BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI. Philips Master LED. Sistem ini dapat mengatur intensitas cahaya lampu baik secara

PENGATUR INTENSITAS LAMPU PHILIPS MASTER LED SECARA NIRKABEL

SISTEM PENGATUR INTENSITAS LAMPU PHILIPS MASTER LED SECARA OTOMATIS YANG DILENGKAPI DENGAN REMOTE CONTROL

BAB II DASAR TEORI. macam keperluan dalam ruangan maupun di luar ruangan. Diantaranya: Flourescent

BAB III PERANCANGAN ALAT. dimmer atau terang redup lampu dan pengendalian pada on-off lampu. Remote

BAB I PENDAHULUAN. Bulb secara otomatis, maupun secara manual dengan menggunakan remote control.

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. pada sistem pengendali lampu telah dijelaskan pada bab 2. Pada bab ini akan dijelaskan

BAB III PERANCANGAN ALAT. Dalam perancangan dan realisasi alat pengontrol lampu ini diharapkan

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

Dalam pengukuran dan perhitungannya logika 1 bernilai 4,59 volt. dan logika 0 bernilai 0 volt. Masing-masing logika telah berada pada output

BAB IV HASIL DAN PENGUJIAN. menganalisa hasil alat yang telah dibuat. Dalam pembuatan alat ini terbagi

RANCANG BANGUN SENSOR PARKIR MOBIL PADA GARASI BERBASIS MIKROKONTROLER ARDUINO MEGA 2560

Input ADC Output ADC IN

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI ALAT

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA RANGKAIAN

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB III DESAIN BUCK CHOPPER SEBAGAI CATU POWER LED DENGAN KENDALI ARUS. Pada bagian ini akan dibahas cara menkontrol converter tipe buck untuk

BAB III PERANCANGAN SISTEM. perancangan mekanik alat dan modul elektronik sedangkan perancangan perangkat

BAB III PERANCANGAN SISTEM

61 semua siklus akan bekerja secara berurutan. Bila diantara ke -6 saklar diatur secara manual maka hanya saklar yang terhubung ground saja yang akan

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. perangkat yang dibangun. Pengujian dilakukan pada masing-masing subsistem

TRANCEIVER INFRA MERAH TERMODULASI UNTUK PENGENDALIAN ALAT-ALAT LISTRIK

BAB III ANALISA DAN CARA KERJA RANGKAIAN

BAB III PERANCANGAN ALAT DAN PROGRAM MIKROKONTROLER. program pada software Code Vision AVR dan penanaman listing program pada

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN SISTEM

SEBAGAI SENSOR CAHAYA DAN SENSOR SUHU PADA MODEL SISTEM PENGERING OTOMATIS PRODUK PERTANIAN BERBASIS ATMEGA8535

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI PERANGKAT KERAS DAN PERANGKAT LUNAK SISTEM. Dari diagram sistem dapat diuraikan metode kerja sistem secara global.

BAB III PERANCANGAN SISTEM. untuk efisiensi energi listrik pada kehidupan sehari-hari. Perangkat input untuk

METODE PENELITIAN. Penelitian dan perancangan tugas akhir ini dimulai sejak bulan November 2012

BAB III PERANCANGAN DAN KERJA ALAT

Bidang Information Technology and Communication 336 PERANCANGAN DAN REALISASI AUTOMATIC TIME SWITCH BERBASIS REAL TIME CLOCK DS1307 UNTUK SAKLAR LAMPU

BAB V IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM. pengukuran terhadap parameter-parameter dari setiap komponen per blok maupun

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN DAN CARA KERJA RANGKAIAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PENGATURAN SUHU INKUBATOR BAYI BERBASIS MIKROKONTROLER AT89S51

BAB IV HASIL, PENGUJIAN DAN ANALISIS. Pengujian diperlukan untuk melihat dan menilai kualitas dari sistem. Hal ini

BAB III PERANCANGAN. bayi yang dilengkapi sistem telemetri dengan jaringan RS485. Secara umum, sistem. 2. Modul pemanas dan pengendali pemanas

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

Jurnal Coding Sistem Komputer Untan Volume 05, No.2 (2017), hal ISSN : X

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN

JOBSHEET SENSOR CAHAYA (PHOTOTRANSISTOR, PHOTODIODA, LDR)

Pembangkit Pulsa Pemicu Berdasarkan Detektor Persilangan Nol yang Diperoleh dari Analog to Digital Converter dan Interrupt

BAB V PENGUJIAN DAN ANALISIS. pengukuran terhadap parameter-parameter dari setiap komponen per blok maupun

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

Bab III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III DESAIN DAN PERANCANGAN

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro Universitas Lampung dilaksanakan mulai bulan Desember 2011

Pengendali Tanpa Kabel Lampu Dimmer LED Menggunakan Microcontroller Dengan Metode PWM (Pulse Width Modulation)

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

B B BA I PEN EN A D HU LU N 1.1. Lat L ar B l e ak an Mas M al as ah

BAB IV PENERAPAN DAN ANALISA

Sistem Pengaman Rumah Dengan Sensor Pir. Berbasis Mikrokontroler ATmega : Ayudilah Triwahida Npm : : H. Imam Purwanto, S.Kom., MM.

