BAB VI PENUTUP. Analisis Percakapan Online atas Diskusi Politik Online tentang pembentukan

dokumen-dokumen yang mirip
negeri namun tetap menuntut kinerja politisi yang bersih.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik

B. Refleksi Teoritis, tindaklanjut dan saran

BAB V PENUTUP A. K esimpulan

BAB 6 KESIMPULAN, REFLEKSI, DAN REKOMENDASI. Bab ini akan mendiskusikan kesimpulan atas temuan, refleksi, dan juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa adalah alat komunikasi manusia yang menyatakan perasaan serta

BAB VI PENUTUP. mengenai bagaimana khalayak meresepsi tayangan tragedi Mina 2015.

BAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015

BAB VI P E N U T U P

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa

BAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER)

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Freeport kembali menghatkan masyarakat Indonesia. Berita ini berawal dari

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. secara etimologi berarti keberagaman budaya. Bangsa Indonesia sebagai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah setelah runtuhnya Orde Baru, di era reformasi saat ini, media dengan

BAB VI PENUTUP. menyuarakan penolakannya. Penolakan yang didasari atas kearifan lokal terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan capres dan cawapres dalam meraih suara tak lepas dari

BAB 5 PENUTUP. mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang

BAB V PENUTUP. disimpulkan bahwa KAMMI telah melakukan beberapa hal terkait dengan strategi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai bangsa yang lekat dengan primordialisme, agama menjadi salah satu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. warung kopi modern sekelas Starbucks. Kebiasaan minum kopi dan. pertandingan sepak bola dunia, ruang pertemuan, live music dan lain

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang yang akan turut serta secara aktif baik dalam kehidupan politik dengan

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi diartikan sebagai sebuah proses penyampaian pesan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini lebih variatif dalam berkomunikasi di kehidupan sehari-hari. Bila

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

DEMOKRASI & POLITIK DESENTRALISASI

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi dan informasi berkembang pesat di era global. Imbasnya,

BAB IV PENUTUP. Dari analisis berita di atas yang disiarkan oleh Metro Tv tentang aksi klaim yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dafin Nurmawan, 2014 Gema Hanura sebagai media pendidikan politik

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB VI KESIMPULAN. sosial-politik yang melingkupinya. Demikian pula dengan Islamisasi dan

BAB VIII PENUTUP. Protes dan perlawanan yang dilakukan masyarakat lokal terhadap pemerintah

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

PENDAHULUAN Latar Belakang Beras sangat penting dalam memelihara stabilitas ekonomi, politik dan keamanan nasional, karena beras merupakan bahan

BAB V POLA KOMUNIKASI ANTARA FORUM JURNALIS SALATIGA DENGAN PEMERINTAH KOTA SALATIGA Pola Komunikasi FJS dan Pemerintah Kota Salatiga

BAB IV KESIMPULAN. dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam di mana mengakui keberagaman,

BAB I PENDAHULUAN. Pemekaran ditingkat provinsi, kabupaten dan kota di Maluku utara tak

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB III PENUTUP. permasalahan dalam bab- bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan,

Perjuangan Front dan Perjuangan Demokratisasi Kampus

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUA A. Latar Belakang Penelitian Bayu Hendrawan, 2014

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

DEMOKRASI DELIBERATIF DALAM MEDIA ONLINE DETIK.COM, KOMPAS.COM, DAN VIVANEWS

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit

KOMUNIKASI POLITIK DALAM MEDIA MASSA

MATRIK KURIKULUM PELATIHAN TENAGA AHLI DAN PENDAMPING PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh kegiatan politik berlangsung dalam suatu sistem. Politik, salah

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya

BAB V PENUTUP. perusahaan multinasional. Dulu lebih dikenal dengan comunity development.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PENDIDIKAN DAN PEMBEBASAN DALAM PANDANGAN PAULO FREIRE

sebagai outside dalam kelanjutan hubungannya dengan nrayarakat desa.

BAB I PENDAHULUAN. serta aspirasi masyarakat. Pemilihan umum (pemilu) sebagai pilar demokrasi di

BAB I PENDAHULUAN. yang membawa berbagai konsekuensi tidak hanya terhadap dinamika kehidupan

BAB VI PENUTUP. Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. berbicara dalam konteks pendidikan formal. Mahasiswa dalam peraturan

BAB I PENDAHULUAN. dapat saling bertukar informasi dengan antar sesama, baik di dalam keluarga

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas

Caroline Paskarina. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran

DINAMIKA POLITIK LOKAL SUKSESI PEMILU KEPALA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Reformasi telah memberikan posisi tawar yang jauh lebih dominan kepada

