BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan"

Transkripsi

1 A. Kesimpulan BAB V PENUTUP Model representasi dan linkage politik para aleg perempuan di Pati cukup beragam. Beragamnya model ini dipengaruhi oleh perbedaan pengalaman pribadi serta latar belakang sosial keagamaan mereka. Artinya, identitas keperempuanan para Aleg tidak cukup menjelaskan bahwa mereka memiliki suara yang sama dalam mengawal pelaksanaan program PUG. Karena suara perjuangan mereka juga ditentukan oleh identitas-identitas lain yang melekat dalam diri perempuan tersebut. Meskipun demikian, ini tidak berarti bahwa representasi deskriptif itu tidak penting. Representasi deskriptif tetap merupakan hal yang penting, namun tidak bisa hanya dilihat sebagai sesuatu yang bisa bekerja dengan sendirinya (taken for granted). Praktek representasi yang dijalankan oleh mereka bergerak di antara pendulum self-interest dan gender-interest. Ada yang lebih cenderung ke arah pendulum self-interest, sehingga orientasinya lebih untuk kepentingan pribadi dan tidak akuntabel terhadap isu-isu gender. Begitupun sebaliknya ada yang lebih bergerak dalam pendulum gender-interest, di mana isu-isu gender menjadi salah satu komitmen politik yang diperjuangkan. Meskipun yang kedua ini pada dasarnya resiprokal dalam menempatkan posisi di antara dua pendulum tersebut (untuk tidak mengatakan bahwa mereka tidak memiliki self-interest). Untuk membedakan keduanya dibuatlah tiga kategori model representasi deskriptif; pasif, aktif, dan simbolik. Para aleg yang masuk kategori pasif meletakkan isu gender bukan pada skala prioritas dalam agenda politik yang diusungnya. Demikian sebaliknya, para aleg yang dikategorikan aktif, mereka memiliki perspektif gender dalam menjalankan tugas dan wewenangnya di parlemen lokal, termasuk bagaimana memperjuangkan kebijakan anggaran yang responsif gender. Sedangkan yang terakhir (deskriptif-simbolik) adalah bahwa latar belakang kultur keagamaan mereka juga menentukan fungsi representasi yang dijalankan, yang mana secara simbolik mereka merepresentasikan sebuah ormas keagamaan 98

2 tertentu, seperti NU dan al-hidayah, lebih spesifiknya misalnya terkait dengan sayap perempuan ormas tersebut. Sedangkan dalam konteks model linkage politiknya, praktek yang dijalankan oleh para aleg perempuan memperlihatkan kecenderungan ke arah model linkage pseudo-programatik, meskipun terdapat juga yang kharismatik dan klientelistik. Model pseudo-programatik ini menejelaskan praktek linkage mereka yang lebih didasarkan pada ikatan daerah pemilihan dalam setiap rogram-program yang menjadi prioritas. Agenda politik mereka tidak secara programatik didesain untuk seluruh warga Pati secara keseluruhan, melainkan lebih didasarkan pada pertimbangan daerah di mana mereka dipilih. Lebih spesifiknya, wilayah-wilayah yang mana menopang perolehan suara signifikan bagi kemenangannya. Dalam kerangka linkage programatik, seharusnya warga Pati secara keseluruhan mendapatkan prioritas yang sama meskipun mereka tidak memiliki kontribusi dalam proses pemenangannya ketika pemilu legislatif. Dalam menjalankan linkage politiknya, para aleg perempuan ini ada yang melalui mediator, serta ada juga yang secara langsung dengan warga atau konstituennya (direct). Jika melalui mediator, para aleg perempuan sering memanfaatkan sayap perempuan ormas keagamaan, seperti Fatayat NU dan Aisyiah. Sedangkan para aleg yang tidak memanfaatkan sayap perempuan ormas keagamaan, biasanya melalui jaringan kepala desa atau tim pemenangnya saat proses pemilihan umum. Tentu saja ketika melalui sayap perempuan ormas, ada korelasi positif dengan isu-isu gender. Sedangkan ketika melalui jaringan kepala desa atau tim pemenangnya, logika kepentingannya tidak digerakkan oleh keberpihakan pada pentingnya keadilan gender dalam pembangunan daerah. Jika model representasi dan model linkage politik para aleg perempuan ini diintegrasikan, maka terlihat bagaimana korelasi ataupun perpaduan keduanya. Sehingga dalam konteks pelaksanaan program PUG, terlihat bahwa perpaduan model yang paling kuat pengaruhnya terhadap program PUG adalah perpaduan antara model representasi deskriptif-aktif dengan model linkage pseudo-programatik. Artinya, jika representasi deskriptif-aktif berpadu dengan linkage pseudo-programatik, maka 99

