BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

MATERI DAN METODE. Materi

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

Tatap mukake 6 KUANTITAS DAN KUALITAS SPERMA

PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Ternak (KTT) Manunggal

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

F.K. Mentari, Y. Soepri Ondho dan Sutiyono* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.

S. Suharyati Jurusan Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bandarlampung ABSTRAK

PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING KACANG DI JAWA TENGAH ABSTRACT

Pengaruh Bobot Badan Terhadap Kualitas dan Kuantitas Semen Sapi Simmental

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

Animal Agriculture Journal 3(2): , Juli 2014 On Line at :

PENGARUH BOBOT BADAN TERHADAP KUALITAS DAN KUANTITAS SEMEN SAPI SIMMENTAL THE EFFECT OF WEIGHT ON SIMMENTAL CATTLE SEMEN QUALITY AND QUANTITY

Perbedaan Kualitas Semen Segar Domba Batur dalam Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis

TINJAUAN PUSTAKA Domba Klasifikasi Domba Domba Garut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.)

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai

BAB III MATERI DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung,

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

DAYA HIDUP DAN ABNORMALITAS SPERMA ENTOK (Cairina moschata) YANG DITAMPUNG 3 DAN 6 HARI SEKALI DALAM PENGENCER YANG BERBEDA SKRIPSI.

PENGARUH FREKUENSI PENAMPUNGAN SEMEN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA PADA AYAM BANGKOK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perlakuan

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C

L.N. Varasofiari, E.T. Setiatin, dan Sutopo Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRACT ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Etawah dengan kambing lokal (Kacang). Kambing Etawah sendiri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana

KUALITAS SEMEN DOMBA LOKAL PADA BERBAGAI KELOMPOK UMUR SEMEN QUALITY OF RAM AT DIFFERENT AGE-GROUP

CENDEKIA Edisi: Maret 2008 ISSN: HUBUNGAN ANTARA JUMLAH FALSE MOUNTING DENGAN PRODUKSI SEMEN PEJANTAN SAPI MADURA

PENGARUH UMUR PEJANTAN DAN FREKUENSI PENAMPUNGAN TERHADAP VOLUME DAN MOTILITAS SEMEN SEGAR SAPI SIMMENTAL DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

Evaluasi Kualitas Semen Entok (Cairina Moschata) Pada Frekuensi Penampungan Berbeda

KORELASI KADAR ph SEMEN SEGAR DENGAN KUALITAS SEMEN SAPI LIMOUSIN DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG

Kualitas spermatozoa epididimis sapi Peranakan Ongole (PO) yang disimpan pada suhu 3-5 C

PERSENTASE HIDUP DAN ABNORMALITAS SEL SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) DENGAN PAKAN YANG DISUPLEMENTASI DAUN BINAHONG

PENGARUH LAMA SIMPAN SEMEN DENGAN PENGENCER TRIS AMINOMETHAN KUNING TELUR PADA SUHU RUANG TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING BOER

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI KU <klitas SPERMA DAN PENGHITUNGAN JUMLAH PENGENCER DALAM UPAYA MENENTUKAN KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara kambing Kacang (lokal) dengan kambing Etawah (kambing

HUBUNGAN ANTARA BOBOT BADAN DENGAN PROPORSI ORGAN PENCERNAAN SAPI JAWA PADA BERBAGAI UMUR SKRIPSI. Oleh NUR FITRI

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

UKURAN ORGAN REPRODUKSI DOMBA LOKAL JANTAN PADA UMUR YANG BERBEDA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah

OBSERVASI KUALITAS SPERMATOZOA PEJANTAN SIMMENTAL DAN PO DALAM STRAW DINGIN SETELAH PENYIMPANAN 7 HARI PADA SUHU 5 C

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

PENANGANAN SEMEN DARI TEMPAT KOLEKSI KE LAB HINDARI SINAR MATAHARI LANGSUNG USAHAKAN SUHU ANTARA O C HINDARI DARI KOTORAN TERMASUK DEBU

I. PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai evaluasi kualitas semen beku sapi Brahman post

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC

PENGARUH PENGENCER SEMEN TERHADAP ABNORMALITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA KAMBING LOKAL PADA PENYIMPANAN SUHU 5ºC

