisiko-kimia metil ester jarak pagar No Karakter Satuan Nilai 1 Kadar air % 1,33 2,29 2 Bilangan asam mg KOH/g sampel 0,155 0,41 3 Bilangan iod mg Iod/g sampel 98,33 4 Bilangan penyabunan mg KOH/g sampel 214,46 5 Gliserol total % 0,12 0,27 6 Bilangan tak tersabunkan % 0,39 7 Kadar ester %, 98,9 Perubahan yang terjadi pada karakteristik antara minyak jarak dan metil ester tampak jelas pada parameter bilangan asam yang menurun jauh 20

dibandingkan pada minyak jarak. Hal ini diakibatkan proses transesterifikasi mereaksikan asam lemak bebas dengan metanol. Reaksi tersebut membuat asam lemak bebas terkonversi menjadi metil ester. C. Analisis Methyl Ester Sulfonate Acid 1. Tegangan Antarmuka/IFT Dua cairan yang tidak saling mencampur cenderung bergabung dengan fasa yang sama, bagian yang hidrofilik akan bergabung dengan bagian hidrofilik dan bagian hidrofobik akan bergabung dengan hidrofobik. Batasan antara dua fasa yang tidak saling bercampur itu disebut antarmuka (Rosen, 2004). Tegangan antarmuka, disebut juga energi bebas antarmuka, didefinisikan sebagai usaha minimum yang dibutuhkan utuk memperluas permukaan cairan per satuan luas (Rosen, 2004 dan Shaw, 1980). Satuan tegangan antarmuka dinyatakan dalam dyne/cm atau erg/m 2. Sedangkan dalam satuan SI dinyatakan dalam N/m. kedua besaran tersebut saling berhubungan dengan 1 dyne/cm = 1 mn/m (Bird, 1993). Analisis tegangan antarmuka dilakukan dengan menggunakan alat spinning drop tensiometer. Penggunaan spinning drop tensiometer ini dilakukan karena tesiometer ini mampu mengukur tegangan antarmuka yang rendah (µn/m). Prinsip pengukuran tegangan antarmuka dengan metode spinning dorp adalah dengan menginjeksikan tetes cairan sampel dalam tabung yang berisi cairan yang tidak bercampur dengan cairan sampel dengan densitas yang lebih tinggi. Ketika tabung diputar pada bagian panjangnya, tetes sampel terdorong ke tengah akibat gaya sentrifugal sehingga bentuknya menjadi memanjang. Tegangan antarmuka diukur dari kecepatan angular tabung dan bentuk (panjang dan diameter) dari tetes sampel yang ada dalam tabung (Farn, 2006). Untuk mengetahui pengaruh laju alir reaktan SO 3 dan lama reaksi terhadap nilai tegangan antarmuka dilakukan sidik ragam. Tingkat kepercayaan yang dipakai adalah 95% (α = 0,05). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa laju alir reaktan SO 3 berpengaruh sangat signifikan 21

terhadap nilai tegangan antarmuka. Lama reaksi dan Interaksi kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap nilai tegangan antarmuka. Uji lanjut Duncan dilakukan untuk melihat apakah setiap taraf dari faktor laju alir reaktan SO 3 dan lama reaksi berbeda secara signifikan atau tidak. Hasil uji lanjut Duncan pada faktor laju alir reaktan SO 3 menunjukkan bahwa laju alir reaktan SO 3 pada taraf 3,0 kg/jam berbeda nyata dengan taraf laju alir SO 3 2,8 kg/jam, sementara taraf laju alir reaktan SO 3 2,2 kg/jam tidak berbeda nyata terhadap laju alir reaktan SO 3 2,8 kg/jam. Sementara itu, hasil uji lanjut Duncan pada faktor lama reaksi pada berbagai taraf (30, 45, 60, 75 dan 90 menit) tidak menunjukkan perbedaan signifikan diantara taraf-taraf tersebut. Hasil analisis tegangan antarmuka, sidik ragam serta uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 5. Tegangan Antarmuka (dyne/cm) 5,00 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 30 45 60 75 90 Lama Reaksi (menit) Laju Alir SO 3 (kg/jam) 2,2 2,8 3,0 Gambar 8. Grafik hubungan lama reaksi dan laju alir reaktan SO 3 terhadap nilai tegangan antar muka Hasil analisis fisiko-kimia dari MESA yang dihasilkan menunjukkan kisaran Nilai tegangan antarmuka adalah 1,15-4,43dyne/cm. Dari Gambar 8 tampak bahwa nilai tegangan antarmuka semakin menurun dengan bertambahnya laju alir reaktan SO 3. Lama reaksi yang semakin lama juga menunjukkan nilai tegangan antarmuka yang semakin menurun. 22

Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak molekul surfaktan yang terbentuk. Semakin banyak molekul surfaktan yang terbentuk dapat membuat tegangan antarmuka semakin menurun. Hal ini selaras dengan yang diteliti oleh Rosen (2004). Farn (2006) menyebutkan ketika suatu molekul surfaktan ditambahkan ke dalam suatu larutan yang tidak tercampur (immiscible), bagian hidrofobik surfaktan bergabung dengan fasa nonpolar. Bagian surfaktan yang lain, yaitu bagian hidrofilik, bergabung pada fasa yang lebih polar. Molekul surfaktan tersebut mengurangi gaya kohesi antara molekul polar dan non-polar. Hal tersebut dapat mengurangi energi untuk memperluas lapisan antarmuka, yang akibatnya dapat menurunkan tegangan antarmuka. Pada surfaktan MES, gugus hidrofilik yang berperan adalah gugus sulfonat. Gugus sulfonat ini bersifat anionik. Gugus hidrofobik yang terdapat dalam MES adalah metil ester. Gugus sulfonat ini berikatan dengan fasa yang polar yaitu air. Metil ester berikatan dengan minyak. Hal ini mengakibatkan berkurangnya energi bebas antarmuka sehingga tegangan antarmuka semakin menurun dengan semakin banyaknya gugus sulfonat yang terikat pada metil ester. Laju alir reaktan SO 3 yang semakin tinggi akan meningkatkan pembentukan molekul surfaktan. Laju alir reaktan SO 3 yang semakin tinggi pada falling film menyebabkan peningkatan konsentrasi reaktan. Dalam kinetika reaksi, konsentrasi reaktan yang semakin tinggi akan meningkatkan peluang terjadinya tumbukan antar molekul. Semakin banyak reaktan gas SO 3 yang dialirkan pada falling film membuat molekul surfaktan yang terbentuk semakin banyak karena gugus sulfonat yang terikat semakin banyak. Pada laju alir SO 3 2,8 kg/jam, surfaktan mengalami kenaikan nilai tegangan antarmuka. Hal ini diduga akibat adanya metil ester yang belum bereaksi bercampur dengan MESA yang sudah terkonversi. Percampuran ini terjadi karena pada desain reaktor yang dibuat masih mencampur produk yang telah melewati pipa falling film bergabung kembali dengan 23

bahan yang belum melewati pipa falling film. Dugaan lain adalah karena adanya proses desulfonasi, yaitu putusnya kembali ikatan C-S seperti yang diamati oleh Hidayati (2005) serta Hui dan Tuvell (1998). Dugaan bahwa surfaktan tercampur dengan bahan baku awal mempunyai kemungkinan terjadi lebih tinggi karena peningkatan kembali nilai tegangan antarmuka yang cukup tinggi. Pada laju alir SO 3 3,0 kg/jam dan lama reaksi 30 menit tegangan antar muka tidak terukur oleh alat spinning drop tensiometer. Hal tersebut diduga akibat MESA yang terbentuk belum mampu menurunkan tegangan antarmuka sehingga droplet minyak menempel pada dinding tabung. 2. Penurunan Tegangan Permukaan Tegangan permukaan merupakan batas antara dua fasa yang berbeda antara air dan udara. Gaya tarik menarik antara molekul cairan adalah sama ke segala arah. Hal ini tidak berlaku bagi molekul cairan yang berada di permukaan. Molekul air yang berada di permukaan mempunyai energi potensial lebih besar dibanding molekul yang berada di dalam karena molekul-molekul tersebut berikatan lebih erat. Hal ini membuat bagian atas membutuhkan kerja yang lebih besar untuk menarik ke dalam cairan (Rosen, 2004). Molekul air yang cenderung untuk tertarik pada sesama molekul air disebut gaya kohesi. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya tegangan permukaan (Suryani et al., 2003 dan Farn, 2006). Tegangan permukaan, disebut juga energi bebas permukaan, didefinisikan sebagai usaha minimum yang dibutuhkan utuk memperluas permukaan cairan per satuan luas (Rosen, 2004 dan Shaw, 1980). Bird (1993) menyatakan Satuan tegangan permukaan sama dengan tegangan antarmuka yaitu dinyatakan dalam dyne/cm atau erg/m 2. Dalam satuan SI dinyatakan dalam N/m. kedua besaran tersebut saling berhubungan dengan 1 dyne/cm = 1 mn/m. Tegangan permukaan ini diukur dengan menggunakan alat tensiometer Du Noy seperti yang disarankan oleh Parkinson (1985). Metode tensiometer cincin Du Noy dilakukan dengan merendam cincin 24

