VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

dokumen-dokumen yang mirip
VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

IV METODE PENELITIAN

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK

Program Studi Magister Sains Agribisnis, Pascasarjana Institut Pertanian Bogor b

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU. Umumnya petani ubi kayu Desa Pasirlaja menggunakan seluruh lahan

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR

VI. HASIL dan PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan

III KERANGKA PEMIKIRAN

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

METODE PENELITIAN. status suatu gejala yang ada. Data dikumpulkan disusun, dijelaskan dan kemudian

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

VI PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI

KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

IV. METODE PENELITIAN

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row

METODE PENELITIAN. merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi

BAB IV METODE PENELITIAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. penerimaan yang diperoleh petani kedelai, pendapatan dan keuntungan yang

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

Lampiran 1. Tingkat Partisipasi Petani Dalam Mengikuti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu No. Pertanyaan Sampel

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 2 September 2012

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VII. ANALISIS PENDAPATAN

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

III. METODE PENELITIAN. Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VII ANALISIS PENDAPATAN

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia,

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

III. METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

Transkripsi:

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani yang diperoleh maka dikatakan petani tersebut sukses melakukan usahanya dan akan timbul kepuasan pada petani. Pendapatan petani diukur dengan menghitung total penerimaan usahatani dikurangi dengan total biaya usahatani yang telah dikeluarkan. Penerimaan usahatani diperoleh dari hasil produksi dikali dengan harga jual dari produksi tersebut. Pengeluaran usahatani dihitung dari besarnya biaya pengeluaran untuk membeli input usahatani baik input tetap maupun input variabel. Pendapatan usahatani dilihat dari dua sisi yaitu pendapatan usahatani atas biaya tunai dan pendapatan usahatani atas biaya total. Pendapatan usahatani atas biaya tunai merupakan pendapatan usahatani yang diukur dari total seluruh biaya yang benar-benar dikeluarkan secara tunai oleh petani. Pendapatan atas biaya total dihitung terhadap seluruh biaya baik biaya tunai maupun biaya yang diperhitungkan. Faktor eksternal seperti musim diduga berpengaruh terhadap produksi jagung manis. Jumlah produksi terkait dengan pengaruh musim sebagai salah satu sumber risiko eksternal. Produksi jagung manis tentu saja akan menentukan pendapatan usahatani yang akan diperoleh petani. Dalam analisis pendapatan usahatani ini akan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu pendapatan usahatani untuk musim kemarau dan musim hujan. Tujuan pembagian kelompok ini adalah ingin mengetahui bagaimana pengaruh risiko yang disebabkan oleh musim terhadap pendapatan usahatani jagung manis petani responden di Desa Gunung Malang. Dari total 31 responden, sebanyak 15 orang menanam jagung manis pada musim kemarau dan sebanyak 16 orang menanam jagung manis pada musim hujan. 7.1 Penerimaan Usahatani Jagung Manis Penerimaan usahatani jagung manis dihitung berdasarkan rata-rata luasan lahan para petani responden yang dikonversi dalam hektar pada satu periode tanam. Penerimaan usahatani dihitung untuk dua musim berbeda yaitu musim kemarau dan musim hujan. Penerimaan usahatani jagung manis terdiri dari dua 111

