BAB I PENDAHULUAN Krisis Energi Kebutuhan energi di segala aspek kehidupan manusia saat ini semakin
|
|
- Teguh Atmadja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis Energi Kebutuhan energi di segala aspek kehidupan manusia saat ini semakin meningkat dengan pesat, sedangkan persediaan sumber energi semakin berkurang. Meningkatnya kebutuhan energi tersebut di atas, salah satunya dipengaruhi oleh adanya peningkatan pertumbuhan jumlah penduduk. Dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan ekonomi yang pesat, maka dibutuhkan dukungan sumber energi yang memadai. Dalam kondisi ini, Indonesia juga memiliki tanggung jawab untuk mengelola dan menggunakan energi se-efektif dan se-efisien mungkin. Menurut analisis yang dilakukan oleh suatu lembaga konservasi energi di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Energy Efficiency and Conservation Clearing House Indonesia (EECCHI) pada tahun 2012, berdasarkan data Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat dari 5,7% pada tahun 2005 menjadi 5,9% pada tahun 2010, dan diproyeksikan mencapai 6,2% setiap tahunnya. Semua pertumbuhan ini tentunya disertai dengan meningkatnya kebutuhan energi akibat bertambahnya bangunan gedung, seperti : rumah tinggal, bangunan komersial serta industri. Jika diasumsikan rata-rata pertumbuhan energi listrik sebesar 7% pertahun, maka selama kurun waktu 30 tahun ke depan konsumsi listrik akan meningkat tajam. Seperti halnya pada sektor rumah tangga, konsumsi listrik akan meningkat dari 21,51 Gwh di tahun 2000 menjadi sekitar 444,53 Gwh 1
2 2 pada tahun 2030, dan besarnya energi tersebut adalah 11,4% dari total energi yang dikonsumsi. Hal serupa juga dilansir dalam Perencanaan Elastisitas dan Efesiensi Energi 2012 oleh B2TE BPPT. Konsumsi energi final Indonesia terus mengalami kenaikan seiring dengan semakin meningkatnya kegiatan ekonomi di semua sektor; industri, transportasi, rumah tangga maupun komersial. Dengan kenaikan rata-rata per tahun 3,3% (4,5% tanpa biomasa). Konsumsi energi final Indonesia pada tahun 2010 mencapai 1.081,4 juta SBM. Gambar 1.1 Diagram Tingkat Kebutuhan dan Persediaan Energi di Indonesia (Sumber : EECCHI, 2012) Lebih lanjut lagi EECCHI pada tahun 2012 menyampaikan, bahwa terdapat empat sektor utama pengguna energi, yaitu sektor rumah tangga, komersial, industri dan transportasi. Saat ini pengguna energi terbesar adalah
3 3 sektor industri dengan pangsa 44,2%. Konsumsi terbesar berikutnya adalah sektor transportasi dengan pangsa 40,6%, diikuti dengan sektor rumah tangga sebesar 11,4% dan sektor komersial sebesar 3,7%. Hal ini menunjukkan bahwa perlu segera dilakukan adanya upaya pemanfaatan energi se-efesien dan se-efektif mungkin dalam berbagai sektor. Gambar 1.2 Konsumsi Energi Sektor Rumah Tangga Tahun (Sumber: Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, 2009, dalam Enilur 2010) Energi dan Bangunan Daerah iklim tropis lembab seperti di Indonesia yang berada di antara 5 o 39 LU hingga 10 o 22 LS dengan 95 o 10 BT hingga 141 o 20 BT, memiliki karakteristik sebagai berikut : temperatur udara antara 20 o C hingga 30 o C, kelembaban udara cukup tinggi lebih dari 60%, berkisar antara 90% sampai 100% pada keadaan maksimum, curah hujan tinggi dengan rata-rata 1000mm/tahun, kondisi langit rata-rata berawal sekitar 5%, serta radiasi matahari terpapar hampir sepanjang siang hari (Martin, 1980). Kondisi iklim tersebut mudah menimbulkan
4 4 akumulasi panas udara dalam bangunan, yang akhirnya berujung pada kenyamanan termal. Sedangkan menurut Lechner (2007) bahwa beban energi pada bangunan gedung bersumber dari: perolehan panas internal, yaitu beban energi yang berasal dari adanya aktivitas penghuni beserta peralatan yang digunakannya, dan beban eksternal, yaitu beban energi yang bersumber dari adanya kondisi lingkungan di sekitar bangunan maupun bangunan itu sendiri. Menurut Priatman (2003), berdasarkan data dari Department of Primary Industries and Energy Commonwealth of Australia tahun 1997, bahwa pola konsumsi energi untuk sektor rumah tinggal sebagai berikut: pendinginan sebesar 43%, pemanasan air 27%, penerangan 3,4%, peralatan rumah tangga 26,6%. Pengkondisian udara ini dilakukan secara mekanis dengan menggunakan alat pendinginan udara (Air Conditioner, AC). Melihat dari tingginya laju penggunaan energi listrik (7%) dengan asumsi 50% dari kebutuhan energi listrik terserap pada sektor bangunan. Hal ini harus segera disadari dan dipahami oleh semua pihak, bahwa energi seharus menjadi bagian mendasar dalam melakukan perencanaan, perancangan maupun penggelolaan bangunan. Dari sektor bangunan, ternyata sektor rumah tinggal berperan besar dalam mengkonsumsi listrik, baik untuk keperluan penerangan, peralatan rumah tangga maupun pengkondisian udara dalam ruang. Sedangkan menurut Prianto, (2012), bahwa konsumsi energi di sektor rumah tinggal di daerah tropis mencapai 40% dari beban total energi yang digunakan untuk mendinginkan ruangan dari akumulasi panas dalam ruangan.
