BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

UJI PERFORMANSI ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK) TIPE RAK DENGAN PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERINGAN KERUPUK UYEL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI PERFOMANSI ALAT PENGERING RUMPUT LAUT TIPE KOMBINASI TENAGA SURYA DAN TUNGKU BERBAHAN BAKAR BRIKET

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN POLA SEBARAN ALIRAN UDARA PANAS PADA MODEL PENGERING EFEK RUMAH KACA HIBRID TIPE RAK BERPUTAR MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

UJI KINERJA RUMAH KACA PENGERING DENGAN BANTUAN SEL SURYA SEBAGAI PENGGERAK KI PAS. Oieh : Ame Srima Tarigan F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Pengeringan Untuk Pengawetan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika

Karakteristik Pengering Surya (Solar Dryer) Menggunakan Rak Bertingkat Jenis Pemanasan Langsung dengan Penyimpan Panas dan Tanpa Penyimpan Panas

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

LAJU PENGERINGAN KAPULAGA MENGGUNAKAN ALAT PENGERING EFEK RUMAH KACA DENGAN BANTUAN TUNGKU BIOMASSA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

SIMULASI RANCANGAN MESIN PENGERING EFEK RUMAH KACA TIPE TEROWONGAN UNTUK PENGERINGAN KOMODITI HASIL PERTANIAN

PERANCANGAN BANGUNAN PENGERING KERUPUK MENGGUNAKAN PENDEKATAN PINDAH PANAS. Jurusan Teknik Industri Universitas Ahmad Dahlan 2

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN

III. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur.

ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

Pada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KONSEP DASAR PENGE G RIN I GA G N

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ke 6 (KELEMBABAN UDARA)

TEKNIK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN ( SMTR VII)

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

BAB III. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI DAN OPERASI PENGERING EFEK RUMAH KACA

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

BAB I PENDAHULUAN. sirkulasi udara oleh exhaust dan blower serta sistem pengadukan yang benar

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak

PENGENTASAN KEMISKINAN KELOMPOK NELAYAN PANTAI CAROCOK KECAMATAN IV JURAI, PAINAN MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PENGERINGAN DAN USAHA TEPUNG IKAN

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

KALOR. Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

UJI PERFORMANSI PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)-HYBRID TIPE RAK BERPUTAR UNTUK PENGERINGAN SAWUT UBI JALAR (Ipomoea batatas L.

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

PENGELOMPOKAN DAN PEMILIHAN MESIN PENGERING

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

UJI UNJUK KERJA PEMANAS TAMBAHAN PADA PENGERING EFEK RUMAH KACA (ERK)

1. Pendahuluan PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK)

STAF LAB. ILMU TANAMAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Unjuk kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan Kerupuk Kulit Mentah

JENIS-JENIS PENGERINGAN

Kamariah Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas Musamus

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING PISANG TENAGA SURYA DAN BIOMASSA (Bagian Pemanas)

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

KARAKTERISASI FISIK BIJI PALA (Myristica sp.) SELAMA PROSES PENGERINGAN DENGAN MENGGUNAKAN ERK HYBRID

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

AGROTECHNO Volume 1, Nomor 1, April 2016, hal

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

ANALISIS THERMAL KOLEKTOR SURYA PEMANAS AIR JENIS PLAT DATAR DENGAN PIPA SEJAJAR

Tujuan pengeringan yang tepat untuk produk: 1. Susu 2. Santan 3. Kerupuk 4. Beras 5. Tapioka 6. Manisan buah 7. Keripik kentang 8.