3 dampaknya terhadap pelaksanaan program PUG terlihat cukup efektif, dengan indikator adanya kepentingan gender praktis dan strategis yang diperhatikan. Sedangkan jika representasi deskriptif-aktif berpadu dengan linkage kharismatik, terlihat cukup efektif dengan indikator adanya kepentingan gender praktis dan strategis yang diperhatikan hanya, saja ruang lingkupnya masih dibatasi oleh tirai identitas keagamaan. Jika representasi deskriptif-pasif berpadu dengan linkage klientelistik, maka implikasinya terhadap pelaksanaan program PUG cukup efektif, dengan indikator adanya kepentingan gender praktis yang diperhatikan, meskipun motif politis untuk pemilu berikutnya cukup dominan. Sedangkan dalam model representasi deskriptif-pasif yang sebagian besar hanya berpadu dengan linkage pseudo-programatik. Pengruhnya terkait pelaksanaan program PUG pun tidak terlalu efektif. Karena para aktor yang berada dalam kategori ini justru cenderung lebih berorientasi pada kepentingan pribadi, dibanding dengan memperjuangkan kepentingan gender. Dalam konklusi yang agak ekstrim, perpaduan kedua model ini hanya akan menghasilkan tindakan aktor yang pragmatik. Para aktor yang berada dalam jalur model ini rata-rata kehadiran mereka dalam politik hanya karena berkah dari struktur patriarki dan oligarki partai politik. Meskipun tidak dinafikan juga, bahwa peningkatan kapasitas pengetahuan salah seorang aleg perempuan di Pati justru melalui proses pembelajaran paska kehadiran mereka di arena politik formal. Artinya, meskipun proses partisipasi seorang aleg perempuan atas dorongan suami (baca: struktur patriarki) atau atas jaringan oligarki partai politik, tidak berarti mereka tidak bisa diharapkan kontribusinya dalam advokasi isu-isu gender, selama ada kehendak untuk menguatkan kapasitas pengetahuannya. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa dalam banyak kasus (termasuk di Pati juga), proses yang instan tersebut sering menjadi sumber kegagalan representasi politik perempuan. Namun, pada dasarnya yang penting dilakukan adalah bagaimana mereka memiliki kehendak untuk berusaha melakukan peningkatan kapasitas pengetahuan terkait isu-isu gender dan demokrasi yang subtantif. Hal itu jauh lebih menjanjikan perubahan 100

4 dibanding sekedar mengutuk bahwa proses partisipasi politik mereka sudah cacat sejak awal. Yang terakhir adalah perpaduan antara model representasi deskriptif simbolik dengan linkage pseudo-programatik dan kharismatik. Jika keduanya dipadukan maka pengaruhnya terhadap pelaksanaan program PUG cukup efektif, meskipun target komunitasnya masih sangat terbatas, khususnya berbasikan identitas keagamaan (baca: Islam). Melalui majelis ta lim, aleg perempuan ini berusaha memperkenalkan isu-isu gender tentu saja dalam bingkai doktrin Islam yang lebih ramah perempuan. Selain itu, majelis ta lim juga bisa menjadi arena untuk menampung aspirasi warga. Dalam bentuk yang minimalis, tentu kerja-kerja semacam ini layak untuk diapresiasi. Tentu saja pada saat yang sama harus didorong dan diarahkan ke arah yang lebih strategis, misalnya mendorong partisiasi warga di dalam arena Musrenbang, serta memberikan pendidikan politik yang mencerdaskan agar mampu melakukakan kontrol terhadap kerja-kerja yang dilakukan oleh para aleg yang bersangkutan. Lebih detailnya, integrasi antara model representasi dan linkage politik aleg perempuan ini beserta indikator yang menjadi penandanya dalam konteks pelaksanaan PUG dapat dipetakan dalam tabel berikut ini: Tabel 4.1 Integrasi Model Representasi Politik dan Model Linkage Politik serta Indikatornya dalam konteks Pelaksanaan Program PUG MODEL REPRESENTASI Deskriptif-Aktif Deskriptif-Pasif Pseudo- Programatik Kepentingan Geder Praktis dan Strategis Tidak Kepentingan Gender 101 LINKAGE POLITIK Kharismatik Kepentingan Geder Praktis dan Strategis - Klientelistik - Kepentingan Gender Praktis

5 Deskriptif- Simbolik Kepentingan Geder Praktis dan Strategis Kepentingan Geder Praktis dan Strategis - Penting untuk ditegaskan di sini bahwa berhasil tidaknya program PUG tentu saja tidak mungkin hanya disandarkan pada peran aleg perempuan. Keberhasilan program PUG tentu saja ditentukan oleh para aktor di semua arena, baik Negara, Pasar, maupun Masyarakat. Ketika para aktor semua arena ini menyadari pentingnya mengintegrasikan isu gender dalam proses pembangunan daerah, maka secara pelan dan pasti akan ada perubahan yang signifikan. Mengharapkan para aktor di arena Negara dan Pasar akan baik dengan sendirinya memang agak sedikit absurd. Oleh karena itu dibutuhkan hadirnya kelompok penekan (organisasi masyarakat sipil) yang kuat untuk memastikan terselenggaranya kebijakan pembangunana yang sensitif gender. Ironinya, dalam konteks Pati, peran kelompok penekan ini masih sangat minim (khususnya terkait isu-isu gender). Penyandaran peran aleg perempuan terkait program PUG dalam studi ini lebih bertendensi pada upaya melihat bekerjanya kehadiran perempuan di arena representasi formal. Tidak bisa dipungkiri bahwa program pengarusutamaan gender, khususnya dalam konteks kebijakan anggaran dan kebijakan sosial, dalam pembangunan daerah Pati mengalami stagnasi. Stagnasi yang terjadi ini tentu disebabkan oleh banyak faktor, namun yang paling dominan adalah karena terjadinya proses depolitisasi demokrasi, yang mana menjadikan gagasan PUG mengalami segregasi dan tidak dianggap penting. PUG pun kemudian hanya berhenti sebagai proses teknis tanpa dilihat sebagai proses politik untuk memastikan adanya perubahan alokasi sumberdaya yang mencerminkan adanya prinsip keadilan gender dalam desain pembangunan daerah. Hal tersebut diperparah lagi oleh struktur kelembagaan yang masih patriarkhis, baik di level legislatif maupun eksekutif. Serta minimnya peran aktor-aktor di ranah intermediari dalam memainkan isu-isu gender agar menjadi diskursus publik di Pati. 102

