BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR. Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan nasional untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

BAB II PENETAPAN HAK MENDAHULUI PADA FISKUS ATAS WAJIB PAJAK YANG DINYATAKAN PAILIT. A. Kepailitan dan Akibat Hukum Yang Ditinggalkannya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

TANGGUNG JAWAB KURATOR PADA KEPAILITAN PT. ARTA GLORY BUANA TERHADAP PARA KREDITOR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III HAK KREDITOR ATAS EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA BILAMANA DEBITOR PAILIT

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, baik orang perorangan (natural person) maupun

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

BAB II KEADAAN DIAM (STANDSTILL) DALAM HUKUM KEPAILITAN INDONESIA. Konsep keadaan diam atau standstill merupakan hal yang baru dalam

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT MENURUT UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK HAK JAMINAN KREDIT DI BANK DARI PERUSAHAAN YANG PAILIT 1 Oleh : Timothy Jano Sajow 2

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP KREDITOR PREFEREN DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIJAMINKAN DENGAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan.

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. meminjam maupun utang piutang. Salah satu kewajiban dari debitur adalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

TANGGUNG JAWAB PENANGUNG TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

2016, No Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi

AKIBAT HUKUM PERNYATAAN PAILIT

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak

BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITUR. 1. Akibat kepailitan terhadap harta kekayaan debitur pailit

DAFTAR PUSTAKA. AbdulKadir Muhammad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan III, PT. Citra Aditua Bakti, Bandung.

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

BAB I PENDAHULUAN. keinginan untuk meningkatkan keuntungan yang dapat diraih, baik dilihat dari segi

BAB I PENDAHULUAN. fungsi intermediary yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah

melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. 2

BAB I PENDAHULUAN. berarti adanya interaksi berlandaskan kebutuhan demi pemenuhan finansial.

BAB V PENUTUP. 1. Beberapa Kendala yang dihadapi Bank BRI yaitu: a. Kendala Terkait dengan Peraturan Perundang-Undangan. Undang-Undang Hak Tanggungan.

BAB II KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN PT. TELKOMSEL. TBK

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS. Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam utang-piutang, kreditor bersedia menyerahkan sejumlah uang

TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SELAKU PEMEGANG JAMINAN DENGAN HAK TANGGUNGAN

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH PERSEROAN TERBATAS (PT) SEBAGAI DEBITOR UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DAN PKPU

BAB III JUDICIAL REVIEW TERHADAP KEWENANGAN KURATOR DALAM MENGURUS DAN MEMBERESKAN HARTA PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang timbul hanya dari adanya perjanjian utang-piutang sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA DEBITUR PAILIT

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

BAB II PENGATURAN INDEPENDENSI KEWENANGAN PENGURUS DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)

BAB I PENDAHULUAN. piutang. Debitor tersebut dapat berupa orang perorangan (natural person) dan. terhadap kreditor tak dapat terselesaikan.

BAB II PENGATURAN PENCABUTAN PERNYATAAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

BAB II TANGGUNG JAWAB PERSONAL GUARANTOR DALAM KEPAILITAN

Pembuktian Sederhana dalam Perkara PKPU. PENERAPAN PRINSIP KELANGSUNGAN DALAM PKPU

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. A. Pengertian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014

BAB II PENGATURAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PENGATURAN DAN PENERAPAN PRINSIP PARITAS CREDITORIUM DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepailitan biasanya pada umumnya dikaitkan dengan utang piutang antara debitor dengan kreditor yang didasarkan pada perjanjian utang piutang atau perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang tersebut lahir suatu perikatan yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Salah satu kewajiban debitor adalah memenuhi atau melunasi utangnya sebagai suatu prestasi yang harus dilakukan. Akan tetapi, ada kalanya debitur tidak memenuhi kewajibannya, yaitu berhenti membayar utangnya. Keadaan berhenti membayar utang dapat terjadi karena tidak mampu membayar atau tidak mau membayar. Kedua penyebab tersebut tentu sama saja yaitu menimbulkan kerugian bagi kreditor yang bersangkutan. 1 Akibat dari kepailitan adalah debitor kehilangan hak untuk mengurus dan membereskan harta pailit. Namun hak perorangan tetap ada pada debitor. Dengan hilangnya kewenangan debitor untuk mengurus dan membereskan harta pailit, maka akan timbul pertanyaan mengenai siapa yang akan menggantikan kewenangan debitor sehubungan dengan harta pailit. Undang-Undang Nom or 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur bahwa 1 Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, 2006, hlm. 2