Transkripsi:

19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi terhadap kualitas semen dimaksudkan untuk menentukan kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen tersebut diproses lebih lanjut. Evaluasi semen segar dapat ditentukan dengan dua cara yaitu secara makroskopis dan mikroskopis. Hasil penelitian penimbangan bobot badan dan evaluasi semen secara mikroskopis yang meliputi konsentrasi, persentase hidup dan abnormalitas didapatkan hasil sebagai berikut (Tabel 1). Tabel 1. Rata-rata Hasil Evaluasi Konsentrasi, Persentase Hidup dan Abnormalitas Semen Entok Parameter Kisaran Rata-rata Konsentrasi (x 10 7 sel/ml) Persentase hidup (%) Abnormalitas (%) 71,00-188,00 82,12-87,32 12,33-16,42 145,02 84,63 14,55 4.1. Konsentrasi Spermatozoa Konsentrasi spermatozoa adalah jumlah sel spermatozoa dalam sekali unit ejakulat. Penilaian konsentrasi sangat penting karena konsentrasi merupakan salah satu faktor yang dapat menggambarkan karakteristik semen dan konsentrasi juga dapat digunakan sebagai faktor penentu kualitas semen. Konsentrasi spermatozoa dari 5 ekor entok yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 0,71 x 10 9

20 1,88 x 10 9 / ml sel spermatozoa, dengan rata-rata 1,45 x 10 9 / ml sel spermatozoa (Tabel 1). Hasil tersebut lebih tinggi dari hasil penelitian Setioko (2002) bahwa konsentrasi sperma adalah 0,91-0,96 x 10 9 sel spermatozoa/ml. Hasil penelitian yang berbeda kemungkinan disebabkan karena perbedaan individu, bobot badan serta manajemen pemeliharaan yang berbeda dalam penelitian. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi konsentrasi spermatozoa. Menurut Toelihere (1985) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya konsentrasi spermatozoa diantaranya adalah bangsa ternak, bobot badan, umur dan frekuensi penampungan semen. 4.2. Persentase Hidup Spermatozoa Persentase hidup spermatozoa dari 5 ekor entok yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 82,12-87,32% dengan rata-rata 84,63%. Spermatozoa hidup yang diamati dengan pewarnaan eosin negrosin akan tetap berwarna jernih, sedangkan spermatozoa mati akan menyerap zat warna eosin negrosin sehingga spermatozoa akan berwarna merah muda. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh hasil yang lebih tinggi dari perolehan Amah et al. (2009) yang menyatakan bahwa persentase hidup spermatozoa entok adalah berkisar antara 70-84%. Hasil yang lebih tinggi dikarenakan penampungan semen yang dilakukan pada pagi atau sore hari ketika suhu tidak panas serta penanganan yang hati-hati. Hal ini sesuai pendapat Toelihere (1985), bahwa beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan semen agar daya hidup sel spermatozoa tidak

21 cepat turun yaitu menghindari panas suhu yang berlebihan, berhubungan dengan udara luar terlalu lama, terkena sinar matahari secara langsung dan menghindari goncangan yang berlebihan. Pujiastuti (2009) menyatakan bahwa peningkatan suhu akan menyebabkan meningkatnya asam laktat yang kemudian ketahanan spermatozoa untuk hidup akan menurun. Hal ini disebabkan karena sumber makanan atau produksi energi yang terkandung didalamnya akan semakin habis sehingga sperma tidak tahan hidup lebih lama. 4.3. Persentase Abnormalitas Spermatozoa Rata-rata abnormalitas spermatozoa dari 5 ekor entok pada saat penelitian adalah 14,55% dengan kisaran 2,33-16,42% (Tabel 1). Hasil yang diperoleh terrsebut masih tergolong baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1985) bahwa semen biasanya mengandung 5-20% spermatozoa yang abnormal. Abnormalitas dari spermatozoa mempengaruhi motilitas serta fertilitas dari spermatozoa tersebut, semakin banyak sperma yang abnormal dari spermatozoa yang disekresikan maka akan memperkecil persentase fertilitasnya (Gazali, 2001). Abnormalitas semen yang diperoleh dalam penelitian tergolong baik karena penampungan semen dilakukan pada pagi atau sore hari ketika suhu tidak terlalu panas sehingga ternak tidak stress. Hal ini sesuai pendapat Salisbury dan VanDemark (1985) bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi abnormalitas adalah genetik ternak, penyakit, defisiensi makanan, pengaruh lingkungan dan stress.