6 Di tengah stagnasi pelaksanaan program PUG tersebut, sebagian aleg perempuan berusaha mengisi kemandegan tersebut dengan caranya masingmasing. Meskipun dalam prakteknya, cara yang digunakan saling tumpang tindih antara menggunakan prosedur formal dan informal atau mekanisme demokratik dan non-demokratik. Tentu saja dinamika prosedur dan mekanisme yang digunakan tersebut cukup wajar jika melihat konteks politik yang dihadapinya, di mana arus depolitisasi demokrasi mengalir sangat deras. Namun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian aleg perempuan juga turut tenggelam dalam arus depolitisasi demokrasi yang sedang berlangsung, yang mana merupakan faktor penghambat paling dominan. Artinya, sebagian aleg perempuan juga menjadi bagian dalam proses terciptanya stagnasi program PUG. B. Lesson Learned Pertanyaannya kemudian, pelajaran apa yang bisa diambil dari pengalaman model representasi dan linkage politik pada program PUG di Pati? Setidaknya ada tiga hal pokok yang bisa direfleksikan dari pengalaman aleg perempuan di Pati. Pertama, jika dikaitkan dalam konteks diskursus keterwakilan perempuan di Indonesia, integrasi model tersebut memberi gambaran bagaimana pentingnya melihat dimensi linkage politik dalam kajian representasi politik perempuan. Dengan memotret linkage politik ini dapat terlihat sejauh mana dinamika akuntabilitas yang diberikan oleh seorang wakil (baca: aleg perempuan) terhadap warga yang diwakilinya. Artinya, tidak semua aleg perempuan memiliki kepedulian terhadap kepentingan gender (baik yang praktis maupun yang strategis). Dari integrasi model tersebut bisa dilihat bahwa tindakan aktor (baca: aleg perempuan) juga sangat dipengaruhi oleh konteks politik yang melingkupi aktor tersebut. Hal ini yang kadang diabaikan dalam studi-studi tentang representasi politik perempuan yang mana lebih mengejar aspek hasil keluaran (output) yang cukup ambisius dibanding menyelami proses politik yang berlangsung serta dinamika linkage-nya. Penilaian yang hanya mengedepankan aspek output dari 103

7 kebijakan kuota perempuan (baca: representasi deskriptif) akan terjebak dalam logika hitam putih dalam membaca realitas kehadiran perempuan dalam institusi perwakilan formal, parlemen. Sehingga dimensi relasi kuasa yang dihadapi para aleg perempuan baik di level fraksi, struktur parlemen secara luas, di level eksekutif, maupun di ranah intermediari tidak dapat dicermati dengan baik. Dalam konfigurasi demokrasi yang tenggelam dalam arus depolitisasi, terlalu naif membayangkan peran aktor dalam demokrasi perwakilan terkait program PUG akan berjalan dalam harmoni dan selesai dalam rumus teknokratik. Kebijakan afirmasi berbasis quota 30 % juga tidak bisa diandaiakan dengan mudah akan bekerja dengan sendirinya pasca ditetapkan regulasinya. Perlu disadari bahwa kebijakan afirmasi yang ada saat ini dipatuhi setengah hati oleh partai politik. Di samping itu, sistem pemilu yang ada saat ini menempatkan kompetisi antar individu sebagai ruh utamanya. Jadi, tidak perlu heran jika kemudian banyak para aktifis perempuan yang cukup menjanjikan kiprahnya pada akhirnya tetap saja tidak tertolong dengan kebijakan afirmasi ini. Bahkan sangat mungkin, yang terjadi justru praktek pembajakan atas kebijakan afirmasi ini oleh elit-elit oligarki partai politik. Artinya, agar tidak terlalu heran dengan paradoks-paradoks yang muncul, kebijakan afirmasi harus diletakkan dalam kerangka pertarungan politik dan pertarungan kuasa yang berjalan penuh ketidakpastian. Pendek kata, representasi deskriptif bukanlah sesuatu yang taken for granted. Kedua, pengalaman model representasi dan linkage politik yang dipraktekkan oleh aleg perempuan menegaskan bahwa kapasitas aktor dalam melakukan advokasi program PUG merupakan hal penting di tengah kuatnya hambatan struktur sosial-politik yang dihadapinya. Kapasitas aktor inilah yang memungkinkan adanya terobosan-terobosan dalam fungsi keagenan (agency) untuk memperjuangkan program PUG secara individual. Tentu saja terobosan yang dilakukan oleh sebagian aleg perempuan tersebut belum memperlihatkan perubahan-perubahan signifikan, dengan indikatorindikator yang ambisius. Namun, terobosan yang dilakukan itu bisa dilihat melalui indikator sederhana terkait bagaimana kepedulian mereka dalam 104

8 memperjuangkan kepentingan gender praktis maupun strategis, dalam konteks kebijakan anggaran dan kebijakan sosial di Pati. Namun demikian, memang tidak bisa dipungkiri bahwa ada persoalan yang cukup serius di bidang representasi dalam konteks demokrasi lokal. Satu hal yang cukup mempengaruhi rusaknya bidang representasi tersebut (setidaknya dalam kasus Pati) adalah konteks pragmatisme masyarakat yang ditumbuhsuburkan oleh praktik money politics yang dilakukan para elit. Nyaris semua Aleg perempuan di Pati mengakui bahwa mereka melakukan money politics hanya besarannya saja yang agak berbeda satu sama lain. Adanya money politics ini membuat mereka lebih loyal kepada warga atau desa yang memang benar-benar turut membantu dalam proses pemenangannya. Dana aspirasi mereka nyaris dibagikan hanya untuk mereka yang pernah menjadi tim pemenangannya atau daerah pemilihan yang perolehan suaranya menopang kemenangannya. Ketiga, pengalaman stagnasi program PUG di Pati menjadi pelajaran menarik bagaimana pentingnya mengintegrasikan advokasi isu-isu gender ke dalam isu demokrasi yang lebih luas. Karena perbaikan dan pendalaman demokrasi di aras lokal akan menjadi pintu masuk yang strategis bagi kampanye PUG dalam pembangunan daerah. Artinya, konsolidasi gerakan perempuan dengan gerakan demokrasi menjadi sesuatu yang tak bisa ditawar lagi, karena satu sama lain akan saling melengkapi dalam upaya mewuudkan demokrasi yang lebih subtantif. Gagasan PUG akan kesulitan menemukan ruang dalam proses pembangunan daerah di tengah para elit-elit politisi yang hanya memanfaatkan instrumen demokrasi untuk kepentingan pribadi dan jaringan kroninya. Selain itu, di tengah kuatnya kultur patriarki di masyarakat, tentu saja dibutuhkan bahasa lain yang lebih efektif dalam mengawal desain pembangunan yang berkeadilan gender. Sepertinya isu kesejahteraan sosial yang basisnya universal jauh lebih efektif dibanding dengan isu gender yang masih sektoral. Tentu saja kesimpulan ini tanpa berpretensi untuk menjadi reduksionis dalam melihat realitas dan kompleksitas persoalan yang ada di Pati. Hanya saja isu kesejahteraan (welfare) akan relatif diterima oleh semua 105