BAB IV ANALISA DAN HASIL KINERJA ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN. Microcontroller Arduino Uno. Power Supply. Gambar 3.1 Blok Rangkaian Lampu LED Otomatis

Aplikasi Android Bluetooth Monitoring LED RGB Pada Penerangan Panggung

BAB III DESAIN DAN IMPLEMENTASI

Perancangan dan Analisis Back to Back Thyristor Untuk Regulasi Tegangan AC Satu Fasa

BAB III METODOLOGI PENULISAN

BAB III PERANCANGAN SISTEM

SISTEM PENERANGAN RUMAH OTOMATIS BERDASARKAN INTENSITAS CAHAYA DAN KEBERADAAN MANUSIA DALAM RUANGAN BERBASIS MIKROKONTROLER

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERENCANAAN DAN REALISASI SISTEM

BAB II DASAR TEORI. Arduino adalah pengendali mikro single-board yang bersifat opensource,

BAB III PERANCANGAN SISTEM

MOTOR DRIVER. Gambar 1 Bagian-bagian Robot

PEMBUATAN APLIKASI TRACKING ANTENA BERBASIS KANAL TV. Kampus ITS, Surabaya

BAB III PERANCANGAN ALAT

IMPLEMENTASI REMOTE TV UNIVERSAL SEBAGAI PENGATUR KARAKTER PADA DOT MATRIK BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 16

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

EMDEDDED ARRAY SENSOR UNTUK LINE FOLLOWING ROBOT

Diode) Blastica PAR LED. Par. tetapi bisa. hingga 3W per. jalan, tataa. High. dan White. Jauh lebih. kuat. Red. White. Blue. Yellow. Green.

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB II DASAR TEORI. open-source, diturunkan dari Wiring platform, dirancang untuk. memudahkan penggunaan elektronik dalam berbagai

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA RANGKAIAN KONTROL PANEL

Rancang Bangun Penerangan Otomatis Berdasarkan Gerak Tubuh Manusia

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

PERCOBAAN 9 RANGKAIAN COMPARATOR OP-AMP

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA. mana sistem berfungsi sesuai dengan rancangan serta mengetahui letak

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB IV PROTOTYPE ROBOT TANGGA BERODA. beroda yang dapat menaiki tangga dengan metode pengangkatan beban pada roda

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI ALAT

Realisasi Saklar Lampu Otomatis

BAB III PERANCANGAN DAN CARA KERJA SISTEM. Pada bab ini diterangkan tentang langkah dalam merancang cara kerja

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN PEMBAHASAN

ROBOT OMNI DIRECTIONAL STEERING BERBASIS MIKROKONTROLER. Muchamad Nur Hudi. Dyah Lestari

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. selanjutnya dilakukan pengujian terhadap sistem. Tujuan pengujian ini adalah

Transkripsi:

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Pengujian alat dilakukan untuk mengetahui dan menunjukkan hasil kerja dari keseluruhan sistem yang telah dirancang dan direalisasikan. Pengujian alat yang dilakukan meliputi pengujian modul-modul dan pengujian alat secara keseluruhan. 4.1. Pengujian modul-modul Pengujian modul-modul dilakukan untuk mengetahui kinerja tiap modul. Selain itu juga akan mempermudah proses perbaikan apabila terjadi kerusakan. Adapun yang akan diuji adalah sebagai berikut: 1. Lampu Philips Master LED 2. Modul mikrokontroler ATmega8 3. Modul PIR (Pasive Infra Red) PARADOX PA-465 4. Modul Zero Crossing Detector 5. Modul dimmer lampu 6. Modul catu daya 7. Modul TSOP dan remote kontrol 4.1.1. Lampu Philips Master LED Pengujian lampu Philips Master LED dilakukan dengan mengukur intensitas cahaya yang dipancarkan lampu menggunakan light meter. Dilakukan empat kali pengukuran dengan jarak light meter yang berbeda 46

47 terhadap lampu, yaitu 30cm, 50cm, 100cm, dan 200cm. Berikut ini adalah hasil pengukurannya beserta dengan perhitungan nilai duty cycle. Tabel 4.1. Tabel pengukuran kecerahan lampu menggunakan light meter dan hasil penghitungan duty cycle dari hasil percobaan Level kecerahan lampu Intensitas cahaya lampu (lux) Jarak Jarak Jarak Jarak 30cm 50cm 100cm 200cm Duty Cycle (%) 0 0 0 0 0 0 1 152 ± 5% 70 ± 5% 20 ± 5% 5 ± 5% 30 2 185 ± 5% 85 ± 5% 24 ± 5% 6 ± 5% 32,5 3 227 ± 5% 102 ± 5% 29 ± 5% 8 ± 5% 35 4 284 ± 5% 129 ± 5% 38 ± 5% 11 ± 5% 37,5 5 348 ± 5% 163 ± 5% 45 ± 5% 14 ± 5% 40 6 401 ± 5% 183 ± 5% 50 ± 5% 19 ± 5% 42,5 7 433 ± 5% 199 ± 5% 54 ± 5% 21 ± 5% 47,5 8 470 ± 5% 216 ± 5% 59 ± 5% 22 ± 5% 52,5 9 502 ± 5% 230 ± 5% 63 ± 5% 24 ± 5% 60 10 529 ± 5% 244 ± 5% 66 ± 5% 26 ± 5% 100