platina dengan diameter kawat 0,3 mm dan berdiameter cincin 2,4 atau 6 meter pada cairan. Cincin tersebut kemudian diangkat melewati permukaan cairan yang diukur. Tegangan permukaan memberikan gaya pada cincin sehingga berat cincin meningkat. Gaya vertikal maksimum yang diberikan untuk mengangkat cincin hingga terlepas dari permukaan cairan itulah yang diukur sebagai nilai tegangan permukaan (Farn, 2006). Untuk mengetahui pengaruh laju alir reaktan SO 3 dan lama reaksi terhadap penurunan nilai tegangan permukaan dilakukan sidik ragam. Tingkat kepercayaan yang dipakai adalah 95% (α = 0,05). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa laju alir reaktan SO 3 tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan nilai tegangan permukaan. Lama reaksi dan interaksi kedua perlakuan memberikan pengaruh signifikan terhadap penurunan nilai tegangan permukaan. Uji lanjut Duncan dilakukan untuk melihat apakah setiap taraf dari faktor laju alir reaktan SO 3 dan lama reaksi berbeda secara signifikan atau tidak. Hasil uji lanjut Duncan pada faktor laju alir reaktan SO 3 menunjukkan bahwa laju alir reaktan SO 3 pada berbagai taraf (2,2, 2,8 dan 3,0 kg/jam) tidak saling berbeda secara signifikan terhadap penurunan nilai tegangan permukaan. Sementara itu, hasil uji lanjut Duncan pada faktor lama reaksi pada taraf 30 menit tidak berbeda nyata dengan lama reaksi dengan taraf 60 menit dan 75 menit terhadap penurunan nilai tegangan permukaan, namun kedua taraf ini berbeda nyata dengan lama reaksi dengan taraf 45, dan 90 menit. Lama reaksi dengan taraf 45 menit berbeda nyata terhadap lama reaksi dengan taraf 90 menit terhadap penurunan nilai tegangan permukaan. Hasil analisis penurunan tegangan permukaan, sidik ragam serta uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 6. 25

45,0 Penurunan Tegangan Permukaan (dyne/cm) 40,0 35,0 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 30 45 60 75 90 Laju Alir SO 3 (kg/jam) 2,2 2,8 3,0 Lama Reaksi (menit) Gambar 9. Grafik hubungan lama reaksi dan laju alir reaktan SO 3 terhadap penurunan nilai tegangan permukaan Hasil analisis penurunan tegangan permukaan berada pada kisaran 35,5-42,4 dyne/cm. Hal ini tidak berbeda jauh dengan yang disebutkan Pore (1993) yaitu sebesar 39,8 dyne/cm. Dari grafik pada Gambar 9. terlihat bahwa dengan semakin bertambah panjangnya lama reaksi maka nilai tegangan permukaan juga semakin menurun. Menurunnya tegangan permukaan ini diakibatkan oleh semakin banyaknya molekul surfaktan. Semakin lama reaksi terjadi maka semakin banyak molekul surfaktan yang terbentuk. Semakin banyak molekul surfaktan yang terbentuk dapat membuat tegangan permukaan semakin menurun. Semakin banyaknya molekul surfaktan, maka gaya kohesi air akan menurun. Molekul-molekul surfaktan mempunyai kecenderungan untuk berada pada permukaan sebuah cairan. Akibat dari adanya surfaktan adalah secara signifikan menurunkan jumlah total kerja untuk memperluas permukaan karena molekulnya mengikat fasa polar, yaitu air, dan non-polar, yaitu udara (Farn, 2006). Gugus hidrofilik MESA adalah gugus sulfonat. Menurut Myers (2006) gugus ini merupakan gugus anionik. Gugus sulfonat yeng berikatan dengan metil ester inilah yang dapat menurunkan tegangan permukaan. Semakin banyak gugus sulfonat yang bereaksi dengan metil ester, maka 26

