BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

ASPEK SAINS ARSITEKTUR PADA PRINSIP FENG SHUI

1.1 Latar Belakang Penelitian. menjadi bagian yang tak terpisahkan dari arsitektur. Ketergantungan bangunan

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Bentuk Massa Bangunan Berdasar Analisa Angin, Matahari dan Beban

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. menghasilkan keuntungan bagi pemiliknya. aktivitas sehari-hari. mengurangi kerusakan lingkungan.

METODOLOGI PENELITIAN

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kenyamanan termal manusia terhadap ruang (Frick, 2007:

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI

DAMPAK PENGGUNAAN DOUBLE SKIN FACADE TERHADAP PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK UNTUK PENERANGAN DI RUANG KULIAH FPTK BARU UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA:

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin

I. PENDAHULUAN. Pengembangan energi ini di beberapa negara sudah dilakukan sejak lama.

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar WARNA HEALING ENVIRONMENT. lingkungan yang. mampu menyembuhkan. Gambar 4. 1 Konsep Dasar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

PENGARUH SISTEM VEGETASI VERTIKAL TERHADAP KELEMBABAN DAN ALIRAN UDARA PADA HUNIAN TINGKAT RENDAH DI DAERAH TROPIS LEMBAB

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dalam maupun luar yang aman dan nyaman, sehingga. penghuninya terhindar dari keadaan luar yang berubah-ubah.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU

Konsep Arsitektur Tropis pada Green Building sebagai Solusi Hemat Biaya ( Low Cost )

BAB V KONSEP PERANCANGAN

1 BAB I PENDAHULUAN. diiringi dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat. Beriringan pula dengan

STUDI TERHADAP KONSERVASI ENERGI PADA GEDUNG SEWAKA DHARMA KOTA DENPASAR YANG MENERAPKAN KONSEP GREEN BUILDING

Pengembangan RS Harum

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI

BAB I PENDAHULUAN. Dari latar belakang diatas, ada masalah-masalah terkait kenyamanan yang akan dibahas dalam laporan ini yaitu

BAB 6 HASIL PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

BAB I PENDAHULUAN Krisis Energi Kebutuhan energi di segala aspek kehidupan manusia saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA

BAB III TINJAUAN KHUSUS

MODUL I RPKPS DAN TUGAS BANGUNAN PINTAR PENGAMPU : DR. AGUNG MURTI NUGROHO ST, MT.

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

TUGAS INDIVIDU SAINS ARSITEKTUR II

TESIS EVALUASI KUALITAS LINGKUNGAN DALAM RUANG PADA KANTOR PT. R.T.C DARI ASPEK TERMAL DAN PENCAHAYAAN

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari teknologi yang terus berkembang [1]. seperti halnya teknologi mobil

BAB V KAJIAN TEORI Kajian Teori Penekanan Desain. Arsitektur Tropis. Arsitektur tropis dipilih sebagai tema desain pada pondok retret di

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

SAINS ARSITEKTUR. Perambatan Panas dan Pemanasan Ruang Studi Kasus Rumah Joglo M.DWI.RIZALUDIN.A

STUDI SISTEM PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI PADA TIPOLOGI UNDERGROUND BUILDING

Pendekatan Pembentukan Iklim-Mikro dan Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Usaha Tercapainya Model Desain Rumah Susun Hemat Energi

PERMUKIMAN SEHAT, NYAMAN FARID BAKNUR, S.T. Pecha Kucha Cipta Karya #9 Tahun 2014 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

BAB V KONSEP PERANCANGAN BANGUNAN

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. Di Susun Oleh : AHMAD NIDLOM ( )

OPTIMASI KINERJA PENCAHAYAAN ALAMI UNTUK EFISIENSI ENERGI PADA RUMAH SUSUN DENGAN KONFIGURASI TOWER DI DENPASAR

3. Kinerja Termal Ruang (...lanjutan)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bayan 4 No. 20. Karakteristik bahan di sekitar lokasi Ke-1 didominasi oleh dinding

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar Arsitektur Bioklimatik.