2 yang menggantikan debitor dalam melaksanakan hak dan kewenangannya sehubungan dengan harta pailit adalah kurator. 2 Tindakan pailit adalah suatu sitaan umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas. Harta pailit akan dibagikan sesuai dengan porsi besarnya tuntutan Kreditor. Prinsip kepailitan yang demikian ini merupakan realisasi dari ketentuan Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata, yaitu kebendaan milik Debi tor menjadi jaminan bersama-sama bagi semua Kreditor yang dibagi menurut prinsip keseimbangan atau Pari Pasu Prorata Parte. 3 Kedudukan para kreditor dalam kepailitan adalah sama (paritas creditorum). Oleh karena itu, mereka mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi harta pailit sesuai dengan besarnya tagihan mereka masing-masing (pari passu prorata parte). 4 Namun demikian, asas itu mengenal pengecualian yaitu golongan kreditor yang memegang hak agunan atas kebendaan dan golongan kreditor yang haknya didahulukan (kreditor separatis) berdasarkan Undang-Undang Kepailitan dan peraturan perundang-undangan lainnya. Dengan demikian, asas paritas creditorum berlaku bagi para kreditor konkuren saja. 5 2 Marjan Pane, Peranan Kurator dalam Pemberesan dan Pelelangan serta Masalah -masalah dalam Eksekusi Putusan Kepailitan, dalam lokakarya Kepailitan dan Transfer Aset Secara Melawan Hukum, Bogor, 20-22 Juli 2004, hlm. 134 3 Jerry Hoff, Undang Undang Kepailitan Indonesia, Penerjemah Kartini Mulyadi, PT. Tatanusa, Jakarta, 2000, hal. 13. 4 Fred B.G. Tambunan, Menelaah Konsep dasar dan Aspek Hukum Kepailitan, Prosiding Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya,Proceding Kepailitan dan Transfer Asset Secara Melawan Hukum, Bogor: 20-21 Juli 2004, Pusat pengkajian Hukum, Jakarta, 2005, hlm. 103 5 Rudy A. Lontoh (ed), Menyelesaikan Utang-Piutang melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, 2001, hlm. 128.

3 Terkait dengan hal tersebut, maka dalam membuat daftar pembagian yang diusulkan oleh Kurator untuk mendapatkan persetujuan Hakim Pengawas Kurator harus benar-benar memperhatikan kedudukan masing-masing kreditor sesuai dengan kedudukannya. Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 meliputi Kreditor K onkuren, kreditor dengan hak istimewa dan kreditor dengan jaminan kebendaan, yaitu: 6 1. Kreditor Konkuren; 2. Kreditor dengan hak istimewa menurut Pasal 1139 dan pasal 1149 KUH Perdata (tanpa kehilangan hak yang diberikan kepada mereka untuk menahan keben daan milik Debitor yang diberikan oleh undang-undang); 3. Kreditor dengan jaminan kebendaan, berupa gadai, hipotek, ha k atas panenan, hak tanggungan dan jaminan fidusia (tanpa kehilanga n hal untuk menjual dan memperoleh pelunasan terlebih dahulu dari harta kebendaan debitor, yang dijaminkan secara kebendaan dan djual tersebut. Ketiga kreditor di atas berhak untuk setiap saat: 7 1. Mengajukan permohonan kepailitan kepada debitor yang tidak memenuhi utangnya atau kewajibannya dalam bentuk penyerahan sejumlah uang tertentu pada waktu yang telah ditentukan; dan/atau 2. Dapat dikemukakan sebagai kreditor kedua dalam setiap permohonan pailit yang dimajukan kepada debitor yang telah memenuhi utang atau kewajibannya dalam bentuk penyerahan sejumlah uang tertentu pada waktu yang ditentukan tersebut. 6 Kartini Muljadi, Kreditor Preferen dan Kreditor Separatis dalam Kepailitan, Dalam Emmy Yuhassarie, Undang-Undang Kepailitan dan Perkembangannya, Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta, 2004, hlm.174-175 7 Ibid.