5 5 Adapun 80% beban energi dalam ruangan rumah tinggal dipengaruhi oleh desain selubung bangunan. Di satu sisi, pertumbuhan dan kebutuhan bangunan rumah tinggal masih menjadi primadona di beberapa kota, seperti halnya di Jakarta. Jakarta, menurut perhitungan hasil analisis Kelompok Pengamat Properti UrbanIndo pada akhir bulan Februari 2013, terdapat 772 properti yang terdaftar, jumlah tersebut naik 24% dari bulan Desember Dari total properti yang dipasarkan 43,65% merupakan rumah, 25,79% apartemen, ruko sebanyak 15,02%, properti komersial 8,81%, dan 6,73% tanah. Hal ini menunjukkan bahwa minat warga Jakarta untuk tinggal dan memiliki rumah tinggal berbentuk (landed house) masih tinggi dibandingkan yang berkeinginan tinggal di rumah tinggal berbentuk vertikal (rumah susun atau aparteman). Menurut Readitya(2013), bahwa upaya penghematan energi melalui pengembangan bangunan akan sangat tepat bila dilakukan di kota Jakarta, karena kota Jakarta merupakan salah satu kota pengkonsumsi energi listrik terbesar di Indonesia. Menurut data tahun 2008 (Readitya, 2013), kota Jakarta mengkonsumsi energi listrik sebesar GWH atau sebesar 23% dari total konsumsi listrik Indonesia, dan sebesar 63% dari total konsumsi listrik kota Jakarta diserap oleh sektor bangunan. Rumah tinggal atau hunian adalah bangunan dengan tingkat pemakaian yang relatif lebih tinggi dibandingkan jenis bangunan lainnya. Di samping itu, rumah tinggal merupakan produk karya arsitektur yang dekat dengan masyarakat. Saat ini banyak orang menginginkan rumah tinggalnya hanya sesuai dengan
6 6 keinginannya semata, cenderung tidak mempertimbangkan kondisi fisik dan iklim setempat, tropis lembab. Dengan kondisi tersebut di atas maka perencanaan dan perancangan rumah tinggal harus dilakukan secara cermat, terkait dengan persoalan perolehan energi serta upaya penghematan energi pada bangunan Selubung Bangunan Selubung bangunan adalah bagian terluar dari gedung yang melingkupi seluruh bangunan yang berfungsi untuk melindungi adanya aliran panas, hujan maupun angin kencang dari lingkungan luar. Komponen selubung bangunan ini adalah dinding beserta jendela, pintu dan selubung atap. Luasan dan jenis selubung bangunan (dinding dan atap) mempengaruhi perolehan kalor/panas, akibat konduksi dari radiasi matahari, selanjutnya akan berpengaruh pada beban pendinginan sistem AC. Adapun komponen selubung bangunan yang sangat potensial menerima paparan radiasi sinar matahari sebagai salah satu sumber beban eksternal yaitu atap. Selubung bangunan ini hampir sepanjang hari menerima radiasi panas matahari, baik secara langsung maupun tidak langsung. Atap juga berfungsi sebagai pelindung bangunan beserta ruang-ruang di dalamnya terhadap hujan maupun angin kencang. Keadaan udara yang panas, hujan yang lebat dan kelembaban udara tinggi, seperti di Indonesia, menyebabkan fungsi atap menjadi sangat penting. Atap harus mampu mengendalikan kalor yang masuk ke dalam ruang bangunan sehingga dapat memberikan keadaan yang nyaman bagi penghuni dengan penghematan energi pada bangunan (Givoni,1998).
7 7 Lebih lanjut bahwa atap bangunan rumah tinggal merupakan salah satu selubung Bangunan (building envelope) yang secara langsung berhubungan dengan lingkungan fisik di luar sekitar bangunan, dan berperan sebagai sarana pelindung dari panas radiasi matahari. Dalam hal ini atap seharusnya mampu menangkis sebanyak mungkin radiasi matahari (Mangunwijaya, 1998). Atap limasan merupakan bentuk atap yang yang paling banyak dipilih oleh masyarakat dibandingkan bentuk atap yang lain di sekitar Jabodetabek (Aziz, 2009). Hal ini dapat juga diamati pada tipologi bangunan yang kebanyakan dirancang dan dibuat oleh pengembang maupun masyarakat sendiri secara individu. Dari pengamatan yang dilakukan ada kecenderungan rancangan bentuk atap bangunan yang hampir sama. Model atap bangunan berbentuk limasan. Selain itu menurut Purwanto (2006), ada keunggulan pemakaian atap bentuk limasan yaitu hampir semua dinding luar bangunan terlindung dari panas terik matahari, karena bentuknya yang miring pada semua sisi dan arah angin yang menerpa bangunan dibelokkan ke atas sehingga mengurangi resiko kerusakan struktur. Terkait dengan pengendalian kalor pada bangunan, saat ini sudah diterbitkan suatu kebijakan pemerintah berupa Standar Nasional Indonesia tentang Konservasi Energi Selubung Bangunan pada Bangunan Gedung, SNI Di dalam standar tersebut terdapat panduan perencanaan selubung bangunan yang yang dinyatakan dalam OTTV (Overall Thermal Transfer Value) dan RTTV (Roof Thermal Transfer Value). Dengan berpegang pada nilai OTTV maupun RTTV yang terdapat dalam SNI , diharapkan suatu desain selubung bangunan
8 8 dapat mengurangi perolehan panas eksternal pada bangunan sehingga mampu menurunkan beban pendinginan yang berujung pada penghematan energi atau konservasi energi. 1.2 Perumusan Masalah Selubung bangunan baik dinding maupun atap, akan berpengaruh secara langsung terhadap kuantitas perolehan panas eksternal dan akan menjadi faktor utama yang berpengaruh pada beban pendinginan. Nilai atau besaran perolehan panas akibat sinar matahari pada selubung atap bangunan gedung disebut dengan Roof Thermal Transfer Value (RTTV). RTTV di Indonesia tercantum dalam SNI yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). SNI memberikan batasan maksimum nilai RTTV maupun OTTV (Overall Thermal Transfer Value) yaitu sebesar 35 W/m 2. SNI menyatakan bahwa perolehan nilai RTTV ditentukan oleh beberapa variabel, antara lain : luas bidang atap yang tidak tembus cahaya, nilai transmitansi panas, luas bidang atap yang tembus cahaya (skylight), faktor radiasi matahari dan faktor peneduh. Meskipun RTTV sudah ditetapkan dalam bentuk standar namun penerapannya belum memadai. Hal ini tidak sesuai dengan isu pemanasan global maupun konservasi energi yang seharusnya menjadi perhatian dan kesadaran bagi para perencana, perancang maupun pelaksana pembangunan lingkungan dan bangunan. Oleh karena itu penentuan nilai RTTV sebagai bagian dalam proses perancangan bangunan perlu dilakukan, agar upaya konservasi energi di Indonesia lebih optimal.