komponen yaitu penerimaan tunai dan penerimaan yang diperhitungkan. Penerimaan tunai merupakan nilai dari hasil penjualan jagung manis. Nilai penjualan jagung manis yaitu perkalian dari jumlah produksi jagung manis per musim per hektar dikalikan dengan harga per satuan yang diterima oleh petani. Pendapatan lain dari usahatani jagung manis adalah penjualan baby corn. Penjualan baby corn ini masuk dalam komponen penerimaan tunai usahatani. Penerimaan yang diperhitungkan tidak dimasukkan dalam analisis pendapatan. Hal ini dikarenakan sangat jarang bahkan hampir tidak ada petani yang mengkonsumsi jagung manis hasil panennya sendiri. Kalaupun ada petani yang menggunakan jagung manis untuk konsumsi pribadi jumlahnya sangat kecil sekali. Seluruh hasil panen jagung manis milik petani langsung dijual baik melalui tengkulak maupun dijual sendiri. Penerimaan ditentukan oleh jumlah produksi yang dihasilkan dengan harga jual yang diterima oleh petani pada saat itu. Produksi rata-rata petani pada musim kemarau ternyata berbeda dengan produksi pada musim hujan. Pada musim kemarau produktivitas rata-rata jagung manis sebesar 8,04 ton/ha dan produktivitas rata-rata jagung semi sebesar 645,67 kg/ha. Sedangkan pada musim hujan rata-rata produktivitas jagung manis lebih tinggi daripada musim kemarau yaitu sebesar 8,30 ton/ha dan rata-rata produktivitas jagung semi sebesar 629,44 kg/ha. Produktivitas jagung manis pada kedua musim masih dibawah produktivitas potensial jagung manis secara umum yaitu 12-14 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa petani belum bisa mencapai produktivitas potensialnya yang diduga disebabkan karena adanya risiko produksi. Perbedaan jumlah produksi pada musim kemarau dan musim hujan tidak berbeda jauh. Akan tetapi produksi pada musim hujan masih lebih tinggi daripada musim kemarau. Hal ini berarti pada musim kemarau risiko produksi lebih besar. Adanya risiko pada musim kemarau ini disebabkan oleh tanaman yang kekurangan air yang dapat mengakibatkan tanaman mati kekeringan. Perawatan yang dilakukan petani tidak dilakukan secara baik karena petani tidak melakukan penyiranam pada musim kemarau sehingga tanaman mengalami kekeringan. Pada musim hujan petani juga tidak terlepas dari adanya risiko yang dikarenakan gulma, hama dan penyakit. Populasi gulma, hama dan penyakit meningkat pada 112

musim hujan terutama untuk hama belalang dan ulat serta penyakit bulai. Jadi, pada musim kemarau petani dihadapkan pada sumber risiko kekeringan sedangkan pada musim hujan petani di hadapkan pada sumber risiko gulma, hama dan penyakit. Hal ini yang menyebabkan produksi pada kedua musim tidak berbeda jauh. Harga rata-rata yang diterima petani juga berbeda. Pada musim hujan harga rata-rata jagung manis Rp 1.625/kg dan harga jagung semi rata-rata Rp 1.228,57/kg, sedangkan pada musim kemarau harga rata-rata jagung manis Rp 1.550,00/kg dan jagung semi Rp 1.815,38/kg. Harga rata-rata jagung manis pada musim hujan lebih tinggi daripada musim kemarau. Perbedaan harga ini dikarenakan sistem pemasaran yang dilakukan petani berbeda. Sistem pemasaran yang dilakukan petani dibagi menjadi dua yaitu menjual langsung ke pasar dan menjual ke tengkulak. Petani yang menjual langsung ke pasar dengan ke tengkulak sudah pasti harga yang diterima petani akan berbeda. Petani yang menjual jagung manis pada tengkulak juga mengalami variasi harga. Hal ini dikarenakan petani menjual jagung manis pada tengkulak yang berbeda-beda dan pada waktu yang berbeda juga sehingga harga yang diterima petani juga akan berbeda. Menurut petani harga jagung manis berfluktuatif tergantung dengan permintaan dan penawaran pasar. Harga terendah yang pernah diterima petani adalah Rp 500,00/kg sedangkan harga tertinggi yang pernah diterima petani adalah Rp 3.500,00/kg. Perbedaan harga dan perbedaan produksi menyebabkan perbedaan pada rata-rata penerimaan jagung manis. Rata-rata penerimaan tunai jagung manis pada musim hujan lebih besar daripada musim kemarau. Selisih penerimaan tunai antara musim hujan dengan musim kemarau mencapai Rp 917.614,01. Produksi dan harga jual jagung manis pada musim kemarau lebih rendah daripada musim hujan sehingga penerimaan pada musim hujan lebih tinggi daripada musim kemarau. Hasil total rata-rata penerimaan usahatani jagung manis dapat dilihat pada Tabel 21. 113