semakin banyak molekul surfaktan yang terbentuk dan semakin tinggi kemampuannya untuk menurunkan tegangan permukaan. Semakin lama reaksi antara metil ester dengan reaktan gas SO 3 maka semakin banyak pula molekul surfaktan yang terbentuk. Lama reaksi memberikan peluang untuk molekul bertumbukan lebih banyak sehingga akibatnya molekul surfaktan yang terbentuk lebih banyak. Menurut Syam et al. (2009) waktu berpengaruh terhadap reaksi, semakin lama reaksi maka semakin banyak molekul yang dapat bercampur dan terlarut. Pada akhirnya banyaknya molekul reaktan gas SO 3 yang terdispersi pada metil ester akan meningkatkan banyaknya reaksi sehingga surfaktan yang terbentuk semakin banyak. 3. Bilangan Iod Bilangan Iod merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur banyaknya ikatan rangkap dalam suatu bahan (Ketaren, 1986). Banyaknya ikatan rangkap ini diukur dengan melihat berapa mili gram iodine yang diikat dalam ikatan rangkap per gram sampel (AOAC, 1995). Bilangan iod ini diukur untuk melihat berapa banyak ikatan rangkap yang berkurang akibat bereaksi dengan reaktan SO 3 Untuk mengetahui pengaruh laju alir reaktan SO 3 dan lama reaksi terhadap nilai bilangan iod dilakukan sidik ragam. Tingkat kepercayaan yang dipakai adalah 95% (α = 0,05). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa laju alir reaktan SO 3 berpengaruh sangat signifikan terhadap nilai bilangan iod. Lama reaksi memberikan pengaruh sangat signifikan terhadap nilai bilangan iod. Interaksi kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kadar bahan aktif. Uji lanjut Duncan dilakukan untuk melihat apakah setiap taraf dari faktor laju alir reaktan SO 3 dan lama reaksi berbeda nyata atau tidak. Hasil uji lanjut Duncan pada faktor laju alir reaktan SO 3 menunjukkan bahwa laju alir reaktan SO 3 pada berbagai taraf (2,2, 2,8 dan 3,0 kg/jam) saling berbeda secara signifikan. Sementara itu, hasil uji lanjut Duncan pada faktor lama reaksi pada taraf 30 menit berbeda nyata dengan lama reaksi 27

dengan taraf 45 menit. Begitu pula antara taraf pada lama reaksi 45 menit berbeda nyata dengan taraf 60 menit. Taraf pada lama reaksi 60 tidak berbeda nyata dengan lama reaksi pada taraf 75 menit dan 90 menit. Hasil analisis bilangan iod, sidik ragam serta uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 7. 90,0 Bilangan Iod (mg Iod/g MESA) 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 30 45 60 75 90 Laju Alir SO 3 (kg/jam) 2,2 2,8 3,0 Lama Reaksi (menit) Gambar 10. Grafik hubungan lama reaksi dan laju alir reaktan SO 3 terhadap nilai bilangan iod. Dari Gambar 10. tampak bahwa lama reaksi dan laju alir SO 3 berkorelasi negatif dengan nilai bilangan iod. Semakin lama reaksi dan semakin tinggi laju alir SO 3 maka nilai bilangan iod semakin kecil. Bilangan iod yang semakin menurun menunjukkan banyaknya ikatan rangkap pada metil ester yang diadisi oleh SO 3 sehingga terbentuk molekul surfaktan. Hasil pengamatan bilangan iod ini mendukung penelitian Jungerman (1979) bahwa salah satu tempat terjadinya reaksi adalah kompleks karboksil, bagian α-atom karbon, dan ikatan rangkap. Ikatan rangkap yang semakin berkurang menunjukkan bahwa molekul surfaktan yang terbentuk semakin banyak dengan meningkatnya lama reaksi dan laju alir reaktan SO 3 yang ditambahkan. Lama reaksi memberikan pengaruh pada reaksi karena memberikan peluang percampuran dan pelarutan (Syam et al, 2009). Semakin banyak molekul SO 3 yang terlarut, maka semakin tinggi pula reaksi dengan metil 28