9 9 Di satu sisi, banyak masyarakat memilih dan menggunakan atap berbentuk limasan pada bangunan rumah tinggalnya. Bentuk atap ini cenderung digemari masyarakat karena memiliki unsur estetika dan sudut kemiringan atap yang beragam. Selain itu, dengan menggunakan atap berbentuk limasan maka hampir semua dinding luar bangunan terlindung dari panas terik matahari dan air hujan karena bentuknya yang miring pada semua sisinya (Mangunwijaya, 1998). Dari beberapa penelitian terdahulu, seperti yang dilakukan oleh : Purwanto (2006), Samodra (2008), Aziz (2009), Yuuwono (2009), menyatakan bahwa orientasi atap dan bangunan untuk di daerah beriklim tropis lembab sebaiknya menghadap ke arah utara selatan terkait dengan lintasan dan radiasi sinar matahari. Hal ini bertujuan untuk mengurangi perolehan beban termal akibat radiasi matahari yang mengenai selubung bangunan, terutama selubung atap bangunan. Dan secara terpisah diperoleh hasil penelitian yang lain oleh Rosadi dkk (2011), menyatakan bahwa kemiringan sudut atap bangunan berpengaruh terhadap kinerja termal dalam ruang bangunan dengan besar sudut yang optimal adalah 35 o. Namun pada kenyataannya tidak semua bangunan bisa memiliki orientasi ke arah utara - selatan. Ada beberapa hal yang menyebabkan bangunan tidak bisa dirancang dengan orientasi ke arah utara - selatan, hal ini dipengaruhi oleh antara lain : bentuk lahan, posisi lahan terhadap lingkungan sekitar maupun luasan lahan (Karyono,1997).
10 Permasalahan Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan permasalahan pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana pengaruh sudut kemiringan atap bangunan dan orientasinya terhadap nilai perolehan panas pada selubung atap bangunan (Roof Thermal Transfer Value) di daerah tropis lembab? Mengapa faktor-faktorntersebut berpengeruh pada perolehan nilai RTTV? 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan nilai RTTV total dari hubungan sudut kemiringan atap dan orientasi atap bangunan sehingga memberikan gambaran kinerja termal pada selubung atap bangunan. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian sebagai berikut: 1. Menambah khasanah pengetahuan yang berkaitan dengan tema konservasi energi pada selubung atap bangunan. 2. Memberikan masukan terhadap desain selubung atap bangunan yang memperhatikan konservasi energi di daerah tropis lembab.
11 Keaslian Penelitian Penelitian sejenis yang terkait dengan kinerja perolehan panas dan selubung atap bangunan, pernah dilakukan oleh: Purwanto (2006), Samodra (2008), Aziz (2009), Yuuwono (2009), Rosadi (2011), dan Prianto (2012). Penelitian-penelitian tersebut sebagian besar mengkaji performansi atap sebagai selubung bangunan yang terkait dengan kinerja temperatur dan kenyamanan termal ruang di dalamnya. Purwanto (2005) melakukan penelitian pengaruh bentuk atap bangunan tradisional di Jawa Tengah terhadap kenyamanan termal bangunan. Penelitian ini dilakukan dengan pengukuran di lapangan pada bangunan studi kasus, berupa rumah beratap joglo, limasan, kampung dan doro gepak, dengan analisa terhadap kenyamanan termal berdasar pada rumus PMV menurut P.O.Fanger. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa atap joglo merupakan bentuk atap yang memberikan kenyamanan termal lebih baik daripada bentuk atap yang lain. Simulasi tentang radiasi matahari pada lima model atap bangunan rumah tinggal tradisional Jawa yang berlokasi di Lereng Gunung Kelud Jawa Timur : model Dara Gepak, Srotongan, Gotong Mayit, Cere Gancèt, dan Lambang Teplok telah dilakukan oleh Samodra (2008). Simulasi menggunakan perangkat lunak Archipak, dengan fokus kajian perolehan radiasi matahari pada permukaan bidang atap di lima model tersebut. Adapun hasil penelitian ini disampaikan bahwa model Srotongan adalah model atap yang paling rendah memperoleh radiasi permukaan, sedangkan perolehan radiasi permukaan terbesar dicapai oleh model Gotong Mayit. Dan disimpulkan juga bahwa luas permukaan atap adalah faktor utama
12 12 yang menentukan total energi radiasi matahari (Wh), serta orientasi adalah faktor utama yang menentukan jumlah permukaan radiasi matahari (Wh/m 2 ). Penelitian mengenai pemenuhan nilai RTTV pada atap pelana bangunan rumah tinggal pernah dilakukan oleh Aziz (2009). Penelitian simulasi ini dilakukan untuk mengetahui nilai RTTV dari jenis bahan penutup atap metal dan keramik (tanpa isolator dan menggunakan isolator aluminium foil), dengan menggunakan data dari 3 objek bangunan nyata di Depok. Penelitian ini dilakukan dengan pengukuran langsung pada kasus bangunan terpilih dengan menggunakan alat HOBO H-8 untuk mengukur temperatur ruang bawah atap, dan menggunakan juga perangkat lunak Ecotech versi 5.6 sebagai sarana simulasi untuk mengetahui sudut dan posisi matahari. Adapun besarnya nilai iradiasi dilakukan melalui perhitungan matematis berdasar diagram solar radiantion overlay Koeningsberger. Demikian pula dengan kuantitas nilai RTTV, dihitung melalui perhitungan matematis berdasar pada rumus persamaan perhitungan nilai RTTV SNI T Hasil penelitian menyatakan bahwa atap yang memenuhi nilai RTTV yang disyaratkan pad SNI T yaitu atap yang menggunakan genteng keramik, baik yang menggunakan isolator maupun tanpa isolator. Adapun saran yang disampaikannya adalah mekomendasikan perlu adanya pengujian lanjutan terkait dengan variabel oriantasi bangunan serta bentuk atau jenis atap yang lain. Pada penelitian ini digunakan model atap pelana. Adapun perbedaan utama pada penelitian ini yaitu mengkaji hubungan rumus RTTV terkait dengan sudut kemiringan atap pada orientasi bangunan yang berbeda.
