NOTA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Kondisi Perekonomian Indonesia

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN 2008

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

1. Tinjauan Umum

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global...

4. Outlook Perekonomian

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

4. Outlook Perekonomian

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

NOTA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN

BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009

Kinerja CENTURY PRO FIXED

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN

4. Outlook Perekonomian

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 4-8 Juni 2012

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN April 2012

Analisis Perkembangan Industri

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

BAB I PENDAHULAN. yang sedang berkembang (emerging market), kondisi makro ekonomi

Proyeksi pertumbuhan

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IV. GAMBARAN UMUM. diperbaharui, atau perbahuruannya membutuhkan waktu yang sangat lama.

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN 30 April-4 Mei 2012

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN. terpuruk. Konsekuensi dari terjadinya krisis di Amerika tersebut berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, pertumbuhan dunia industri menjadi fokus utama negara negara di

NOTA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2007, keadaan ekonomi di Indonesia dapat dikatakan baik

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN Juni 2012

BPS PROVINSI JAWA BARAT

Transkripsi:

NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 REPUBLIK INDONESIA

Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF POKOK-POKOK PERUBAHAN ATAS APBN TAHUN 2008 Sejak ditetapkan dengan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2007, APBN Tahun Anggaran 2008, mendapat tekanan yang sangat berat dari perkembangan berbagai faktor internal maupun eksternal. Paling tidak terdapat enam faktor utama yang mempunyai dampak yang cukup signifikan terhadap APBN 2008. Pertama, kondisi perekonomian global diperkirakan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi sebagai akibat dari krisis sektor perumahan (subprime mortgage) di Amerika Serikat yang meluas menjadi krisis di pasar keuangan internasional. Kondisi ini di samping akan membawa dampak pada penurunan penerimaan ekspor, diperkirakan juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kedua, kecenderungan naiknya harga minyak mentah di pasar dunia yang sangat tinggi (jauh di atas asumsi harga minyak yang digunakan dalam penyusunan APBN) akan berdampak secara cukup signifikan terhadap APBN, karena membengkaknya beban subsidi BBM dan subsidi listrik. Ketiga, adanya kecenderungan meningkatnya harga komoditas pangan dunia akan memberikan tekanan pada laju inflasi di dalam negeri, karena sebagian komoditas primer domestik berasal dari impor (imported inflation). Keempat, adanya kecenderungan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, sebagai akibat negatif dari krisis subprime mortgage, akan berpengaruh cukup signifikan terhadap berbagai besaran APBN. Kelima, lifting minyak yang diperkirakan hanya akan mencapai 0,927 juta barel per hari (lebih rendah dari asumsi lifting dalam APBN 2008 sebesar 1,034 juta barel per hari) akan berdampak pada penurunan penerimaan dari sektor migas. Keenam, adanya Paket Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan (PKSHP), yang diluncurkan awal Februari 2008, terkait dengan kecenderungan meningkatnya harga komoditas pangan strategis, seperti terigu, minyak goreng, kedelai, dan gandum. Selain ditujukan untuk mengendalikan inflasi dalam negeri, PKSHP juga dimaksudkan untuk mengurangi beban masyarakat, khususnya masyarakat miskin yang diperkirakan menurun kemampuan daya belinya. Selain melalui kebijakan fiskal, PKSHP juga dilakukan melalui pengurangan tata niaga dan peningkatan produksi. Dalam kaitannya dengan kebijakan fiskal, PKSHP dilakukan antara lain melalui fasilitas bea masuk dalam rangka mengurangi hambatan dalam tata niaga impor, pembebasan PPN untuk komoditas strategis, bantuan beras untuk masyarakat miskin, dan bantuan permodalan bagi usaha tahu dan tempe mikro dan kecil, dengan tetap menjaga sinkronisasi dan sinergi yang baik dengan kebijakan moneter. Berbagai kebijakan tersebut secara langsung akan mempengaruhi APBN, baik dari sisi penerimaan maupun belanja. Perkembangan berbagai asumsi dasar ekonomi makro yang berubah dari perkiraan semula, serta dampaknya yang cukup signifikan terhadap APBN 2008, menjadi latar belakang utama percepatan pengajuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun 2008. Sesuai dengan perkembangan perekonomian saat ini, dan perkiraan ke depan, maka asumsi dasar ekonomi makro dalam APBN Perubahan (APBN-P) tahun 2008 adalah sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi 6,4 persen, inflasi 6,5 persen, rata-rata nilai tukar rupiah Rp9.100 per dolar Amerika Serikat, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan 7,5 persen, rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP) US$95,0 per barel, dan ratarata lifting minyak 0,927 juta barel per hari. APBN-P 2008 R-1

Ringkasan Eksekutif Dampak keseluruhan dari perkembangan/pergeseran asumsi ekonomi makro tersebut, apabila tanpa dilakukan langkah-langkah pengamanan, akan menyebabkan defisit APBN membengkak dari 1,6 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam APBN 2008 menjadi 4,2 persen dari PDB, sehingga akan mengganggu ketahanan dan kesinambungan fiskal. Berkaitan dengan hal itu, untuk menjaga defisit agar tetap berada dalam batas-batas yang masih dapat ditoleransi, maka dipandang perlu melakukan langkah-langkah pengamanan terhadap APBN 2008, yang meliputi: (1) Optimalisasi pendapatan negara baik yang bersumber dari sektor perpajakan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), maupun dividen BUMN; (2) Penggunaan dana cadangan APBN (contingency policy measures); (3) Penghematan dan penajaman prioritas belanja kementerian negara/lembaga (K/L); (4) Perbaikan parameter produksi dan subsidi BBM dan listrik; (5) Efisiensi di Pertamina dan PLN; (6) Pemanfaatan dana kelebihan (windfall) di daerah penghasil migas melalui instrumen utang; (7) Penerbitan obligasi/surat Berharga Negara (SBN) dan optimalisasi pinjaman program; (8) Pengurangan beban pajak dan bea masuk atas komoditas pangan strategis; dan (9) Penambahan subsidi pangan. Dengan berbagai langkah-langkah pengamanan APBN tersebut diatas, maka defisit APBN-P dapat dikendalikan menjadi Rp94,5 triliun (2,1 persen terhadap PDB), atau Rp21,2 triliun di atas defisit APBN tahun 2008 sebesar Rp73,3 triliun (1,6 persen terhadap PDB). Defisit APBN- P tersebut terjadi karena peningkatan volume pendapatan negara dan hibah lebih kecil dari peningkatan volume belanja negara. Anggaran pendapatan negara dan hibah dalam APBN-P 2008 diperkirakan mencapai Rp895,0 triliun (20,0 persen terhadap PDB), atau Rp113,6 triliun lebih tinggi bila dibandingkan dengan sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2008 sebesar Rp781,4 triliun (17,4 persen terhadap PDB). Jumlah tersebut terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp609,2 triliun (13,6 persen terhadap PDB), penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp282,8 triliun (6,3 persen terhadap PDB), dan penerimaan hibah sebesar Rp2,9 triliun (0,1 persen dari PDB). Peningkatan pendapatan negara tersebut terutama berasal dari kenaikan penerimaan sumber daya alam (SDA) migas, pajak pertambahan nilai, pajak perdagangan internasional, maupun penerimaan dari bagian pemerintah atas laba BUMN. Sementara itu, anggaran belanja negara dalam APBN-P 2008 diperkirakan mencapai Rp989,5 triliun (22,1 persen terhadap PDB), atau Rp134,8 triliun lebih tinggi bila dibandingkan dengan volume anggaran belanja negara yang ditetapkan dalam APBN 2008 sebesar Rp854,7 triliun (19,1 persen terhadap PDB). Dari jumlah tersebut, anggaran belanja pemerintah pusat diperkirakan mencapai Rp697,1 triliun (15,5 persen terhadap PDB), atau mengalami peningkatan sebesar Rp123,6 triliun dari pagu alokasi anggaran belanja pemerintah pusat yang dianggarkan dalam APBN 2008 sebesar Rp573,4 triliun (12,8 persen terhadap PDB). Jumlah anggaran belanja negara dalam APBN-P tahun 2008 tersebut terdiri dari belanja kementerian negara/lembaga (K/L) sebesar Rp290,0 triliun, atau turun sebesar Rp21,9 triliun dari pagu alokasi anggaran belanja K/L yang dianggarkan dalam APBN 2008 sebesar Rp311,9 triliun, dan anggaran belanja non-k/l sebesar Rp407,0 triliun yang berarti Rp145,6 triliun lebih tinggi dari pagu alokasi anggaran belanja non-k/l yang ditetapkan dalam APBN 2008 sebesar Rp261,5 triliun (5,8 persen terhadap PDB). Peningkatan alokasi anggaran belanja non-k/l yang cukup signifikan tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan beban belanja subsidi yang mencapai Rp136,5 triliun dari pagu alokasi belanja subsidi yang ditetapkan dalam APBN 2008 sebesar Rp97,9 triliun (2,2 persen dari PDB). Sementara itu, alokasi transfer R-2 APBN-P 2008