48 Gambar 4.1. Pengukuran kecerahan lampu menggunakan light meter pada jarak 30 cm Gambar 4.2. Pengukuran kecerahan lampu menggunakan light meter pada jarak 50 cm

49 Gambar 4.3. Pengukuran kecerahan lampu menggunakan light meter pada jarak 100 cm Gambar 4.4. Pengukuran kecerahan lampu menggunakan light meter pada jarak 200 cm

50 Gambar 4.5. Pengukuran duty cycle 30 % menggunakan oscilloscope Gambar 4.6. Pengukuran duty cycle 40 % menggunakan oscilloscope

51 Gambar 4.7. Pengukuran duty cycle 60 % menggunakan oscilloscope Dengan merubah nilai duty cycle maka level kecerahan lampu akan berubah. Semakin besar waktu ON maka akan semakin besar pula tegangan yang mengalir pada lampu. Sehingga intensitas cahaya yang dipancarkan lampu meningkat. Dari tabel 4.1 itu juga dapat disimpulkan bahwa pada jarak 30 cm, 50 cm dan 100 cm dapat digunakan semua level kecerahan. Sedangkan pada jarak 200cm untuk hasil maksimal dapat digunakan level 7 sampai dengan level 10, karena nilai dibawah 20 lux sangatlah redup. Percobaan selanjutnya dilakukan dengan memberikan variasi nilai duty cycle dan mengamati intensitas cahaya yang dipancarkan lampu. Dengan pemberian nilai duty cycle dibawah 10%, lampu tidak dapat menyala. Sedangkan pemberian duty cycle antara 10% - 30% lampu menyala redup dan cenderung berkedip. Sehingga dapat disimpulkan untuk memaksimalkan kinerja lampu batasan duty cycle yang digunakan sebesar 30%-100%.

52 Peningkatan nilai duty cycle tidak bersifat konstan, seperti ditampilkan pada Tabel 4.1. Hal ini dikarenakan dengan pemberian nilai duty cycle dengan peningkatan nilai yang konstan tidak dapat meningkatkan intensitas cahaya lampu secara konstan juga. Sehingga dilakukan variasi nilai duty cycle yang meningkat tetapi tidak konstan. Berikut ini adalah sebagian hasil pengukuran yang diambil dari Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel pengukuran kecerahan lampu menggunakan light meter dan hasil penghitungan duty cycle dari hasil percobaan Level kecerahan lampu Intensitas cahaya lampu (lux) Jarak Jarak Jarak Jarak 30cm 50cm 100cm 200cm Duty Cycle (%) 8 470 ± 5% 216 ± 5% 59 ± 5% 22 ± 5% 52,5 9 502 ± 5% 230 ± 5% 63 ± 5% 24 ± 5% 60 10 529 ± 5% 244 ± 5% 66 ± 5% 26 ± 5% 100 Dari Tabel 4.2. tersebut dapat dilihat bahwa peningkatan tingkat kecerahan dari level 8 ke level 9 terdapat selisih duty cycle sebesar 7,5% dengan peningkatan intensitas cahaya sebesar 28 lux. Sedangkan pada peningkatan intensitas cahaya dari level 9 ke level 10 adalah sebesar 27 lux, tetapi membutuhkan selisih duty cycle sebesar 40%. Hal ini terjadi karena tegangan masukan ke lampu berupa gelombang sinus yang nilainya berubah

53 terhadap waktu. Sehingga tidak dapat diberikan nilai duty cycle secara konstan. 4.1.2. Modul mikrokontroler ATmega8 Dilakukan beberapa pengujian pada modul mikrokontroler ATmega8 ini, diantaranya pengujian tegangan keluaran mikrokontroler, pengujian interupsi eksternal dan pengujian hasil keluaran PORT D4 sebagai pengatur waktu tunda pada modul dimmer lampu. Pada pengujian tegangan keluaran diberikan nilai logika 1 pada setiap kaki keluaran pin mikrokontroler (PORT B0 - PORT B7, PORT C0 PORT C6, PORT D0 PORT D7). Kemudian diukur tegangan keluarannya multimeter, yaitu sebesar 5,06 Volt. Kemudian dengan kaki keluaran pin yang sama diberikan nilai logika 0, tegangan keluarannya adalah 0 Volt. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tegangan keluaran pada kaki mikrokontoler berfungsi dengan baik. Ada 2 macam interupsi eksternal yang diuji pada mikrokontroler. Interupsi eksternal 0 merupakan interupsi dari data yang dikirimkan oleh remote control. Sedangkan interupsi eksternal 1 merupakan interupsi yang dilakukan oleh modul zero crossing detector. Pengujian interupsi eksternal 0 berhubungan dengan data yang dikirimkan oleh remote control. Pengujiannya dilakukan dengan menggunakan modul TSOP sebagai penerima data remote control tersebut.