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

UJI KINERJA PENGERING SURYA EFEK RUMAH KACA TIPE RESIRKULASI PADA PENGERINGAN JAGUNG PIPILAN

I. PENDAHULUAN. Potensi sumber daya ikan laut Indonesia pada tahun 2006 sebesar 4,8 juta ton dan

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG MERAH (Alium Ascalonicum. L) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING ERK (Greenhouse)

UJI KINERJA ALAT PENGERING LORONG BERBANTUAN POMPA KALOR UNTUK MENGERINGKAN BIJI KAKAO

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen

Transkripsi:

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis dan kimia (Brooker,1982). Menurut Fellow (2000), pengeringan didefinisikan sebagai penerapan panas dalam kondisi terkontrol untuk menghilangkan sejumlah air yang terkandung dalam bahan, sedangkan Henderson dan Perry (1976) menyatakan bahwa pengeringan adalah proses pengeluaran air dari suatu bahan pertanian menuju kadar air keseimbangan dengan udara sekeliling atau pada tingkat kadar air dimana mutu bahan pertanian dapat dijaga dari serangan jamur, aktivitas serangga dan enzim. Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air bahan ke udara karena perbedaan kandungan air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Agar suatu bahan menjadi kering, maka udara harus memiliki kandungan uap air atau kelembaban nisbi yang relatif rendah dari bahan yang dikeringkan. Pada saat suatu bahan dikeringkan, maka akan terjadi dua proses secara bersamaan yaitu : (1) perpindahan energi panas dari lingkungan untuk menguapkan air pada permukaan bahan, dan (2) perpindahan massa (air) di dalam bahan akibat penguapan pada proses pertama. Air yang diuapkan terdiri dari air bebas dan air terikat. Air bebas berada di permukaan dan yang pertama kali mengalami penguapan (Mujumdar dan Devahastin, 2001). Henderson dan Perry (1976) dan Brooker (1982), menyatakan bahwa proses pengeringan dapat dibagi dua periode, yaitu : periode laju pengeringan tetap dan laju pengeringan menurun. Selama laju pengeringan tetap, bahan mengandung air cukup banyak dimana pada permukaan bahan berlangsung penguapan yang lajunya dapat disamakan dengan laju penguapan pada permukaan air bebas. Keadaan lingkungan sangat berpengaruh terhadap laju penguapan. Laju pengeringan tetap berakhir pada saat laju difusi air dari bahan telah turun sehingga lebih lambat dari laju penguapan. Periode ini berlangsung sangat singkat pada proses pengeringan produk pertanian.

5 Mekanisme pengeringan pada laju pengeringan menurun meliputi dua proses yaitu pergerakan air dari dalam bahan ke permukaan bahan dan pengeluaran air dari permukaan bahan ke udara sekitarnya. Laju pengeringan menurun terjadi setelah laju pengeringan konstan dimana kadar air bahan lebih kecil dari pada kadar air kritis (Henderson dan Perry, 1976). Sedangkan menurut Helmand dan Singh (1980), menyatakan bahwa selama periode laju pengeringan konstan, laju kadar air berpindah dari bahan dibatasi oleh laju evaporasi dari permukaan air pada bahan. Laju pengeringan ini kontinyu sepanjang migrasi kadar air ke permukaan dimana evaporasinya lebih cepat dari pada evaporasi di permukaan dan laju evaporasinya dinyatakan dalam persamaan berikut : dw ha( Ta Tw ) = = km A( H w H a)... (1) dt L Pengeringan periode laju menurun terjadi setelah kadar air mencapai titik kritis, proses pengeringan berlangsung pada laju yang menurun secara linear. Menurut Brooker, (1974), beberapa parameter yang mempengaruhi waktu yang dibutuhkan dalam proses pengeringan, antara lain : 1. Suhu udara pengering Laju penguapan air bahan dalam pengering sangat ditentukan oleh kenaikan suhu. Bila suhu pengering dinaikkan maka panas yang dibutuhkan untuk penguapan air bahan menjadi berkurang. Suhu udara pengering berpengaruh terhadap lama pengeringan dan kualitas bahan hasil pengeringan. Makin tinggi suhu udara pengering, maka proses pengeringan makin singkat. 2. Kelembaban relatif udara pengering Kelembaban udara relatif berpengaruh terhadap pemindahan cairan dari dalam ke permukaan bahan. Kelembaban relatif juga menentukan besarnya tingkat kemampuan udara pengering dalam menampung uap air di permukaan bahan. Semakin rendah udara pengering, makin cepat pula proses pengeringan, karena mampu menyerap dan menampung air lebih banyak dari pada udara dengan kelembaban relatif yang lebih tinggi. Laju penguapan air dapat ditentukan berdasarkan perbedaan tekanan uap air pada udara yang mengalir dengan tekanan uap air pada permukaan bahan yang dikeringkan. Tekanan uap jenuh ini ditentukan oleh besarnya suhu dan