BAB V PENUTUP. 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari

PARTISIPASI POLITIK PEMILU

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan politik di landasi oleh Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB V KESIMPULAN. Ramli melalui tiga cara, yakni: Pertama, Pemakaian simbol dan atribut identitas,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Apriyanti Rahayu FAuziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berikut ini adalah kesimpulan dari hasil dan pembahasan kajian kritis tentang media sosial, pola komunikasi politik dan relasi kuasa dalam masyarakat kesukuan Flores dengan metode Analisis Wacana Kritis Teun van Dijk dan Analisis Percakapan Online atas Diskusi Politik Online tentang pembentukan Provinisi Kepulauan Flores dan grup Facebook Wacana Pembentukan Provinsi Flores. 1. Media Sosial dan Pola Komunikasi Masyarakat Kesukuan Flores a. Dalam diskusi politik online di Grup Facebook WPPF tentang rencana pembentukan Provinsi Kepulauan Flores, pola komunikasi politik masyarakat kesukuan Flores masih didominasi oleh pola strategis sebagaimana pola komunikasi politik melalui media tradisional dan media massa yang sarat konstruksi kepentingan elit politik. Struktur sosio-teknologis media sosial yang memungkinkan lahirnya egaliterianisme warga dan tingginya potensi kualitas deliberatif diskusi online oleh struktur konektivitas dan interaktivitas media sosial memiliki determinasi yang masih kecil dalam konteks komunikasi politik masyarakat kesukuan Flores. Masih menguatnya eltisime politik berbasis struktur etnis-kewilayahan yang berkelindan dengan rendahnya jumlah netizen kepulauan Flores membuat pola komunikasi politik melalui media sosial masih bersifat strategis elitis. Dengan kata lain, 261

determinasi sosial masih cukup kuat dalam praksis politik para netizen Flores khususnya dan seluruh warga kesukuan Flores pada umumnya. Melalui media sosial, terutama dalam percakapan online berupa komentar pada setiap wacana, pola strategis tersebut tampak dengan banyaknya penggunaan strategi monolog, personal revelation (baca: ethnic-regional revelation), flaming, resiprokalitas intra-ideologis bahkan stigmatisasi politis. b. Pola partisipatif semula menjadi idelisme para aktivis politik yang menjadi pionir komunikator politik pada grup media sosial namun menjadi memudar karena beberapa faktor yakni masih beroperasinya unsur etnis-kewilayahan sebagai sarana rekrutmen anggota grup. Hal semacam ini mencerminkan kecenderungan polarisiasi netizen Flores berbasis etnis-kesukuan. Akibatnya, partisipasi politik dalam konteks komunikasi politik melalui media sosial bersifat parsial bahkan terpolarisasi. Selain itu, memudarnya pola partisipatif juga dipengaruhi oleh polarisasi para elit politik lokal yang kemudian mempengaruhi polarisasi para netizen Flores berbasis kepentingan politik. Jika homogenitas kepentingan politik ini berkelindan dengan polarisasi etniskewilayahan maka dengan begitu mudah pola komunikasi politik berubah menjadi kecurigaan. Dinamika semacam ini tampak dalam wacana penentuan calon ibukota PKF di mana desain demokratis seturut peluang sosioteknologis media sosial justru disusupi sentimen etnis-kewilayahan dan kepentingan elit politik lokal melalui unsur grafis (huruf kapital) pada salah satu kota. Struktur percakapan online yang turut membentuk wacana juga 262

memperlihatkan rendahnya kualitas pola partisipatif karena masih begitu dominannya strategi resiprokalitas intra-ideologis. c. Sementara itu, pola deliberatif yang menjadi pola paling ideal yang diberikan oleh struktur interaktivitas media sosial justru tidak tampak sejak awal. Yang terjadi justru deliberasi semu karena para komunikator telah menjelma sebagai bagian dari kelompok penekan berbasis elit politik lokal sehingga pesan politik telah dikemas dalam nada otoritatif bahkan menjadi advokasi politik dari kelompok penekan tersebut. Pergerakan komunikator politik yang demikian justru melahirkan elit baru dalam dinamika politik lokal yakni elit informasi politik lokal maupun diaspora yang terkoneksi erat dengan para politisi lokal. Dengan demikian, peluang demokratisasi yang ditawarkan oleh struktur-struktur sosio-teknologis media sosial belum dimanfaatkan oleh netizen masyarakat kepulauan Flores untuk melipatgandakan jumlah dan kualitas warga Flores melek politik. Masih kuatnya struktur sosial dan politik yang sarat unsur politik kekuasaan elit lokal dan etnis-kewilayahan justru menjadikan media sosial sebagai penguat fragmentasi yang ada di tengah masyarakat kesukuan Flores. 2. Media Sosial dan Relasi Kuasa dalam Masyarakat Kesukuan Flores Relasi kuasa yang terjalin dan beroperasi di balik praksis komunikasi politik masyarakat kesukuan kepulauan Flores melalui media sosial terkait rencana pembentukan Provinsi Kepulauan Flores berlangsung dalam pertarungan strategi dominasi-resisten. Strategi dominasi beroperasi melalui 263