54 Data yang diterima oleh TSOP diteruskan ke mikrokontroler dan diolah menggunakan program sederhana yang tertera di bawah ini. interrupt [EXT_INT0] void ext_int0_isr(void) { TCCR1B=0x0; buff[a]=tcnt1; a++; if(a==50) { for(i=0;i<50;i++) { printf(" %x ",buff[i]); } a=0; i=0; } TCNT1=0; TCCR1B=0x01; } Dari hasil pengujian tersebut diperoleh data dari komunikasi serial sebagai berikut. Gambar 4.8. Hasil pengujian interupsi eksternal 0 yang diperoleh dari komunikasi serial dengan penekanan tombol angka 1 sebanyak empat kali

55 Dari hasil pengujian tersebut dapat terlihat bahwa interupsi eksternal 0 mikrokontroler dapat menghitung lebar pulsa yang dikirimkan oleh remote control. Hal ini terbukti dengan angka-angka yang tertampil menunjukkan hasil yang relatif sama. Dapat dilihat pada setiap kali penekanan, byte ke-3 yang tertampil adalah berkisar antara 80e0-80ff dan byte ke-4 yang tertampil berkisar antara 33d0-33d7. Demikian seterusnya. Dengan penekanan tombol yang sama sebanyak 10 kali pada jarak yang sama, data yang diperoleh menunjukkan kesamaan. Berarti dapat disimpulkan bahwa interupsi eksternal 0 bekerja dengan baik dan dapat mengolah setiap data yang dikirimkan remote control. Pengujian selanjutnya dilakukan terhadap interupsi eksternal 1 yang berfungsi sebagai penerima pulsa keluaran dari modul zero crossing detector. Pengujian dilakukan dengan memasukkan keluaran dari zero crossing detector ke kaki interupsi eksternal 1 mikrokontroler yang berada pada PORT D3. Kemudian pengukuran dilakukan menggunakan oscilloscope, dengan posisi probe channel 1 diletakkan pada PORT D4 yang berperan sebagai pengatur duty cycle driver lampu. Dan probe channel 2 diletakkan pada PORT D3 yang berperan sebagai keluaran pulsa zero crossing detector. Berikut ini adalah gambar hasil pengujiannya.

56 Gambar 4.9. Pengamatan hasil keluaran modul zero crossing detector pada PORT D3 dan keluaran PORT D4 Dari gambar hasil pengujian dapat dilihat bahwa selama selang waktu 20mS modul zero crossing detector memberikan nilai logika 1 kepada interupsi eksternal 1 mikrokontroler setiap kali terdeteksi titik nol. Selang waktu sebesar 20mS diperoleh dari perhitungan frekuensi jala-jala PLN yang besarnya 50Hz. Sebuah gelombang sinus yang memiliki 2 titik nol, sehingga pada dalam selang waktu 20mS didapati dua kali interupsi eksternal pada mikrokontroler. Dan setiap didapati interupsi eksternal, mikrokontroler mengeluarkan pulsa untuk diumpankan ke modul driver dimmer lampu. Selain itu dilakukan juga perhitungan daya yang dibutuhkan mikrokontroler untuk mengatur keseluruhan sistem. Berikut adalah hasil pengukuran dayanya:

57 Tabel 4.3. Tabel pengukuran daya pada modul mikrokontroler Level Kecerahan Lampu Tegangan (Volt) Arus (ma) Daya (mw) 0 5,06 15,7 79,442 1 5,06 26,9 136,114 2 5,06 27,7 140,162 3 5,06 28,8 145,728 4 5,06 30,2 152,812 5 5,06 31,7 160,402 6 5,06 33,6 170,016 7 5,06 35,8 181,148 8 5,06 38,1 192,786 9 5,06 40,7 205,942 10 5,06 44,3 224,158 Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa mikrokontroler berfungsi dengan baik. Mikrokontroler dapat mengeluarkan tegangan pada setiap pin nya sama dengan tegangan sumber (+Vcc). Mikrokontroler juga dapat menerima dan mengolah interupsi eksternal baik interupsi eksternal 0 maupun interupsi eksternal 1. Level kecerahan lampu berhubungan erat dengan nilai duty cycle yang dikeluarkan oleh mikrokontroler. Semakin besar nilai duty cyclenya, maka

58 semakin besar juga daya yang diperlukan oleh mikrokontroler karena arus yang mengalir juga semakin besar. 4.1.3. Modul PIR (Passive Infra Red) PARADOX PA-465 PARADOX PA-465 mamiliki 4 pin, dimana masing-masing pin nya berperan sebagai Vcc, Ground, NC (Normally Close), dan C (Common). Sensor ini dapat bekerja dengan tegangan masukan sebesar 9-16 Volt. Pada perancangan kali ini digunakan 10,28 Volt untuk mencatu daya pada sensor PIR ini. Pada kaki NC (Normally Close) diberikan tegangan sebesar 5,06 Volt dan kaki C (Common) diberikan kepada PORTD.5 mikrokontroler. Pengujian dilakukan dengan memberikan tegangan pada kaki NC sebesar 5,06 Volt, dengan mengukur menggunakan multimeter. Ketika terdeteksi adanya gerakan manusia dalam daerah kerjanya, tegangan keluaran pada kaki C akan bernilai 0 (ground), saat tidak ada gerakan tegangan keluaran pada kaki kaki NC bernilai +5,06 Volt. Sehingga sensor ini berfungsi sebagaimana mestinya, dapat memberikan tegangan keluaran ketika terdeteksi ada manusia. Pertama dilakukan pengujian sensor terhadap seekor anjing. Sensor PIR diberikan tegangan sebesar 9 Volt yang berasal dari batu baterai. Kemudian PIR diarahkan kepada seekor anjing. Dari hasil percobaan tersebut didapatkan hasil bahwa sensor tidak dapat mendeteksi ada tidaknya anjing dan lampu indikator PIR tidak menyala.

