I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Skala Usaha, Jumlah, dan Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia Tahun 2006 s.d. 2007

I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT MODAL KERJA (KMK) USAHA MIKRO PADA PT. BPR MITRA DAYA MANDIRI KOTA BOGOR

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Pertumbuhan UMKM dan Usaha Besar. Mikro, Kecil dan Menengah ,55 47, ,93 47, ,75 46,25

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral. dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. usaha. Kredit tersebut mempunyai suatu kedudukan yang strategis dimana sebagai salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Perkreditan Bank 2.2. Unsur-unsur dan Tujuan Kredit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

PERAN KELEMBAGAAN PERBANKAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NASIONAL BANK MANDIRI

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

VI. MEKANISME PENYALURAN KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) PADA UKC CABANG KARAWANG

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh unit-unit usaha kecil. Kemampuan masyarakat

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Statistik KATA PENGANTAR

III. KERANGKA PEMIKIRAN

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pendapatan yang merata. Namun, dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar

Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di DIY (Jiwa)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar Mar Apr'15 % (yoy)

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar. aruhi. Nov. Okt. Grafik 1. Pertumbuhan PDB, Uang Beredar, Dana dan Kredit KOMPONEN UANG BEREDAR

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyaluran Kredit Perbankan Tahun (Rp Miliar).

SKRIPSI RISKI IRAWATI H

Statistik KATA PENGANTAR

SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH

I. PENDAHULUAN. peranan sangat strategis dalam struktur perekonomian nasional. Karena

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang baru, jumlah unit usaha bordir yang tercatat selama tahun 2015 adalah

BAB I PENDAHULUAN. nasional telah menunjukkan bahwa kegiatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

% yoy. Jan*

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di suatu negara termasuk Indonesia sangat bergantung

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

abungan, baik dalam rupiah giro valuta

BAB I PENDAHULUAN. melanda bangsa Indonesia pada tahun konvensional, sehingga memilih untuk berhubungan dengan lembaga

I. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2004, dapat dilihat dari

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

meningkat % (yoy) Feb'15

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dalam dunia usaha dan bisnis saat ini mengalami

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hasil kerja pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya. Pertumbuhan ekonomi

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Memen

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

I. PENDAHULUAN. Negara memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakatnya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak

Kuisioner Penelitian untuk Debitur ANALISIS MANAJEMEN RISIKO KREDIT PRODUK KREDIT MASYARAKAT DESA KOMERSIL DI BANK X BOGOR

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan terpenting dan sangat. bank bagi perkembangan dunia usaha juga dinilai cukup signifikan, dimana bank

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Menengah) di Indonesia sangat penting dan strategis. UMKM telah lama diyakini

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI BANK RAKYAT INDONESIA UNIT LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. inovatif dalam mengembangkan dan memperoleh sumber-sumber dana. baru. Dengan liberalisasi perbankan tersebut, sektor perbankan

FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PENGUSAHA UMKM DALAM MENGAMBIL ATAU MENGGUNAKAN KREDIT USAHA RAKYAT (BRI) DI KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terbukti memiliki peran dan

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi tersebut harus dapat diusahakan dengan kemampuan dan

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. dibanding usaha besar yang hanya mencapai 3,64 %. Kontribusi sektor

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan usaha yang tergolong besar (Wahyu Tri Nugroho,2009:4).

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sekarang ini

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STUDI KASUS USAHA AGRIBISNIS DI BRI UNIT TONGKOL, JAKARTA

% (yoy) Oct'15 Nov'15*

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, peternakan serta jasa sangat erat kaitan dan apabila telah terjalin kerjasama yang

I. PENDAHULUAN. menggerakan roda perekonomian (Undang-Undang No.7 tahun 1992 pasal 1).

Transkripsi:

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya. Usaha mikro telah terbukti mampu memberikan kontribusi yang nyata terhadap perekonomian nasional, khususnya dalam menyediakan kesempatan kerja dan merupakan sumber yang cukup besar bagi penerimaan negara. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah usaha mikro yang ada di Indonesia. Berdasarkan Tabel 1 pada tahun 2007 jumlah usaha mikro mendominasi yaitu mencapai 98,89 persen dari total usaha yang ada di Indonesia (Kementrian Negara Koperasi dan UMKM 2009). Tabel 1. Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha Menurut Skala Usaha Tahun 2007-2008 No. Skala Usaha Jumlah Unit Perkembangan 2007 2008* Jumlah % 1 Usaha Mikro 49.287.276 50.697.659 1.410.383 2,86 2 Usaha Kecil 498.565 520.221 21.656 4,34 3 Usaha Menengah 38.282 39.657 1.375 3,59 4 Usaha Besar 4.463 4.372-91 -2,04 Jumlah 49.828.586 51.261.909 1.433.323 2,88 Keterangan : *) Angka Sementara Sumber : Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, 2009 Jumlah pelaku usaha terbesar menurut skala usaha di Indonesia pada tahun 2007-2008 dimiliki oleh Usaha Mikro yaitu mencapai 98,89 persen dari total usaha yang ada. Hal ini menunjukkan besarnya peran Usaha Mikro dalam pembangunan perekonomian Indonesia jika dibandingkan sektor usaha lainnya. Persentase terbesar dari usaha mikro adalah dari sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan yaitu sebesar 52,95 persen. Selain itu, sektor lainnya yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 28,12 persen. Sektor ekonomi tersebut merupakan agribisnis, peran agribisnis inilah yang tidak akan terlepas dari perekonomian Indonesia sebagai negara agraris. Sebagai pembanding, berikut disajikan perkembangan jumlah usaha mikro dan kecil menurut sektor ekonomi pada tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Usaha Mikro dan Kecil Menurut Sektor Ekonomi di Indonesia Tahun 2007 Mikro Kecil No. Sektor Ekonomi (Unit) % (Unit) % 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 26.383.268 52,95 1.019 0,20 2 Pertambangan dan Penggalian 263.250 0,53 2.092 0,42 3 Industri Pengolahan 3.179.143 6,38 52.870 10,60 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 11.537 0,02 568 0,11 5 Bangunan 167.640 0,34 12.387 2,48 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 14.012.134 28,12 365.533 73,32 Pengangkutan dan 7 8 Komunikasi 2.774.573 5,57 16.408 3,29 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 928.713 1,86 22.027 4,42 9 Jasa Jasa 2.103.865 4,22 25.661 5,15 Total 49.824.123 100,00 498.565 100,00 Sumber : Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, 2009 Agribisnis merupakan suatu cara baru melihat pertanian. Cara baru yang dulu melihat secara sektoral sekarang intersektoral. Sistem agribisnis mengandung pengertian sebagai rangkaian kegiatan beberapa subsistem yang saling mempengaruhi satu sama lain. Subsistem tersebut adalah subsistem faktor input pertanian (input subsystem), subsistem produksi pertanian (production subsystem), subsistem pengolahan hasil pertanian (processing sub-system), subsistem pemasaran, baik untuk faktor produksi, hasil produksi maupun hasil olahannya (marketing subsystem), dan subsistem kelembagaan penunjang (supporting institution system) (Saragih, 2010). Berdasarkan cara pandang ini, sektor ekonomi yang termasuk sektor agribisnis adalah keseluruhan sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan serta sebagian besar dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Berdasarkan Tabel 2 dapat dikatakan bahwa sekitar 75 persen dari seluruh pelaku Usaha Mikro di Indonesia bergerak di bidang Agribisnis yaitubeasal dari sektor ekonomi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan serta sebagian sektor ekonomi perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini menunjukkan besarnya peran Usaha Mikro agribisnis dalam pembangunan perekonomian Indonesia. 2