Tabel 21. Rata-Rata Penerimaan Usahatani Jagung Manis Petani Responden per Hektar pada Musim Hujan dan Musim Kemarau di Desa Gunung Malang pada Musim Tanam Tahun 2011-2012 Komponen Penerimaan Penerimaan Tunai Jagung Manis Penerimaan Tunai Jagung Semi Total Penerimaan Musim Kemarau Musim Hujan Fisik Harga Penerimaan Fisik Harga Penerimaan (Kg) (Rp/kg) (Rp) (Kg) (Rp/kg) (Rp) 8.040,51 1.550,00 13.103.073,22 8.298,65 1.625,00 14.020.687,23 645,67 1.815,38 1.057.564,10 629,44 1.228,57 784.415,58 14.160.637,32 14.805.102,81 7.2 Pengeluaran Usahatani Jagung Manis Pengeluaran usahatani jagung manis terbagi menjadi dua bagian yaitu pengeluaran tunai dan pengeluaran yang diperhitungkan. Pengeluaran tunai terdiri dari biaya yang dikeluarkan secara tunai untuk membeli input produksi seperti biaya pembelian benih, pupuk kimia (urea, phonska, dan TSP), pupuk kandang, pestisida cair, furadan, biaya transportasi, upah tenaga kerja di luar keluarga, pajak lahan dan sewa lahan. Sedangkan pengeluaran yang diperhitungkan terdiri dari biaya yang tidak secara tunai dikeluarkan oleh petani seperti biaya penyusutan peralatan, upah tenaga kerja dalam keluarga dan biaya sewa lahan yang diperhitungkan. Adapun besarnya rata-rata pengeluaran usahatani jagung manis dapat dilihat pada Tabel 22. Biaya pengeluaran tunai mengambil proporsi terbesar terhadap total biaya yaitu 80,12 persen pada musim kemarau dan 85,41 persen pada musim hujan. Rata-rata pengeluaran biaya tunai pada musim hujan lebih besar daripada musim kemarau. Hal ini dikarenakan pengaruh jumlah penggunaan input dan harga input tersebut. Biaya pengeluaran tunai terbesar yang harus ditanggung oleh petani adalah biaya upah tenaga kerja. Penelitian Putra (2011), Setiyanto (2008) dan Suroso (2006) juga menunjukkan bahwa pengeluaran terbesar dari total biaya tunai usahatani jagung adalah biaya tenaga kerja di luar keluarga. Menurut Setiyanto (2008) hal ini disebabkan oleh keluarga petani yang tidak ikut membantu dalam usahatani jagung sehingga untuk memenuhi kekurangan tenaga 114

kerja petani menyewa tenaga kerja dari luar keluarga. Usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang masih menerapkan sistem padat karya sehingga banyak menggunakan tenaga kerja manusia. Selain itu, beberapa kegiatan seperti pengolahan lahan membutuhkan lebih banyak tenaga kerja dan tidak mungkin dipenuhi dari tenaga kerja dalam keluarga karena jumlah anggota keluarga yang terbatas. Tabel 22. Rata-Rata Pengeluaran Usahatani Jagung Manis Petani Responden per Hektar pada Musim Hujan dan Musim Kemarau di Desa Gunung Malang pada Musim Tanam Tahun 2011-2012 No Pengeluaran Satuan Musim Kemarau Musim Hujan Fisik Pengeluaran Fisik Pengeluaran (Satuan) (Rp) (Satuan) (Rp) A Biaya Tunai 1 Pembelian Benih Kg/ha 7,63 563.106,73 7,19 732.140,15 2 Pupuk Kimia 0,00 Urea Kg/ha 453,44 910.602,34 373,68 716.456,78 Phonska Kg/ha 237,36 614.201,91 201,06 509.162,03 TSP Kg/ha 216,77 509.569,84 216,75 514.761,90 3 Pupuk Kandang Kg/ha 3.044,97 638.733,63 4.067,49 861.420,45 4 Pestisida Cair ml/ha 1.429,17 374.500,00 1.040,51 253.250,36 5 Furadan Kg/ha 14,55 175.511,28 16,88 197.286,33 6 Biaya Transportasi Rp 860.008,77 884.940,48 7 TKLK HOK/ha 134,25 5.477.069,42 135,97 5.148.955,97 8 Pajak Lahan Rp 91.666,67 91.666,67 9 Sewa Lahan Rp 1.543.000,00 1.543.000,00 Total Biaya Tunai 11.757.970,57 11.453.041,12 B Biaya Diperhitungkan 1 Penyusutan Rp 23.607,14 23.607,14 2 TKDK HOK/ha 54,44 2.097.256,94 40,48 1.135.937,50 3 Sewa Lahan Rp 796.387,10 796.387,10 Total Biaya Diperhitungkan 2.917.251,18 1.955.931,74 Total Biaya 14.675.221,76 13.408.972,86 Pengeluaran rata-rata untuk upah tenaga kerja di luar keluarga pada musim kemarau sebesar 37,32 persen terhadap total biaya sedangkan pada musim hujan sebesar 38,40 persen terhadap biaya total. Pada musim hujan pengeluaran untuk 115