59 Selain itu, dilakukan dua kali pengujian kepekaan sensor ini terhadap keberadaan orang disekitarnya. Pengujian ini juga digunakan untuk mengetahui jangkauan sensor dalam mendeteksi orang dalam suatu ruangan. Pengujian pertama diukur pada ruangan dengan luas 3 meter x 3 meter dengan posisi alat berada pada ketinggian 2,8 meter dan berada pada titik 2 meter x 2 meter terukur dari tembok. Pengujian dilakukan dengan cara beraktivitas di ruang lingkup tersebut. Setiap kali terdeteksi ada pergerakan orang, sensor ini akan menyalakan LED berwarna merah yang berada di dalam modul tersebut. Pengujian pertama dilakukan dengan memberikan subjek manusia yang sedang berada di meja kerja dan mengetik di depan komputer (Gambar 4.10 angka 1). Dalam selang waktu 5 menit, sensor PIR dapat mendeteksi keberadaan manusia setiap terjadi pergerakan. Pengujian kedua dilakukan dengan posisi manusia duduk di lantai sedang memotong kertas (Gambar 4.10 angka 2). Pengujian ini juga dilakukan dalam selang waktu 5 menit, dan sensor ini dapat mendeteksi keberadaan manusia secara terus menerus. Pengujian ketiga dilakukan dengan kondisi sedang membaca buku di atas tempat tidur (Gambar 4.10 angka 3) dengan posisi duduk bersila. Dalam selang waktu 5 menit, setiap terjadi pergerakan manusia sensor ini dapat mendeteksi adanya manusia.

60 Gambar 4.10. Pengukuran pada ruangan 3 meter x 3 meter dengan ketinggian alat 2,8 meter pada posisi 2 meter x 2 meter dari tembok Pengujian kedua dilakukan di lapangan bulutangkis dengan membuat ruang batasan sebesar 4 meter x 4 meter. Alat diletakkan tepat di tengah wilayah pengujian, dengan ketinggian 2,8 meter terukur dari lantai. Pada pengujian ini dilakukan dengan memberi subjek manusia dengan posisi berdiri dan menari-nari di 8 titik pengujian. Dan dari kedelapan titik tersebut, dapat dideteksi oleh sensor PIR adanya manusia dalam ruang lingkup pengukuran.

61 Gambar 4.11. Pengujian luas daerah yang terdeteksi sensor PIR dalam daerah 4 meter x 4 meter

62 Dari pengujian sensor PIR dalam ruangan sebesar 3 meter x 3 meter maupun 4 meter x 4 meter pada ketinggian 2,8 meter, sensor PIR dapat mendeteksi keberadaan setiap terjadi pergerakan manusia dengan baik. Selain itu didapati juga hasil bahwa PIR membutuhkan waktu sekitar 30 detik untuk proses persiapan. Setelah melebihi waktu tersebut sensor ini baru dapat bekerja secara maksimal untuk mendeteksi keberadaan manusia. Pada saat kondisi terdeteksi keberadaan manusia, sensor ini membutuhkan arus sebesar 30,4 ma. Sedangkan pada saat sensor ini tidak mendeteksi keberadaan manusia arus yang dibutuhkan sebesar 14,1 ma. Dengan tegangan masukan sebesar 10,28 V, didapatkan konsumsi daya yang diperlukan pada saat sensor mendeteksi keberadaan orang adalah sebesar 312,512 mw. Dan ketika tidak terdeteksi keberadaan orang sensor ini membutuhkan daya sebesar 144,948 mw. 4.1.4. Modul Zero Crossing Detector Modul zero crossing detector dapat membangkitkan pulsa setiap kali terdeteksi titik 0 (nol). Memanfaatkan fungsi transistor sebagai saklar, transistor dioperasikan hanya pada dua titik kerjanya yaitu pada daerah saturasi dan pada daerah cut-off. Pada daerah saturasi, transistor bersifat seperti saklar on, dan pada daerah cut-off transistor bersifat seperti saklar off.

63 Gambar 4.12. Pulsa keluaran zero crossing detector dengan tegangan berbentuk sinyal AC hasil penyearahan dioda bridge Pengujian modul ini dilakukan dengan menggunakan oscilloscope dengan keadaan probe channel 1 berada pada kaki kolektor transistor BC546 dan probe channel 2 berada pada keluaran dioda bridge. Keluaran diode bridge tersebut diinputkan ke kaki basis pada transistor. Dari hasil keluaran oscilloscope tersebut dapat dilihat bahwa pada saat kondisi tegangan di kaki basis lebih kecil daripada 1 Volt, maka transistor akan berada pada daerah saturasi. Pada keadaan tersebut pengukuran tegangan pada V CE sebesar Vcc, yaitu 5 Volt. Sedangkan pada saat tegangan pada kaki basis lebih besar daripada 1 Volt transistor berada pada daerah cutoff, yang menyebabkan arus dan tegangan pada kaki kolektor sama dengan 0. Sehingga dapat disimpulkan bahwa modul zero crossing detector akan mengeluarkan tegangan sebesar 5 Volt ± 2% pada kaki kolektor pada saat terdeteksi tegangan di kaki basis kurang dari 1 Volt. Dan juga modul ini tidak akan mengeluarkan tegangan (0 Volt) ketika kaki basisnya memperoleh