13 13 Sedangkan Yuuwono (2009), melakukan penelitian serupa dengan tujuan mengetahui arah orientasi bangunan yang paling baik di dalam menahan panas pada suatu kawasan perumahan Wonorejo, Surakarta. Penelitian ini dilakukan dengan cara pengukuran lapangan baik di ruang luar maupun ruang dalam bangunan. Selanjutnya memperbandingkan hasil pengukuran secara kuantitatif, antara masing-masing arah orientasi guna mengetahui seberapa jauh perbedaan kemampuan menahan panasnya. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa bangunan dengan orientasi yang mengarah ke selatan dan yang mengarah selatan agak serong ke tenggara maupun yang mengarah selatan agak serong ke barat daya, mempunyai kemampuan menahan panas yang lebih baik dibanding arah orientasi yang lain. Sedangkan bangunan dengan orientasi yang mengarah ke utara agak serong ke barat laut dan yang mengarah ke utara agak serong ke timur laut adalah yang paling tidak baik dalam menahan panas karena menimbulkan terjadinya perangkapan panas. Rekomendasi yang disampaikan dari penelitian ini yaitu perlunya dilakukan penelitian lagi pada bulan-bulan kemarau karena penelitian ini dilaksanakan pada saat musim penghujan, guna mengetahui tingkat kemampuan bangunan dalam menahan panas secara lebih akurat. Rosadi dkk (2011) melakukan penelitian dengan menggunakan simulasi program Ecotech. Penelitian ini bertujuan mengetahui nilai suhu yang dihasilkan dari sudut kemiringan atap dan orientasi yang ditetapkan dalam kaitannya dengan kenyamanan termal dalam sebuah bangunan. Lokasi dan data iklim terpilih adalah kota Malang, Jawa Timur. Hasil dari penelitian ini adalah arah hadap timur barat menghasilkan suhu ruangan terbesar, sedangkan arah hadap utara selatan
14 14 menghasilkan suhu ruangan yang terendah, dan semakin besar sudut kemiringan atap maka semakin dingin suhu di dalam ruangan. Adapun rekomedasi yang disampaikan adalah perlunya dilakukan penelitian lanjutan dengan tipe atap serta metoda penelitian yang lainnya. Penelitian tentang peran berbagai jenis bahan penutup atap terhadap tingkat konsumsi energi di dalam rumah tinggal telah dilakukan oleh Prianto (2012). Penelitian ini dilakukan melalui pengukuran di lapangan dengan menggunakan model berskala 1 : 1 di Semarang. Hasilnya berupa rekomendasi bahwa bahan atap genteng beton sebagai bahan yang efektif digunakan di daerah panas dan mampu menurunkan suhu ruangan yang signifikan, dibandingkan dengan genteng tanah, asbes dan seng. Perbedaan penelitian ini terhadap penelitian-penelitian sejenis yang pernah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 1.1 pada halaman berikut ini. Tabel 1.1 Beberapa Penelitian Terdahulu yang Sejenis No. Peneliti Judul Obyek Fokus Metoda 1. L.M.F. Purwanto (2006) 2. FX Teddy Badai Samodra (2008) 3. Azwan Aziz (2009) Pengaruh Bentuk Atap Bangunan Tradisional di Jawa Tengah untuk Peningkatan Kenyamanan Termal Bangunan Roof Geometry Performance of Javanese Village House Pengaruh Jenis Material Penutup Atap terhadap Bangunan Rumah Tradisional Jawa 5 Tipe Atap Rumah Kampung di Lereng Gunung Kelud Jawa Timur Rumah Tinggal di Depok Kenyamanan termal Radiasi Matahari pada Geometri Atap Nilai RTTV dan kenyamanan Pengukuran Lapangan Simulasi Archipak Pengukuran Lapangan dan Simulasi
15 15 Nilai RTTV dan Kenyamanan Termal termal ruang dalam 4. Abito B. Yuuwono (2009) 5. Hicma E. Rosadi, dkk (2011) 6. Eddy Prianto (2012) Pengaruh Orientasi Bangunan terhadap Kemampuan Menahan Panas pada Rumah di Perumahan Wonorejo Surakarta Pengaruh Sudut Kemiringan Atap Bangunan dan Orientasinya terhadap Kualitas Termal Profil Penutup Atap Genteng Beton dalam Efesiensi Konsumsi Energi Listrik pada Skala Rumah Tinggal Rumah Tinggal di Perumahan Wonorejo Surakarta Hipotetik Pengukuran dan Pengamatan Temperatur efektif ruang dan temperatur efektif lingkungan Temperatur dalam ruang Temperatur permukaan bahan atap Pengukuran Lapangan (Studi Kasus) Simulasi Eksperimen model rumah berskala 1:1 Sumber: Purwanto (2006), Samodra (2008), Aziz (2009), Yuuwono (2009), Rosadi (2011) dan Prianto (2012) Pada penelitian kali ini akan mengkaji tentang orientasi dan sudut kemiringan selubung atap bangunan terhadap perolehan panas dalam ruang atap bangunan rumah tinggal di Jakarta. Terutama menyangkut hubungan antara orientasi dan sudut kemiringan bidang atap bangunan dengan RTTV menurut SNI tentang Konservasi Selubung Bangunan pada Bangunan Gedung. Sementara itu lokasi penelitian dipilih Kota Jakarta, karena pertumbuhan bangunan rumah tinggal di kota Jakarta dilihat masih cukup pesat dibandingkan kota-kota lainnya di Indonesia, sehingga diharapkan hasil penelitian ini akan memberi peluang yang lebih besar untuk diaplikasikan.
BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kenyamanan termal manusia terhadap ruang (Frick, 2007:
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peningkatan suhu akibat pemanasan global menjadi faktor dominan yang mempengaruhi tingkat kenyamanan termal manusia terhadap ruang (Frick, 2007: 28). Isu pemanasan
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang Penelitian. menjadi bagian yang tak terpisahkan dari arsitektur. Ketergantungan bangunan
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, energi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari arsitektur. Ketergantungan bangunan terhadap
Lebih terperinciDAMPAK PENGGUNAAN DOUBLE SKIN FACADE TERHADAP PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK UNTUK PENERANGAN DI RUANG KULIAH FPTK BARU UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA:
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Proses pendidikan merupakan suatu proses yang berlangsung dalam suatu lingkungan yaitu lingkungan pendidikan. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya,
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki
1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai 11 15 LS sehingga memiliki iklim tropis lembab basah dengan ciri khas: curah hujan yang tinggi namun penguapan rendah, suhu
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Sebagai langkah awal penelitian, penulis berupaya menelusuri berbagai studi literatur yang terkait dengan hal yang akan diteliti, yaitu mengenai atap.