Ringkasan Eksekutif ke daerah dalam APBN-P tahun 2008 diperkirakan mencapai Rp292,4 triliun (6,5 persen terhadap PDB), atau naik sebesar Rp11,2 triliun dari pagu alokasi transfer ke daerah yang dianggarkan dalam APBN 2008 sebesar Rp281,2 triliun (6,3 persen terhadap PDB). Jumlah tersebut terdiri dari: (a) dana perimbangan sebesar Rp278,4 triliun, dan (b) dana otonomi khusus dan penyesuaian sebesar Rp14,0 triliun. Perubahan terbesar dari transfer ke daerah berasal dari dana bagi hasil sebesar Rp11,7 triliun. Pembiayaan defisit dalam APBN-P tahun 2008 diperkirakan mencapai Rp94,5 triliun (2,1 persen terhadap PDB), terdiri dari pembiayaan dalam negeri Rp107,6 triliun (2,4 persen terhadap PDB) dan pembiayaan luar negeri (neto) negatif Rp13,1 triliun (0,3 persen terhadap PDB). Perubahan terbesar dari pembiayaan anggaran tersebut berasal dari kenaikan surat berharga negara (neto) yang mencapai Rp26,2 triliun. APBN-P 2008 R-3

Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman EXECUTIVE SUMMARY... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN DAN POKOK- POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN 2008. 1.1. Pendahuluan... 1.2. Krisis Ekonomi Global... 1.2.1. Subprime Mortgage... 1.2.2. Guncangan Pasar Modal... 1.3. Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia... 1.4. Kenaikan Harga Minyak Mentah... 1.5. Kenaikan Harga Komoditi Primer... 1.6. Dampak Pada Perekonomian Indonesia... 1.6.1. Pertumbuhan Ekonomi... 1.6.2. Inflasi... 1.6.3. Nilai Tukar Rupiah... 1.6.4. SBI 3 Bulan... 1.6.5. Harga Minyak Mentah Indonesia... 1.6.6. Lifting Minyak... 1.7. Asumsi Makro 2008... 1.8. Neraca Pembayaran... 1.9. Pokok-pokok Kebijakan Fiskal 2008... 1.9.1. Pencapaian APBN Tahun 2007... 1.9.2. Sasaran APBN Perubahan Tahun 2008 dan Kebijakan Fiskal 2008... 1.9.3. Pengendalian Defisit dalam APBN-P 2008... 1.9.4. Paket Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan Pokok... R1 i iv v vi I-1 I-1 I-2 I-2 I-3 I-5 I-6 I-7 I-9 I-9 I-12 I-13 I-15 I-18 I-19 I-20 I-21 I-24 I-25 I-25 I-29 I-29 BAB II PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH RAPBN-P 2008... II-1 i

Daftar Isi Halaman 2.1. Pendahuluan... 2.2. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2007... 2.2.1. Penerimaan Dalam Negeri Tahun 2007... 2.2.1.1.Penerimaan Perpajakan Tahun 2007... 2.2.1.2.Penerimaan Negara Bukan Pajak Tahun 2007 2.2.2. Hibah Tahun 2007... 2.3. Perubahan Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2008... 2.3.1. Penerimaan Dalam Negeri Tahun 2008... 2.3.1.1.Penerimaan Perpajakan Tahun 2008... 2.3.1.2.Penerimaan Negara Bukan Pajak Tahun 2008 2.3.2. Hibah Tahun 2008... BAB III POKOK-POKOK PERUBAHAN ANGGARAN BELANJA NEGARA... 3.1. Pendahuluan... 3.2. Pokok-Pokok Perubahan Kebijakan dan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat... 3.3. Pokok-Pokok Perubahan Kebijakan dan Anggaran Transfer ke Daerah... 3.3.1. Perubahan Dana Perimbangan... 3.3.1.1.Perubahan Dana Bagi Hasil (DBH)... 3.3.1.1.1. Perubahan DBH Pajak... 3.3.1.1.2. Perubahan DBH Sumber Daya Alam. 3.3.1.2. Perubahan Dana Alokasi Umum (DAU)... 3.3.1.3.Perubahan Dana Alokasi Khusus (DAK)... 3.3.2. Perubahan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian.. 3.3.2.1.Perubahan Dana Otonomi Khusus... 3.3.2.2. Perubahan Dana Penyesuaian... BAB IV POKOK-POKOK PERUBAHAN DEFISIT DAN PEMBIAYAAN ANGGARAN... 4.1. Defisit Anggaran... 4.2. Pembiayaan Defisit Anggaran... II-1 II-2 II-2 II-3 II-7 II-10 II-10 II-11 II-12 II-20 II-24 III-1 III-1 III-2 III-23 III-26 III-26 III-27 III-27 III-28 III-29 III-31 III-31 III-32 IV-1 IV-1 IV-2 ii

Halaman 4.2.1. Pembiayaan Non-Utang... 4.2.2. Pembiayaan Utang (neto)... 4.3. Dampak Perubahan Asumsi dan Defisit... IV-2 IV-5 IV-10 LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 iii

Daftar Tabel DAFTAR TABEL Halaman Tabel I.1 Aliran Dana Badan Investasi Pemerintah dari Asia... Tabel I.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia Tahun 2008... Tabel I.3 Laju Pertumbuhan PDB 2006-2008... Tabel I.4 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro, 2007-2008... Tabel I.5 Neraca Pembayaran Indonesia, 2007-2008... Tabel I.6 Ringkasan APBN-P 2008... Tabel II.1 Pendapatan Negara dan Hibah, 2006-2007... Tabel II.2 Perkembangan Penerimaan Perpajakan, 2006-2007... Tabel II.3 Perkembangan PNBP, 2006-2007... Tabel II.4 Pendapatan Negara dan Hibah, 2008... Tabel II.5 Penerimaan Perpajakan, 2008... Tabel II.6 Kebijakan dan Administrasi Perpajakan APBN-P 2008... Tabel II.7 Penerimaan Negara Bukan Pajak, 2008... Tabel II.8 Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya Tahun 2008... Tabel III.1 Belanja Negara, Tahun 2008... Tabel III.2 Belanja Pemerintah Pusat, Tahun 2008... Tabel III.3 Belanja Kementerian Negara/Lembaga Tahun 2008... Tabel III.4 Transfer ke Daerah, Tahun 2008... Tabel IV.1 Program Tahunan Privatisasi Tahun 2008... Tabel IV.2 Pembiayaan Anggaran Berdasarkan Utang dan Non Utang 2008. I-3 I-6 I-11 I-21 I-24 I-31 II-3 II-5 II-8 II-12 II-13 II-16 II-21 II-24 III-2 III-4 III-24 III-33 IV-4 IV-9 iv