64 tegangan masukan lebih dari 1 volt. Oleh karena itu, modul ini membutuhkan ralat sebesar 1 Volt untuk mendeteksi keberadaan titik nol. Dilakukan juga pengukuran terhadap arus dan tegangan pada modul ini. Dengan menggunakan multimeter, modul ini mendapat tegangan sebesar 5,06 Volt dan menarik arus sebesar 14,1mA. Sehingga daya yang dikonsumsi sebesar 71,346 mw. 4.1.5. Modul dimmer lampu Pengujian modul dimmer lampu dilakukan dengan cara mengubah nilai duty cycle pada kaki gate TRIAC BT136 dan mengukur tegangan keluaran pada kaki terminal 1 dan kaki terminal 2 pada TRIAC. Selain itu juga dilakukan pengukuran tegangan yang mengalir pada lampu Philips Master LEDbulb. Dilakukan 2 kali pengukuran, yaitu pada pukul 10.30 dan pukul 22.30. Berikut hasil pengukurannya.

65 Tabel 4.4. Tabel pengukuran daya pada TRIAC BT136 dan Philips Master LEDbulb Level Kecerahan Tegangan BT136 pada kaki MT1 dan MT2 (Volt AC) Tegangan pada lampu Philips Master LEDbulb (Volt AC) Lampu Pukul 10.30 Pukul 22.30 Pukul10.30 Pukul 22.30 0 203 205 0 0 1 122 119 100 104 2 118 111 104 112 3 107 102 115 121 4 99 93 124 128 5 90 83 130 137 6 82 74 137 145 7 71 63 150 155 8 54 46 166 171 9 33 26 183 189 10 0 0 203 205 Semakin besar nilai duty cycle, semakin besar pula arus yang masuk ke kaki gate pada TRIAC. Hal ini menyebabkan tegangan brake over TRIAC akan mengecil, sehingga arus yang dapat dilewatkan semakin besar. Jadi, semakin kecil tegangan brake over TRIAC, maka tegangan di lampu Philips Master LEDbulb akan semakin besar, demikian sebaliknya.

66 Dari hasil pengukuran tersebut dapat diamati bahwa terdapat perbedaan hasil pengukuran antara siang dan malam. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya perbedaan tegangan sumber dari PLN. Seperti tertera pada tabel pengukuran 4.4 pada saat siang hari tegangan maksimum bernilai 203 VAC, sedangkan pada saat malam hari tegangan bernilai 205 VAC. Disamping itu perbedaan hasil pengukuran disebabkan juga terdapat ralat pada alat ukur. 4.1.6. Modul catu daya Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan catu daya menanggung beban semua modul dalam sistem. Pengujian dilakukan dengan mengaktifkan semua modul bersamaan yang dicatu oleh catu daya yang telah dirancang dan realisasikan lalu mengukur tegangan keluaran catu daya. Dari proses pengujian diperoleh hasil bahwa tegangan keluaran catu daya pada saat tidak dibebani sama dengan pada saat dibebani, yaitu 5,06 Volt. Sedangkan catu daya dengan keluaran sebesar 10,28 Volt. Dari hasil pengukuran tersebut dapat dilihat bahwa modul catu daya berfungsi dengan baik sesuai dengan yang diharapkan. 4.1.7. Modul TSOP dan Remote Control Data yang dikirimkan oleh remote diterima oleh TSOP kemudian dikirimkan ke mikrokontroler untuk diolah datanya. Semua paket data yang dikeluarkan remote kontrol telah mengandung frekuensi carrier dan

67 dimodulasi dengan teknik PWM (Pulse Width Modulation). Pada perancangan kali ini digunakan Timer 1 untuk menghitung lebar pulsa yang dikirimkan remote. Lebar pulsa tersebut dihitung oleh mikrokontroler dengan ukuran 2 byte untuk tiap pulsa yang diterima. Kemudian byte tersebut diolah sehingga dapat menjadi sebuah bit data yang nantinya digunakan untuk diproses sebagai data remote. Ada berbagai macam standar yang dapat digunakan untuk mendeteksi paket datanya, diantaranya yang terkenal adalah protokol RC5 dan protokol SIRC. Protokol RC5 digunakan oleh Philips, sedangkan protokol SIRC (SONY TV Infrared Remote Control) digunakan oleh pabrikan Sony. Pada modul TSOP ini digunakan pembacaan data remote dengan SIRC. Sebuah paket data lengkap SIRC terdiri atas sebuah start bit dan 12 bit data dan sebuah frame space yang memisahkan sebuah frame dengan frame berikutnya. Dimana 12 bit data tersebut terbagi atas 7 bit command code (C6 C0) dan 5 bit device code (D4 D0). Protokol SIRC ini mengirimkan data LSB terlebih dahulu, sehingga C0 adalah data pertama yang diterima setelah start bit. Untuk mengidentifikasi start bit, pulsa yang dikirimkan sebesar 2,4 ms. Data 0 diwakili dengan 0,6 ms tidak ada pulsa, dan 0,6 ms ada pulsa, sehingga total waktu untuk mendeteksi data 0 sebesar 1,2 ms. Sedangkan data 1 diwakili dengan 0,6 ms tidak ada pulsa, dan 1,2 ms ada pulsa, sehingga total waktu yang dibutuhkan sebesar 1,8ms.