4 Hak Kreditor Separatis dalam kepailitan secara khusus diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dalam Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap kreditor pemegang gadai, jaminan Fidusia, Hak tanggungan, Hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seola h-olah tidak terjadi kepailitan. Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yaitu: 1. Pasal 56 (1) Hak eksekusi Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dan hak pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan Debitor Pailit atau Kurator, ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. (2) Penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap tagihan Kreditor yang dijamin dengan uang tunai dan hak Kreditor untuk memperjumpakan utang. (3) Selama jangka waktu penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kurator dapat menggunakan harta pailit berupa benda tidak bergerak maupun benda bergerak atau menjual harta pailit yang berupa benda bergerak yang berada dalam penguasaan Kurator dalam rangka

5 kelangsungan usaha Debitor, dalam hal telah diberikan perlindungan yang wajar bagi kepentingan Kreditor atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 2. Pasal 57 (1) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) berakhir demi hukum pada saat kepailitan diakhiri lebih cepat atau pada saat dimulainya keadaan insolvensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1). (2) Kreditor atau pihak ketiga yang haknya ditangguhkan dapat mengajukan permohonan kepada Kurator untuk mengangkat penangguhan atau mengubah syarat penangguhan tersebut. (3) Apabila Kurator menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kreditor atau pihak ketiga dapat mengajukan permohonan tersebut kepada Hakim Pengawas. (4) Hakim Pengawas dalam waktu paling lambat 1 (satu) hari setelah permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterima, wajib memerintahkan Kurator untuk segera memanggil dengan surat tercatat atau melalui kurir, Kreditor dan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk didengar pada sidang pemeriksaan atas permohonan tersebut. (5) Hakim Pengawas wajib memberikan penetapan atas permohonan dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Hakim Pengawas.

6 (6) Dalam memutuskan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Hakim Pengawas mempertimbangkan: a. lamanya jangka waktu penangguhan yang sudah berlangsung; b. perlindungan kepentingan Kreditor dan pihak ketiga dimaksud; c. kemungkinan terjadinya perdamaian; d. dampak penangguhan tersebut atas kelangsungan usaha dan manajemen usaha Debitor serta pemberesan harta pailit. 3. Pasal 58 (1) Penetapan Hakim Pengawas atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) dapat berupa diangkatnya penangguhan untuk satu atau lebih Kreditor, dan/atau menetapkan persyaratan tentang lamanya waktu penangguhan, dan/atau tentang satu atau beberapa agunan yang dapat dieksekusi oleh Kreditor. (2) Apabila Hakim Pengawas menolak untuk mengangkat atau mengubah persyaratan penangguhan tersebut, Hakim Pengawas wajib memerintahkan agar Kurator m emberikan perlindungan yang dianggap wajar untuk melindungi kepentingan pemohon. (3) Terhadap penetapan Hakim Pengawas, Kreditor atau pihak ketiga yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) atau Kurator dapat mengajukan perlawanan kepada Pengadilan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari setelah putusan diucapkan, dan Pengadilan wajib memutuskan perlawanan tersebut dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah perlawanan tersebut diterima.