ester akibatnya adalah semakin banyak surfaktan yang terbentuk. Laju alir reaktan yang semakin tinggi meningkatkan konsentrasi reaktan, sehingga kinetika reaksi menjadi lebih tinggi. Konsentrasi gas SO 3 yang semakin tinggi meningkatkan laju reaksi dengan metil ester sehingga surfaktan yang terbentuk semakin banyak 4. Kadar Bahan Aktif Bahan aktif merupakan salah satu mutu yang dinilai dari banyak surfaktan. Kinerja surfaktan mempunyai korelasi yang nyata pada kadar bahan aktif. Semakin banyak bahan aktif sebuah surfaktan maka akan semakin baik kinerjanya. Menurut Cox dan Weerasooriya (1997) Industri surfaktan menjadikan pengujian bahan aktif sebagai salah satu standar kualitas untuk menilai surfaktan lolos uji kualitas atau tidak. Prosedur yang digunakan untuk menguji kadar bahan aktif yang diterima secara universal adalah metode titrasi dua fasa, atau sering dikenal dengan metode epton. Metode ini dapat juga digunakan untuk menguji kadar bahan aktif pada surfaktan kationik. Menurut Stache (1995) prinsip dasar dari uji ini adalah titrasi bahan aktif anionik menggunakan cetylpiridinium bromide, yang merupakan salah satu jenis surfaktan kationik. Indikator yang digunakan adalah methylen blue. Campuran surfaktan dengan indikator ditambahi kloroform sehingga tercipta dua fasa yaitu fasa kloroform di bagian bawah dan fasa larutan surfaktan dan methylen blue yang berada di bagian atas. Bahan aktif yang larut pada methylen blue akan memberikan warna biru pekat pada larutan surfaktan. Langkah selanjutnya adalah dititrasi dengan surfaktan kationik. Dalam proses titrasi ini warna biru akan berpindah ke fasa kloroform hingga warna dua fasa tersebut seragam. Bila titrasi diteruskan maka fasa kloroform akan menjadi lebih pucat lalu lama-kelamaan akan menjadi bening. Untuk mengetahui pengaruh laju alir reaktan SO 3 dan lama reaksi terhadap kadar bahan aktif dilakukan sidik ragam. Tingkat kepercayaan yang dipakai adalah 95% (α = 0,05). Hasil sidik ragam menunjukkan 29

bahwa laju alir reaktan SO 3 berpengaruh sangat signifikan terhadap kadar bahan aktif. Lama reaksi memberikan pengaruh sangat signifikan terhadap kadar bahan aktif. Interaksi kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kadar bahan aktif. Uji lanjut Duncan dilakukan untuk melihat apakah setiap taraf dari faktor laju alir reaktan SO 3 dan lama reaksi berbeda nyata atau tidak. Hasil uji lanjut Duncan pada faktor laju alir reaktan SO 3 menunjukkan bahwa laju alir reaktan SO 3 pada berbagai taraf (2,2, 2,8 dan 3,0 kg/jam) saling berbeda secara signifikan. Sementara itu, hasil uji lanjut Duncan pada faktor lama reaksi pada taraf 30 menit tidak berbeda nyata dengan lama reaksi dengan taraf 45 menit. Taraf pada lama reaksi 45 menit berbeda nyata dengan taraf 60 menit. Taraf pada lama reaksi 60 berbeda nyata dengan lama reaksi pada taraf 75 menit, namun taraf pada lama reaksi 75 menit tidak berbeda nyata dengan taraf lama reaksi 90 menit. Hasil analisis kadar bahan aktif, sidik ragam serta uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 8. 35,00 Kadar Bahan Aktif (persen) 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 30 45 60 75 90 Laju Alir SO 3 (kg/jam) 2,2 2,8 3,0 Lama Reaksi (menit) Gambar 11. Grafik hubungan lama reaksi dan laju alir reaktan SO 3 terhadap kadar bahan aktif. Kadar bahan aktif berada pada kisaran 0,07-28,6%. Dari grafik pada Gambar 11. dapat dilihat bahwa lama reaksi memberikan pengaruh positif pada kadar bahan aktif. Hal yang sama juga terlihat dari laju alir SO 3 yang memberikan pengaruh positif pada kadar bahan aktif. Kadar bahan aktif 30