upah tenaga kerja lebih besar, hal ini diduga dikarenakan penggunaan tenaga kerja untuk pembumbunan lebih banyak. Pada musim hujan, kegiatan pembumbunan tidak hanya dilakukan untuk meninggikan bedengan dan menyiangi gulma tetapi juga digunanakan untuk memperbaiki drainase lahan. Hal ini menyebabkan beban pekerjaan tenaga kerja menjadi bertambah berakibat pada penggunaan tenaga kerja semakin banyak atau jumlah hari kerjanya yang bertambah. Selain biaya untuk upah tenaga kerja, biaya pembelian pupuk kimia juga mengambil proporsi yang terbesar kedua terhadap total biaya. Pengeluaran untuk pembelian pupuk kimia pada musim kemarau lebih besar daripada musim hujan. Pengeluaran pembelian pupuk kimia pada musim kemarau mencapai 13,86 persen terhadap total biaya dan pada musim hujan mencapai 12,98 persen. Perbedaan penggunaan pupuk kimia ini dikarenakan pada musim kemarau ketersediaan air berkurang sehingga petani ingin meningkatkan hasil produksi dengan menggunakan pupuk yang lebih banyak. Biaya yang diperhitungkan terdiri dari biaya penyusutan, upah tenaga kerja dalam keluarga dan sewa lahan yang diperhitungkan. Biaya penyusutan merupakan biaya penyusutan peralatan usahatani yang digunakan oleh rata-rata seluruh petani responden. Biaya penyusutan pada kedua musim adalah sama karena setiap petani hampir rata-rata memiliki peralatan usahatani yang sama. Biaya penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus dengan asumsi nilai sisanya tidak ada. Biaya upah tenaga kerja dalam keluarga merupakan biaya yang diperhitungkan karena secara tunai petani tidak mengeluarkan biaya untuk upah tenaga kerja dalam keluarga. Akan tetapi biaya upah tenaga kerja dalam keluarga ini patut diperhitungkan karena tenaga kerja dalam keluarga juga berhak atas imbalan dari hasil kerja mereka. Biaya sewa yang diperhitungkan merupakan opportunity cost yang bisa diterima petani apabila lahan milik petani tersebut disewakan. Presentase pengeluaran terbesar atas biaya yang tidak diperhitungkan terhadap total biaya adalah pengeluaran terhadap upah tenaga kerja dalam keluarga. Pada musim kemarau, besarnya pengeluaran untuk upah tenaga kerja dalam keluarga mencapai 14,29 persen dan pada musim hujan mencapai 8,47 persen. Penelitian Putra (2011) dan Setiyanto (2008) juga menunjukkan bahwa 116