9 pihak. Tentu saja kesejahteraan warga secara universal berbasiskan prinsip kesetaraan gender dalam pembangunan daerah.[] 106

A. Kesimpulan BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini yang fokus terhadap Partai Golkar sebagai objek penelitian, menunjukkan bahwa pola rekrutmen perempuan di internal partai Golkar tidak jauh berbeda dengan partai

Lebih terperinci

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Women can be very effective in navigating political processes. But there is always a fear that they can become pawns and symbols, especially if quotas are used. (Sawer,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Faktor yang mempengaruhi keberhasilan inisiasi pelembagaan partisipasi perempuan dalam perencanaan dan penganggaran daerah adalah pertama munculnya kesadaran

Lebih terperinci

Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik

Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik Pendahuluan Pokok Pokok Temuan Survei Nasional Demos (2007 2008) : Demokrasi masih goyah: kemerosotan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% perempuan dan kaitannya dalam penyusunan anggaran responsif gender. Yang menjadi fokus dalam penelitian

Lebih terperinci

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan SEMINAR KOALISI PEREMPUAN INDONESIA (KPI) Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan 20 Januari 2016 Hotel Ambhara 1 INDONESIA SAAT INI Jumlah Penduduk Indonesia per 201 mencapai 253,60 juta jiwa, dimana

Lebih terperinci

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1 Disampaikan pada Seminar Menghadirkan Kepentingan Perempuan: Peta Jalan Representasi Politik Perempuan Pasca 2014 Hotel Haris, 10 Maret 2016 Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa)

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor

BAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor BAB 5 KESIMPULAN Sebagaimana dirumuskan pada Bab 1, tesis ini bertugas untuk memberikan jawaban atas dua pertanyaan pokok. Pertanyaan pertama mengenai kemungkinan adanya variasi karakter kapasitas politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Mengintegrasikan Model Representasi dan Linkage Politik Anggota Legislatif Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Mengintegrasikan Model Representasi dan Linkage Politik Anggota Legislatif Perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Mengintegrasikan Model Representasi dan Linkage Politik Anggota Legislatif Perempuan Studi ini bermaksud untuk memetakan model representasi politik dan linkage 1 politik yang dipraktikkan

Lebih terperinci

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015 Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015 1 Konteks Regulasi terkait politik elektoral 2014 UU Pilkada

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. A. Kesimpulan

BAB V. Penutup. A. Kesimpulan BAB V Penutup A. Kesimpulan Kuasa uang dalam pemilu dengan wujud money politics, masih menjadi cara mutakhir yang dipercaya oleh calon anggota legislatif untuk menjaring suara masyarakat agar mampu menghantarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu instrumen terpenting dalam sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik

Lebih terperinci

SINERGI ANGGOTA PARLEMEN, MEDIA DAN OMS UNTUK MENDORONG KEBIJAKAN YANG BERFIHAK PADA PEREMPUAN MISKIN

SINERGI ANGGOTA PARLEMEN, MEDIA DAN OMS UNTUK MENDORONG KEBIJAKAN YANG BERFIHAK PADA PEREMPUAN MISKIN SINERGI ANGGOTA PARLEMEN, MEDIA DAN OMS UNTUK MENDORONG KEBIJAKAN YANG BERFIHAK PADA PEREMPUAN MISKIN LENA MARYANA MUKTI Anggota DPR/MPR RI 2004-2009 Jakarta, 21 Mei 2015 1 PEREMPUAN DI LEMBAGA PEMBUAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. langsung, kebebasan berekspresi secara terbuka, berasosiasi, sampai kebebasan

I. PENDAHULUAN. langsung, kebebasan berekspresi secara terbuka, berasosiasi, sampai kebebasan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. Peristiwa besar di tahun 1998 telah menciptakan beberapa perubahan yang signifikan dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN A. CALEG PEREMPUAN DI KELURAHAN TEWAH MENGALAMI REKRUTMEN POLITIK MENDADAK Perempuan dan Politik di Tewah Pada Pemilu

Lebih terperinci

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 S T U D I K A S U S Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 F R A N C I S I A S S E S E D A TIDAK ADA RINTANGAN HUKUM FORMAL YANG MENGHALANGI PEREMPUAN untuk ambil bagian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah melalui kegiatan pendidikan. Sebagai bagian dari masyarakat, kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. adalah melalui kegiatan pendidikan. Sebagai bagian dari masyarakat, kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mayoritas masyarakat memiliki keinginan untuk maju berkembang menjadi lebih baik. Keinginan tersebut diupayakan berbagai cara, salah satunya adalah melalui kegiatan