yang semakin tinggi menunjukkan bahwa molekul surfaktan yang terbentuk semakin banyak. Pada surfaktan anionik gugus ion anionik adalah bahan aktif yang diukur. Menurut Myers (2006) bahan aktif pada MESA berupa gugus sulfonat yang terikat pada rantai karbon asam lemak MESA. Bahan aktif ini akan berfungsi sebagai polar head atau bahan yang lebih cenderung larut air (hidrofilik). Menurut Syam et al, (2009), lama reaksi memberikan pengaruh pada reaksi karena memberikan peluang percampuran dan pelarutan. Semakin banyak molekul SO 3 yang terlarut, maka semakin tinggi pula reaksi dengan metil ester akibatnya adalah semakin banyak surfaktan yang terbentuk. Laju alir reaktan yang semakin tinggi meningkatkan konsentrasi reaktan, sehingga kinetika reaksi menjadi lebih tinggi. Konsentrasi gas SO 3 yang semakin tinggi meningkatkan laju reaksi dengan metil ester sehingga surfaktan yang terbentuk semakin banyak Beberapa data menunjukkan angka mendekati nol, seperti tampak pada laju alir SO 3 2,2 kg/jam pada lama reaksi 30 dan 45 menit. Hal ini diakibatkan kadar bahan aktif yang terlampau kecil sehingga ketika dititrasi warna biru langsung memudar meskipun hanya dilakukan titrasi satu tetes. 5. Bilangan Asam Bilangan asam merupakan ukuran banyaknya gram basa untuk menetralkan suatu bahan. Basa yang dipakai dalam hal ini adalah NaOH. Gas SO 3 merupakan salah satu gugus yang membentuk asam kuat. Banyaknya gugus SO 3 yang terikat pada suatu bahan akan meningkatkan bilangan asam. Untuk mengetahui pengaruh laju alir reaktan SO 3 dan lama reaksi terhadap kadar bahan aktif dilakukan sidik ragam. Tingkat kepercayaan yang dipakai adalah 95% (α = 0,05). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa laju alir reaktan SO 3 tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai bilangan asam. Lama reaksi memberikan pengaruh sangat signifikan 31

terhadap nilai bilangan asam. Interaksi kedua perlakuan memberikan pengaruh signifikan terhadap nilai bilangan asam. Uji lanjut Duncan dilakukan untuk melihat apakah setiap taraf dari faktor laju alir reaktan SO 3 dan lama reaksi berbeda nyata atau tidak. Hasil uji lanjut Duncan pada faktor laju alir reaktan SO 3 menunjukkan bahwa laju alir reaktan SO 3 pada berbagai taraf (2,2, 2,8 dan 3,0 kg/jam) tidak saling berbeda secara signifikan. Sementara itu, hasil uji lanjut Duncan pada faktor lama reaksi pada taraf 30 menit berbeda nyata dengan lama reaksi dengan taraf 45 menit. Taraf pada lama reaksi 45 menit berbeda nyata dengan taraf 60 menit. Taraf pada lama reaksi 60 tidak berbeda nyata dengan lama reaksi pada taraf 75 menit dan 30 menit. Taraf pada lama reaksi 75 menit tidak berbeda nyata dengan taraf lama reaksi 90 menit. Taraf pada lama reaksi 90 menit berbeda nyata dengan lama reaksi 60 menit. Hasil analisis bilangan asam, sidik ragam serta uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 9. 18,00 Bilangan Asam (mg NaOH/g MESA) 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 30 45 60 75 90 Laju Alir SO3 (kg/jam) 2,2 2,8 3,0 Lama Reaksi (menit) Gambar 12. Grafik hubungan lama reaksi dan laju alir reaktan SO 3 terhadap bilangan asam Kisaran nilai bilangan asam tersebar antara 2,2-17 mg NaOH/g MESA. Nilai bilangan ini naik cukup tinggi dari nilai bilangan asam bahan baku metil ester yaitu 0,41 mg NaOH/g MESA. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi reaksi antara gugus SO 3 yang bersifat asam dengan metil 32