pengeluaran terbesar dari biaya tidak tunai petani adalah biaya tenaga kerja keluarga. Biaya sewa yang diperhitungkan diperoleh dari rata-rata biaya sewa lahan yang berlaku di Desa Gunung Malang. Rata-rata biaya sewa lahan per tahun di Desa Gunung malang yaitu Rp 7.250.000,00/ha dengan nilai sewa rata-rata per periode tanam Rp 1.543.000,00/ha. Dari nilai sewa per periode tanam tersebut diperoleh nilai sewa yang diperhitungkan sebesar Rp 796.387,09/ha. Total rata-rata pengeluaran usahatani pada musim kemarau ternyata lebih besar daripada total rata-rata pengeluaran usahatani pada musim hujan. Selisih total rata-rata pengeluaran pada musim kemarau dengan musim hujan mencapai Rp 1.266.248,90. Pengeluaran untuk pupuk kimia dan biaya tenaga kerja dalam keluarga yang diperhitungkan pada kedua musim menjadi penyebab dalam perbedaan total rata-rata pengeluaran tersebut. Pada musim kemarau, penggunaan pupuk kimia lebih besar daripada musim hujan. Hal ini dikarenakan pada musim kemarau ketersediaan air berkurang sehingga petani ingin meningkatkan hasil produksi dengan menggunakan pupuk yang lebih banyak. Penggunaan pupuk yang lebih banyak menyebabkan pengeluaran tunai untuk pembelian pupuk kimia juga lebih besar. Selain itu pada musim kemarau, petani responden menggunakan tenaga kerja dalam keluarga lebih besar daripada musim hujan sehingga pengeluaran untuk tenaga kerja dalam keluarga lebih besar pada musim kemarau. 7.3 Pendapatan Usahatani Jagung Manis Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan pengeluaran usahatani. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan usahatani jagung manis atas biaya tunai maupun biaya total usahatani jagung manis pada musim hujan lebih besar daripada musim kemarau (Tabel 23). Penelitian Pratiwi (2011) tentang pendapatan usahatani caisin juga menunjukkan hasil yang sama. Pendapatan usahatani caisin atas biaya tunai maupun biaya total pada musim hujan lebih besar daripada musim kemarau. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang panas dan kering sehingga menyebabkan tanaman caisin mengalami kekeringan dan tingginya tingkat serangan hama dan penyakit (Pratiwi 2011). Perbedaan pendapatan pada musim kemarau dengan musim hujan mengindikasikan adanya pengaruh risiko produksi terhadap pendapatan. Faktor 117

risiko berpengaruh terhadap hasil produksi jagung manis dan berpengaruh pula terhadap alokasi input produksi. Pada musim kemarau tingkat risiko produksi lebih besar daripada musim hujan. Hal ini bisa terjadi karena pada musim kemarau tanaman rentan terkena kekeringan sehingga bisa menyebabkan tanaman mati. Sementara itu kondisi kemarau ini tidak diimbangi dengan perawatan yang baik oleh petani. Petani tidak melakukan kegiatan penyiraman pada tanaman jagung manis sehingga tanaman sangat rentan terkena cekaman kekeringan. Tabel 23. Analsis Rata-Rata Pendapatan Usahatani Jagung Manis Petani Responden per Hektar pada Musim Hujan dan Musim Kemarau di Desa Gunung Malang pada Musim Tanam Tahun 2011-2012 No Komponen Musim Kemarau Musim Hujan (Rp) (Rp) A Penerimaan Tunai 14.160.637,32 14.805.102,81 B Penerimaan yang Diperhitungkan 0,00 0,00 C Total Penerimaan (A+B) 14.160.637,32 14.805.102,81 D Pengeluaran Tunai 11.757.970,57 11.453.041,12 E Pengeluaran yang Diperhitungkan 2.917.251,18 1.955.931,74 F Total Pengeluaran (D+E) 14.675.221,76 13.408.972,86 G Pendapatan atas Biaya Tunai 2.402.666,75 3.352.061,69 H Pendapatan atas Biaya Total -514.584,44 1.396.129,95 R/C atas Biaya Tunai 1,20 1,29 R/C atas Biaya Total 0,96 1,10 Usahatani jagung manis lebih menguntungkan untuk diusahakan pada musim hujan daripada musim kemarau. Petani yang melakukan usahatani jagung manis pada musim kemarau mengalami kerugian yang ditunjukkan dengan penerimaan atas biaya total pada musim kemarau menunjukkan angka yang negatif. Hal ini dikarenakan pengeluaran untuk biaya tunai maupun biaya diperhitungkan pada musim kemarau lebih besar daripada musim hujan. Dilihat dari pengeluaran tunai, pengeluaran tunai pada kedua musim tidak berbeda signifikan. Akan tetapi pengeluaran diperhitungkan pada kedua musim sangat berbeda jauh. Biaya yang diperhitungkan pada musim kemarau lebih besar daripada musim hujan. Selisih biaya yang diperhitungkan pada musim kemarau mencapai Rp 961.319,44 lebih besar daripada musim hujan. Hal ini dikarenakan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada musim kemarau lebih besar. Meskipun usahatani jagung manis yang dilakukan oleh petani pada musim 118