PEMANFAATAN POTENSI ANGIN BAGI VENTILASI ALAMI GEDUNG BARU FAKULTAS KEDOKTERAN UMS

BAB III PERMASALAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN. menurunkan nilai koefisien kecepatan udara (blocking effect) dalam ruang

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per

mempunyai sirkulasi penghuninya yang berputar-putar dan penghuni bangunan mempunyai arahan secara visual dalam perjalanannya dalam mencapai unit-unit

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SUDUT KEMIRINGAN TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA MODUL PHOTOVOLTAIC UNTUK MENINGKATKAN DAYA KELUARAN

Pengaruh Bukaan Jendela Terhadap Kinerja Termal Rumah Tinggal Tipe 40 di Kota Malang, Studi Kasus Rumah Tinggal Tipe 40 di Perumahan Griya Saxophone

Gambar Proporsi penggunaan sumber energi dunia lebih dari duapertiga kebutuhan energi dunia disuplai dari bahan bakan minyak (fosil)

BAB III PERANCANGAN.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. Di susun oleh : FERIA ETIKA.A.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KONSEP PERANCANGAN

9/17/ KALOR 1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FISIKA BANGUNAN 1 DESIGN STRATEGIES COOLING FOR BUILDING (SISTEM PENDINGIN BANGUNAN) TOPIK:

Penghargaan Efisiensi Energi Nasional 2012

BAB V KESIMPULAN ARSITEKTUR BINUS UNIVERSITY

BAB V KONSEP. mengasah keterampilan yaitu mengambil dari prinsip-prinsip Eko Arsitektur,

BAB IV: KONSEP PERANCANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pathologi Bangunan dan Gas Radon Salah satu faktor paling populer penyebab terganggunya kesehatan manusia yang berdiam

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Evaluasi atap bangunan studi kasus terhadap nilai RTTV

BAB III ELABORASI TEMA

Sistem pengering pilihan

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

ANALISA KARAKTERISTIK ALAT PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNG PARABOLA

PENGARUH LUAS BUKAAN VENTILASI TERHADAP PENGHAWAAN ALAMI DAN KENYAMANAN THERMAL PADA RUMAH TINGGAL HASIL MODIFIKASI DARI RUMAH TRADISIONAL MINAHASA

Transkripsi:

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Pembahasan perilaku termal dan pembangkitan energi mengkonfirmasi beberapa hasil riset terdahulu. Kebaruan dari riset ini adalah dihasilkannya optimalisasi kinerja termal dan pembangkitan listrik pada atap pv terintegrasi yang berventilasi dan berinsulasi Y-terbalik di daerah tropis lembab. Atap pv terintegrasi dengan ventilasi dan insulasi Y-terbalik mampu menghambat laju pemanasan interior dan meningkatkan kinerja panel pv dalam menghasilkan energi listrik. 6.1.1. Perilaku panas di ruang atap pv terintegrasi Atap pv terintegrasi pada obyek utama dalam riset ini, membedakan jenis bangunan ini dengan bangunan berbahan atap konvensional lainnya. Atap pv terintegrasi pada riset ini dipadukan dengan rancangan ventilasi dan insulasi tipe Y-terbalik sehingga obyek penelitian dalam riset ini bisa disebut sebagai bangunan dengan atap pv terintegrasi atau roof integrated photovoltaic (RIPV). Bentuk atap RIPV yang diteliti adalah bentuk atap pelana, maka ventilasiinsulasi Y-terbalik bisa juga diterapkan pada atap pelana non pv. Perbedaan yang mendasar adalah bahwa pada atap pv, suhu permukaan atap tetap harus dijaga agar tidak meningkat berlebihan dan atapnya tidak boleh ternaungi. Persamaannya adalah, baik atap pelana non pv maupun RIPV tetap harus mampu berperan sebagai peneduh bagi ruang di bawahnya. Hasil eksperimen dan simulasi menyimpulkan bahwa RIPV menyebabkan pemanasan modul pv, pemanasan ruang atap dan pemanasan interior di bawahnya sesuai dengan studi Riffat dan Gan (2001). Pemanasan modul pv menyebabkan kinerjanya dalam menghasilkan listrik menurun, sesuai dengan studi yang 273