Lebih terperinci

Laporan Penyelenggaraan Seminar Publik Representasi Politik Perempuan: RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender 16 Januari 2014 Grand Kemang Hotel

Laporan Penyelenggaraan Seminar Publik Representasi Politik Perempuan: RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender 16 Januari 2014 Grand Kemang Hotel Laporan Penyelenggaraan Seminar Publik Representasi Politik Perempuan: RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender 16 Januari 2014 Grand Kemang Hotel Latar Belakang Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI)

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dipilih melalui pemilihan umum. DPR memegang kekuasaan membentuk. undang-undang. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan

BAB V PENUTUP. dipilih melalui pemilihan umum. DPR memegang kekuasaan membentuk. undang-undang. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan 119 BAB V PENUTUP A. Simpulan Calon legislatif merupakan lembaga perwakilan yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Setiap rancangan undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini membahas tentang bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini membahas tentang bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skripsi ini membahas tentang bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan ketimpangan gender pada posisi jabatan struktural di Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, yang dilihat

Lebih terperinci

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016 Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016 Pijakan Awal Pengalaman perjuangan rakyat untuk gagasan2, prinsip2 dan kemungkinan2 baru, perlu terus berada

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI. Murbanto Sinaga

PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI. Murbanto Sinaga Karya Tulis PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

International IDEA, Strömsborg, Stockholm, Sweden Phone , Fax: Web:

International IDEA, Strömsborg, Stockholm, Sweden Phone , Fax: Web: Extracted from Democratic Accountability in Service Delivery: A practical guide to identify improvements through assessment (Bahasa Indonesia) International Institute for Democracy and Electoral Assistance

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REFLEKSI TEORI

BAB VI KESIMPULAN DAN REFLEKSI TEORI 109 BAB VI KESIMPULAN DAN REFLEKSI TEORI Berdasarkan analisis penelitian seperti yang telah diuraikan bab-bab sebelumnya berkaitan dengan analisis politik keuangan daerah di Era Desentraliasasi, Studi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah masyarakat dapat dikatakan demokratis jika dalam kehidupannya dapat menghargai hak asasi setiap manusia secara adil dan merata tanpa memarginalkan kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk didiskusikan, selain karena terus mengalami perkembangan, juga banyak permasalahan perempuan

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH PADA FORUM DISKUSI EVALUASI PILKADA SERENTAK 2015 Jakarta, 4 Mei 2016

KEYNOTE SPEECH PADA FORUM DISKUSI EVALUASI PILKADA SERENTAK 2015 Jakarta, 4 Mei 2016 KEYNOTE SPEECH PADA FORUM DISKUSI EVALUASI PILKADA SERENTAK 2015 Jakarta, 4 Mei 2016 Yang kami hormati Ibu Linda Amaliasari Gumelar, Ketua Umum Yayasan Gerakan Suara Perempuan Indonesia. Para Pejabat Eselon

Lebih terperinci

PEREMPUAN &PEMBANGUNAN DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA

PEREMPUAN &PEMBANGUNAN DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA PEREMPUAN &PEMBANGUNAN DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA SITUASI PEREMPUAN, KINI Data BPS per 2013, Rata-rata Lama Sekolah Anak Laki-laki 8 Th dan Perempuan 7 Th (tidak tamat SMP) Prosentase

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan BAB VI PENUTUP Setelah menjelaskan berbagai hal pada bab 3, 4, dan 5, pada bab akhir ini saya akan menutup tulisan ini dengan merangkum jawaban atas beberapa pertanyaan penelitian. Untuk tujuan itu, saya

Lebih terperinci

Peran Pemerintah Dalam Strategi Peningkatan Keterwakilan Perempuan

Peran Pemerintah Dalam Strategi Peningkatan Keterwakilan Perempuan Peran Pemerintah Dalam Strategi Peningkatan Keterwakilan Perempuan Oleh: dr. Herus Prasetyo Kasidi, MSc Deputi Kesetaraan Gender Puskapol, 10 Maret 2016 Rendahnya Keterwakilan Perempuan di Legislatif Hasil

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Praktik poligami dalam bentuk tindakan-tindakan seksual pada perempuan dan keluarga dekatnya telah lama terjadi dan menjadi tradisi masyarakat tertentu di belahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, upaya membangun demokrasi yang berkeadilan dan berkesetaraan bukan masalah sederhana. Esensi demokrasi adalah membangun sistem

Lebih terperinci

H. Afif Nurhidayat, S.Ag.

H. Afif Nurhidayat, S.Ag. Peran Legislatif dalam mendorong Perda Kabupaten Wonosobo Ramah HAM H. Afif Nurhidayat, S.Ag. Ketua DPRD Wonosobo Disampaikan dalam Workshop Penyusunan Peraturan Daerah Pada Festival Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. pemilu legislatif tahun 2009 menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :

BAB V. Kesimpulan. pemilu legislatif tahun 2009 menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : BAB V Kesimpulan Pembahasan untuk menjawab pertanyaan Bagaimana Strategi Marketing Politik Partai Amanat Nasional Kabupaten Banjarnegara dalam memenangkan pemilu legislatif tahun 2009 menghasilkan kesimpulan

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam 10 BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengarusutamaan Gender (PUG) 1. Kebijakan Pengarusutamaan Gender Terkait dengan Pengarusutamaan Gender (PUG), terdapat beberapa isitilah yang dapat kita temukan, antara lain

Lebih terperinci

Pengantar Penerbit. iii

Pengantar Penerbit. iii Pengantar Penerbit Ekpresi rasa syukur wajib senantiasa kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Berilmu karena atas izinnya sehingga buku ini dapat diterbitkan. Suatu kehormatan bagi kami karena mendapat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Konstruksi sosial yang dibangun oleh warga RW 11 Kampung Badran mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan berlangsung secara dialektis yakni