kemarau dikatakan merugi, tetapi usahatani jagung manis masih bisa dilaksanakan untuk penanaman musim tanam selanjutnya. Hal ini dikarenakan biaya tunai yang dikeluarkan untuk sarana produksi masih bisa dipenuhi oleh penerimaan tunai usahatani. Nilai R/C atas biaya tunai pada musim kemarau sebesar 1,20 dan atas biaya total sebesar 0,96. Artinya, setiap Rp 1.000 biaya (biaya tunai atau biaya total) yang dikeluarkan, pendapatan tunai yang akan diterima petani sebesar Rp 1.200 dan pendapatan total yang diterima petani sebesar Rp 960. Nilai R/C atas biaya tunai pada musim hujan sebesar 1,29 dan atas biaya total sebesar 1,10. Artinya, setiap Rp 1.000 biaya (biaya tunai atau biaya total) yang dikeluarkan, pendapatan tunai yang akan diterima petani sebesar Rp 1.290 dan pendapatan total yang diterima petani sebesar Rp 1.100. Nilai R/C pada musim hujan menunjukkan nilai yang lebih dari satu terhadap biaya tunai maupun biaya total. Sedangkan pada musim kemarau, nilai R/C bernilai lebih dari satu hanya terdapat pada R/C atas biaya tunai. Nilai R/C terbesar diperoleh pada musim hujan baik untuk R/C atas biaya tunai maupun atas biaya total. Hal ini menunjukkan bahwa petani yang mengusahakan jagung manis pada musim hujan lebih efisien dibandingkan pada musim kemarau. Dari hasil analisis pendapatan usahatani atas biaya tunai maupun total diperoleh hasil bahwa pendapatan usahatani untuk musim hujan dan musim kemarau berbeda. Namun, setelah dilakukan uji beda antar responden terhadap pendapatan pada kedua musim tersebut dengan menggunakan uji-t diperoleh hasil bahwa pendapatan pada kedua musim tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5 persen baik untuk pendapatan atas biaya tunai maupun atas biaya total. Uji beda pendapatan dengan Uji-T menunjukkan rata-rata pendapatan atas biaya tunai pada musim kemarau sebesar Rp 2.557.015,06 dan pada musim hujan Rp 3.469.973,62. Rata-rata pendapatan atas biaya total pada musim kemarau sebesar Rp 59.215,26 dan pada musim hujan Rp 2.082.010,63. Akan tetapi pendapatan usahatani tersebut tidak berbeda signifikan karena nilai t-hitung pada pendapatan atas biaya tunai (-0,282) dan nilai t-hitung pendapatan total (-0,587) lebih kecil daripada t-tabel (1,960). Sehingga dapat dikatakan rata-rata pendapatan usahatani baik pendapatan tunai maupun pendapatan total pada musim hujan tidak 119