6 kelembaban relatif udara. Semakin tinggi suhu, maka kelembaban relatif udara makin turun sehingga tekanan uap jenuhnya akan naik. 3. Kecepatan udara pengering Pada proses pengeringan, udara berfungsi sebagai pembawa panas untuk menguapkan kandungan air pada bahan serta mengeluarkan uap air tersebut. Air yang dikeluarkan dari bahan dalam bentuk uap dan harus secepatnya keluar dari bahan. Bila tidak segera dipindahkan, maka akan membuat kondisi jenuh pada permukaan bahan, sehingga akan memperlambat pengeluaran air selanjutnya. Aliran udara yang ceat akan membawa uap air dari permukaan bahan dan mencegah uap air tersebut menjadi jenuh di permukaan bahan. Semakin besar volume udara yang mengalir, maka semakin besar pula kemampuan udara untuk membawa uap air yang ada di permukaan bahan. 2.2. Pengering berenergi surya Tujuan utama suatu sistem berenergi surya adalah mengumpulkan energi radiasi surya menjadi panas. Dalam aplikasi pengeringan komoditi pertanian terdapat tiga cara pengumpulan dan pengubahan energi surya yaitu : (1) Penjemuran. Komoditi pertanian dihamparkan di atas tanah sehingga terkena sinar matahari langsung. Hal ini menyebabkan jumlah panas yang hilang ke tanah sangat banyak dan bahan yang dikeringkan akan menyerap uap air dari tanah selama pengeringan; (2) Glanzing material yaitu menempatkan bahan pertanian di bawah bahan kaca. Bahan kaca tertembus gelombang pendek sinar matahari tetapi tidak tembus gelombang panjang inframerah (radiasi surya) sehingga menimbulkan efek ruamah kaca. Bahan kaca penangkap energi surya berfungsi sebagai : bahan penutup yang tak tembus radiasi panas yang dipantulkan oleh bahan yang dikeringkan, sehingga panas terperangkap oleh penutup dan berfungsi sebagai pembungkus untuk mengurangi kehilangan panas secara konveksi; (3) meletakkan bahan pertanian dalam wadah (container) yang berfungsi penyerap panas (absorber). Cara ketiga ini merupakan cara yang paling efektif dalam pengumpulan energi surya dengan kehilangan panas yang rendah dan investasi awal yang relatif lebih murah.