Lebih terperinciLAMPIRAN. = transmitansi termal fenestrasi (W/m 2.K) = beda temperatur perencanaan antara bagian luar dan bagian dalam (diambil
LAMPIRAN Pendekatan yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar bangunan kasino hotel telah menerapkan hemat energi yaitu melalui pendekatan OTTV sesuai dengan Standar Nasional Indonesia 03-6389-2000
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN. diiringi dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat. Beriringan pula dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, konsumsi energi listrik pada masyarakat sangat meningkat yang diiringi dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat. Beriringan pula dengan bertambahnya
Lebih terperinciBAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Pembahasan perilaku termal dan pembangkitan energi mengkonfirmasi beberapa hasil riset terdahulu. Kebaruan dari riset ini adalah dihasilkannya optimalisasi kinerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kaum Petani dengan kultur agraris khas pedesaan Indonesia bermukim di perumahan dengan bentuk bangunan yang mempunyai tata ruang dan tata letak sederhana. Hampir seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya mencapai kenyamanan termal bangunan, semua material komponen bangunan (lantai, dinding, atap dan komponen pelengkapnya), bentuk massa bangunan, dan orientasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Cahaya merupakan kebutuhan dasar manusia dalam menghayati ruang dan melakukan berbagai kegiatan dalam ruang pada bangunan serta sebagai prasyarat bagi penglihatan
Lebih terperinciaktivitas manusia. 4 Karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan lahan yang menjadi penyebab utama Bumi menjadi hangat, baik pa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu pemanasan global semakin marak di dunia. Berbagai aspek sering dikaitkan dengan isu pemanasan global, mulai dari hal sederhana seperti penggunaan kertas dan tisu,
Lebih terperinciTransfer Termal pada Selubung Bangunan SMPN 1 Plandaan Jombang
Transfer Termal pada Selubung Bangunan SMPN 1 Plandaan Jombang Bagus Widianto 1, Beta Suryokusumo Sudarmo 2, Nurachmad Sujudwijono A.S. 3 123 Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hotel menjadi salah satu solusi tempat sementara seseorang/kelompok untuk menginap selama mereka pelakukan keperluannya di daerah/kota tersebut. Tidak heran di jaman
Lebih terperinciGambar Proporsi penggunaan sumber energi dunia lebih dari duapertiga kebutuhan energi dunia disuplai dari bahan bakan minyak (fosil)
ARSITEKTUR DAN ENERGI Tri Harso Karyono Harian Kompas, 21 September 1995, Jakarta, Indonesia. Pengamatan para akhli memperlihatkan konsumsi energi dunia meningkat pesat dalam beberapa dekade terakhir ini.
Lebih terperinciBAB 6 HASIL PERANCANGAN
BAB 6 HASIL PERANCANGAN Perancangan Hotel Resort Kota Batu yang mengintegrasikan konsep arsitektur tropis yang mempunyai karakter beradaptasi terhadap keadaan kondisi iklim dan cuaca di daerah Kota Batu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS MEDAN AREA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Iklim tropis lembab yang dialami oleh Indonesia memberikan masalah yang spesifik dalam menciptakan kenyamanan ruang pada bangunan. Masalah yang timbul adalah tingginya
Lebih terperinciOPTIMASI PENGGUNAAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KERJA DENGAN MENGATUR PERBANDINGAN LUAS JENDELA TERHADAP DINDING
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 OPTIMASI PENGGUNAAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KERJA DENGAN MENGATUR PERBANDINGAN LUAS JENDELA TERHADAP DINDING Muhammad Rofiqi Athoillah, Totok Ruki
Lebih terperinciPemilihan Material Fasad pada Malang Convention and Exhibition Centre Sesuai Standar GBCI dengan Perhitungan OTTV
Pemilihan Material Fasad pada Malang Convention and Exhibition Centre Sesuai Standar GBCI dengan Perhitungan OTTV Nugraha Putra Hutama 1, Heru Sufianto 2, Ary Dedy Putranto 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur,
Lebih terperinciANALISA KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KANTOR PEMERINTAH DI SURABAYA
ANALISA KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KANTOR PEMERINTAH DI SURABAYA Wa Ode Alfian* 1, IGN Antaryama** 2, Ima Defiana*** 3 1 Mahasiswa Pascasarjana Program Keahlian Arsitektur Lingkungan, Institut Teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Bagian ini memaparkan pendahuluan dari penelitian yang dilakukan. Pendahuluan ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematis
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Bentuk Massa Bangunan Berdasar Analisa Angin, Matahari dan Beban
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Bentuk Massa Bangunan Berdasar Analisa Angin, Matahari dan Beban Pendinginan Gambar 58. Massa bangunan berdasar analisa angin dan matahari Gambar 59. Massa
Lebih terperinciCut Nuraini/Institut Teknologi Medan/
Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/16-09-2014 APA ITU ARSITEKTUR TROPIS? TROPIS tropikos artinya : Garis Balik Garis lintang utara 23 0 27 adalah garis balik cancer dan matahari pada tanggal 27 Juni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada saat ini keterbatasan lahan menjadi salah satu permasalahan di Jakarta
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada saat ini keterbatasan lahan menjadi salah satu permasalahan di Jakarta mengingat jumlah penduduk Jakarta yang terus bertambah, sehingga saat ini di Jakarta banyak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Iklim tropis yang ada di Indonesia diakibatkan karena letak Indonesia berada tepat di garis ekuator, yang berarti dekat dengan matahari. Dipengaruhi letaknya ini, matahari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Dimana permasalahan utama yang dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk indonesia adalah Pertumbuhan penduduk
Lebih terperinciPerbandingan Perhitungan OTTV dan RETV Gedung Residensial Apartement.