Peranan Usaha Mikro dalam memajukan perekonomian Indonesia juga dapat dilihat berdasarkan kontribusinya terhadap penciptaan nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai persentase Produk Domestik Bruto (PDB) usaha mikro kecil dan menengah pada tahun 2007-2008 mengalami perkembangan. Seperti halnya untuk penyebaran jumlah pelaku usaha, usaha mikro sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan juga mempunyai kontribusi cukup besar terhadap PDB yaitu sebesar 38,01 persen pada skala mikro, sektor lainnya yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 29,50 persen. Pada Tabel 3 dijelaskan bahwa proporsi usaha mikro Agribisnis dalam penciptaan PDB pada tahun 2007 lebih besar yaitu lebih dari 60 persen. Tabel 3. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Usaha Mikro dan Kecil Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2007 atas Harga Konstan 2000 Mikro Kecil No. Sektor Ekonomi Milyar % Milyar % Pertanian, Peternakan, 1 Kehutanan dan Perikanan 235.734,1 38,01 566,6 0,28 2 Pertambangan dan Penggalian 15.716,9 2,53 1.196,6 0,59 3 Industri Pengolahan 59.957,1 9,67 42.816,1 21,00 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 33,1 0,0 1 163,5 0,08 5 Bangunan 12.694,3 2,05 7.465,9 3,66 Perdagangan, Hotel dan 6 Restoran 182.959,1 29,50 100.506,3 49,30 7 Pengangkutan dan Komunikasi 31.000,3 5,0 0 9.311,6 4,57 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 19.703,4 3,1 8 19.705,4 9,67 9 Jasa Jasa 62.452,8 10,07 22.115,3 10,85 PDB Total 620.251,1 100,00 203.847,3 100,00 Sumber : Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, 2009 Umumnya, usaha mikro merupakan usaha padat karya sehingga sangat berperan dalam mengatasi masalah perekonomian Indonesia, khususnya dalam mengurangi pengangguran dengan penciptaan kesempatan kerja dan membuka peluang lapangan kerja. Usaha mikro mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup luas bagi masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penyerapan tenaga kerja usaha mikro tahun 2007 pada Tabel 4. Usaha mikro mampu menyerap tenaga kerja sebesar 81,7 juta orang dan sektor usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan 3

perikanan sebesar 41,6 juta orang. Selanjutnya diikuti oleh usaha kecil yang mampu menyerap tenaga kerja 3,8 juta orang (Kementrian Koperasi dan UMKM, 2007). Besarnya jumlah tenaga kerja yang diserap, adalah sektor mikro maka sektor mikro merupakan kunci kesejahteraan masyarakat Indonesia. Tabel 4. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Mikro dan Kecil Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2007 No. Sektor Ekonomi Mikro Kecil Orang % Orang % 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 41.673.522 50,99 60.321 1,56 2 Pertambangan dan Penggalian 559.462 0,68 26.662 0,69 3 Industri Pengolahan 7.561.504 9,25 1.119.338 28,96 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 52.844 0,06 19.832 0,51 5 Bangunan 540.795 0,66 130.489 3,38 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 21.144.377 25,87 1.595.918 41,29 7 Pengangkutan dan Komunikasi 3.346.047 4,09 154.228 3,99 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.000.365 2,45 308.165 7,97 9 Jasa Jasa 4.853.514 5,94 450.042 11,64 Total 81.732.430 100,00 3.864.995 100,00 Sumber : Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, 2009 Pengembangan usaha mikro saat ini dan mendatang menghadapi berbagai hambatan dan tantangan dalam menghadapi persaingan dunia usaha yang semakin ketat. Namun demikian dengan berbagai keterbatasan yang ada, usaha mikro masih mampu menjadi andalan utama perekonomian Indonesia. Karakteristik yang dimiliki oleh usaha mikro mengisyaratkan adanya kelemahan yang potensial menimbulkan berbagai masalah internal terutama yang berkaitan dengan pendanaan. Demikian pula halnya usaha mikro Agribisnis, sebagian besar permasalahan yang dihadapi pelaku agribisnis adalah dalam hal pendanaan. Pelaku usaha memerlukan dana untuk menjalankan usahanya mulai dari pembelian barang hingga kembali berputar menjadi kas. Siklus perputaran setiap jenis usaha berbeda tergantung dari pengelolaan usaha masing-masing. Apabila usaha makin besar, maka pelaku usaha tersebut membutuhkan tambahan modal. Tambahan modal ini bisa diperoleh dari pencairan tabungan, maupun berasal dari pinjaman (pinjaman atau kredit pihak ketiga ataupun pinjaman dari Bank). 4

