BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meringankan gejala batuk dan pilek, penyakit yang seluruh orang pernah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat influenza. PCT merupakan analgesik-antipiretik, dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Betametason (Bm) dan Deksklorfeniramin Maleat (Dk) adalah kombinasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Trichomoniasis vaginalis, Amoebiasi dan Giardasis. Metronidazol bekerja efektif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbagai infeksi virus pada manusia disebabkan oleh virus herpes. Infeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nistatin sebagai obat antijamur poliena secara alami berasal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigitan serangga dan eksim scabies (Anonim, 2008). Fluosinolon asetonid

VALIDASI METODE ANALISIS KLORFENIRAMIN MALEAT DAN GUAIFENESIN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI SERTA APLIKASINYA DALAM SEDIAAN SIRUP

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kembali pada awal tahun 1920-an. Pada tahun 1995-an, metode kromatografi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kombinasi kedua obat memberikan efek sinergis (Ganiswarna, 2007).

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk tabung pipih atau siskuler, kedua permukaannya rata atau cembung,

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS SUKROSA UNTUK MENENTUKAN KEASLIAN MADU PERDAGANGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

RINGKASAN. Kata kunci : Optimasi; Fase Gerak; Campuran dalam Sirup; HPLC

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

Analisis Fenobarbital..., Tyas Setyaningsih, FMIPA UI, 2008

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB I PENDAHULUAN. menghambat enzim HMG-CoA reduktase. HMG-CoA merupakan pembentuk

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK (2014), uraian mengenai teofilin adalah sebagai. Gambar 2.1 Struktur Teofilin

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Hidrokortison asetat adalah kortikosteroid yang banyak digunakan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY

Kata kunci : deksametason, jamu pegal linu, KCKT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4 Hasil dan Pembahasan

TINJAUAN PUSTAKAA Sifat. Fisikokimia. berikut: Rumus struktur : Nama Kimia. Rumus Molekul. : C 6 H 12 NNaO. Berat Molekul.

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Republik Indonesia tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen

VALIDASI METODE ANALISIS PENENTUAN KADAR HIDROKINON DALAM SAMPEL KRIM PEMUTIH WAJAH MELALUI KLT-DENSITOMETRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. meringankan gejala batuk dan pilek, penyakit yang hampir seluruh orang pernah

VALIDASI DAN PENGEMBANGAN PENETAPAN KADAR TABLET BESI (II) SULFAT DENGAN METODE TITRASI PERMANGANOMETRI DAN SERIMETRI SEBAGAI PEMBANDING SKRIPSI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR ASAM ASETILSALISILAT DALAM SEDIAAN OBAT MEMANFAATKAN SINAR REFLEKTAN TERUKUR DARI BERCAK YANG DIHASILKAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan tambahan pangan dewasa ini sangat beragam, dari

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan

III. BAHAN DAN METODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Ditjen POM RI, 1995).

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

BAB III METODE PERCOBAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY

BAB I PENDAHULUAN. analgetik dan antipiretik disamping jenis obat lainnya. Jenis obat tersebut banyak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami*

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... vii

BAB III METODE PENGUJIAN. Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minuman energi adalah minuman ringan non-alkohol yang dirancang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Linieritas metode analisis kalsium dalam tanah dengan AAS ditentukan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kombinasi CTM dan GG sering digunakan sebagai zat aktif untuk meringankan gejala batuk dan pilek, penyakit yang seluruh orang pernah mengalaminya (Hardman dkk., 1996). CTM berkhasiat sebagai antihistamin yag banyak digunakan untuk mengurangi gejala umum rinitis alergi (Ardiyanti dkk., 2014) dan GG sebagai ekspektoran yang meningkatkan pembersih mukosilier (Sartono, 2005). Kadar CTM dalam sediaan sirup sangat kecil yaitu tiap 5 ml sirup mengandung 1 mg dan kandungan GG dalam sirup setiap 5 ml adalah 50 mg, sehingga membutuhkan metode analisis yang tepat untuk menentukan kadar masing-masing obat. Salah satu kontrol yang dapat digunakan adalah pengukuran analitik yang meliputi pengukuran dan penetapan kadar obat. Oleh karena itu, dibutuhkan metode analisis untuk diaplikasikan dalam kontrol kualitas obat. Menurut FI edisi V tahun 2004 kadar CTM dapat ditentukan secara kromatografi gas menggunakan helium kering sebagai gas pembawa. Sedangkan GG dapat ditetapkan kadarnya menggunakan KCKT dengan fase gerak berupa campuran A dan campuran B, campuran A dibuat dengan mencampur air:asam asetat glasial dengan perbandingan (990:10 v/v), laju alir 1 ml/menit, menggunakan kolom 25 cm x 4,5 mm dan berisi bahan pengisi L1 pada panjang gelombang 276 nm. 1