Perbandingan Perhitungan OTTV dan RETV Gedung Residensial Apartement. Dian Fitria, Thesa Junus D. Green Building Engineers, Divisi Sustainability, PT Asdi Swasatya Abstrak Besar panas yang masuk ke dalam
Lebih terperinciKAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI
KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU
BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU 3.1. Tinjauan Tema a. Latar Belakang Tema Seiring dengan berkembangnya kampus Universitas Mercu Buana dengan berbagai macam wacana yang telah direncanakan melihat
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR TABEL xvii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Pentingnya Pengadaan Kantor Sewa di Yogyakarta 1 A. Pertumbuhan Ekonomi dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pengembangan energi ini di beberapa negara sudah dilakukan sejak lama.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring perkembangan zaman, ketergantungan manusia terhadap energi sangat tinggi. Sementara itu, ketersediaan sumber energi tak terbaharui (bahan bakar fosil) semakin menipis
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR
LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR Prasato Satwiko. Arsitektur Sadar Energi tahun 2005 Dengan memfokuskan permasalahan, strategi penataan energi bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah.strategi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berlangsung di dalam kelas merupakan usaha sadar dan terencana untuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar-mengajar merupakan bagian dari proses pendidikan yang berlangsung di dalam kelas merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Arsitektur merupakan bidang studi yang selalu berkaitan dengan kegiatan manusia, serta kebutuhannya terhadap sebuah ruang. Secara garis besar, ruang untuk kegiatan
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN KHUSUS
BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Latar Belakang Tema Tema Green Architecture dipilih karena mengurangi penggunaan energi dan polusi, serta menciptakan hunian dengan saluran, penyekatan, ventilasi, dan material
Lebih terperinciSAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur
SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur Disusun oleh : Yudi Leo Kristianto (0951010014) Dosen : JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
Lebih terperinciBAB V KAJIAN TEORI Kajian Teori Penekanan Desain. Arsitektur Tropis. Arsitektur tropis dipilih sebagai tema desain pada pondok retret di
BAB V KAJIAN TEORI 5.1. Kajian Teori Penekanan Desain Arsitektur Tropis Arsitektur tropis dipilih sebagai tema desain pada pondok retret di Kabupaten Magelang ini karena, kondisi alam di Kab. Magelang
Lebih terperinciDAFTAR GAMBAR. Gambar 2.1. Arsitektur Landhuizen sebagai cikal bakal arsitektur Indis...13
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Arsitektur Landhuizen sebagai cikal bakal arsitektur Indis...13 Gambar 2.2. Rumah Indis tipe awal (Indishe Empire Style, 1896)...13 Gambar 2.3. Gambar 2.4. Rumah Indis Tahap Lanjut
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Evaluasi atap bangunan studi kasus terhadap nilai RTTV
40 BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Evaluasi atap bangunan studi kasus terhadap nilai RTTV 4.1.1 Penentuan faktor radiasi matahari representatif Sebelum masuk pada tahap perhitungan RTTV, faktor radiasi
Lebih terperinciLAPORAN TUGAS MENGHITUNG NILAI OTTV DI LABTEK IXC
AR 3121 FISIKA BANGUNAN LAPORAN TUGAS MENGHITUNG NILAI DI LABTEK IXC KELOMPOK 2 Indra Rhamadhan 15213025 Raudina Rahmi 15213037 Shafira Anjani 15213027 Putri Isti Karimah 15213039 Estu Putri 15213029 Fajri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek Perkembangan kota Jakarta sebagai ibukota negara berlangsung dengan cepat. Dengan banyaknya pembangunan disana-sini semakin mengukuhkan Jakarta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemanfaatan energi terbarukan menjadi meningkat. Hal ini juga di dukung oleh
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menanggapi isu penggunaan clean energy yang sangat santer saat ini, pemanfaatan energi terbarukan menjadi meningkat. Hal ini juga di dukung oleh kebijakan dunia dan negara
Lebih terperinciANALISA KONSERVASI ENERGI SELUBUNG BANGUNAN BERDASARKAN SNI STUDI KASUS: GEDUNG P1 DAN P2 UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA
ANALISA KONSERVASI ENERGI SELUBUNG BANGUNAN BERDASARKAN SNI 03-6389-2011. STUDI KASUS: GEDUNG P1 DAN P2 UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA Ricky Gendo 1, Jimmy Priatman 2, Sandra Loekito 3 ABSTRAK: Dewasa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah populasi manusia di Jakarta, ketersediaan tempat tinggal menjadi perhatian utama bagi semua pihak bagi pemerintah maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Jakarta adalah kota yang setiap harinya sarat akan penduduk, baik yang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Jakarta adalah kota yang setiap harinya sarat akan penduduk, baik yang bertempat tinggal dan bekerja di dalam kota maupun yang berasal dari daerah pinggiran seperti,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1980-an para peneliti meteorologi meyakini bahwa akan terjadi beberapa penyimpangan iklim global, baik secara spasial maupun temporal. Kenaikan temperatur
Lebih terperinciPerbandingan Perhitungan OTTV dan ETTV Gedung Komersial - Kantor
Perbandingan Perhitungan OTTV dan ETTV Gedung Komersial - Kantor Tubagus A. Dimas, Dian Fitria, Thesa Junus D. Green Building Engineers, Divisi Sustainability, PT Asdi Swasatya Abstrak Besar panas yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Kebutuhan Kantor Sewa Diyogyakarta Di era sekarang ini, bekerja digedung perkantoran merupakan trend bekerja yang ada sekarang. Ada saatnya sebuah perusahan menghendaki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan akan menjelaskan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan keaslian penelitian. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1.1.1.
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan 1. Penggunaan elemen pembayang berpengaruh terhadap semakin menurunnya jumlah perolehan panas eksternal melalui selubung bangunan (OTTV). Besarnya penurunan OTTV yang diperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Analisa energi beban..., Widiandoko K. Putro, FT UI, Universitas Indonesia
5 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berkembangnya suatu negara ditandai dengan meningkatnya secara kualitas maupun kuantitas bangunan di negara tersebut. Hal ini akan langsung menimbulkan bermacam dampak
Lebih terperinciTINGKAT KENYATAAN DAN HARAPAN RUMAH TINGGAL HEMAT ENERGI MENURUT PERSEPSI KONSUMEN DI PERUMAHAN CITRALAND UTARA SURABAYA
TINGKAT KENYATAAN DAN HARAPAN RUMAH TINGGAL HEMAT ENERGI MENURUT PERSEPSI KONSUMEN DI PERUMAHAN CITRALAND UTARA SURABAYA Diah Sari Pardina 1), Purwanita Setijanti 2) dan Christiono Utomo 3) 1) Program
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN UMUM
177 BAB V KESIMPULAN UMUM Kesimpulan 1 Perilaku termal dalam bangunan percobaan menunjukan suhu pukul 07.00 WIB sebesar 24.1 o C,, pukul 13.00 WIB suhu mencapai 28.4 o C, pada pukul 18.00 WIB suhu mencapai
Lebih terperinciBAB IV: KONSEP Pendekatan Konsep Bangunan Hemat Energi
BAB IV: KONSEP 4.1. Konsep Dasar Perancangan Konsep dasar yang akan di gunakan dalam perancangan ini adalah Arsitektur hemat energi yang menerapkan Pemanfaatan maupun efisiensi Energi dalam rancangan bangunan.