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ikatan-ikatan sosial. Selain itu keberadaan masyarakat sipil juga berpengaruh

BAB V PENUTUP. ikatan-ikatan sosial. Selain itu keberadaan masyarakat sipil juga berpengaruh BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Masyarakat sipil lahir dari interaksi sosial masyarakat yang terbina berkat ikatan-ikatan sosial. Selain itu keberadaan masyarakat sipil juga berpengaruh sebagai penyeimbang

Lebih terperinci

Identitas Kewarganegaraan. By : Amaliatulwalidain

Identitas Kewarganegaraan. By : Amaliatulwalidain Identitas Kewarganegaraan By : Amaliatulwalidain Pengantar Identitas adalah unsur penting yang tidak dapat diabaikan ketika berbicara tentang kewarganegaraan, baik di level teoritis maupun di level praksis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan pro dan kontra padahal banyak kemampuan kaum perempuan yang tidak dimiliki oleh laki - laki.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangan rakyat, maka kekuasaan harus dibangun dari bawah. diantaranya adalah maraknya praktik-praktik money politics.

BAB I PENDAHULUAN. tangan rakyat, maka kekuasaan harus dibangun dari bawah. diantaranya adalah maraknya praktik-praktik money politics. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum hampir tidak mungkin dilaksanakan tanpa kehadiran partai-partai politik di tengah masyarakat. Keberadaan partai-partai politik juga merupakan salah satu

Lebih terperinci

Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan 1 oleh Dian Kartikasari 2

Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan 1 oleh Dian Kartikasari 2 Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan 1 oleh Dian Kartikasari 2 1. Keterwakilan Perempuan dalam Politik Perjuangan keterwakilan perempuan dalam politik memiliki dua makna.

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1482, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Partisipasi Politik. Perempuan. Legislatif. Peningkatan. Panduan. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. A. Kesimpulan Dalam kaitannya dengan dimensi content dan context, maka implementasi

BAB IV KESIMPULAN. A. Kesimpulan Dalam kaitannya dengan dimensi content dan context, maka implementasi BAB IV KESIMPULAN A. Kesimpulan Dalam kaitannya dengan dimensi content dan context, maka implementasi kebijakan ini tidak dapat terlaksana dengan baik, secara ringkas disebabkan karena empat faktor. Masing-masing

Lebih terperinci

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jepang merupakan negara maju yang terkenal dengan masyarakatnya yang giat bekerja dan juga dikenal sebagai negara yang penduduknya masih menjunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga saat ini, relasi antara Pemerintah Daerah, perusahaan dan masyarakat (state, capital, society) masih belum menunjukkan pemahaman yang sama tentang bagaimana program CSR

Lebih terperinci

Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik

Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik Sri Budi Eko Wardani PUSKAPOL - Departemen Ilmu Politik FISIP UI Lembaga Administrasi Negara, 21 Desember 2016 2 Partisipasi Perempuan di Ranah Politik

Lebih terperinci

URGENSI MONITORING DAN EVALUASI dalam PELAKSANAAN DAN PENCAPAIAN SDGs. Djonet Santoso Universitas Bengkulu November 2017

URGENSI MONITORING DAN EVALUASI dalam PELAKSANAAN DAN PENCAPAIAN SDGs. Djonet Santoso Universitas Bengkulu November 2017 URGENSI MONITORING DAN EVALUASI dalam PELAKSANAAN DAN PENCAPAIAN SDGs Djonet Santoso Universitas Bengkulu November 2017 Prolog 1 2 Komitmen Indonesia dalam pelaksanaan SDGs Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/SDGs

Lebih terperinci

REPOSISI REPRESENTASI BPD MENUJU PELEMBAGAAN PROSES DEMOKRATISASI DESA

REPOSISI REPRESENTASI BPD MENUJU PELEMBAGAAN PROSES DEMOKRATISASI DESA REPOSISI REPRESENTASI BPD MENUJU PELEMBAGAAN PROSES DEMOKRATISASI DESA Oleh: Muhammad Hidayanto & Yonatan H.L Lopo (hidayanto.12muhammad@gmail.com; yonlp@ymail.com) Disampaikan dalam Simposium Nasional

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan lapangan, terdapat beberapa persoalan mendasar yang secara teoritis maupun praksis dapat disimpulkan sebagai jawaban dari pertanyaan penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai yang menjadikan. Islam sebagai asas partai. PKS memiliki tujuan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai yang menjadikan. Islam sebagai asas partai. PKS memiliki tujuan untuk mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai yang menjadikan Islam sebagai asas partai. PKS memiliki tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera yang

Lebih terperinci

Partisipasi kelompok marginal dan perempuan

Partisipasi kelompok marginal dan perempuan Memastikan tersedianya kesempatan yang sama di antara berbagai kelompok masyarakat, termasuk antara laki-laki dan perempuan, adalah instrumen penting untuk mencapai tujuan pengentasan kemiskinan dan pertumbuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak bulan Juni 2005 pemilihan kepala daerah dan wakilnya dipilih secara langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

Kesimpulan K E S I M P U L A N. DALAM TAHUN 1965, JUMLAH TOTAL PEREMPUAN YANG MENJABAT sebagai anggota

Kesimpulan K E S I M P U L A N. DALAM TAHUN 1965, JUMLAH TOTAL PEREMPUAN YANG MENJABAT sebagai anggota K E S I M P U L A N Kesimpulan CECILIA BYLESJÖ DAN SAKUNTALA KADIRGAMAR-RAJASINGHAM DALAM TAHUN 1965, JUMLAH TOTAL PEREMPUAN YANG MENJABAT sebagai anggota parlemen mencapai 8,1 persen. Pada tahun 2002

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan otonomi daerah telah berlangsung. dasawarsa sejak pemberlakuan otonomi daerah di tahun 1999.