22 4.4. Hubungan Bobot Badan dengan Konsentrasi Spermatozoa Analisis korelasi antara bobot badan terhadap konsentrasi, persentase hidup dan abnormalitas spermatozoa entok (Cairina moschata) didapatkan hasil (Tabel 2). Pendugaan nilai korelasi digunakan untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara dua variabel yaitu antara bobot badan dengan konsentrasi, bobot badan dengan persentase hidup dan bobot badan dengan abnormalitas. Tabel 2. Korelasi Regresi antara Bobot Badan terhadap Konsentrasi, Persentase Hidup dan Abnormalitas Uraian Koefisien korelasi (r) Koefisien determinasi (R) Persamaan %... B K -0,211 0,044 Y = 496,275 125,833 X B PH 0,326 0,106 Y = 60,508 + 8,646 X B A -0,381 0,145 Y = 37,604 8,262 X Keterangan : B = Bobot badan, K A = Abnormalitas = Konsentrasi, PH = Persentase Hidup, Data diatas menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif antara bobot badan dengan konsentrasi dan abnormalitas spermatozoa. Hubungan korelasi positif ditunjukkan bobot badan terhadap persentase hidup spermatozoa. Angka korelasi berkisar antara -1 hingga 1. Tanda negatif ( ) dan positif (+) hanya menunjukkan arah hubungan antar kedua variabel. Hasil perhitungan uji korelasi antara bobot badan dengan konsentrasi spermatozoa entok menunjukkan bahwa terdapat hubungan atau korelasi negatif

23 yang lemah antara bobot badan dengan konsentrasi spermatozoa (r < 0,5). Hasil ini terlihat pada Tabel 3 bahwa antara bobot badan dengan konsentrasi mempunyai nilai koefisien korelasi (r = -0,211). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi bobot badan konsentrasinya semakin rendah begitu pula sebaliknya, jika bobot badan rendah konsentrasinya akan tinggi. Hasil analisis statistik menggunakan regresi linear menunjukkan bahwa antara bobot badan dengan konsentrasi spermatozoa diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan persamaan garis Y = 496,275 125,833 X, dengan koefisien determinasi 0,044 (Tabel 2 dan Ilustrasi 4). Hal ini berarti konsentrasi spermatozoa hanya sedikit dipengaruhi oleh bobot badan karena koefisien determinasinya hanya 4,4%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Ilustrasi 4. Regresi Linear antara Bobot Badan terhadap Konsentrasi Hasil tersebut berbeda dengan pendapat Kusno (2002) yang menyatakan bahwa konsentrasi spermatozoa tergantung dari bobot badan. Bobot badan

24 memiliki hubungan positif dengan ukuran testis. Ukuran testis yang besar sel-sel dalam testis pembentuk spermatozoa (tubuli seminiferi) menjadi lebih banyak sehingga kemampuan produksi spermatozoa juga akan tinggi. Noviana et al. (2000) menyatakan bahwa, semakin banyak jumlah tubuli seminiferi yang ditemukan perluasan testis, berarti semakin panjang ukuran tubuli yang berarti semakin luas daerah spermatogenesis. Semakin luasnya daerah dimana spermatogenesis terjadi semakin banyak pula jumlah spermatozoa yang dihasilkan, sehingga konsentrasinya juga semakin tinggi. Perbedaan hasil penelitian terjadi kerena perbedaan individu ternak, pakan yang diberikan, kondisi reproduksi entok dan kondisi lingkungan yang digunakan selama penelitian. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Toelihere (1985) konsentrasi spermatozoa dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya umur, bangsa ternak, frekuensi penampungan dan waktu penampungan. Konsentrasi spermatozoa juga dipengaruhi oleh perkembangan seksual dan kedewasaan pejantan, kualitas pakan, besar testes, musim dan perbedaan tempat geografis (Kusno, 2002). 4.5. Hubungan Bobot Badan dengan Persentase Hidup Spermatozoa Nilai korelasi antara bobot badan dengan persentase hidup spermatozoa entok adalah 0,326 (Tabel 2) yang menunjukkan bahwa ada hubungan atau korelasi positif yang lemah antara dua variabel tersebut (r < 0,5). Bobot badan yang semakin tinggi akan memberikan nilai persentase hidup yang semakin tinggi pula. Bobot badan yang tinggi menggambarkan kondisi badan yang bagus yang