7 (4) Terhadap putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diajukan upaya hukum apapun termasuk peninjauan kembali. Di dalam praktik banyak dijumpai Penetapan Hakim Pengawas maupun Putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap didapatkan hal yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tersebut di atas dimana Kreditor Separatis tidak memperoleh haknya atau mendapatkan secara utuh hasil penjualan lelang harta pailit sekalipun hasil lelang tersebut dibawah jumlah tagihan Kreditor Separatis, akan tetapi hak Kreditor Separatis masih harus dibagi dengan kreditor lainnya yang kedudukannya adalah bukan Kreditor Separatis, contohnya dalam Kasus Kepailitan PT. Sido Bangun Plastik Factory dan Kepailitan PT. Krene. Dengan demikian, penyelesaian pembagian harta pailit kepada para Kreditor menjadi berbeda daripada yang diatur dalam undang-undang. Adapun alasan pemilihan kasus ini yaitu tidak sederhananya pengurusan dan pemberesan Harta Pailit dalam suatu proses kepailitan karena dalam prakteknya disamping Kreditor Separatis, kurator masih harus berhadapan dengan buruh selaku Kreditor Preferen, pajak dan Kreditor Konkuren lainnya. Adapun kasus tersebut, adalah: Studi kasus Putusan Mahkamah Agung yang telah memeriksa perkara perdata khusus (kepailitan) pada Putusan Tingkat Kasasi No. 158 K/Pdt.Sus/2011. Putusan ini menguatkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan N egeri Surabaya No. 07/Pailit/2009/PN-Niaga.Sby. yang telah memberikan bagian kepada Kreditor Separatis yaitu PT. OCBC NISP (Kreditor Separatis) sebesar Rp 1.520.236.774,- (satu milyar lima ratus dua puluh juta dua ratus tiga puluh enam ribu tujuh ratus tujuh

8 puluh empat rupiah) dan kepada karyawan SFPMI dan Kamifarho (Kreditor Preferen) sebesar sama yaitu Rp 1.520.236.774,- (satu milyar lima ratus dua puluh juta dua ratus tiga puluh enam ribu tujuh ratus tujuh puluh empat rupiah), dari total tagihan sebesar Rp. 53.529.680.000,- (lima puluh tiga milyar lima ratus dua puluh sembilan juta enam ratus delapan puluh ribu). Berdasarkan daftar pembagian di atas dapat diketahui bahwa kreditor separatis telah memperoleh bagian yang jumlahnya sangat jauh dari jumlah tagihan karena dikurangi dengan tagihan buruh. Dilihat dari uraian tersebut di atas, maka nampaklah jelas bahwa dari daftar pembagian yang ada, Kreditor Separatis mendapatkan pembagian yang sangat jauh dari hasil penjualan lelang barang jaminanya, terlebih apabila dibandingkan dengan tagihannya. Dalam proses kepailitan, kurator tidak sepenuhnya bebas dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Kurator senantiasa berada di bawah pengawasan hakim pengawas. Tugas hakim pengawas adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit yang menjadi tugas kurator (yang dilakukan oleh kurator). 8 Kewenangan luas yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 pada kurator menjadi beban tersendiri bagi kurator agar berhati-hati dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya karena para pihak yang dirugikan oleh tindakan kurator dalam menjalankan tugasnya dapat mengajukan tuntutan atas kerugian yang dialaminya kepada kurator. 9 8 Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 102 9 Ibid, hlm. 115