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan otonomi daerah telah berlangsung. dasawarsa sejak pemberlakuan otonomi daerah di tahun 1999. LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KAB. TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RPJMD KAB. TEMANGGUNG TAHUN 2013-2018 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desentralisasi pemerintahan di Indonesia yang ditandai dengan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAKSANAAN PELATIHAN PENINGKATAN KAPASITAS PEREMPUAN KADER ORGANISASI PARTAI POLITIK PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2017

KERANGKA ACUAN PELAKSANAAN PELATIHAN PENINGKATAN KAPASITAS PEREMPUAN KADER ORGANISASI PARTAI POLITIK PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2017 KERANGKA ACUAN PELAKSANAAN PELATIHAN PENINGKATAN KAPASITAS PEREMPUAN KADER ORGANISASI PARTAI POLITIK PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2017 A. PENDAHULUAN Peningkatan kapasitas berpolitik perempuan pada hakikatnya

Lebih terperinci

Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan

Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan Oleh Dian Kartikasari Koalisi Perempuan Indonesia Page 1 Pokok Bahasan 1. Keterwakilan Perempuan dalam Politik 2. Keterwakilan Perempuan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung dalam pemelihan presiden dan kepala daerah, partisipasi. regulasi dalam menjamin terselenggaranya pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. langsung dalam pemelihan presiden dan kepala daerah, partisipasi. regulasi dalam menjamin terselenggaranya pemerintahan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pembangunan politik demokratik berjalan semenjak reformasi tahun 1998. Perkembangan tersebut dapat dilihat melalui sejumlah agenda; penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep governance dikembangkan sebagai bentuk kekecewaan terhadap konsep government yang terlalu meletakkan negara (pemerintah) dalam posisi yang terlalu dominan. Sesuai

Lebih terperinci

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Jakarta, 14 Desember 2010 Mengapa Keterwakilan Perempuan di bidang politik harus ditingkatkan? 1. Perempuan perlu ikut

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.463, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Monitoring dan Evaluasi. Penganggaran. Responsif Gender. Panduan. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang. 1. Untuk mempertahankan pengaruh dan kekuasaan maka elit harus jeli

Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang. 1. Untuk mempertahankan pengaruh dan kekuasaan maka elit harus jeli BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dibangun dari hasil penelitian ini antara lain: 1. Untuk mempertahankan pengaruh dan kekuasaan maka elit

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. sistem-sistem yang diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilu di kedua Pemilu itu

BAB V PENUTUP. sistem-sistem yang diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilu di kedua Pemilu itu BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Pembahasan dalam bab sebelumnya (Bab IV) telah diuraikan beberapa ketentuan pokok dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD 2009 dan 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan adalah dimensi penting dari usaha United Nations Development Programme (UNDP) untuk mengurangi separuh kemiskinan dunia

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pertarungan wacana politik Kasus Bank Century di media massa (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian menunjukkan berbagai temuan penelitian yang

Lebih terperinci

ARTIKEL 11 KEGIATAN WORKSHOP PENINGKATAN

ARTIKEL 11 KEGIATAN WORKSHOP PENINGKATAN ARTIKEL 11 KEGIATAN WORKSHOP PENINGKATAN KAPASITAS PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN PROVINSI ACEH Kota Banda Aceh, 4-6 Septemberi 2014 Oleh: Subi Sudarto A. Pentingnya Workshop Peningkatan Kapasitas

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG 2010, No.617 6 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PANDUAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu-isu dan kebijakan politik sangat menentukan perilaku pemilih, tapi terdapat pula sejumlah faktor penting lainnya. Sekelompok orang bisa saja memilih sebuah

Lebih terperinci

DINAMIKA POLITIK LOKAL SUKSESI PEMILU KEPALA DAERAH

DINAMIKA POLITIK LOKAL SUKSESI PEMILU KEPALA DAERAH DINAMIKA POLITIK LOKAL SUKSESI PEMILU KEPALA DAERAH Heri Wahyudi UPBJJ-UT Denpasar heriw@ut.ac.id Abstrak Pasca Putusan Makamah Konstitusi (MK) tentang calon perseorangan, telah memberikan kesempatan kepada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi dan pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi dan pembahasan 288 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi dan pembahasan hasil penelitian, pada akhir penulisan ini akan dijabarkan beberapa kesimpulan dan rekomendasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. LOD DIY sebagai invited space menggunakan formasi kuasa yang ada dalam

BAB V PENUTUP. LOD DIY sebagai invited space menggunakan formasi kuasa yang ada dalam BAB V PENUTUP Jawaban atas pertanyaan mengapa ruang kuasa yang telah menciptakan LOD DIY sebagai invited space menggunakan formasi kuasa yang ada dalam dirinya untuk menentukan kontur dan corak dari ruang

Lebih terperinci

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENDAPAT AKHIR FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi

Lebih terperinci

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia Antonio Pradjasto Tanpa hak asasi berbagai lembaga demokrasi kehilangan substansi. Demokrasi menjadi sekedar prosedural. Jika kita melihat dengan sudut

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. sosio-kultural dan struktural. Pemikiran dan aksi politik tersebut

BAB VII PENUTUP. sosio-kultural dan struktural. Pemikiran dan aksi politik tersebut 438 BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan. Penelitian tentang etika politik legislator muslim era demokrasi lokal ini menitikberatkan pada pemikiran dan aksi yang dijalankan legislator dalam arena sosio-kultural