dilakukan oleh Widiharsa (2006) dan teori efek temperatur dari Duffie dan Beckman (1991); serta Wenham dan Green (1994). Pemanasan pada interior menurunkan kualitas termalnya. Dengan mengalirkan udara di ruang atap, bisa menurunkan pemanasan ruang di bawahnya sekaligus menurunkan temperatur modul pv dan kinerjanya bisa meningkat, sesuai dengan yang diungkapkan oleh Riffat dan Gan (2001), Sam (2005), Cartmell (2004), Tonui (2007,2008), Wang (2006), Guiavarch (2006). Atap RIPV yang panas membentuk film udara panas di bawahnya (Gambar 4.58). Udara panas ini terkonveksi di dalam ruang atap dan terakumulasi sehingga temperaturnya semakin meningkat, selanjutnya terjadi pemanasan ke bidang langit-langit. Temperatur permukaan langit-langit yang menjadi lebih tinggi ini secara konvektif dan radiatif memanaskan interior di bawahnya (Michels, 2008). Atap RIPV yang didukung ventilasi-insulasi Y-terbalik akan mampu mengatasi transfer panas secara radiatif dan konvektif dalam ruang atap. 6.1.2. Peran ventilasi dan insulasi di ruang atap pv terintegrasi Penggunaan insulasi, baik konvektif, kapasitif maupun reflektif, bisa mengurangi pemanasan di interior, namun insulasi reflektif dihindari karena memantulkan panas ke bidang atap pv. Karena transfer panas secara konveksi dan radiasi di ruang atap sangat mempengaruhi temperatur interior maka insulasi konveksi dan radiant barrier efektif untuk maksud ini. Insulasi-ventilasi Yterbalik adalah insulasi konveksi dan sekaligus sebagai radiant barrier karena terbuat dari bahan yang opak. Dari hasil simulasi RIPV terlihat bahwa peran ventilasi insulasi konveksi Y-terbalik yang memecah arus konveksi menjadi fragmen-fragmen arus yang lebih kecil lebih efektif dibandingkan dengan 3 tipe ventilasi-insulasi ruang atap lainnya. Ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Probert and Thirst (1977) tentang insulasi T-terbalik dan Probert and Thirst (1980) tentang insulasi Yterbalik. Selain itu terlihat juga bahwa ventilasi yang lancar, akan efektif menurunkan temperatur ruang atap mendekati temperatur lingkungan. Ventilasi 274

bekerja sebagai penyapu udara panas dan segera menggantinya dengan udara lingkungan. Sebaliknya, kegagalan ventilasi yang membuat udara ruang atap tidak mengalir, akan menaikkan temperatur ruang atap dan interior secara drastis. 6.1.3. Kondisi termal harian Bisa disimpulkan bahwa radiasi sinar matahari di siang hari paling mempengaruhi temperatur interior. Temperatur interior model RsS-2 tertinggi karena luas atapnya merupakan atap yang terluas dibanding 3 tipe lainnya. Ini menegaskan bahwa re-radiasi dari modul PV ke arah bawah bisa disimpulkan sangat besar pengaruhnya. Kapasitas termal modul PV relatif rendah maka sedikit panas yang disimpan sehingga pada malam hari temperatur interiornya hanya dipengaruhi temperatur lingkungan. Dengan referensi temperatur nyaman merujuk pada Santosa (2001), maka durasi nyaman diperoleh hanya selama 6,25 jam per hari yaitu dari jam 07:30 09:45 dan jam 21:15 01:15. Ketidaknyamanan dengan temperatur di atas kisaran temperatur nyaman terjadi selama 11,5 jam di siang hari dan temperatur di bawah kisaran temperatur nyaman terjadi di malam hari selama 6,25 jam. 6.1.4. Metode yang digunakan Yang dimaksud dengan metode gabungan adalah metode eksperimen yang digabungkan (dilanjutkan) dengan metode simulasi. Dengan dua metode ini, bisa dilakukan validasi dan komparasi hasil pengukuran variabel tergantung. Dua metode ini memberikan hasil yang sama untuk persoalan yang sama dan saling melengkapi untuk persoalan yang tidak sama. Misalnya, pada konteks pengaruh ventilasi menurunkan temperatur interior, eksperimen maupun simulasi menghasilkan temuan yang sama. Untuk hasil yang saling melengkapi, contohnya adalah: pada eksperimen tidak diketahui pola aliran angin dan hanya diketahui kecepatannya saja dengan membaca display anemometer. Hasil simulasi melengkapi informasi ini dengan pola aliran angin yang diperlihatkan oleh 275