68 0,6ms 0,6ms 0,6ms 1,2ms data 0 data 1 Gambar 4.13. Data 0 dan data 1 pada protokol SIRC Data yang dikirim remote dan diterima TSOP akan dikirimkan menuju mikrokontroler. Kemudian data berbentuk bilangan heksa tersebut diolah menggunakan Timer 1. Lalu bilangan heksa dalam ukuran 2 byte tersebut diolah menjadi 1bit data. Berikut adalah hasil perhitungan yang dilakukan Timer 1. Gambar 4.14. Hasil perhitungan Timer 1 untuk penekanan tombol 1 pada remote sebanyak empat kali

69 Gambar 4.15. Hasil perhitungan Timer 1 untuk penekanan tombol 1 sampai 4 secara berurutan Byte yang diberi kotak berwarna hijau merupakan starting byte dari remote. Sedangkan yang diberi kotak berwarna biru merupakan command code, sedangkan yang diberi kotak berwarna merah merupakan device code. Dari perhitungan timer 1 tersebut, dapat dihitung dan dikonversikan ke satuan waktu. Untuk nilai starting byte diperoleh hasil perhitungan sebesar 8000h sampai dengan 80ffh. Sehingga dapat dilakukan perhitungan ke dalam satuan waktu sebagai berikut: t 1 = 8000h x 1 11059200 = 32768 x 90,422 ns = 2,962 ms t 2 = 80ffh x 1 11059200 = 33023 x 90,422 ns

70 perhitungan: = 2,986 ms Sedangkan untuk data dengan nilai heksa 3300h 34ffh diperoleh t 1 = 3300h x 1 11059200 = 13056 x 90,422 ns = 1,18 ms t 2 = 34ffh x 1 11059200 = 13567 x 90,422 ns = 1,227 ms Untuk data data pada nilai heksa 4d00h 4f00h diperoleh perhitungan: t 1 = 4d00h x 1 11059200 = 19712 x 90,422 ns = 1,782 ms t 2 = 4f00h x 1 11059200 = 20224 x 90,422 ns = 1,828 ms Dari hasil perhitungan tersebut, dapat diketahui bahwa data dengan lebar 3300h 34ffh memiliki lebar pulsa diantara 1,18 ms sampai dengan 1,227 ms. Sesuai dengan pembahasan yang telah dilakukan diatas, data ini teridentifikasi sebagai data 0 yang pada standarnya berukuran 1,2 ms. Sedangkan untuk data dengan 4d00h 4f00h memiliki lebar pulsa sebesar

71 1,782 ms sampai dengan 1,828 ms. Data ini teridentifikasi sebagai data 1, dimana pada standar nya adalah sebesar 1,8 ms. Lebar pulsa yang dihasilkan tidak selalu menghasilkan hasil yang presisi, hal ini dipengaruhi berbagai macam hal, salah satunya adalah baterai. Kemudian untuk start byte didapatkan hasil sebesar 2,962 ms sampai dengan 2,986 ms, padahal pada standarnya hanya sebesar 2,4 ms. Hal ini terjadi karena perhitungan yang dilakukan oleh mikrokontroler untuk setiap interupsi. Gambar 4.16. Pendeteksian data 0 dan data 1 yang seharusnya Gambar 4.17. Pendeteksian data 0 dan data 1 yang terjadi Pada dasarnya data 0 diperoleh dengan cara 0,6 ms tidak ada pulsa dan 0,6 ms ada pulsa, sedangkan data 1 diperoleh 0,6 ms tidak ada pulsa dan 1,2 ms ada pulsa, seperti terlihat pada gambar 4.16. Pada penerapannya,

72 perhitungan waktu dilakukan ketika terjadi interupsi dari luar terhadap mikrokontroler, seperti terlihat pada Gambar 4.17. Sehingga yang terjadi adalah perhitungan lebar pulsa untuk data 0 menjadi 0,6 ms ada pulsa dan 0,6 ms tidak ada pulsa. Begitu juga dengan data 1, 1,2 ms ada pulsa dan 0,6 ms tidak ada pulsa. Jadi pada perhitungan waktu starting byte yang seharusnya 2,4 ms menjadi 2,986 ms itu dikarenakan adanya penambahan 0,6 ms yang seharusnya milik data selanjutnya. Berikut adalah hasil pengolahan byte data hasil pencacahan timer 1 menjadi bit-bit data, dimana bit-bit data tersebut akan diolah untuk menjadi bilangan heksa yang nantinya untuk inisialisasi tiap tombol. Tabel 4.5. Hasil pengolahan byte data dari timer 1 menjadi bit-bit data