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kesimpulan umum BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Dari penelitian ini, diperoleh kesimpulanbahwa partai politik masih kekurangan kader partai yang berkualitas, karena pemahaman elite partai

Lebih terperinci

AGENDA BESAR PEMBAHASAN PEREMPUAN DAN ISLAM DI INDONESIA

AGENDA BESAR PEMBAHASAN PEREMPUAN DAN ISLAM DI INDONESIA Tinjauan Buku AGENDA BESAR PEMBAHASAN PEREMPUAN DAN ISLAM DI INDONESIA Widjajanti M Santoso 1 Judul Buku : Citra Perempuan Dalam Islam, Pandangan Ormas Keagamaan Penulis : Jamhari, Ismatu Ropi (eds) Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam masyarakat politik. Masyarakat yang semakin waktu mengalami peningkatan kualitas tentu

Lebih terperinci

TUGAS ILMUWAN POLITIK DALAM PENGAWALAN POTENSI RESIKO JELANG PEMILUKADA 2015

TUGAS ILMUWAN POLITIK DALAM PENGAWALAN POTENSI RESIKO JELANG PEMILUKADA 2015 TUGAS ILMUWAN POLITIK DALAM PENGAWALAN POTENSI RESIKO JELANG PEMILUKADA 2015 Oleh : Tedi Erviantono (Dosen Prodi Ilmu Politik FISIP Universitas Udayana) Disampaikan dalam Munas Forum Dekan FISIP se Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda.

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi adalah suatu cara atau taktik dalam meraih dan memperoleh sesuatu. Sehingga dalam wahana politik strategi merupakan sesuatu hal yang sangat urgen yang kianhari

Lebih terperinci

Kredo Tentang Perbedaan: Perempuan di Parlemen di Norwegia

Kredo Tentang Perbedaan: Perempuan di Parlemen di Norwegia S T U D I K A S U S Kredo Tentang Perbedaan: H E G E S K J E I E KETIKA STASIUN TELEVISI NORWEGIA MENAYANGKAN ACARA DEBAT PARLEMENTER atau laporan tentang rapat krisis kabinet, potongan tradisional berambut

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN MENAKAR KEPEMIMPINAN PEREMPUAN TAHUN 2017

KERANGKA ACUAN MENAKAR KEPEMIMPINAN PEREMPUAN TAHUN 2017 KERANGKA ACUAN MENAKAR KEPEMIMPINAN PEREMPUAN TAHUN 2017 A. PENDAHULUAN Peningkatan kapasitas berpolitik perempuan pada hakikatnya adalah upaya meningkatkan keterwakilan perempuan di legislatif sehingga

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga kepala eksekutif tidak

BAB I. PENDAHULUAN. kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga kepala eksekutif tidak BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara kesatuan yang menganut Sistem Pemerintahan Presidensiil. Dalam sistem ini dijelaskan bahwa kepala eksekutif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah di amandemen menjadi Undang-Undang No. 32 dan No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang telah di amandemen menjadi Undang-Undang No. 32 dan No. 33 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa banyak perubahan dalam kehidupan politik nasional maupun daerah. Salah satu dampak dari reformasi tersebut adalah keluarnya Undang-Undang

Lebih terperinci

ADVOKASI KESEHATAN Waktu : 45 Menit Jumlah soal : 30 buah

ADVOKASI KESEHATAN Waktu : 45 Menit Jumlah soal : 30 buah ADVOKASI KESEHATAN Waktu : 45 Menit Jumlah soal : 30 buah Petunjuk Umum: Baca dan tandatangani pernyataan patuh pada Etika Akademik Pilihan Ganda 1. Berilah tanda silang pada lembar jawaban dengan memilih

Lebih terperinci

Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial RI

Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial RI Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial RI Sebagaimana telah kita ketahui bersama Bahwa Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional / RPJMN 2005 2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENINGKATKAN KINERJA ANGGOTA DPR-RI. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENINGKATKAN KINERJA ANGGOTA DPR-RI. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENINGKATKAN KINERJA ANGGOTA DPR-RI Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan pada Acara Rapat Kerja Fraksi Partai Demokrat DPR-RI Jakarta, 26 November 2010

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya masyarakat memegang peran utama dalam praktik pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat

Lebih terperinci

Bab VI: Kesimpulan. 1 Pemilih idealis mengaktualisasikan suaranya berdasarkan ideologi untuk memperjuangkan nilai-nilai

Bab VI: Kesimpulan. 1 Pemilih idealis mengaktualisasikan suaranya berdasarkan ideologi untuk memperjuangkan nilai-nilai Bab VI Kesimpulan Studi ini telah mengeksplorasi relasi dari kehadiran politik klan dan demokrasi di Indonesia dekade kedua reformasi. Lebih luas lagi, studi ini telah berupaya untuk berkontribusi terhadap

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut: dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pun sejajar dan bersifat

BAB III PENUTUP. maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut: dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pun sejajar dan bersifat 93 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Hubungan antara Pemerintah Daerah dan Dewan

Lebih terperinci

PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK

PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK Disampaikan oleh : Ir. Apri Hananto Sukandar, M.Div Nomor Anggota : A- 419 Yang terhormat Pimpinan

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORITIS. A. Definisi Konseptual Mengenai Kader dan Kaderisasi. manusia sebagai calon anggota dalam organisasi yang melakukan proses

II. KERANGKA TEORITIS. A. Definisi Konseptual Mengenai Kader dan Kaderisasi. manusia sebagai calon anggota dalam organisasi yang melakukan proses II. KERANGKA TEORITIS A. Definisi Konseptual Mengenai Kader dan Kaderisasi Pengertian kader adalah: Sumber daya manusia yang melakukan proses pengelolaan dalam suatu organisasi. Dalam pendapat lain kader

Lebih terperinci