Usaha mikro umumnya termasuk usaha mikro agribisnis masih mengandalkan modal sendiri dalam menjalankan usahanya dan sering kesulitan dalam mendapatkan fasilitas pinjaman modal dari bank, karena sebagian besar usaha mikro telah feasible 1 tapi belum bankable 2. Produk bank yang diharapkan dapat membantu menyelesaikan persoalan modal ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi usaha mikro misalnya bunga yang memberatkan, adanya anggapan berlebihan terhadap besarnya resiko kredit usaha mikro, biaya transaksi kredit usaha mikro relatif tinggi, persyaratan bank teknis kurang dipenuhi (agunan, proposal), terbatasnya akses karena kurangnya informasi pelaku usaha mikro terhadap bank. Rendahnya penyerapan modal ini dapat dilihat pada kontribusi usaha mikro dalam pembentukan investasi nasional yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perkembangan Nilai Investasi menurut Skala Usaha Tahun 2007-2008 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 No. Skala Usaha Jumlah (Rp Juta) Perkembangan 2007 2008* Jumlah % 1 Usaha Mikro 32.157.312 37.264.208 5.106.896 15,88 2 Usaha Kecil 77.234.590 89.347.419 12.112.829 15,68 UMK 109.391.902 126.611.627 17.219.725 15,74 3 Usaha Menengah 85.354.385 96.131.849 10.777.464 12,63 4 Usaha Besar 185.387.844 207.275.710 21.887.866 11,81 Jumlah 380.134.131 430.019.186 67.104.780 17,65 Keterangan :*) Angka Sementara Sumber : Kementrian Negara Koperasi dan UMKM (2009) Rendahnya investasi usaha mikro merupakan indikasi terbatasnya kelompok usaha ini dalam mengakses sumberdaya produktif terutama pembiayaan untuk pengembangan usahanya. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumbersumber pembiayaan usaha mikro masih menunjukkan perkembangan yang bervariasi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2006), dari 49,82 juta pengusaha mikro, hanya sekitar sekitar 19,1 juta (39 persen) yang telah mendapatkan pinjaman dari bank. Sementara itu, sisanya, yaitu 29,84 juta pengusaha (61 persen), masih belum dapat dilayani oleh perbankan. 1 Memungkinkan secara kelayakan usaha. 2 Belum memenuhi persyaratan kelyakan menurut bank misalnya saja dalam hal collateral (agunan). 5

Mempertimbangkan kondisi tersebut, akhirnya Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Inpres Nomor 6 tanggal 8 Juni 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Rill dan Pemberdayaan UMKM yang diikuti dengan Nota Kesepahaman Bersama antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan. Nota Kesepahaman Bersama tersebut, ditandatangani oleh para pihak yang berwenang pada tanggal 9 Oktober 2007 dengan ditandai peluncuran Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada UMKM. Melihat kesempatan tersebut beberapa bank umum baik yang berstatus BUMN ataupun bank umum swasta nasional saat ini mulai menyalurkan dananya ke sektor usaha mikro tidak terkecuali BPR yang sejak awal penbentukannya diperuntukkan untuk melayani pengusaha mikro, kecil dan menengah. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah. Dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan. BPR merupakan lembaga perbankan resmi yang diatur berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut secara jelas disebutkan bahwa ada dua jenis bank, yaitu Bank Umum dan BPR. Realisasi penyaluran kredit melalui Bank Perkreditan Rakyat di Kota dan Kabupaten Bogor mengalami peningkatan, ini terlihat dari penyaluran kredit BPR per bulan Desember 2008 dan Desember 2009. BPR Kota Bogor pada tahun 2008 menyalurkan kredit sebesar Rp 69 juta dan penyalurannya meningkat sebesar 14,14 persen menjadi Rp 78,8 juta. Demikian juga dengan BPR Kabupaten Bogor pada tahun 2007 menyalurkan kredit sebesar Rp 157 juta dan mengalami peningkatan sebesar 22 persen menjadi Rp 192 juta. Peningkatan penyaluran tersebut menjadi indikasi BPR ikut menyalurkan kredit kepada masyarakat Kota dan Kabupaten Bogor. Berikut penyaluran kredit BPR Konvensional di Kota dan Kabupaten Bogor Periode Desember 2007 dan Desember 2008. 6

