BAB V PENUTUP Kesimpulan Dalam kurun waktu lima tahun terakhir sejak di mulai kepemimpinan Bupati Hasto Wardoyo pada 2011, pemerintah Kabupaten Kulon Progo memang tengah berupaya mendorong pembangunan daerah melalui jalan investasi. Sikap terbuka terhadap masuknya penanaman modal terlihat dari jargon Bela Beli Kulon Progo, dan Jewel of Java yang disematkan pada nama Kulon Progo. Kewenangan penanaman modal yang telah menjadi otonom untuk dikelola daerah, nampaknya dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah Kulon Progo. Ingin mengimbangi terhadap apa yang dilakukan daerah lain, pemerintah daerah tidak ingin kesempatan masuknya PMA maupun PMDN beralih ke daerah lain. Dengan melakukan rangkaian kesiapan, pemerintah Kabupaten Kulon Progo ingin memperbaiki sistem dalam mengelola investasi daerah. Berdasarkan penyajian data analisis yang telah dilakukan penulis, penelitian ini menghasilkan beberapa temuan terkait kesiapan terhadap kapasitas dan otonomi birokrasi dalam menciptakan keterkelolaan investasi daerah yang dilakukan pemerintah Kulon Progo. Dalam melakukan langkah kesiapan ini, pemerintah Kabupaten Kulon Progo berupaya melakukan perbaikan sistem tata kelola pemerintahan yang dilakukan pada berbagai aspek. Tidak dapat diabaikan pula peran pemimpin daerah yang memiliki komitmen kuat dalam 99
menyelenggarakan kegiatan penanaman modal, menjadikan langkah kesiapan yang dilakukan dapat berjalan harmonis. Adapun bentuk bentuk langkah kesiapan yang berhasil dilacak peneliti yakni: Pertama, faktor regulasi dinilai menjadi sangat penting, pemerintah Kabupaten Kulon Progo melakukan inovasi kebijakan melalui Perda Kemudahan Investasi yakni Peraturan Daerah No. 21 tahun 2012 tentang Perlindungan, Pemberian Insentif, dan Kemudahan Penanaman Modal. Peraturan ini bertujuan memberikan kemudahan bagi para calon penanam modal untuk memulai usahanya di Kulon Progo. Kemudian, rancangan RUPM juga dibuat untuk mempertegas perencanaan pemerintah Kulon Progo dalam membuka akses bagi investor. Didukung pula dengan perbaikan peraturan mengenai RTRW semakin membuka potensi investasi di wilayah Kulon Progo dengan ketetapan peruntukan wilayahnya, sehingga mampu memberikan kepastian hukum. Kedua, melalui sikap optimis kepala daerah Kulon Progo menjadi tonggak awal konsistensi dalam mendukung kegiatan penanaman modal. Dengan komitmennya kemudian lahirlah visi misi dan jargon promosi daerah Kulon Progo The Jewel of Java dan Bela Beli Kulon Progo. Keberadaan jargon tersebut tidak sekedar memenuhi ambisi politik dan bisnis bagi investor, tetapi justru dilakukan untuk mengangkat potensi dan kemandirian masyarakat Kulon Progo. Melalui Bela Beli Kulon Progo, masyarakat mendapatkan akses untuk dapat turut serta dalam kerasnya persaingan usaha dengan investor. Kulon Progo The Jewel of Java menjadi jargon yang menguatkan pengelolaan potensi pariwisata di Kulon Progo, hingga memberikan pemasukan bagi warga di sekitarnya. 100
Upaya reformasi birokrasi dilakukan pada organisasi yang menjadi leading actor pemerintah Kabupaten Kulon Progo dalam menyelenggarakan pelayanan investasi. BPMPT merupakan gabungan dari KPT dan KPM yang dibentuk untuk meguatkan struktur organisasi dan struktur kerja demi perbaikan kualitas pelayanan perizinan investasi. Tidak hanya restrukturisasi lembaga tetapi juga penguatan SDM melalui diklat dan sistem pelayanannya melalui penyempurnaan PTSP. Dilakukan pula upaya peningkatan kemampuan teknologi dan sistem keterbukaan informasi yang dibangun untuk memudahkan dalam akses informasi tentang penanaman modal dan izin usaha. Ketiga, melalui pelimpahan kewenangan dari Bupati kepada BPMPT mampu meningkatkan status otonomi birokrasi pada BPMPT. Diberikannya kewenangan pengurusan izin pada PTSP dapat menutup peluang adanya intervensi kepentingan tertentu dalam pemberian suatu izin. Disamping itu, pelimpahan kewenangan secara penuh kepada BPMPT dalam menerbitkan izin sekaligus menjadi langkah dalam memangkas panjangnya alur birokrasi. Pada level atas, budaya kerja di BPMPT dalam memberikan pelayanan tidak lagi kaku terlihat dari adanya komitmen untuk memberikan layanan percepatan izin. Dengan adanya sistem percepatan izin, pelayanan PTSP yang dilakukan diupayakan untuk lebih cepat selesai dari SOP yang telah ditentukan. Adapun upaya kesiapan pemerintah Kabupaten Kulon Progo untuk menciptakan keterkelolaan investasi daerah masih memiliki kekurangan. Dalam kesiapan kapasitas, aspek rancangan regulasi yang disusun telah mampu menghasilkan inovasi untuk mewujudkan kemudahan pada sistem perizinan dan 101