animasi yang dihasilkan. Sebaliknya, simulasi dilakukan dengan anggapan kondisi tertentu sedangkan eksperimen mewakili kondisi sesungguhnya. 6.2. Saran 6.2.1. Saran terkait konstruksi atap Berdasarkan temuan-temuan di atas, maka ada beberapa saran yang bisa diusulkan untuk rancangan ventilasi-insulasi Y-terbalik di ruang atap yang sesuai untuk RIPV (atap pv terintegrasi) di daerah tropis lembab, yaitu: Menerapkan ventilasi ruang atap dengan inlet-outlet berupa lubang penuh. Lubang inlet dan outlet bisa bertukar posisi. Ini akan memaksimalkan luas penampang untuk udara yang masuk dan yang ke luar ke dan dari ruang atap. Lubang inlet-atau outlet dihadapkan ke arah angin yang paling sering dan paling lama bertiup. Kecepatan angin yang tinggi akan memperbesar debit udara ventilasi yang mengalir dan menembus ruang atap. Profil penampang Y-terbalik, yang mana profil penampang ini bisa mengurangi turbulensi di dalam ruang atap dan meningkatkan kecepatan angin di dalam ruang atap. Profil ini efektif sebagai insulasi konveksi dan efektif sebagai insulasi radiasi bila dibuat dengan bahan yang opak. Menggunakan insulasi kapasitif di atas bidang langit-langit agar mampu meredam panas yang akan menembus langit-langit. Penggunaan insulasi reflektif (aluminium foil) dihindari karena akan memanaskan modul pv. Menghindari peneduhan pada atap oleh pohon karena akan melumpuhkan kinerja pembangkitan listrik. Pohon di depan lubang inlet juga akan mengganggu arus angin yang akan masuk ke ruang atap yang berakibat mengurangi kinerja ventilasinya. Namun demikian pohon tetap dapat ditanam di sekitar bangunan dengan syarat ketinggiannya tidak melebihi ketinggian inlet-outlet ventilasi ruang atap dan atap. 276

Dengan kata lain, pohon yang besar namun berketinggian rendah lebih sesuai. RIPV tidak berlawanan dengan semangat penghijauan. 6.2.2. Saran modifikasi rancangan rumah Rumah tipe RsS-2 perlu didisain ulang terbatas hanya pada posisi pintu dan jendelanya. Perubahan posisi jendela dan pintu ini dimaksudkan agar memiliki bidang bukaan yang searah dengan arah bidang bukaan pada ruang atap. Dengan orientasi bidang bukaan ini maka angin lingkungan bisa menembus bangunan secara bersamaan pada ruang atap dan interior. Diharapkan upaya pendinginan melalui ventilasi ini lebih efektif. Kondisi angin lokal Surabaya direspon dengan keputusan orientasi lubang inlet dan outlet kearah Timur Laut atau Barat Daya. Orientasi yang menyimpang 22,5 o dari ruas garis Timur Barat ini akan menguntungkan dari aspek debit aliran udara ruang atap dan efek penyapuan udara panas di ruang atap. Memang arahnya yang menyimpang 22,5 o dengan garis lorong ventilasi atap ini mengakibatkan turunnya kecepatan angin di dalam ruang atap. Namun ini bukan persoalan karena bila merujuk hasil simulasi #2, terbukti bahwa kisaran kecepatan angin dari 2m/dt hingga 4m/dt hanya sedikit berbeda efek pendinginannya. Untuk bangunan yang setara namun atapnya bukan pv, prinsip ventilasi untuk mendinginkan interior sama dengan yang dilakukan pada RIPV. Tidak ada perbedaan pada jumlah ruang, luas lantai dan ketinggian bangunan, sehingga perlakuan ventilasi interior untuk RIPV dan bangunan non atap pv tidak berbeda. 6.2.3. Saran pengembangan Walaupun tidak mempertimbangkan faktor kelayakan ekonomi dan initial cost-nya, namun bila dikaitkan dengan konsumsi rata-rata nasional rumah tinggal sebesar 148.16 Wh per jam (Statistik PLN, 2005), perolehan energi listrik dari atap pv terintegrasi pada tipe rumah terkecil sudah jauh lebih besar, yaitu sebesar (441.7 Wh). 277