Tabel 6. Perkembangan Kredit BPR Konvensional di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor Periode Desember 2008 dan Desember 2009 Kota/ Kabupaten Tahun Desember 2008 Desember 2009 Kota Bogor 69.032.513 78,816,003 Kabupaten Bogor 157.779.333 192,720,354 Sumber : Statistik BPR Konvensional Bank Indonesia, 2010 3 Perkembangan kredit tersebut memperlihatkan bahwa BPR ikut serta dalam memberikan kredit sebagai upaya memberikan modal pada sektor usaha mikro. Hal ini mengindikasikan bahwa salah satu alasan perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sangat dipengaruhi oleh perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang keberadaannya semakin lama semakin banyak tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Hal ini dapat dimengerti karena pangsa pasar utama dari BPR adalah masyarakat menengah bawah. Sehingga BPR sangat berperan dalam penyaluran kredit mikro yaitu adalah kredit dengan plafon maksimum Rp.50 juta (SIPUK Bank Indonesia, 2010) 4. 1.2 Perumusan Masalah BPR Mitra Daya Mandiri adalah BPR yang dalam menjalankan kegiatan usahanya dilakukan secara konvensional dengan menerima simpanan dalam bentuk tabungan dan deposito kemudian menyalurkannya dalam bentuk pemberian kredit. BPR ini didirikan untuk melayani masyarakat dan pengusaha kecil yang berada mulai dari tingkat Kecamatan sampai ke pedesaan yang sifat usahanya untuk mendukung sektor informal di kota-kota. Sampai saat ini BPR Mitra Daya Mandiri telah menyalurkan kredit kepada masyarakat kota dan kabupaten Bogor dan sekitarnya dalam bentuk kredit mikro baik dalam bentuk kredit konsumsi, kredit investasi, dan kredit modal kerja. Besarnya kredit yang disalurkan oleh PT. BPR Mitra Daya Mandiri menurut jenisnya dapat dilihat pada Tabel 7. 3 www.bi.go.id/web/id/statistik+perbankan/statistik+bpr/kredit [12 Maret 2010] 4 www.bi.go.id/sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil [2 Maret 2010] 7

Tabel 7. Realisasi Penyaluran Kredit pada PT BPR Mitra Daya Mandiri berdasarkan Jenis Kredit Tahun 2006-2009 Jenis Kredit Realisasi Kredit (Rp Juta) 31-Des-06 31-Des-07 31-Des-08 30-Des-09 Kredit Modal Kerja 1.200 1.046 982 753 Kredit Investasi 824 532 424 459 Kredit Konsumsi 2.522 3.938 6.558 9.444 Sumber : Data Performace PT. BPR Mitra Daya Mandiri, 2009 Berdasarkan Tabel 7 terlihat penyaluran kredit yang dilakukan PT. BPR Mitra Daya Mandiri didominasi oleh kredit konsumtif. Proporsi kredit modal kerja (KMK) relatif lebih kecil, tentu ini menjadi suatu indikator bahwa kredit yang disalurkan PT. BPR Mitra Daya Mandiri untuk modal kerja sektor Usaha Mikro masih relatif kecil. Padahal kolektabilitas debitur KMK cukup baik dimana dari 166 orang debitur 114 debitur atau 68 persen diantaranya adalah debitur dengan kolektabilitas lancar. Kecilnya proporsi KMK ini terkait dengan kebijakan dari PT BPR Mitra Daya Mandiri yang beberapa tahun terakhir memang fokus ke kredit corporate dengan tujuan konsumtif yang dilakukan melalui mekanisme kerjasama dengan pihak perusahaan atau instansi tertentu (pemerintah atau swasta) dengan pemberian pinjaman tanpa agunan untuk PNS dan karyawan dan pemabayaran angsuran dengan cara potong gaji setiap bulannya. Cara ini sebenarnya cukup efektif terlihat dari terus meningkatnya kredit konsumtif tapi berjalannya waktu pengalaman dilapangan kredit jenis ini pun tidak terhindar dari risiko kemacetan. Sehingga satu tahun terakhir tepatnya pada rencana kerja tahun 2009 pihak manajemen berusaha meningkatkan proporsi kredit lainnya yaitu KI dan KMK yang ditujukan karena saat ini portofolio kredit yang didominasi kredit konsumtif dinilai kurang baik karena tidak ada penyebaran risiko. Sehingga untuk itu, perlu diketahui bagaimana prosedur yang dijalankan oleh PT. BPR Mitra Daya Mandiri dalam menyalurkan kreditnya khususnya untuk kredit modal kerja (KMK) untuk sektor usaha mikro saat ini, dan bagaimana perbaikannya kedepan agar dapat mencapai target portofolio yang telah ditetapkan. 8