informasi kegiatan penanaman modal. Namun, Perda kemudahan investasi yang telah disusun perlu segera mendapatkan peraturan teknis lebih lanjut untuk mengoptimalkan implementasi kebijakan tersebut. Lebih lanjut pemerintah daerah perlu merancang inovasi inovasi kebijakan lainnya untuk memberikan kepastian hukum yang lebih kuat, salah satunya membuat acuan hukum perizinan investasi yang belum dimiliki dalam bentuk Perda. Kemudian pada tataran penataan kelembagaan, SDM, dan sarana pendukung kendala yang dialami masih merupakan masalah klasik terkait dengan keterbatasan anggaran. Komitmen pemerintah daerah sendiri cukup kuat untuk melaksanakan upaya penataan kelembagaan dalam rangka meningkatkan pelayanan investasi. Namun, keterbatasan anggaran membuat proses ini tidak dapat berjalan optimal khususnya dalam memberikan sarana pendukung dan peningkatan kapasitas SDM. Untuk pengembangan SDM pemerintah daerah masih bergantung pada anggaran nasional dalam penyelenggaraan diklat. Peningkatan sarana pendukung juga dinilai masih minim, terlihat dari hal kecil seperti tatanan gedung BPMPT masih terpisah. Sedangkan, pengembangan terknologi untuk mendukung sistem keterbukaan informasi belum optimal untuk membuat sarana promosi investasi. Selanjutnya, kesiapan pada otonomi birokrasi meski terlihat cukup baik karena telah dilimpahkan secara penuh kewenangan pada PTSP di BPMPT, tetapi hal ini menimbulkan tantangan baru bagi BPMPT sebagai leading actor pengelola kegiatan penanaman modal. BPMPT perlu menjaga koordinasi yang baik dengan SKPD terkait lainnya karena pentingnya melihat rekomendasi dalam 102
proses penerbitan izin tertentu. Disisi lain, dalam tataran otonomi individu masih terdapat beberapa birokrat pada level bawah khususnya yang berstatus sebagai tenaga harian lepas masih ditempatkan pada posisi subordinat. Pengawasan masih cukup ketat bagi mereka yang dinilai sebagai pegawai baru, sehingga menghambat tindakan inovatif seperti pengambilan tindakan diskresi birokrasi yang terkadang perlu dilakukan demi efektifitas pelayanan yang dilakukan. Refleksi Keseluruhan Pada akhirnya penjelasan panjang lebar yang dipaparkan dalam tulisan ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana pemerintah daerah merespon dilimpahkannya kewenangan untuk mengelola investasi daerah dengan upaya menciptakan sebuah sistem keterkelolaan investasi daerah yang mendukung keberlangsungan kegiatan investasi. Dari hasil pengukuran governance yang dilakukan berdasarkan analisis measuring governance milik Fukuyama, menghasilkan kesimpulan bahwa pemerintah Kabupaten Kulon Progo dinilai telah memiliki kesiapan, baik dari kapasitasnya maupun dalam aspek otonomi birokrasi. Hal ini terlihat dari progress pemerintah Kabupaten Kulon Progo sekalipun masih belum sempurna, tetapi telah mampu menguatkan kapasitasnya dari segi regulasi, kelembagaan, SDM, serta ketersediaan sarana pendukung dan secara penuh melimpahkan kewenangan pada BPMPT yang berdampak adanya perbaikan sistem keterkelolaan pelayanan investasi di sana. Secara komprehensif upaya kesiapan ini dilakukan pada seluruh tataran sistem pemerintahan yang akan mendukung terselenggaranya investasi yang kondusif. Kesiapan kapasitas pemerintah terlebih dahulu dilakukan melalui 103
perbaikan kerangka regulasinya baru kemudian pada tataran lembaga dan SDM. Jaminan kepastian hukum disadari Pemda Kulon Progo menjadi hal utama untuk kemudian mengkerangkai proses perombakan sistem pelayanan selanjutnya. Sebelum itu, komitmen yang kuat telah dibangun Pemda melalui ketegasan visi misi daerah didukung dengan semangat yang sama pada lembaga teknis, seperti BPMPT sehingga harmonisasi penyelenggaraan investasi dapat terwujud. Ketegasan pemimpin daerah untuk mengemban komitmen bersama ini menjadi kunci keberhasilan proses yang akhirnya mampu menciptakan keterkelolaan investasi di Kulon Progo yang baik. Merefleksikan apa yang ada pada konsep governance dalam pandangan Fukuyama, dijelaskan bagaimana korelasi kapasitas pemerintah dengan otonomi birokrasi yang diberikan akan menunjukkan tingkat governance yang dapat di capai. Pemerintah akan cenderung bergerak ke kiri untuk memberikan otonomi birokrasi ketika lembaga tersebut telah memiliki kapasitas yang dinilai mencukupi untuk melaksanakan sebuah kewenangan. Ketika target pemenuhan kapasitas yang dilakukan sudah tercapai, Pemda Kabupaten Kulon Progo melakukan langkah memberikan ruang otonomi lebih untuk menyelenggarakan pelayanan perizinan investasi melalui pelimpahan kewenangan bupati kepada BPMPT. Pola ini, terlihat seperti apa yang dipaparkan Fukuyama dimana untuk mencapai misi keterkelolaan yang maksimal, saat sebuah lembaga mampu bergerak kearah peningkatan kapasitas maka perlu diberi otonomi sehingga kapasitas yang dimiliki tidak berakhir hanya menjadi permainan politik dalam birokrasi, begitu pula sebaliknya. 104