Lebih terperinciPotensi Pengembangan Rumah Berkonsep Ergo- Ekologi untuk Daerah Beriklim Tropis
Petunjuk Sitasi: Susanti, L., Zadry, H. R., & Fithri, P. (2017). Potensi Pengembangan Rumah Berkonsep Ergo-Ekologi untuk Daerah Beriklim Tropis. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. B168-173). Malang:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi lingkungan kerja menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kenyamanan pekerja (Choi dkk, 2012). Pada saat pekerja merasa nyaman dalam bekerja maka
Lebih terperinciINFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42)
INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42) ANALISIS TINGKAT KENYAMANAN THERMAL WEBB DI RUMAH TINGGAL T-45 PADA MUSIM KEMARAU Studi Kasus: Rumah Tinggal di Komplek HKSN Permai Banjarmasin M. Tharziansyah
Lebih terperinciPENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI
ABSTRAK PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI Oleh : Erna Krisnanto Jurusan Pendidikan Teknik
Lebih terperinciBAB III ELABORASI TEMA
BAB III ELABORASI TEMA 3.1 Pengertian Tema yang dipilih pada proyek adalah Efisiensi Energi karena tipologi dalam sumber dari daftar pustaka sebelumnya buku Metric Planing and Design Data (David Atler,
Lebih terperinciPengaruh Konfigurasi Atap pada Rumah Tinggal Minimalis Terhadap Kenyamanan Termal Ruang
Pengaruh Konfigurasi Atap pada Rumah Tinggal Minimalis Terhadap Kenyamanan Termal Ruang Yogi Misbach A 1, Agung Murti Nugroho 2, M Satya Adhitama 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas
Lebih terperinciPENILAIAN KRITERIA GREEN BUILDING PADA GEDUNG REKTORAT ITS
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 PENILAIAN KRITERIA GREEN BUILDING PADA GEDUNG REKTORAT ITS Dedy Darmanto, I Putu Artama Wiguna, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini diuraikan mengenai analisis dan interpretasi hasil perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab IV. Analisis dan interpretasi hasil akan
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Fasad selubung ganda merupakan fasad yang terbentuk dengan adanya penambahan kaca eksternal dari fasad kaca internal yang terintegrasi pada dinding tirai. Fasad
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Judul Proyek. Kota Jakarta adalah tempat yang dianggap menyenangkan oleh mayoritas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Judul Proyek Kota Jakarta adalah tempat yang dianggap menyenangkan oleh mayoritas orang di desa maupun orang yang telah lama tinggal di Jakarta. Kian hari kian berkembang,
Lebih terperinciSTUDI TERHADAP KONSERVASI ENERGI PADA GEDUNG SEWAKA DHARMA KOTA DENPASAR YANG MENERAPKAN KONSEP GREEN BUILDING
STUDI TERHADAP KONSERVASI ENERGI PADA GEDUNG SEWAKA DHARMA KOTA DENPASAR YANG MENERAPKAN KONSEP GREEN BUILDING I Wayan Swi Putra 1, I Nyoman Satya Kumara 2, I Gede Dyana Arjana 3 1.3 Jurusan Teknik Elektro,
Lebih terperinci`BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
`BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta sebagai kota metropolitan dan ibukota negara menjumpai berbagai tantangan permasalahan. Salah satu tantangan tersebut adalah tantangan di bidang manajemen
Lebih terperinciKata kunci : pemanasan global, bahan dan warna atap, insulasi atap, plafon ruangan, kenyamanan
Variasi bahan dan warna atap bangunan untuk Menurunkan Temperatur Ruangan akibat Pemanasan Global Nasrul Ilminnafik 1, a *, Digdo L.S. 2,b, Hary Sutjahjono 3,c, Ade Ansyori M.M. 4,d dan Erfani M 5,e 1,2,3,4,5
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan dalam maupun luar yang aman dan nyaman, sehingga. penghuninya terhindar dari keadaan luar yang berubah-ubah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bangunan didirikan untuk mendapatkan perlindungan dari lingkungan dalam maupun luar yang aman dan nyaman, sehingga penghuninya terhindar dari keadaan luar yang berubah-ubah.
Lebih terperinciKAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG
KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG Ertin Lestari Adhi Widyarthara Gaguk Sukowiyono Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI Malang sebagai
Lebih terperinciGEDUNG KEDUTAAN BERPALING DARI JALAN UTAMA. Tidak lazim bagi bangunan di koridor Thamrin, Jakarta, memalingkan wajahnya dari jalan.
GEDUNG KEDUTAAN BERPALING DARI JALAN UTAMA Tri Harso Karyono Majalah Konstruksi, Desember-Januari 2007 Tidak lazim bagi bangunan di koridor Thamrin, Jakarta, memalingkan wajahnya dari jalan protokol termewah
Lebih terperinciRESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema
BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema Tema yang diusung dalam pengerjaan proyek Resort Dengan Fasilitas Meditasi ini adalah Arsitektur Tropis yang ramah lingkungan. Beberapa alasan
Lebih terperinciPemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi
Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Lia Laila Prodi Teknologi Pengolahan Sawit, Institut Teknologi dan Sains Bandung Abstrak. Sistem pengondisian udara dibutuhkan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan.
BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan. 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia terletak di daerah tropis
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada umumnya apartemen menggunakan sistem pengondisian udara untuk memberikan kenyamanan termal bagi penghuni dalam ruangan. Namun, keterbatasan luas ruangan dalam
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and Airconditioning Engineers, 1989), kenyamanan termal merupakan perasaan dimana seseorang merasa nyaman dengan keadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG. I Latar Belakang Perancangan. Pada dasarnya manusia mempunyai kebutuhan primer.