representatisme-regulasisme dan switching elitisme politik dan elitisme infromasi. Sementara strategi resistensi berlangsung melalui fragmentasi dan pembentukan aliansi tandingan serta kulturalisme di balik ketidaktersambungan (unwiring) secara digital. Maka tampak bahwa ideologi elitisme politik dalam masyarakat kesukuan Flores menjelma pada upaya melanggengkan demokrasi elitis tanpa kultur deliberasi politik yang kuat. Aktivis politik yang semula ingin berkiprah independen melalui aktivisme di media sosial lalu terjebak dalam wacana elitisme politik yang ada dengan menjadi bagian dari P4KF yang dikendalikan oleh pimpinan kabupaten dan politisi lokal yang menghendaki segera terbentuknya Provinsi Kepulauan Flores. Penggalangan dukungan pada wacana elitis pun dilakukan melalui tekanan politik dengan menggiring isu pemekaran wilayah hanya pada aspek prosedur-regulasi dengan memetakan elit politik mana saja yang sudah berperan dan dikontraskan dengan yang seharusnya berperan tetapi belum berperan. Akibatnya, aspek lain yang bersentuhan langsung dengan kondisi konkrit warga tidak menjadi bagian dari informasi politik yang disebar. Strategi kelompok kepentingan ini secara strategis sebenarnya sebagai langkah mengatasi pertentangan tidak langsung aktor politik yang kuat secara kultural yakni Gereja Katolik yang berusaha merawat kesatuan misi Katolik di NTT; tidak hanya di Flores. Dengan membawa isu pemekaran hanya melulu politis maka pintu bagi masuknya wacana perlawanan Gereja Katolik dapat diminimalisir. Sebaliknya, elit politik Gereja dan kelompok kontra pemekaran mengusung wacana kultural yang sama yakni kesatuan identitas Flobamora- 264

Kristiani dan kesejahteraan umum yang justru bekerja perlahan dalam masyarakat yang tidak aktif di media sosial. B. Usul-Saran 1. Usul pertama bersifat metodologis yang ditujukan untuk para peneliti lain yang berminat pada interaksi media sosial dan masyarakat lokal-tradisional. Penelitian ini memperlakukan teks media sosial sebagai data yang dibaca dan ditafsir sehingga peneliti lebih tampak sebagai pengamat (observer) ketimbang partisipan. Dengan demikian, hasil penelitian ini merupakan penafsiran dan pemahaman yang mendalam atas teks dan konteks sosial yang ada. Peneliti lain dapat menemukan fenomena lain dengan cara memperlakukan media sosial sebagai sarana mendapatkan data sehingga menjadi lebih partisipatif serta lebih sinkronis. Selain itu, sifat konektivitas dan interaktivitas media sosial memerlukan juga analisis jaringan komunikasi. Sekalipun demikian, asumsi penggunaan multidisiplin dalam kajian teori dan analisis tetap harus dipertahankan bahkan ditingkatkan karena pada media sosial, subjek-subjek yang biasa dalam komunikasi politik seperti komunikator, pesan politik, khalayak dan sebagainya telah tampak kian kompleks. 2. Saran kedua bersifat sumbangan pemikiran berdasarkan hasil temuan terutama bagi para aktor politik di wilayah dengan karakteristik sosial-ekonomi politik seperti di NTT dan para peneliti dan pemerhati kajian media dan masyarakat lainnya. Bahwa pemanfaatan media sosial sebagai sarana komunikasi politik hanya akan menjadi efektif dan mencapai tujuan tertinggi komunikasi politik 265

yakni menciptakan warga yang berpartisipasi politik secara sadar dan cerdas (informed) jika meningkatkan kapasitas interaktivitas dengan berani mengangkat isu politik yang lebih konkrit, merakyat, kurang populer bahkan dilematis atau terbuka pada konflik dan feedback negatif; bukan hanya mengonstruksi citra. Selain itu, karena masih kuatnya struktur sosial-budaya di tengah masyarakat, maka harus disertai juga dengan pemberdayaan terhadap modal sosial politik warga yang lain seperti kelompok-kelompok pro demokrasi lokal (LSM dan komunitas politik lokal dan tokoh agama). Jika tidak, media sosial justru menjadi penambah jurang antara kaum elit politik dan warga dalam hal memaknai dan memperjuangkan kesejahteraan bersama (bonum commune) sebagai cita-cita tertinggi hidup berpolitik. 266