73 Dengan memberikan tegangan masukan sebesar 5,06 Volt, modul TSOP ini memerlukan arus sebesar 1,1 ma, sehingga membutuhkan daya sebesar 5,566 mw. 4.2. Pengujian alat secara keseluruhan Dari hasil pengukuran arus dan tegangan pada tiap-tiap modul, dapat diperoleh konsumsi daya yang diperlukan sistem. Berikut konsumsi daya total yang diperlukan oleh sistem. Tabel 4.6. Tabel perhitungan daya pada modul TSOP, zero crossing detector, dan mikrokontroler Level Tegangan Arus (ma) Daya Kecerahan Mikro- Lampu (Volt) TSOP ZCD kontroler Total (mw) 0 5.06 1.1 14.1 15.7 30.9 156.354 1 5.06 1.1 14.1 26.9 42.1 213.026 2 5.06 1.1 14.1 27.7 42.9 217.074 3 5.06 1.1 14.1 28.8 44 222.64 4 5.06 1.1 14.1 30.2 45.4 229.724 5 5.06 1.1 14.1 31.7 46.9 237.314 6 5.06 1.1 14.1 33.6 48.8 246.928 7 5.06 1.1 14.1 35.8 51 258.06 8 5.06 1.1 14.1 38.1 53.3 269.698 9 5.06 1.1 14.1 40.7 55.9 282.854 10 5.06 1.1 14.1 44.3 59.5 301.07 Tabel 4.7. Tabel perhitungan daya pada sensor PIR Level Tegangan Arus (ma) Daya (mw) Kecerahan Lampu (Volt) Off PIR On PIR Off PIR On PIR 0-10 10.28 14.1 30.4 144.948 312.512

74 Tabel 4.8. Tabel perhitungan daya keseluruhan modul Level Daya Total (mw) Kecerahan Lampu Off PIR On PIR 0 301.302 468.866 1 357.974 525.538 2 362.022 529.586 3 367.588 535.152 4 374.672 542.236 5 382.262 549.826 6 391.876 559.44 7 403.008 570.572 8 414.646 582.21 9 427.802 595.366 10 446.018 613.582 Kondisi on adalah ketika terdeteksi manusia dalam suatu ruangan, sedangkan kondisi off adalah kondisi ketika sensor PIR tidak mendeteksi keberadaan manusia dalam ruangan tersebut. Dapat dilihat bahwa ketika tidak dideteksi manusia dalam ruangan tersebut, lampu akan mati (level 0) dan sensor PIR juga berada pada kondisi off. Hal ini menyebabkan konsumsi daya yang diperlukan adalah sebesar 301,302 mw. Sedangkan ketika terdeteksi manusia dalam ruangan tersebut, daya yang dibutuhkan bervariasi sesuai level yang digunakan. Pengujian selanjutnya dilakukan melakukan pengujian alat secara keseluruhan. Alat dipasang pada ketinggian 2,8 meter dengan luas ruangan sebesar 3 meter x 3 meter. Pengujian dilakukan dengan mengatur waktu mati lampu selama 3 menit (terhitung sejak tidak terdeteksi orang di dalam ruangan). Pengujian modul keseluruhan sama dengan pengujian sensor PIR, hanya saja pada pengujian ini digunakan waktu untuk mematikan lampu dan juga lampu Philips

75 Master LEDbulb yang terpasang pada modul. Pengujian pertama dilakukan dengan memberikan subjek manusia yang sedang berada di meja kerja dan mengetik di depan komputer (Gambar 4.10 angka 1). Dalam selang waktu 5 menit, sensor PIR dapat mendeteksi keberadaan manusia setiap terjadi pergerakan dan lampu tetap menyala. Intensitas kecerahan lampu juga dapat diatur dari posisi subjek tanpa berpindah tempat. Pengujian kedua dilakukan dengan cara duduk di lantai dan sedang memotong kertas (Gambar 4.10 angka 2). Pengujian ini juga dilakukan dalam selang waktu 5 menit, lampu tetap menyala dalam selang waktu tersebut. Intensitas kecerahan lampu juga dapat diatur dari posisi subjek tanpa berpindah tempat. Pengujian ketiga dilakukan dengan kondisi membaca buku di atas tempat tidur (Gambar 4.10 angka 3) dengan posisi duduk bersila. Intensitas kecerahan lampu dapat diubah dari posisi subjek dan lampu tetap menyala selama selang waktu 5 menit tersebut. Ketika ruangan ditinggalkan, diletakkan sebuah kamera untuk merekam keadaan lampu selama 5 menit. Setelah 3 menit 6 detik berlangsung, yang terhitung sejak sensor PIR tidak mendeteksi keberadaan orang dalam ruangan lampu mati. Ketika kembali ke ruangan lampu kembali menyala sesuai tingkat kecerahan sebelum ruangan ditinggalkan. Kemudian tingkat kecerahan lampu diganti-ganti dan ruangan ditinggalkan lagi. Pengujian dilakukan sebanyak 5 kali dan dari hasil pengujian tersebut sistem dapat berfungsi dengan baik tanpa ada kesalahan. Pada saat terdeteksi orang di dalam ruangan, sensor PIR memberikan sinyal ke mikrokontroler dan menyebabkan mikrokontroler mengatur dimmer agar lampu tetap menyala. Ketika tidak terdeteksi orang dalam ruangan tersebut dalam waktu 3

76 menit, maka mikrokontroler akan mengatur dimmer untuk mematikan lampu. Saat ada orang memasuki ruangan tersebut, lampu kembali menyala sesuai dengan kondisi terakhir sebelum mati, begitu seterusnya. Pengujian keseluruhan modul ini berlangsung dengan baik dan memenuhi hasil yang diinginkan, yaitu bisa diatur tingkat kecerahan menggunakan remote control dan dapat secara otomatis mati ketika tidak terdeteksi keberadaan orang dalam ruangan tersebut. Kemudian akan menyalakan kembali lampu sesuai tingkat kecerahan terakhir yang diberikan pengguna.