2 Dilihat dari strukturnya, CTM memiliki gugus kromofor berupa cincin pirimidin, cincin benzen, dan ikatan C=C- yang mengandung elektron pi (π) terkonjugasi yang dapat mengasorbsi sinar pada panjang gelombang tertentu di daerah UV (200-400 nm), sehingga dapat memberikan nilai serapan (Siswandono, 1998) dan GG mempunyai gugus auksokrom yang menjadikannya bersifat polar sehingga dapat dipisahkan dengan metode KCKT dan gugus kromofor yang dapat dianalisis oleh detektor UV (Epstein, 2004). Penelitian yang dilakukan Chaudhary et al., (2015) telah melakukan pengembangan dan validasi metode KCKT untuk penetapan kadar bromhexin HCl, GG dan CTM dalam sediaan tablet menggunakan fase gerak asam ortho fosfat:asetonitril (40:60 v/v), fase diam kolom C18 dengan laju alir 1,5 ml/menit dan menggunakan panjang gelombang 254 nm. Penentuan panjang gelombang pada hasil penelitian tidak ditentukan melalui titik isobastik. Penelitian yang dilakukan Kolhal et al., (2014) telah menetapkan kadar parasetamol, GG, ambroxol, fenileprin HCl dan CTM dengan metode KCKT yang diterapkan pada sediaan tablet menggunakan fase gerak asetonitril:air (5:5 v/v), fase diam yang digunakan adalah kolom C18 dengan laju alir 1,5 ml/menit dan menggunakan panjang gelombang 228 nm. Penentuan waktu alir yang semakin besar akan membuat waktu retensi yang dihasilkan juga semakin lama. Penelitian menghasilkan linieritas yang bagus namun waktu retensi lambat. Penelitian yang dilakukan Nalini et al., (2014) menetapkan kadar kombinasi obat parasetamol, GG, fenileprin HCl, CTM dan bromhexin HCl dengan metode KCKT pada sediaan tablet menggunakan fase gerak metanol:asetonitril (3:2 v/v),

3 fase diam berupa kolom C-8 simetri dengan laju alir 1 ml/menit dan menggunakan panjang gelombang 220 nm. Penelitian menghasilkan kurva baku yang kurang linier walaupun memenuhi syarat. Penelitian yang dilakukan Abdulbari dan Ihsan (2013) telah menetapkan kadar CTM, PCT, fenilpropanilamin HCl dan kafein menggunakan metode KCKT yang ditetapkan pada sediaan tablet menggunakan fase gerak campuran asetonitril:metanol:air (15:10:75 v/v), fase diam berupa kolom C18 dengan laju alir 1 ml/menit dan panjang gelombang 220 nm. Berdasarkan hal di atas, maka akan dilakukan penelitian lebih lanjut validasi metode penetapan kadar CTM dan GG dengan metode KCKT yang belum pernah dilakukan dan aplikasinya dalam sediaan sirup. B. Perumusan Masalah 1. Apakah validasi metode penetapan kadar CTM dan GG menggunakan KCKT dengan fase gerak campuran asetonitril:metanol:air dan fase diam C18 dapat dilakukan? 2. Apakah metode yang sudah divalidasi pada penetapan kadar CTM dan GG dapat diaplikasikan dalam sediaan sirup? 3. Apakah kadar CTM dan GG dalam sediaan sirup memenuhi persyaratan menurut Farmakope Indonesia Edisi V (2004)?

4 C. Tujuan Penelitian 1. Melakukan validasi terhadap metode penetapan kadar CTM dan GG menggunakan KCKT. 2. Menetapkan kadar CTM dan GG dalam sediaan sirup menggunakan metode KCKT yang telah divalidasi. 3. Mengetahui kadar CTM dan GG dalam sediaan sirup memenuhi persyaratan yang ditetapkan Farmakope Indonesia Edisi V (2004). D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan menghasilkan metode yang dapat digunakan sebagai acuan untuk analisis campuran CTM dan GG dalam sediaan sirup. E. Tinjauan Pustaka 1. Klorfeniramin Maleat dan Guaifenesin a. Klorfeniramin Maleat Klorfeniramin Maleat (CTM) merupakan generasi pertama alkil amina antihistamin yang digunakan dalam pencegahan gejala kondisi alergi seperti rhinitis dan urtikaria (Katzung, 2001). CTM memiliki rumus molekul C16H19C1N2.C4H4O4 dengan berat molekul 390,87 g/mol. Pemerian CTM berupa serbuk kristal putih dan tidak berbau. CTM larut dalam air, etanol dan klorofom, sukar larut dalam eter dan benzena (Depkes RI, 1995). Penelitian yang dilakukan Abdulbari dan Ihsan (2013) telah menetapkan kadar CTM, PCT, fenilpropanilamin HCl dan kafein