7 Panas yang terjadi di dalam pengering ERK sebagai akibat dari energi gelombang pendek yang dipancarkan oleh matahari, diserap benda yang ada di dalamnya, sebagian energi ini diserap dan dipantulkan dalam bentuk gelombang panjang yang tak tembus penutup transparan. Lapisan penutup transparan memungkinkan radiasi gelombang pendek dari matahari masuk dan menyekat radiasi gelombang panjang (Abdullah et al., 1990). Pengering efek rumah kaca (Abdullah et al., 1996) adalah sistem pengering bertenaga surya dan struktur bangunan tembus cahaya yang memanfaatkan efek rumah kaca. Sistem ini dapat digunakan pada pengeringan berbagai komoditas pertanian, murah dibanding dengan sistem yang sudah ada, dan menghasilkan kualitas yang memadai. Jika matahari mengenai bahan tembus cahaya, maka sebagian sinar itu diteruskan selain diserap dan dipantulkan kembali. Oleh karena itu penutup transparan memerlukan bahan yang memiliki daya tembus (trasmissivity) yang tinggi dengan daya serap (absortivity) dan daya pantul (reflektivity) yang rendah agar memerangkap gelombang pendek sebanyak mungkin. Suhu udara di dalam ruang pengering ERK berfluktuatif karena sangat dipengaruhi oleh keberadaan surya. Iradiasi surya sifatnya selalu berubah dan besar iradiasinya sangat dipengaruhi oleh waktu, lokasi dan musim. Oleh karena itu pada sistem pengering ini masih diperlukan energi tambahan lainnya seperti energi hasil pembakaran biomassa. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengeringan (Hall, 1957) yaitu : faktor yang berhubungan dengan udara pengeringan dan faktor yang berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan. Faktor yang berhubungan dengan udara pengeringan adalah suhu udara, debit aliran dan kelembaban udara pengering, sedangkan faktor yang berhubungan dengan sifat bahan adalah bentuk, ukuran, ketebalan bahan yang dikeringkan serta tekanan parsialnya. Menurut Suharto (1991), faktor yang berpengaruh terhadap pengeringan diantaranya adalah suhu dan kelembaban lingkungan, kecepatan aliran udara pengering, kadar air bahan, energi pengeringan, efisiensi alat pengering serta kapasitas pengeringan.

2.3. Hasil-hasil pengering ERK pada berbagai produk pertanian Pengeringan cengkeh dengan menggunakan rak pada pengering efek rumah kaca telah menghasilkan penurunan kadar air, suhu dan lama waltu pengeringan yang tidak seragam antara rak atas, tengah dan bawah. Hasil penelitian pengering efek rumah kaca untuk pengeringan cengkeh ditunjukkan pada Tabel 1. sebagai berikut : Tabel 1. Laju pengeringan rata-rata pada masing-masing rak Parameter Satuan Rak 1 Rak 2 Rak3 Suhu rak o C 46.9 39.6 38.5 Kadar air awal % bb 70.8 70.8 70.8 Kadar air akhir %bb 13.8 13.5 13.7 Laju pengeringan %bk/jam 5.5 3.4 3.1 Lama oengeringan Jam 40 65 70 (Sumber : Ratnawati.T, 2003) Perbedaan hasil ini diperoleh karena perbedaan posisi rak dalam ruang pengering sehingga distribusi suhu dalam ruang pengering pada masing-masing rak tidak seragam, pada rak 1 mendapat panas yang tinggi sedangkan pada rak 3 panas yang diterima paling kecil, begitu pula dengan laju dan lama waktu pengeringan. Wulandani, (2005) melaporkan bahwa terjadi perbedaan yang cukup besar antara suhu rak atas, tengah dan bawah dengan keragaman rata-rata 3.5 o C dan nilai ragam maksimum 4.5 o C terjadi pada siang hari dengan tingkat radiasi surya rata-rata 538 W/m 2 yang sangat berpengaruh pada rak bagian atas. Perubahan suhu pada rak atas mempunyai pola dan nilai yang hampir sama dengan penjemuran. Suhu udara di rak tengah dan bawah lebih rendah dibandingkan dengan suhu udara di rak atas, karena posisinya terhalang oleh sinar matahari oleh rak-rak diatasnya. Namun demikian suhu udara di rak tengah memiliki kecenderungan dan nilai yang sama dengan suhu udara di rak bawah. Sebaran suhu udara pengering pada suhu lingkungan 32-34 o C sebagai suhu inlet dan suhu radiator 53-56 o C dan iradiasi surya rata-rata 800.6 W/m 2 diperoleh sebaran suhu di dalam ruang pengering antara 37-46 o C dan pada kecepatan aliran udara inlet 1 dengan kecepatan 0.66 m/dt dan pada inlet 2 mengalir kecepatan udara 1.35 m/dt sehingga sebaran kecepatan udara di dalam ruang pengering 0.01-0.7 m/dt (Nugraha, 2005). 8