BAB I PNDAHULUAN I. 1. LATAR BLAKANG I. 1. 1. Latar Belakang Perancangan Pada dasarnya manusia mempunyai kebutuhan primer. Diantaranya yaitu tempat tinggal. Tempat tinggal atau rumah merupakan kulit ke
Lebih terperinciPEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT UNTUK MENENTUKAN KONDUKTIVITAS PLAT SENG, MULTIROOF DAN ASBES
PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT UNTUK MENENTUKAN KONDUKTIVITAS PLAT SENG, MULTIROOF DAN ASBES Ersi Selparia *, Maksi Ginting, Riad Syech Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS
FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night ventilative cooling masih kurang dikenal di Indonesia. Dalam riset-riset terdahulu,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN ARSITEKTUR BINUS UNIVERSITY
81 BAB V KESIMPULAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan V.1.1 Keterkaitan Konsep dengan Tema dan Topik Konsep dasar pada perancangan ini yaitu penggunaan isu tentang Sustainable architecture atau Environmental
Lebih terperinciPengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Distribusi Pencahayaan Alami pada Gedung Menara Phinisi UNM
TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Distribusi Pencahayaan Alami pada Gedung Menara Phinisi UNM Syavir Latif (1), Nurul Jamala (2), Syahriana (3) (1) Lab.Perancangan, Studio
Lebih terperinciPERANCANGAN APARTEMEN MENGGUNAKAN DOUBLE SKIN FACADE
PERANCANGAN APARTEMEN MENGGUNAKAN DOUBLE SKIN FACADE Mefita 1), Purwanita Setijanti 2), dan Hari Purnomo 3) 1) Bidang Keahlian Perancangan Arsitektur, Pascasarjana Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh
Lebih terperincitetap akan memberikan kontribusi besar terhadap penurunan konsumsi energi secara nasional. Bangunan merupakan penyaring faktor alamiah penyebab
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Umum Perkembangan teknologi, khususnya di Indonesia, cukup mengalami kemajuan yang signifikan dari waktu ke waktu. Meskipun begitu, Indonesia
Lebih terperinciIdentifikasi Pengaruh Material Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal (Studi kasus bangunan dengan material bambu dan bata merah di Mojokerto)
Identifikasi Pengaruh Material Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal (Studi kasus bangunan dengan material bambu dan bata merah di Mojokerto) Damalia Enesty Purnama 1, Agung Murti Nugroho 2, Ir. Bambang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin menipisnya cadangan energi yang ada saat ini dan semakin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan semakin menipisnya cadangan energi yang ada saat ini dan semakin meningkatnya kebutuhan energi termasuk energi panas, pemikiran mengenai sumber energi
Lebih terperinciBAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Perencanaan dan Perancangan V.1.1 Topik dan Tema Proyek Hotel Kapsul ini menggunakan pendekatan sustainable design sebagai dasar perencanaan dan perancangan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bangunan terdiri dari 3 (tiga) pelindung; yaitu atap, dinding, dan lantai. Atap merupakan bagian terpenting pada sebuah bangunan karena atap merupakan bidang yang paling
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULAN I.1. LATAR BELAKANG. Latar Belakang Proyek. Jakarta adalah Ibukota dari Indonesia merupakan kota yang padat akan
BAB 1 PENDAHULAN I.1. LATAR BELAKANG Latar Belakang Proyek Jakarta adalah Ibukota dari Indonesia merupakan kota yang padat akan penduduk. Seiring dengan perkembangan waktu, semakin banyak orang yang datang
Lebih terperinciPERANGKAT LUNAK AUDIT SEBAGAI ALAT BANTU SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK UPAYA KONSERVASI ENERGI
PERANGKAT LUNAK AUDIT SEBAGAI ALAT BANTU SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK UPAYA KONSERVASI ENERGI JURNAL PUBLIKASI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Disusun Oleh : INDAH
Lebih terperinciPENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL
PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL Frans Soehartono 1, Anik Juniwati 2, Agus Dwi Hariyanto 3 Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto
Lebih terperinciPENILAIAN KRITERIA GREEN BUILDING PADA GEDUNG REKTORAT ITS
TUGAS AKHIR-RC-09-1380 PENILAIAN KRITERIA GREEN BUILDING PADA GEDUNG REKTORAT ITS Oleh : Dedy Darmanto ( 3108100027 ) Lokasi Studi Latar Belakang Krisis Energi Penghematan Energi Green Building Program
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kenyamanan thermal adalah salah satu hal sangat dibutuhkan tubuh agar manusia dapat beraktifitas dengan baik selain faktor kenyamanan lainnya yaitu kenyamanan visual,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. udaranya. Sistem tata udara pada Gedung Rektorat Universitas Lampung masih
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem tata udara merupakan sistem pengkondisian udara yang berfungsi untuk mengatur tingkat kenyamanan baik dari keadaan suhu maupun kelembaban udaranya. Sistem tata udara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di kota Jakarta mendorong perkembangan dari berbagai sektor, yaitu: hunian, perkantoran dan pusat perbelanjaan/ bisnis. Tanah Abang terletak di
Lebih terperinciSTUDI SISTEM PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI PADA TIPOLOGI UNDERGROUND BUILDING
STUDI SISTEM PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI PADA TIPOLOGI UNDERGROUND BUILDING Emil Salim 1 dan Johanes Van Rate 2 1 Mahasiswa PS S1 Arsitektur Unsrat 2 Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Unsrat ABSTRAK
Lebih terperinciMemperkenalkan Kembali Program Komputer Matahari untuk Membantu Proses Perancangan BIPV dan POSIPV
TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Memperkenalkan Kembali Program Komputer Matahari untuk Membantu Proses Perancangan BIPV dan POSIPV Sangkertadi Lab. Sains & Teknologi Bangunan, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciPENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin
PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin PENGHAWAAN Penghawaan adalah aliran udara di dalam rumah, yaitu proses pertukaran udara kotor dan udara bersih Diagram
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015 menurut Bank Dunia akan mengalami perlambatan peningkatan sekitar 5,2% dari prediksi sebelumnya yang diprediksi tumbuh
Lebih terperinciBAB V KONSEP PERENCANAAN
BAB V KONSEP PERENCANAAN 5.1 Konsep Dasar Perencanaan Dalam perencanaan rumah susun sederhana sewa yang sesuai dengan iklim tropis, ada beberapa kriteria yang diterapkan yaitu : 1. Sesuai dengan kebutuhan
Lebih terperinciSELUBUNG BANGUNAN VOL. 1. PANDUAN PENGGUNA BANGUNAN GEDUNG HIJAU JAKARTA Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 38/2012. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
PANDUAN PENGGUNA BANGUNAN GEDUNG HIJAU JAKARTA Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 38/2012 VOL. 1 SELUBUNG BANGUNAN Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Didukung oleh: IFC bekerjasama dengan: HONGARIA PERSYARATAN
Lebih terperinci