berbeda signifikan terhadap rata-rata pendapatan pada musim kemarau. Pendapatan yang tidak berbeda signifikan ini menunjukkan bahwa pada kedua musim petani sama-sama menghadapi tingkat risiko produksi yang sama sehingga perbedaan produksi dan pendapatan usahatani jagung manis tidak berbeda signifikan. Meskipun rata-rata pendapatan pada kedua musim tidak berbeda nyata, rata-rata pendapatan usahatani menunjukkan angka positif dan lebih dari nol artinya pada kedua musim petani sama-sama memperoleh kentungan tetapi tidak berbeda signifikan. Hasil uji beda dengan menggunakan uji-t dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8. Kegiatan usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang dihadapkan pada kondisi adanya risiko produksi dan pengaruh harga input maupun output yang berakibat pada rendahnya pendapatan yang diterima petani dari kegiatan budidaya jagung manis tersebut. Petani mengalami kerugian ketika melakukan usahatani jagung manis pada musim kemarau. Pada musim hujan petani masih memperoleh keuntungan akan tetapi keuntungan yang diperoleh tidak cukup besar karena nilai R/C pada musim hujan menunjukkan angka yang masih mendekati satu. Dari hasil uji beda juga menunjukkan pada musim hujan maupun musim kemarau petani sama-sama memiliki peluang kehilangan produksi karena adanya sumber risiko sehingga rata-rata pendapatan pada kedua musim tidak berbeda signifikan. Selain adanya pengaruh risiko terhadap produksi jagung manis, petani juga dihadapkan pada pengaruh harga baik harga input maupun harga output. Harga input berpengaruh terhadap alokasi penggunaan input produksi. Keterbatasan modal yang dimiliki petani menyebabkan penggunaan input tidak optimal sehingga berpengaruh terhadap hasil produksi. Harga output berpengaruh terhadap penerimaan tunai petani. Harga output berubah-ubah sesuai dengan kondisi pasar yang dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran. Pengaruh risiko produksi dan variasi harga input maupun output dapat merugikan petani karena terkait dengan produksi yang akan dihasilkan dan pendapatan usahatani yang akan diterima. Untuk mengatasi hal tersebut petani dapat melakukan kegiatan diversifikasi usahatani. Kondisi dilapang menunjukkan bahwa, petani jagung manis di Desa Gunung Malang sudah melakukan kegiatan diversifikasi usahatani dengan cara menanam jagung manis secara polikultur 120

melalui sistem tumpang sari, tumpang gilir atau mengusahakan beberapa komoditas pertanian pada lahan yang dimilikinya. Petani jagung manis di Desa Gunung Malang sebagian besar melakukan budidaya tanaman jagung manis secara tumpang sari atau tumpang gilir dengan ubi jalar. Tanaman ubi jalar merupakan tanaman yang sesuai dengan tanaman jagung manis karena tanaman ubi jalar tidak mengganggu pertumbuhan jagung manis begitu pula sebaliknya. Menurut petani, mengusahakan jagung manis secara tumpangsari maupun tumpang gilir dengan ubi jalar menghemat biaya perawatan, mendapat hasil yang berlipat, mengantisipasi gagal panen dan harga jatuh pada salah satu tanaman, dan untuk pemanfaatan lahan yang maksimal. Menurut petani, biaya untuk budidaya jagung manis lebih besar daripada ubi jalar sehingga jika harga jagung manis rendah, kerugian dapat ditutupi dari hasil penjualan ubi jalar. Selain melakukan pola tanam polikultur, Petani di Desa Gunung Malang juga melakukan kegiatan rotasi tanam. Rotasi tanaman dilakukan oleh petani untuk menjaga kesuburan lahan dan mencegah timbulnya penyakit yang dibawa oleh tanaman. Rotasi tanaman dilakukan dengan menggilir jenis tanaman yang ditanam. Petani menghindari menanam jenis tanaman yang sama pada dua atau lebih musim tanam. Hal ini dapat menghindarkan tanaman terkena penyakit yang terbawa oleh tanaman sebelumnya. Kegiatan diversifikasi mampu mengurangi peluang terjadinya risiko produksi dan risiko harga. Ketika produksi jagung manis menurun dan harga jualnya juga menurun maka dengan melakukan usaha diversifikasi usahatani kerugian dari penurunan produksi dan harga tersebut dapat tertutupi dari kegiatan usahatani lainnya sehingga petani tidak mengalami kerugian seluruhnya. Usahatani secara tumpangsari dan tumpang gilir juga bisa meningkatkan efisiensi biaya karena beberapa kegiatan budidaya dapat dilakukan secara bersama sehingga dapat menghemat biaya pengeluaran. Kegiatan rotasi tanam juga dapat menghindarkan tanaman dari siklus serangan hama dan penyakit dan menjaga kesuburan lahan. Oleh karena itu langkah yang telah diambil petani untuk melakukan kegiatan diversifikasi usahatani dan rotasi tanam merupakan langkah yang tepat dan harus dipertahankan oleh petani untuk mengantisipasi terjadinya risiko produksi dan risiko harga. 121