Bila energi yang dibangkitkan (lihat Tabel 6.1), dibagi dengan rata-rata nasional penggunaan oleh rumah tinggal, maka akan dihasilkan kelipatan jumlah rumah yang bisa didukung kebutuhan listriknya oleh satu unit atap pv terintegrasi yang sama. Hal ini menimbulkan gagasan menyatukan beberapa rumah sebagai rumah susun, yang memanfaatkan satu atap untuk menaungi beberapa lantai. Hal ini bisa dilihat pada Tabel 6.1. Tabel 6.1 Energi yang dibangkitkan dan jumlah lantai yang mungkin No, Rata-rata nasional Rasio Jumlah Energi yang Tipe penggunaan oleh (3/4) lantai yang dibangkitkan rumah rumah tinggal (Wh mungkin (Wh) per hari) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 RIT-1 441,7 2,98 2 2 RIT-2 708,7 4,78 4 148,16 3 RsS-1 944,4 6,37 6 4 RsS-2 1063,1 7,17 7 Dari tabel di atas terlihat bahwa tipe rumah RIT-1 bisa dimodifikasi menjadi 2 lantai. Demikian pula tipe RIT-2, RsS-1, dan RsS-2 bisa dibuat menjadi 4; 6; dan 7 lantai. Disamping menghemat atap, kebutuhan listrik tetap bisa dipenuhi oleh satu atap yang ada. Keuntungan lainnya adalah posisi lubang ventilasi yang lebih baik karena lebih tinggi. Namun, pada hakekatnya, tipe RIT-1, RIT-2 dan RsS-1 adalah tipe rumah dalam proses tumbuh. Tipe akhir dalam proses pertumbuhannya adalah tipe RsS- 2. Oleh sebab itu tipe RsS-2 layak untuk dikembangkan sebagai rumah susun. Dalam tabel tersebut di atas, peluangnya untuk dikembangkan secara vertikal bisa mencapai 7 lantai. Di sisi lain, pertimbangan aspek transportasi vertikal hanya mengijinkan maksimum 4 lantai dengan kelengkapan tangga konvensional. Bangunan lebih dari 4 lantai harus dilengkapi lift yang konsumsi dayanya lebih dari 9,0 kw, sementara pembangkitan listrik dari rumah tipe RsS-2 hanya sebesar 1,063 kw. Jadi gagasan rumah Susun yang dapat diterapkan maksimal hanya 4 lantai. Penghematan dari biaya konstruksi atap bisa digunakan untuk 278

meningkatkan struktur bangunan. Penghematan dari aspek pengadaan tanah tentu lebih besar. Pengurangan luas atap pv dari ukuran seluas atap bangunan menjadi seluas yang dibutuhkan adalah pilihan yang disarankan. Pada pengembangan ini, rancangan pv tetap bisa diusahakan terintegrasi pada atap dan kebutuhan energi listrik tetap tercukupi. Dengan luas atap pv yang jauh berkurang maka diyakini kondisi termal interior semakin mendekati temperatur nyaman karena pemanasan total dari atap pv dan non pv, menjadi sangat berkurang. 6.3. Riset Selanjutnya Dari studi ini telah diketahui bahwa ada peran yang jelas dari ventilasiinsulasi ruang atap pada kondisi termal dan kinerja pembangkitan. Namun bila mengingat model yang digunakan, hasil riset ini bisa dikatakan hanya valid untuk bangunan kecil. Riset selanjutnya disarankan menggunakan model bangunan yang lebih besar. Dengan demikian peran ventilasi dan insulasi yang lebih pasti bisa diketahui dan dirumuskan untuk bangunan pada umumnya di daerah tropis lembab. Temuan pengaruhnya pada kondisi termal dan kinerja pembangkitan kemungkinan akan berbeda. Aplikasi atap pv terintegrasi pada bangunan besar juga dinilai cukup potensial. Atapnya yang luas akan menghasilkan energi listrik yang besar sedangkan atapnya yang tinggi, menguntungkan dari aspek pendinginan oleh angin dan dari aspek gangguan pembayangan oleh obyek lain. Atap yang besar dan lebih rumit bentuk serta struktur konstruksinya, akan memberi peluang pengembangan rancangan insulasi konveksi. Kompleksitas bentuk atap tropis lembab arsitektur Indonesia yang sangat beragam, bisa menjadi acuan untuk penelitian lebih lanjut mengenai atap pv terintegrasi. Metode gabungan (eksperimen dan simulasi) cukup membantu merumuskan temuan sehingga perlu dipertahankan pada riset selanjutnya. Walaupun metodenya tetap sama namun disarankan penyertaan variabel bebas yang diperbanyak. Ini untuk menghasilkan pemahaman yang lebih presisi dan 279

lebih dekat dengan kondisi nyata. Setting kondisi dalam simulasi disarankan untuk diperbanyak sehingga trend perubahan variabel tergantung dan saling keterpengaruhannya, menjadi lebih halus.. 280