Plafond maksimum kredit modal kerja di BPR Mitra Daya Mandiri pada awalnya mencapai lima puluh juta rupiah namun saat ini hampir 75 persen kredit modal kerja (KMK) yang disalurkan yaitu dengan plafond maksimum sebesar lima juta rupiah. Dengan besar plafon yang dikeluarkan oleh BPR Mitra Daya Mandiri diharapkan usaha mikro dapat tumbuh dan mengembangkan usahanya, sehingga diharapkan dapat meningkatkan permintaan kredit dari nasabah. Untuk dapat mencapai peningkatan realisasi kredit mikro tersebut, perlu mengetahui dan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit modal kerja berdasarkan prinsip 5 C yaitu character, capacity, capital, collateral dan condition of economy yang ditinjau dari sisi kelayakan debiturnya baik karakteristik individu, karakteristik usahanya serta kelayakan debitur dari sisi perbankan. Karakteristik individu debitur merupakan penjabaran dari prinsip character terdiri dari umur, jenis kelamin dan jumlah tanggungan keluarga. Karakteristik usaha debitur merupakan penjabaran dari prinsip capacity dan condition of economy terdiri dari tingkat pendapatan usaha dan jenis usaha. Kelayakan dari sisi perbankan merupakan penjabaran dari prinsip capital dan collateral terdiri dari frekuensi peminjaman kredit, jumlah kredit yang diajukkan, nilai agunan, bunga efektif dan jangka waktu kredit. Kelayakan debitur dari dua sisi tersebut sangat penting untuk diidentifikasi karena terkait dengan karakter debitur atau keberhasilan debitur dalam menjalankan usahanya serta kemampuan dalam pengembalian kredit. Dengan demikian BPR Mitra Daya Mandiri dapat menentukan nasabah yang tepat dan jumlah atau plafond yang tepat untuk nasabah tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh perumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut : 1) Bagaimana Karakteristik nasabah kredit modal kerja (KMK) untuk usaha mikro pada PT BPR Mitra Daya Mandiri berdasarkan realisasi kredit? 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit modal kerja (KMK) untuk usaha mikro pada PT BPR Mitra Daya Mandiri? 9

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis karakteristik nasabah kredit modal kerja (KMK) untuk usaha mikro sektor agribisnis PT BPR Mitra Daya Mandiri. 2. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi realisasi kredit modal kerja (KMK) untuk usaha mikro sektor Agribisnis pada PT BPR Mitra Daya Mandiri. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat dan kegunaan juga informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan yaitu : 1. Bagi PT. BPR Mitra Daya Mandiri, diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan strategi untuk menentukan kebijakan khususnya terkait dengan rencana penyaluran kredit sehingga realisasi kredit modal kerja (KMK) akan meningkat dan akhirnya mencapai target realisasi serta mengurangi bahkan mencegah adanya kasus penunggakan pengembalian kredit (kredit bermasalah). 2. Bagi mahasiswa, mudah-mudahan dapat memberi masukan dan menjadi bahan referensi dalam melakukan kajian dan penelitian terkait. 3. Bagi penulis, semoga dapat memperkaya ilmu dan pengetahuan yang telah diperoleh dimasa perkuliahan, sebagai bekal yang dapat diaplikasikan dalam dunia kerja serta pengalaman berharga dalam pengaplikasian teoriteori ilmiah dengan fenomena di lapangan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan kepada analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit modal kerja (KMK) untuk usaha mikro dengan batasan plafon kredit lima juta rupiah, omzet usaha maksimum 300 juta rupiah per tahun dan nilai jaminan maksimum 50 juta rupiah. Studi kasus pada PT. BPR Mitra Daya Mandiri Kota Bogor. 10