Daftar Grafik DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik I.1 Pergerakan Saham di Beberapa Pasar Dunia... Grafik I.2 Pergerakan Indeks Saham Perusahaan Internasional... Grafik I.3 Perkembangan Fed Rate dan Saham Internasional... Grafik I.4 Proyeksi Pertumbuhan Amerika Serikat di tahun 2008... Grafik I.5 Perkembangan Harga Minyak Mentah Internasional Dec 2006 - Jan 2008... Grafik I.6 Perkembangan Harga Komoditas Dunia... Grafik I.7 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan... Grafik I.8 Perkembangan Inflasi 2006-2008... Grafik I.9 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah dan Volatilitas... Grafik I.10 Nilai Tukar dan Prosentase Apr(+)/Depr(-) Beberapa Mata Uang Regional s.d Mar 2008... Grafik I.11 Nilai Tukar dan Net Beli (Jual) Asing... Grafik I.12 Perkembangan BI Rate, SBI 3 bulan, dan Fed Fund Rate... Grafik I.13 BI Rate dan Suku Bunga Perbankan... Grafik I.14 Asumsi dan Realisasi Lifting Minyak Indonesia, 2005-2008... Grafik II.1 Perkembangan Pendapatan Negara 2004-2007... Grafik II.2 Penerimaan Perpajakan... Grafik II.3 Pertumbuhan Penerimaan Perpajakan... Grafik II.4 Penerimaan PNBP 2005-2007... I-4 I-4 I-5 I-6 I-7 I-8 I-10 I-13 I-14 I-15 I-15 I-17 I-18 I-20 II-3 II-4 II-4 II-7 v

Daftar Boks DAFTAR BOKS Halaman Boks I.1 Dampak Krisis Subprime Mortgage Terhadap Indonesia... Boks I.2 9 Langkah Pengamanan APBN 2008... Boks II.1 Insentif Perpajakan Dalam Rangka Mendukung Paket Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan Pokok... Boks IV.1 Pinjaman Proyek... Boks IV.2 Pinjaman Program... I-22 I-30 II-19 IV-11 IV-16 vi

Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 Bab I BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN ANGGARAN 2008 1.1. Pendahuluan Memasuki triwulan I tahun 2008, tekanan yang terjadi pada perekonomian dunia semakin terlihat sebagai dampak lanjutan krisis sektor perumahan (subprime mortgage 1 ) di Amerika Serikat yang mulai terkuak pada pertengahan tahun 2007. Seluruh proyeksi ekonomi tahun 2008 yang diumumkan pada kuartal pertama 2008 oleh lembaga-lembaga multilateral direvisi turun secara cukup signifikan. Di sisi lain harga minyak mentah di pasar dunia terus bergerak naik sejak pertengahan tahun 2007, meskipun pada saat yang sama proyeksi pelemahan ekonomi global seharusnya akan menurunkan permintaan terhadap bahan bakar minyak. Kenaikan tajam justru terjadi setelah bulan September 2007 dan pada saat ini sudah mencapai harga di atas US$100 per barel. Kenaikan harga minyak dunia yang cenderung terus terjadi dan bertahan pada tingkat yang tinggi, menyebabkan kegiatan diversifikasi energi kepada sumber yang terbarukan menjadi meningkat. Hal ini menyebabkan permintaan terhadap bahan-bahan baku bio-fuel melonjak, sehingga menyebabkan harga komoditi biofuel melonjak seperti jagung, Crude Palm Oil (CPO), tebu/gula. Kompetisi antara komoditi untuk penggunaan bahan bakar versus bahan makanan makin tajam. Kondisi ini menyebabkan harga pangan dunia ikut melonjak yang telah mengakibatkan tekanan inflasi pangan di seluruh dunia. Perubahan situasi perekonomian dunia yang memburuk secara sangat cepat dalam semester kedua tahun 2007 telah menjadi salah satu bahan pembahasan Pemerintah, Bank Indonesia, dan DPR pada saat membahas asumsi ekonomi makro tahun 2008 yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan besaran APBN 2008. Dari hasil pembahasan yang mendalam di DPR mulai bulan September 2007 hingga pertengahan bulan Oktober 2007, berdasarkan kondisi perekonomian yang mempengaruhi hingga saat itu, telah ditetapkan asumsi ekonomi makro tahun 2008 sebagai berikut: (i) pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8 persen, (ii) tingkat inflasi 6,0 persen, (iii) suku bunga SBI-3 bulan rata-rata 7,5 persen, (iv) nilai tukar Rp9.100 per dolar AS, (v) harga minyak mentah Indonesia rata-rata US$60 per barel, dan (vi) lifting minyak sebesar 1,034 juta barel per hari. Dalam perjalanannya setelah Undang-Undang APBN 2008 ditetapkan pada akhir bulan Oktober 2007, krisis subprime mortgage ternyata berdampak semakin luas dan serius di Amerika Serikat dan Eropa. Sentimen negatif sangat mudah meluas dan menular ke seluruh bagian dunia, terlihat pada gejolak/kejatuhan harga saham di seluruh dunia dan pergerakan arus modal antarnegara. Perubahan situasi perekonomian global yang drastis dan cepat berubah hingga awal tahun 2008 menyebabkan besaran asumsi ekonomi makro 2008 yang telah ditetapkan pada bulan Oktober 2007 menjadi tidak sesuai lagi. Di sisi lain, perubahan asumsi indikator ekonomi makro dalam APBN tidak bisa dilakukan seketika karena terkait 1 Subprime mortgage merupakan surat utang yang ditopang oleh jaminan kredit pemilikan rumah (KPR) dengan profil debitor yang memiliki kemampuan bayar relatif rendah. APBN-P 2008 I-1

Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 dengan mekanisme dan siklus APBN yang bersifat rigid dan tetap. Untuk menyesuaikan asumsi ekonomi makro dengan perkembangan ekonomi dunia terkini maka penyesuaian dapat dilakukan melalui mekanisme perubahan APBN 2008. 1.2. Krisis Ekonomi Global 1.2.1. Subprime Mortgage Selama beberapa tahun terakhir harga minyak dunia telah mengalami tren peningkatan sebagai akibat ketidakseimbangan permintaan dan produksi minyak dunia. Tren tersebut mendorong peningkatan laju inflasi di Amerika Serikat (AS) sehingga the Fed memutuskan untuk menaikan suku bunga secara bertahap dan mencapai puncaknya pada tingkat 5,25 persen di bulan Juni 2006. Kebijakan suku bunga itu juga diambil dalam rangka mengatasi masalah twin deficit yang dialami Amerika Serikat sejak tahun 2002. Suku bunga tersebut bertahan pada tingkat 5,25 persen hingga Agustus 2007 sehingga berdampak pada peningkatan suku bunga kredit di AS. Kenaikan suku bunga kredit ini kemudian memicu terjadinya kredit macet di negara tersebut yang berdampak pada krisis subprime mortgage. Kredit macet ini melibatkan sekitar 2,2 juta orang AS dengan total nilai sekitar US$950 miliar. Krisis subprime mortgage yang pada awalnya berimbas pada sektor perumahan dan pasar modal AS ternyata memberikan dampak lanjutan pada institusi-institusi keuangan terkemuka di AS dan juga di belahan dunia lainnya. Kondisi ini menimbulkan dampak negatif pada kinerja sektor riil dan konsumsi dalam negeri di AS yang pada akhirnya menimbulkan permasalahan likuiditas di pasar keuangan dan berimplikasi pada memburuknya kondisi pasar modal serta kerugian yang dialami institusi-institusi keuangan terkemuka seperti Morgan Stanley, Citigroup, Merrill Lynch, dan lain-lain. Total kerugian yang dialami institusi-institusi keuangan dunia hingga Februari 2008 terkait dampak dengan subprime mortgage sementara ini diperkirakan mencapai US$130 miliar. Morgan Stanley mengalami kerugian US$9,4 miliar, Citigroup merugi US$19,9 miliar, bahkan Merrill Lynch merugi hingga US$22,4 miliar. Imbas krisis mortgage meluas mencapai Eropa dan Asia, dimana Union Bank of Switzerland (UBS) hingga Februari 2008 diperkirakan mengalami kerugian sebesar US$14,4 miliar dan HSBC merugi US$7,5 miliar. Pasar modal secara global mengalami tekanan dan terjadi pelemahan harga saham. Harga saham Merrill Lynch, Citigroup, UBS, dan lain-lain berjatuhan sehingga terjadi krisis likuiditas dan memerlukan suntikan dana segar. Suntikan dana tersebut menciptakan fenomena perubahan peta keuangan dunia ke Asia, antara lain tercermin pada pengambilalihan saham Citigroup oleh Abu Dhabi Investment Authority senilai US$7,5 miliar, saham Merril Lynch oleh Temasek senilai US$7,2 miliar, pembelian saham Morgan Stanley oleh China Investment senilai US$5 miliar, dan diberikannya suntikan dana bagi UBS sebesar US$11,94 miliar dari pemerintah Singapura. Selama tiga kuartal terakhir, Badan Investasi Pemerintah (Sovereign Wealth Fund) dari Asia telah menyuntikkan dana mencapai US$66,6 miliar kepada institusi-institusi keuangan terkemuka di dunia. Di Inggris, Northern Rock, yang merupakan bank perkreditan perumahan mengalami kerugian akibat hilangnya kepercayaan masyarakat sehingga terjadi rush pada bank tersebut. I-2 APBN-P 2008

Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 Bab I Injeksi Dana Asia (Sovereign Wealth Fund) Penyalur dana Penerima dana Nilai Milyar USD UAE: Abu Dhabi Investment Authority Citigroup 7,5 Singapore: Temasek Holding Standard Chartered 9,2 Merrill Lynch 7,5 Barclay 2,0 Singapore: Government Investment Corp. UBS 11,94 Citigroup 6,9 China: China Investment Corporation Morgan Stanley 5,0 Blackstone 3,0 Lain-lain 13,58 TOTAL 66,6 Sumber Bloomberg Tabel I.1 Aliran Dana Badan Investasi Pemerintah dari Asia Besarnya kesulitan likuiditas yang dialami oleh Northern Rock mendorong pemerintah Inggris melakukan bail-out dengan menyuntikkan dana talangan yang sangat besar mencapai 25 miliar. Sementara di Perancis, kejatuhan bursa-bursa saham AS juga telah membawa kerugian sebesar 4,9 miliar euro bagi Societe Generale, yang merupakan bank dengan kapitalisasi pasar terbesar ketiga. Societe Generale menempatkan dana sebesar US$73 miliar di bursabursa saham Eropa yang ternyata menurun tajam memasuki tahun 2008. Kejadian tersebut diperparah oleh fakta bahwa transaksi penempatan dana tersebut dilakukan secara ilegal yang mengabaikan prosedur dan norma kehati-hatian sehingga menunjukkan lemahnya sistem kontrol di sektor keuangan. 1.2.2. Guncangan Pasar Modal Krisis subprime mortgage di Amerika Serikat (AS) yang langsung berdampak negatif ke pasar modal AS mengakibatkan jatuhnya bursa global. Krisis ini menciptakan Minsky Moment, yaitu suatu kondisi dimana investor terpaksa menjual sahamnya dalam rangka menutup kerugian dana pada portfolio investasi lainnya. Kesalahan investasi (bad mortgage) tersebut dampaknya juga dirasakan oleh para pemilik modal di luar AS, termasuk Eropa, Asia, dan Australia, sehingga turut mempengaruhi bursa global secara keseluruhan. Hal ini seiring dengan besarnya kepemilikan hipotik perumahan (housing mortgages) oleh banyak institusi keuangan yang ada di berbagai penjuru dunia. Sejak krisis subprime mortgage menyeruak ke permukaan, indeks bursa saham secara global terus tergerus hingga menutup tahun 2007. Hingga akhir Maret 2008, bursa saham secara global masih terus mengalami tekanan, baik di Amerika Serikat, maupun di pasar modal Eropa dan Asia seperti dilihat pada Grafik I.1. APBN-P 2008 I-3

Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 Grafik I.1 Pergerakan Saham di Beberapa Pasar Dunia 170 160 150 140 130 120 110 100 90 80 70 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Sumber: Bloomberg Dow Jones Footsie Apr-07 May-07 Nikkei Hang Seng Jun-07 Jul-07 Aug-07 Sep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 16 0 150 14 0 13 0 12 0 110 10 0 90 80 70 Sumber: Bloomberg Thailand Phillipina Kuala Lumpur Indonesia Untuk tetap menggairahkan prospek ekonomi, the Fed telah mengambil kebijakan untuk melakukan pemangkasan Fed Fund Rate beberapa kali, sejak tingkat 4,75 persen pada September 2007 menjadi 3 persen pada Januari 2008, dan 2,25% pada Maret 2008. Di sisi lain, terus melambungnya harga minyak semakin memperburuk perekonomian AS, melalui dampaknya terhadap peningkatan biaya produksi dan transportasi. Inflasi tahun 2007 mencapai 4,1 persen yang merupakan tertinggi dalam 17 tahun terakhir. The Fed menghadapi dilema antara upaya menjaga pertumbuhan perekonomian dan mengendalikan laju inflasi. Perekonomian Amerika Serikat menghadapi risiko stagflasi, yaitu pertumbuhan ekonomi yang melambat dan inflasi yang tinggi. Departemen Perdagangan mengkonfirmasikan bahwa perekonomian AS hanya tumbuh 0,6% pada kuartal ke-iv. 200 180 160 140 120 100 80 60 Grafik I.2 Pergerakan Indek Saham Perusahaan Internasional 40 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Aug-07 Sep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Komatsu Sony Toyota GM I-4 APBN-P 2008

Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 Bab I Perusahaan-perusahaan Jepang dan Korea yang sangat mengandalkan pasar Amerika Serikat mengalami pukulan berat yang akan mengancam penurunan keuntungan. Sampai dengan 22 Januari, saham Toyota jatuh (7,2 persen), saham Sony (perusahaan konsumer elektronik terbesar No.2 di dunia) jatuh 6,9 persen, dan saham Komatsu (perusahaan alat berat terbesar No.2 di dunia) jatuh hingga 8,5 persen. Saham 18 0 16 0 14 0 12 0 10 0 80 60 Grafik I.3 Perkem bangan Fed Rate dan Saham Int erna sional Dow Jones Nikkei Footsie Hang Seng Fed Fund Rate Sumber: Bloomberg Toyota sebagai produsen otomotif paling profitable di dunia selama bulan Januari 2008 telah jatuh 19 persen dan saham Samsung sebagai perusahaan elektronik terbesar di Korea melorot hampir 5 persen. Tekanan terhadap saham-saham perusahaan Amerika Serikat, Jepang, dan Korea masih terus berlanjut hingga Maret 2008. Untuk mempertahankan momentum, pada tanggal 30 Januari 2008, the Fed kembali melakukan pemangkasan sebesar 50 bps menjadi 3 persen, yang terus dilanjutkan menjadi 2,25% pada Maret 2008. Sejak munculnya krisis subprime mortgage pada pertengahan tahun 2007 hingga Maret 2008, the Fed telah melakukan pemangkasan suku bunga sebesar 3,0 persen yang diharapkan mampu meringankan beban likuiditas. Upaya yang dilakukan pemerintah AS dan the Fed diharapkan dapat membelokkan arah perekonomian AS kembali ke arah positif. Hal ini penting karena perekonomian AS memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian dunia, sehingga guncangan yang terjadi akan dirasakan oleh negara-negara lain di Eropa, Australia, dan Asia, termasuk Indonesia. 6 5 4 3 2 1 0 1.3. Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia Krisis subprime mortgage di Amerika Serikat yang berimbas kepada sektor keuangan dan anjloknya pasar modal telah mempengaruhi potensi pertumbuhan ekonomi di berbagai negara dan global. Penurunan pertumbuhan ekonomi global tersebut terutama dipicu oleh potensi penurunan laju pertumbuhan ekonomi AS yang menopang hampir 30 persen laju pertumbuhan ekonomi dunia. Memasuki tahun 2008, berbagai indikator ekonomi yang ada telah memperlihatkan tanda-tanda melemahnya perekonomian AS. Penurunan tingkat penjualan rumah dan konsumsi, tingginya laju inflasi, serta peningkatan angka pengangguran memperkuat potensi melemahnya laju pertumbuhan ekonomi AS. Dalam laporan World Economic Outlook (WEO) bulan April 2008, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) menyampaikan perkiraan terakhir atas laju pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat tahun 2008 sebesar 0,5 persen. Nilai tersebut menunjukkan adanya koreksi yang cukup besar, dibanding dengan beberapa proyeksi awal yang telah disampaikan pada bulan-bulan sebelumnya. Perlambatan ekonomi AS yang semakin nyata memiliki dampak yang cukup besar pada laju pertumbuhan ekonomi global. APBN-P 2008 I-5

Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 Berdasarkan perkembangan yang ada, IMF juga telah melakukan perhitungan ulang terhadap proyeksi laju pertumbuhan ekonomi di beberapa negara lainnya. Dalam hal ini, perkiraan laju pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan melambat hingga hanya mencapai 3,7 persen, tingkat yang lebih rendah dibandingkan perkiraanperkiraan pada bulan Oktober 2007 dan Januari 2008 yaitu masing-masing sebesar 4,4 persen dan 4,2 persen. Persen (yoy) 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 Grafik I.4 Proyeksi Pertumbuhan Amerika Serikat di Tahun 2008 A pr. '07 Okt. '0 7 Jan. '0 8 Mar. '08 Dengan laju pertumbuhan ekonomi 3,7 persen tersebut, pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2008 akan lebih rendah dari tahun sebelumnya yang diestimasi mencapai 5,2 persen. Menurunnya laju pertumbuhan tersebut juga diperkirakan akan dialami oleh negara-negara Uni Eropa. Proyeksi laju pertumbuhan ekonomi Uni Eropa diperkirakan mencapai 1,4 persen, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 1,6 persen. Beberapa pengamat memperkirakan potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama akan dialami oleh Inggris, yang antara lain tercermin pada jatuhnya harga saham dan anjloknya angka penjualan perumahan di Inggris. Tabel I.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia Tahun 2008 Apr. '07 Okt. '07 Jan. '08 Mar. '08 AS 2,8 1,9 1,5 0,5 EU 2,3 2,1 1,6 1,4 - Inggris 2,9 2,7 1,8 1,6 Jepang 1,9 1,7 1,5 1,4 China 9,5 10,0 10,0 9,3 India 7,8 8,4 8,2 7,9 Dunia 4,9 4,4 4,2 3,7 Sumber : World Economic Outlook, IMF, April 2008 Di kawasan Asia, dampak pelemahan pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan relatif rendah terkait dengan masih cukup tingginya potensi pertumbuhan ekonomi China dan India. Melambatnya ekonomi AS tentunya akan membuat ekspor Asia ke AS turun. Namun, pesatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara dalam kawasan tersebut dapat mendorong peningkatan perdagangan intra-asia. Menurut Lehman Brothers, kecuali Jepang, 43 persen ekspor Asia mengalir ke sesama negara di kawasan tersebut, naik dari 37 persen pada 1995. China dan India memperlihatkan peran yang lebih besar di panggung perdagangan dunia dibandingkan enam tahun lalu. Dengan kata lain perekonomian China bisa menjadi penyeimbang apa pun yang terjadi di AS. 1.4. Kenaikan Harga Minyak Mentah Lonjakan harga komoditi primer yang paling dirasakan adalah minyak mentah (crude oil) sebagai sumber energi utama bagi aktivitas berbagai industri di dunia. Di tahun 2007, harga minyak mentah internasional berada pada level yang cukup tinggi. Gejala ini berlanjut sampai dengan pertengahan Maret 2008 dimana harga minyak WTI mencapai level US$ 101 per barel. Tingginya harga minyak mentah ini selain dipengaruhi oleh faktor fundamental akibat I-6 APBN-P 2008

Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 Bab I tidak imbangnya permintaan dan penawaran seperti gangguan pipa penyalur di Laut Utara dan pelemahan dolar AS, juga disebabkan oleh sentimen negatif sebagai akibat dari ketegangan geopolitik seperti isu program nuklir Iran, kerusuhan di Nigeria dan ketegangan di Turki. Harga rata-rata minyak mentah jenis Dated Brent di pasar internasional pada periode April 2007 - Maret 2008 mencapai US$82,2 per barel atau naik US$17,8 per barel (27,6 persen) dibandingkan dengan harga pada periode yang sama tahun 2006-2007 sebesar US$64,4 per barel. Harga rata-rata minyak mentah basket OPEC pada periode April 2007 Maret 2008 mencapai US$78,3 per barel atau mengalami kenaikan 29,4 persen dibanding periode yang sama pada tahun 2006-2007. Pertumbuhan permintaan minyak dunia jauh melebihi kemampuan untuk meningkatkan produksi minyak oleh negara-negara penghasil minyak, baik yang tergabung dalam OPEC maupun Non-OPEC. Kendala yang dihadapi dalam meningkatkan kapasitas produksi minyak antara lain sebagian sumur-sumur yang ada telah berusia tua, konflik di Timur Tengah dan beberapa negara di Afrika yang berkepanjangan, serta bencana alam seperti badai Katerina yang menghancurkan kilang minyak di Texas, Amerika Serikat. 105,00 OPEC Brent ICP WTI Grafik I.5 Perkembangan Harga Minyak Mentah Internasional Dec 2006 - Jan 2008 (US$/barrel) 95,00 85,00 75,00 65,00 55,00 45,00 Jan 06 Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 06 Jan 07 Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan 08 1.5. Kenaikan Harga Komoditi Primer Perkembangan lainnya yang juga mempengaruhi kondisi ekonomi global dan regional adalah tren peningkatan harga-harga komoditas primer di pasar internasional. Tren kenaikan hargaharga komoditi primer internasional, seperti minyak bumi, baja, tembaga, emas, dan lain- APBN-P 2008 I-7

Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 lain, sudah mulai dirasakan sejak tahun 2004 dan terus berlanjut hingga awal tahun 2008. Kenaikan harga antara lain dipicu oleh meningkatnya kebutuhan komoditi tersebut seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi di negara-negara emerging market dan negara negara berkembang yang tercermin pada laju pertumbuhan ekonomi yang menurut WEO- IMF berada di atas 7,0 persen. Selain itu, ketidakstabilan pasar keuangan global telah mendorong beberapa investor untuk melakukan pengalihan dananya dari pasar modal ke aksi spekulatif di pasar komoditi guna memperoleh keuntungan yang lebih tinggi sehingga memperbesar lonjakan harga komoditi pasar internasional lebih tinggi dari harga fundamentalnya. Di sisi lain, tingginya harga minyak dunia ternyata mendorong upaya-upaya untuk mengembangkan sumber energi alternatif lain, khususnya bio-fuel dan bio-diesel. Langkahlangkah tersebut pada akhirnya akan mendorong peningkatan permintaan komoditas primer, seperti gandum, kedelai, serta komoditas hasil olahan seperti CPO. Kenaikan harga-harga komoditas tersebut sejak bulan Januari 2006 sampai dengan bulan Januari 2008 telah mencapai lebih dari 200 persen. Grafik I.6 Perkembangan Harga Komoditas Dunia 240 220 200 320 270 180 160 220 140 170 120 100 120 80 70 60 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Aug-07 Sep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 2006 2007 2008 Palm oil Cotton Sugar Rubber Ber as Gandum Ke delai Jagung 200 180 160 140 120 100 80 60 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Aug-07 Sep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Alumunium Copper Gold Brent Oil I-8 APBN-P 2008

Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 Bab I 1.6. Dampak Pada Perekonomian Indonesia Perkembangan ekonomi global selama tahun 2007 berdampak pada perkembangan perekonomian domestik. Dampak krisis subprime mortgage dan perubahan peta keuangan dunia dan regional akan membawa pengaruh terhadap arah pergerakan arus modal di pasar keuangan dan modal dalam negeri. Hal tersebut pada gilirannya akan membawa implikasi pada potensi arus modal dan perkembangan investasi di Indonesia. Sementara itu, gejolak harga komoditas internasional ikut mendorong harga komoditas dalam negeri sehingga terjadi tekanan baru pada tingkat inflasi. Gejala pelemahan laju pertumbuhan ekonomi AS dan global, sedikit banyak akan mempengaruhi pola perdagangan dan perekonomian internasional dan tentu saja perlu dipertimbangkan dampaknya terhadap perkembangan perekonomian domestik. Di sisi moneter, perubahan perubahan tingkat suku bunga dan pergerakan nilai tukar akan membawa implikasi terhadap perkembangan sektor riil dan moneter di Indonesia. Dengan menyadari hal-hal tersebut dan memperhatikan perkembangan global yang terjadi, maka perlu dilakukan penyesuaian terhadap proyeksi indikator-indikator ekonomi Indonesia di tahun 2008. 1.6.1. Pertumbuhan Ekonomi Pelemahan ekonomi global diperkirakan akan berdampak pada perkembangan ekonomi nasional 2008 terutama pada penurunan perkiraan pertumbuhan neraca perdagangan Indonesia dan investasi, sementara konsumsi domestik diperkirakan masih cukup kuat. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi di 2008 diperkirakan masih cukup tinggi, meskipun sedikit lebih rendah dibandingkan perkiraan dalam APBN 2008. Pada tahun 2007, realisasi laju pertumbuhan ekonomi mencapai 6,32 persen (y-o-y), meningkat bila dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 5,51 persen. Tingginya angka realisasi tersebut, terutama disebabkan oleh meningkatnya daya beli masyarakat yang mendorong peningkatan permintaan dalam negeri, membaiknya iklim investasi, serta tingginya permintaan dunia terhadap produk ekspor Indonesia. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi tahun 2007 lebih bertumpu pada konsumsi masyarakat, investasi, dan ekspor, sementara pada sisi penawaran (sektoral) lebih ditopang oleh sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Pengeluaran konsumsi masyarakat tahun 2007 tumbuh sebesar 5,04 persen, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 3,17 persen, yang ditopang oleh meningkatnya konsumsi makanan dan non makanan. Meningkatnya daya beli masyarakat karena peningkatan pada pendapatan riil masyarakat tercermin pada semakin meningkatnya pertumbuhan kredit konsumsi sebesar 24,9 persen pada 2007. Sementara itu, indikator konsumsi yang lain yaitu penjualan listrik meningkat 7,0 persen dan penjualan kendaraan bermotor (mobil dan motor) yang meningkat sebesar 8,4 persen. Konsumsi pemerintah tumbuh sebesar 3,89 persen, melambat dibanding pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 9,61 persen akibat menurunnya belanja barang. Pengeluaran investasi mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu sebesar 9,16 persen lebih tinggi dibanding tahun 2006 yang hanya sebesar 2,46 persen sebagai respon atas APBN-P 2008 I-9

Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 meningkatnya permintaan baik Grafik I.7 7% domestik maupun luar negeri Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan 6% serta peningkatan konsumsi swasta. Tumbuhnya 5% pengeluaran investasi tercermin 4% dari meningkatnya realisasi 3% PMA-PMDN yang mencapai 72,9 persen dan 67,7 persen, 2% penjualan semen 7,1 persen, 1% impor barang modal tumbuh 0% pesat 15,1 persen. Kredit Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 investasi dan kredit modal kerja 2005 : 5,69% 2006 : 5,51% 2007 : 6,32% yang tumbuh masing-masing sebesar 23,1 persen dan 28,6 persen juga menopang pertumbuhan investasi tahun 2007. Pertumbuhan ekspor barang dan jasa tahun 2007 masih tetap tinggi, yaitu sebesar 8,02 persen, meskipun lebih lambat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 9,41 persen. Pertumbuhan ekspor tersebut terkait dengan tingginya pertumbuhan ekonomi dunia dan meningkatnya harga komoditas internasional sehingga meningkatkan permintaan dunia atas barang ekspor Indonesia. Kondisi eksternal sehubungan dengan berlanjutnya kasus subprime mortgage AS belum berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekspor 2007. Pertumbuhan impor 2007 yang mencapai 8,89 persen meningkat dibandingkan tahun 2006 sebesar 8,58 persen ditunjang oleh meningkatnya impor barang, baik barang konsumsi, bahan baku, maupun barang modal terkait dengan meningkatnya daya beli masyarakat, kegiatan produksi yang meningkat serta tingginya investasi. Dari sisi penawaran, kinerja pertumbuhan ekonomi tahun 2007 ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan hampir seluruh sektor ekonomi. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor-sektor nontradable, seperti sektor pengangkutan dan komunikasi (14,38 persen), sektor listrik, gas dan air bersih (10,4 persen), sektor bangunan (8,61 persen), dan sektor perdagangan (8,46 persen). Sementara sektor industri pengolahan dan pertanian yang merupakan penopang perekonomian tumbuh masing-masing sebesar 4,66 dan 3,5 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi tahun 2007 tumbuh sebesar 14,38 persen. Walaupun pertumbuhannya sama dengan tahun sebelumnya, tingginya mobilitas masyarakat serta perkembangan kemajuan teknologi dan inovasi di bidang komunikasi telah memberikan kontribusi yang positif dalam mendukung tingginya pertumbuhan di sektor ini. Subsektor pengangkutan tumbuh lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya karena terjadinya kecelakaan beberapa moda transportasi (pesawat, kapal laut, kereta api) sehingga mengurangi minat masyarakat untuk bepergian Sektor industri pengolahan tumbuh sebesar 4,66 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 4,59 persen meskipun tren pertumbuhannya yang terus melambat sejak triwulan I 2007. Perlambatan ini terutama dari industri nonmigas yang di semua subsektornya cenderung melambat kecuali alat angkutan mesin dan peralatannya yang meningkat sebesar 9,73 persen. Masih kondusifnya permintaan pasar, baik dari dalam maupun luar negeri, tingkat inflasi yang lebih rendah, dan penurunan suku bunga menjadi pendorong tumbuhnya sektor industri pengolahan. 5,96% 5,87% 5,84% 5,11% 5,13% 4,97% 5,90% 6,03% 6,09% 6,41% 6,51% 6,25% I-10 APBN-P 2008

Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 Bab I Sementara itu, sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh sebesar 8,46 persen, lebih tinggi dibanding pertumbuhan tahun 2006 sebesar 6,42 persen. Meningkatnya daya beli masyarakat ikut mendorong pertumbuhan sektor ini dan pertumbuhan konsumsi masyarakat. Sektor pertanian menunjukkan pertumbuhan yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari 3,36 persen tahun 2006 menjadi 3,50 persen tahun 2007. Peningkatan ini terutama disebabkan meningkatnya pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan khususnya padi yang merupakan penopang utama pertumbuhan sektor ini. Target pertumbuhan sektor pertanian terlampaui karena peningkatan pada produksi padi/beras dan jagung hingga melebihi sasaran yang telah ditetapkan. Sementara itu, subsektor kehutanan mengalami penurunan karena kerusakan hutan akibat masih banyaknya illegal logging sehingga produksi kayu berkurang dan industri hasil hutan banyak yang tutup. Tabel I. 3 Laju Pertumbuhan PDB 2006-2008 (persen, y-o-y) Uraian 2006 (realisasi) 2007 (APBN-P) 2007 (realisasi) 2008 (APBN) 2008 (APBN-P) Produk Domestik Bruto 5,5 6,3 6,3 6,8 6,4 Menurut Penggunaan Pengeluaran Konsumsi 3,9 5,6 4,9 5,9 5,4 Masyarakat 3,2 5,1 5,0 5,9 5,5 Pemerintah 9,6 8,9 3,9 6,2 4,5 Pembentukan Modal Tetap Bruto 2,5 12,3 9,2 15,5 11,5 Ekspor Barang dan Jasa 9,4 9,9 8,0 12,7 10,5 Impor Barang dan Jasa 8,6 14,2 8,9 17,8 13,2 Menurut Lapangan Usaha Pertanian 3,4 2,7 3,5 3,7 3,3 Pertambangan dan Penggalian 1,7 2,9 2,0 3,2 3,0 Industri Pengolahan 4,6 7,2 4,7 7,7 7,3 Listrik, gas, air bersih 5,8 6,2 10,4 8,2 6,7 Bangunan 8,3 9,4 8,6 10,0 8,8 Perdagangan, hotel, dan restoran 6,4 7,0 8,5 7,2 6,9 Pengangkutan dan komunikasi 14,4 13,7 14,4 14,0 13,5 Keuangan, persewaan, jasa perush. 5,5 6,0 8,0 6,2 5,9 Jasa-jasa 6,2 4,2 6,6 4,0 4,0 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Memasuki tahun 2008, berbagai perubahan dalam perekonomian dunia mulai membawa dampak pada perekonomian domestik. Pertumbuhan ekonomi domestik mengalami perubahan seiring dengan perkembangan yang terjadi pada perekonomian global meskipun diperkirakan menguat dibandingkan tahun 2007. Terjadi perkiraan penurunan sasaran pertumbuhan ekonomi tahun 2008 dari 6,8 persen menjadi 6,4 persen yang didorong oleh pertumbuhan konsumsi masyarakat dan investasi. Konsumsi masyarakat dalam tahun 2008 diperkirakan akan mengalami penurunan dibandingkan target pada APBN 2008, yaitu dari 5,9 persen menjadi 5,5 persen. Hal ini disebabkan menurunnya daya beli masyarakat karena kenaikan harga-harga (inflasi) yang membumbung tinggi. Pada triwulan I 2008 terjadi peningkatan harga pada beberapa bahan APBN-P 2008 I-11

Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 pokok (sembako) antara lain tepung terigu, minyak goreng, dan kedelai. Sementara itu, konsumsi pemerintah juga diperkirakan menurun menjadi 4,5 persen dibandingkan APBN 2008 yang sebesar 6,2 persen. Penurunan ini disebabkan adanya penghematan dan penajaman prioritas belanja kementerian negara/lembaga pada tahun 2008. Dengan menurunnya perkiraan pertumbuhan konsumsi masyarakat sebagaimana disebutkan di atas, maka permintaan domestik diperkirakan juga akan mengalami penurunan sehingga penambahan kapasitas produksi di sektor riil cenderung melambat. Hal itu pada gilirannya akan mengurangi dorongan pada pertumbuhan investasi. Dalam tahun 2008, pertumbuhan investasi diperkirakan mencapai 11,5 persen lebih rendah dibandingkan APBN 2008 sebesar 15,5 persen. Implementasi paket kebijakan investasi, termasuk proyek infrastruktur diperkirakan belum menampakkan hasil yang signifikan. Proses pelaksanaan public private partnerships (PPPs) yang pada tahun 2008 difokuskan pada pembangunan infrastruktur jalan tol dan pembangkit listrik masih membutuhkan upaya yang keras untuk pelaksanaannya meskipun telah dilakukan dukungan pemerintah sepenuhnya. Melambatnya pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang dan negara maju diperkirakan mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Pertumbuhan ekspor dalam tahun 2008 diperkirakan menjadi 10,5 persen, atau lebih rendah dari perkiraan awal sebesar 12,7 persen. Sejalan dengan lebih rendahnya kinerja ekspor, maka pertumbuhan impor diperkirakan sebesar 13,2 persen, atau lebih rendah dari perkiraan dalam APBN 2008 yang sebesar 17,8 persen. Secara sektoral, laju pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan masih tetap sama sebesar 3,7 persen meskipun revitalisasi sektor pertanian belum berjalan secara optimal. Kondisi iklim yang buruk di beberapa daerah dan masih relatif rendahnya laju pertumbuhan kredit perbankan ke sektor pertanian juga menyebabkan kegiatan produksi pertanian belum mampu tumbuh pesat. Sementara itu, pertumbuhan sektor industri pengolahan cenderung mengalami koreksi dari 7,7 persen menjadi 6,3 persen. Penurunan sektor ini dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi global, turunnya investasi, keterbatasan infrastruktur dan pasokan energi, serta belum memadainya peran perbankan dalam mengucurkan kredit. Krisis keuangan global masih mempengaruhi kondisi sektor keuangan nasional sehingga terjadi koreksi yang cukup tajam dari 6,2 persen menjadi 5,9 persen. 1.6.2. Inflasi Tingkat inflasi (y-o-y) pada bulan Maret 2008 mencapai sebesar 8,17 persen, lebih besar dari laju inflasi Maret 2007 (y-o-y) yang mencapai sebesar 6,52 persen. Berdasarkan komponennya, inflasi inti di bulan Maret 2008 (y-o-y) mencapai sebesar 8,07 persen, meningkat dibanding dengan 5,87 persen pada Maret 2007 (y-o-y). Inflasi administered price mencapai sebesar 4,24 persen meningkat dibanding dengan 2,40 persen pada Maret 2007. Sementara itu, inflasi volatile food menurun dari 13,73 persen di bulan Maret 2007 menjadi 12,76 persen pada bulan Maret 2008. Dari sisi inflasi inti, peningkatan inflasi terutama didorong oleh meningkatnya tekanan inflasi impor (imported price), seperti kenaikan harga komoditi di pasar dunia, khususnya minyak. Sementara itu, pengaruh ekspektasi inflasi cenderung menurun, dimana hal tersebut merupakan hasil dari kebijakan bersama antara Bank Indonesia dan Pemerintah yang I-12 APBN-P 2008

Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 Bab I berkoordinasi dalam upaya meredam tekanan inflasi. Di sisi lain, fluktuasi nilai tukar rupiah dapat diredam melalui komunikasi yang baik antara Bank Indonesia dengan para pelaku pasar sehingga diperoleh persepsi yang positif terhadap stabilisasi nilai tukar. Sementara itu, meningkatnya permintaan agregat yang terjadi masih dapat diimbangi oleh penawaran agregat karena belum terpakainya secara maksimal kapasitas produksi yang ada sehingga produsen masih dapat meningkatkan produksinya. Laju inflasi pada awal tahun 2008 juga dipengaruhi oleh faktor kenaikan administered price. Kenaikan tersebut antara lain didorong oleh kenaikan tarif jalan tol, serta faktor-faktor nonkebijakan, seperti kelangkaan minyak tanah dan gas elpiji. Namun demikian, tekanan inflasi dari sisi administered price terhadap total inflasi relatif minimal. Sementara itu, inflasi volatile foods mengalami tekanan yang berasal dari meningkatnya harga minyak goreng terkait dengan meningkatnya harga CPO di pasar global. Meski demikian, laju inflasi volatile food masih relatif terjaga sejalan dengan terkendalinya harga beras sebagaimana terlihat dari lebih rendahnya inflasi kelompok barang ini dibandingkan tahun sebelumnya. Grafik I.8 Perkem ban ga n Infla si 2006-2008 Perkembangan ekonomi global yang mendorong peningkatan harga beberapa komoditi internasional, seperti CPO, gandum, dan kedelai secara signifikan (Aginflation) sejak akhir tahun 2007 berimbas kepada kenaikan harga beberapa komoditi domestik. Terkait dengan komoditas minyak goreng, pemerintah telah menerapkan kebijakan pengenaan tarif pungutan ekspor untuk CPO dan operasi pasar minyak goreng. Di tahun 2008, masih tingginya permintaan domestik dan belum optimalnya program konversi minyak tanah ke gas elpiji akan berdampak pada peningkatan tekanan inflasi. Di sisi lain, ketergantungan hasil panen terhadap faktor cuaca yang sulit diprediksi merupakan salah satu variabel ketidakpastian yang dapat memberikan tekanan tambahan pada laju inflasi. Terkait dengan faktor eksternal, terganggunya fundamental ekonomi seperti nilai tukar rupiah sebagai dampak dari goncangan ekonomi global akan memberi efek terhadap kenaikan inflasi inti sehingga laju inflasi juga akan meningkat. Dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut di atas dan realisasi inflasi bulan Maret 2008 sebesar 0,95 persen, maka asumsi laju inflasi untuk APBN-P 2008 adalah sebesar 6,5 persen. 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 In fla si Y -o-y Adm Prices Y-o-Y Sumber: BPS (diolah) Jan-06 Mar-06 May-06 Jul-06 Sep-06 Nov-06 Jan-07 Mar-07 May-07 Jul-07 Sep-07 Nov-07 Jan-08 Mar-08 Core Y-o-Y V ol Foods Y-o-Y 1.6.3. Nilai Tukar Rupiah Rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat di Semester II 2007 menunjukkan kecenderungan melemah dan lebih fluktuatif dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Di akhir periode tahun 2007 Rupiah mencapai posisi Rp9.140 per dolar atau melemah sebesar 4,6 persen dibandingkan posisi akhir tahun 2006. Meskipun demikian, secara rata-rata tahunan, nilai tukar rupiah menguat tipis sebesar 0,30 persen dari Rp9.167 APBN-P 2008 I-13

Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2008 per dolar di 2006 menjadi Rp9.139,50 per dolar pada tahun 2007. Sementara itu, volatilitas Rupiah di 2007 meningkat menjadi 1,43 persen dibandingkan dengan 1,33 persen di tahun 2006. Peningkatan volatilitas rupiah ini searah dengan pergerakan rupiah yang cenderung fluktuatif khususnya di semester II 2007. Kondisi tersebut merupakan dampak negatif dari krisis subprime yang berpengaruh pada kondisi pasar keuangan dalam negeri. Selain itu fluktuasi yang terjadi juga diakibatkan oleh peningkatan harga beberapa komoditi di pasar internasional, khususnya minyak. Memasuki tahun 2008 rupiah relatif stabil dengan kecenderungan meningkat, yaitu dari rata-rata Rp9.334 pada akhir tahun 2007, menguat hingga mencapai rata-rata Rp9.178 per dolar Amerika Serikat. Penguatan nilai tukar rupiah ini diikuti pula oleh menurunnya volatilitas Rupiah dari 1,43 persen pada tahun 2007 menjadi 1,12 persen pada tiga bulan pertama tahun 2008. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh meningkatnya arus masuk modal asing, yang antara lain tercermin pada terjadinya surplus net beli asing pada instrumen domestik. Perkembangan rupiah ini berbeda dibandingkan perkembangan nilai tukar di beberapa negara Asia lainnya yang cenderung menguat. Penguatan nilai tukar di berbagai negara Asia tersebut sejalan dengan meningkatnya surplus neraca perdagangannya. Sementara untuk Indonesia, surplus neraca berjalan yang terjadi tidak diikuti dengan penguatan nilai tukar Rupiah yang signifikan. Fenomena ini terkait nilai tukar yang cenderung berfluktuasi yang mendorong eksportir menyimpan dananya di luar negeri. Dengan demikian, fluktuasi nilai tukar rupiah tahun 2007, lebih banyak disebabkan oleh pergerakan arus modal asing ke dalam negeri yang tercermin pada net beli asing di pasar keuangan domestik. Kurs, Rp/USD Grafik I.9 Volatilitas Perkembangan Nilai T ukar Rupiah dan Volatlitas 10.000 10,0 Kurs Harian 9,0 Volatilitas 8,0 9.500 Rata-rata Volatilitas Tahunan 7,0 6,0 9.000 5,0 4,0 8.500 1,32% 3,0 1,43% 1,12% 2,0 1,0 8.000 - Jan-06 Feb-06 Mar-06 Apr-06 May-06 Jun-06 Jul-06 Aug-06 Sep-06 Oct-06 Nov-06 Dec-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Aug-07 Sep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 I-14 APBN-P 2008