9 Untuk mengawasi pengurusan dan pemberesan harta kepailitan, dalam putusan pernyataan kepailitan Majelis Hakim pengadilan Niaga mengangkat atau menunjuk seorang Hakim Pengawas yang berasal dan Hakim Pengadilan Niaga, yang bukan Hakim yang mengadili perkara kepailitan yang bersangkutan. Sebelumnya, Hakim Pengawas ini dinamai Hakim Komisaris. Tugas Hakim Pengawas adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta kepailitan. 10 Pengurusan dan Pemberesan harta pailit dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas. Sebelum mengambil suatu ketetapan dalam suatu hal mengenai pengurusan dan pemberesan harta kepailitan, Pengadilan harus terlebih dahulu mendengar Hakim Pengawas. 11 Berdasarkan ketentuan tersebut tugas pokok dan Hakim Pengawas adalah melakukan pengawasan terhadap pengurusan dan pemberesan harta kepailitan, serta memberikan pertim bangan dan saran kepada Pengadilan d alam memutuskan suatu hal yang berkaitan dengan pengurusan dan pemberesan harta kepailitan. Oleh karena itu, dalam melakukan tugasnya Hakim Pengawas harus memperhatikan kepentingan para kreditornya dengan sungguh-sungguh. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa peranan Kurator dan Hakim Pengawas dalam Pemberesan harta Pailit adalah sangat penting, termasuk berkaitan dengan tugas Kurator membuat daftar pembagian dan kemudian Hakim Pengawas memberikan persetujuan daftar pembagian yang diusulkan oleh Kurator. Berdasarkan latar belakang pemikiran tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas persoalan tersebut lebih lanjut dalam tesis ini dengan judul: 10 Pasal 65 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 11 Pasal 66 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

10 TANGGUNG JAWAB KURATOR TERHADAP KREDITOR SEPARATIS YANG DIRUGIKAN DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 158 K/Pdt.Sus/2011) B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tanggung jawab Kurator terhadap Kreditor Separatis yang dirugikan dalam pemberesan harta pailit? 2. Apa upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Kreditor Separatis yang dirugikan? C. Keaslian Penelitian Sebagai sebuah studi yang meilihat perkembangan mengenai Hukum Kepailitan khususnya mengenai peranan Kurator dalam pengurusan dan pemberesan Harta Pailit, penelitian ini tentunya bukanlah penelitian yang baru sama sekali, karena sudah ada penelitian yang dilakukan sebelumnya, misalnya: 1. Tesis, Program Studi Magister Hukum, Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, tahun 2014 dengan judul Peranan dan Tanggung Jawab Kurator Sebagai Likuidator Dalam Proses Pembubaran Perseroan Terbatas Dalam Pailit Pasca Berakhirnya Kepailitan dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Debitur Pailit, oleh Tonggo Parulian Sila.

11 2. Tesis, Program Studi Magister Hukum, Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, tahun 2008 dengan judul Tugas dan Kewenangan Kurator Dalam Kepailitan Perusahaan Terbuka, oleh Sangti Nainggolan. Dari penelitian-penelitian yang sudah disebutkan di atas, sepengetahuan penulis, berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan sebelumnya mengenai peranan Kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, penulis belum menemukan penelitian yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Karena penelitian yang dilakukan sebelumnya menekankan pada peranan dan tanggung jawab Kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit secara umum, sedangkan yang dilakukan oleh penulis lebih menekankan pada tanggung jawab Kurator terhadap Kreditor Separatis yang dirugikan dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan kerangka permasalahan yang telah dikemukakan, m aka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengkaji tanggung jawab kurator terhadap Kreditor Separatis yang dirugikan dalam pemberesan harta pailit. 2. Untuk menganalisis upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para Kreditor Separatis yang dirugikan.

12 E. Manfaat Penelitian Hasil Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan kontribusi yang baik dan bermanfaat, baik dari segi teoritis maupun dari segi praktis yang akan peneliti uraikan debagai berikut: 1. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan para pihak yang berkepentingan khususnya Tanggung Jawab Kurator terhadap Kreditor Separatis yang Dirugikan dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit. Kemudian sebagai sum ber untuk menambah literatur dalam perkembangan hukum khususnya di bidang hukum kepailitan mengenai tanggung jawab Kurator terhadap Kreditor Separatis yang dirugikan dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. 2. Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai pedoman Hakim Pengawas dan Kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit menurut Undang- Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.