ester. Dari grafik semakin tinggi nilai bilangan asam maka semakin banyak metil ester yang bereaksi dengan gugus SO 3. Dari grafik pada Gambar 12. dapat diketahui bahwa laju alir SO 3 dan lama reaksi memberikan korelasi positif terhadap nilai bilangan asam. Semakin besar laju alir SO 3 meningkatkan nilai bilangan asam. Begitu juga dengan faktor lama reaksi. semakin lama waktu reaksi menunjukkan adanya peningkatan bilangan asam. Alasan naiknya bilangan asam seiring dengan naiknya lama reaksi dan naiknya laju alir reaktan gas SO 3 sama dengan alasan pada kadar bahan aktif. Lama reaksi yang semakin tinggi akan memperbanyak reaktan SO 3 yang dapat tercampur dan terlarut, akibatnya reaksi antara metil ester dan reaktan gas SO 3 semakin tinggi, dengan semakin banyaknya gugus SO 3 yang terikat akan meningkatkan bilangan asam karena sifat SO 3 yang bersifat asam. Laju alir reaktan SO 3 yang semakin tinggi akan meningkatkan konsentrasi reaktan SO 3 pada tube falling film. Peningkatan konsentrasi reaktan tersebut membuat laju reaksi lebih tinggi karena peluang molekul untuk saling bertumbukan semakin tinggi. Akibat tingginya peluang tumbukan antar molekul ini, maka reaksi yang terjadi antara metil ester dan reaktan gas SO 3 akan semakin besar. Hal ini akan meningkatkan nilai bilangan asam. 6. Derajat Keasaman/pH ph adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Menurut teori Brownsted dan Lowry didefinisikan sebagai banyaknya akseptor atau donor elektron dalam suatu larutan. Koefisien ph tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala ph bukanlah skala absolut. Ia bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang ph-nya ditentukan berdasarkan persetujuan internasional. Untuk mengetahui pengaruh laju alir reaktan SO 3 dan lama reaksi terhadap kadar bahan aktif dilakukan sidik ragam atau analisis varians 33

dengan rancangan percobaan acak lengkap faktorial. Tingkat kepercayaan yang dipakai adalah 95% (α = 0,05). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa laju alir reaktan SO 3 berpengaruh sangat signifikan terhadap derajat keasaman. Lama reaksi memberikan pengaruh sangat signifikan terhadap derajat keasaman. Interaksi kedua perlakuan memberikan pengaruh sangat signifikan terhadap derajat keasaman. Uji lanjut Duncan dilakukan untuk melihat apakah setiap taraf dari faktor laju alir reaktan SO 3 dan lama reaksi berbeda nyata atau tidak. Hasil uji lanjut Duncan pada faktor laju alir reaktan SO 3 menunjukkan bahwa laju alir reaktan SO 3 pada berbagai taraf (2,2, 2,8 dan 3,0 kg/jam) saling berbeda secara signifikan. Sementara itu, hasil uji lanjut Duncan pada faktor lama reaksi pada taraf 30 menit tidak berbeda nyata dengan lama reaksi dengan taraf 45 menit. Taraf pada lama reaksi 45 menit berbeda nyata dengan taraf 60 menit. Taraf pada lama reaksi 60 berbeda nyata dengan lama reaksi pada taraf 75 menit, namun taraf pada lama reaksi 75 menit tidak berbeda nyata dengan taraf lama reaksi 90 menit. Hasil analisis derajat keasaman, sidik ragam serta uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 10. Nilai ph 2,00 1,80 1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 30 45 60 75 90 Lama Reaksi (menit) Laju Alir SO 3 (kg/jam) 2,2 2,8 3,0 Gambar 13. Grafik hubungan lama reaksi dan laju alir reaktan SO 3 terhadap derajat keasaman Nilai ph berkisar antara 0,6-1,8. Nilai ph terendah didapatkan pada laju alir SO 3 0,9 menit ke 75. Dari gambar 13. terlihat bahwa lama reaksi 34

memberikan korelasi negatif terhadap besarnya nilai ph. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak gugus sulfonat yang berikatan dengan metil ester sehingga membuat ph larutan semakin rendah. Seperti pada parameter bilangan asam, nilai ph yang semakin turun menunjukkan semakin banyak reaksi antara metil ester dengan SO 3 yang terjadi. 35