25 tentunya mendukung kondisi reproduksi ternak tersebut sehingga semen yang ditampung akan menghasilkan kualitas yang bagus. Hal ini sesuai dengan pendapat Safitri (2003) bahwa persentase hidup spermatozoa dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya umur, bobot badan dan bangsa ternak. Hasil analisis regresi linier antara bobot badan dan persentase hidup spermatozoa tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa kontribusi bobot badan terhadap kenaikan persentase hidup sangat kecil. Kurva persamaan garis regresi linier antara bobot badan dengan persentase hidup spermatozoa diperoleh hasil sebagai berikut (Ilustrasi 5): Ilustrasi 5. Regresi Linear antara Bobot Badan terhadap Persentase Hidup Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa persamaan garis antara bobot badan dengan persentase hidup spermatozoa adalah Y = 60,508 + 8,646 X (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1kg bobot badan akan menaikkan persentase hidup spermatozoa sebesar 8,646% atau jika dibulatkan 9%. Nilai koefisien determinasi antara bobot badan dengan persentase hidup yaitu

26 sebesar 0,106 atau bobot badan hanya mempengaruhi nilai persentase hidup spermatozoa sebesar 10,6% sedang sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. 4.6. Hubungan Bobot Badan dengan Abnormalitas Spermatozoa Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan atau korelasi negatif yang lemah antara bobot badan dengan abnormalitas spermatozoa (r < 0,5). Hubungan bobot badan dengan abnormalitas spermatozoa mempunyai nilai koefisien korelasi (r = -0,381), yang artinya semakin rendah bobot badan maka abnormalitas spermatozoanya semakin tinggi begitu pula sebaliknya semakin tinggi bobot badan maka abnormalitas spermatozoanya semakin rendah. Safitri (2003) menyatakan bahwa bobot badan meningkat dengan bertambahnya umur ternak. Umur ternak yang semakin dewasa maka fungsi organ kelamin primer (testes) sudah optimal sehingga proses spermatogenesisnya dapat berjalan dengan baik dan sempurna sehingga abnormalitas sperma berkurang. Testosteron merupakan hormon yang berperan dalam proses spermatogenesis, apabila ketersediaan testosteron terpenuhi maka proses tersebut akan berjalan dengan baik dan tidak terjadi abnormalitas primer pada spermatozoa. Courot dan Ortavant (1980) menyatakan ukuran testis yang besar, sel-sel dalam testis baik pembentuk hormon (sel-sel leydig) maupun jaringan pembentuk spermatozoa (tubuli seminiferi) menjadi lebih banyak sehingga kemampuan produksi testosteron dan spermatozoa juga akan tinggi.

27 Regresi linier antara bobot badan dengan abnormalitas spermatozoa menunjukkan bahwa keduanya tidak berbeda nyata (P>0,05). Persamaan garis linier antara bobot badan dengan abnormalitas spermatozoa diperoleh hasil sebagai berikut (Tabel 2 dan Ilustrasi 6) : Ilustrasi 6. Regresi Linear antara Bobot Badan terhadap Abnormalitas Berdasarkan data diatas diketahui bahwa rumus persamaannya yaitu Y = 37,60 8,262 X dengan koefisien determinasi sebesar 14,5% (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1kg bobot badan akan menurunkan abnormalitas sebesar 8,262% atau jika dibulatkan 8%. Jika dilihat koefisien determinasinya, maka 14,5% abnormalitas spermatozoa dipengaruhi oleh bobot badan sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Salisbury dan VanDemark (1985) bahwa abnormalitas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu genetik ternak, penyakit, defisiensi makanan, pengaruh lingkungan dan stress.