5 menggunakan metode KCKT yang ditetapkan pada sediaan tablet menggunakan fase gerak campuran asetonitril:metanol:air (15:10:75 v/v), fase diam berupa kolom C18 dengan laju alir 1 ml/menit dan panjang gelombang 220 nm. Penelitian yang dilakukan Kolhal et al., (2014) telah menetapkan kadar parasetamol, GG, ambroxol, fenileprin HCl dan CTM dengan metode KCKT yang diterapkan pada sediaan tablet menggunakan fase gerak asetonitril:air (5:5 v/v), fase diam yang digunakan adalah kolom C18 dengan laju alir 1,5 ml/menit dan menggunakan panjang gelombang 228 nm. Menghasilkan linieritas yang bagus namun waktu retensi lambat. Struktur Kimia Klorfeniramin Maleat ditunjukkan oleh Gambar 1. Gambar 1. Struktur Kimia Klorfeniramin Maleat (Depkes RI, 1995) b. Guaifenesin Guaifenesin (GG) adalah derivat guaiakol yang banyak digunakan sebagai ekspektoran dalam berbagai jenis sediaan batuk. Pada dosis tinggi bekerja merelaksasi otot (Tjay dan Raharja, 2007). GG mempunyai rumus molekul C10H14O4. Pemerian GG berupa serbuk hablur, putih agak kelabu dengan bau khas lemah dan rasa pahit. GG

6 larut dalam air, etanol, klorofom, dan propilen glikol serta agak sukar larut dalam gliserin. GG mempunyai ph antara 5 dan 7 dengan cara penyimpanannya dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1995). Penelitian yang dilakukan Chaudhary et al., (2015) telah melakukan pengembangan dan validasi metode KCKT untuk penetapan kadar bromhexin HCl, GG dan CTM dalam sediaan tablet menggunakan fase gerak asam ortho fosfat:asetonitril (40:60 v/v), fase diam kolom C18 dengan laju alir 1,5 ml/menit dan menggunakan panjang gelombang 254 nm. Penentuan panjang gelombang pada hasil penelitian tidak ditentukan melalui titik isobastik. Penelitian yang dilakukan Nalini et al., (2014) menetapkan kadar kombinasi obat parasetamol, GG, fenileprin HCl, CTM dan bromhexin HCl dengan metode KCKT pada sediaan tablet menggunakan fase gerak metanol:asetonitril (3:2 v/v), fase diam berupa kolom C-8 simetri dengan laju alir 1 ml/menit dan menggunakan panjang gelombang 220 nm. Penelitian menghasilkan kurva baku yang kurang linier walaupun memenuhi syarat. Struktur Kimia Guaifenesin ditunjukkan oleh Gambar 2. Gambar 2. Struktur Kimia Guaifenesin (Depkes RI, 1995)

7 2. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi dan detektor yang sensitif dan beragam. KCKT mampu menganalisis berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Depkes RI, 1995). Kelebihan metode KCKT adalah mampu memisahkan molekulmolekul dari suatu campuran, kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi, mudah melaksanakannya, dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis, resolusi yang baik, dapat digunakan bermacam-macam detektor, kolom dapat digunakan kembali dan mudah melakukan perolehan kembali (Putra, 2004). Keterbatasan metode KCKT adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Gandjar dan Rohman, 2007). Instrumental KCKT pada dasarnya terdiri atas beberapa komponen pokok yaitu: wadah fase gerak, sistem penghantaran fase gerak, alat untuk memasukan sampel, kolom, detektor, wadah penampung buangan fase gerak, tabung penghubung dan suatu komputer atau integrator atau perekam. Skema Komponen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dapat dilihat pada Gambar 3.

8 2 5 1 3 4 6 1 2 Gambar 3. Skema Komponen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Putra, 2004) Keterangan: 1. Eluent (wadah fase gerak) 2. Pompa 3. Injektor 4. Kolom 5. Detektor 6. Pengolah Data 1) Eluent (wadah fase gerak) Wadah fase gerak harus bersih dan inert. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilang gas) yang ada pada fase gerak, sebab ada gas yang akan terkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Pada saat membuat pelarut untuk fase gerak, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan pelarut, dapar dan reagen dengan kemurnian yang sangat tinggi dan lebih terpilih lagi jika pelarut yang akan digunakan untuk KCKT berderajat KCKT (HPLC grade) (Gandjar dan Rohman, 2007).

9 2) Pompa Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yaitu: pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 ml/menit (Gandjar dan Rohman, 2007). 3) Injektor Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sampel loop) internal atau eksternal (Gandjar dan Rohman, 2007). 4) Kolom Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok: a. Kolom analitik: Diameter dalam 2-6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis material pengisi kolom. Kemasan pellicular, panjang yang digunakan adalah 50-100 cm. Kemasan poros mikropartikulat, 10-30 cm sedangkan pada umumnya 5 cm.

10 b. Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25-100 cm (Putra, 2004). 5) Detektor Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel di dalam kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadarnya (analisis kuantitatif). Detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas dan memberi respons untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh (Putra, 2004). 6) Fase Gerak Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam dan sifat komponen-komponen sampel (Gandjar dan Rohman, 2007). Komposisi dari pelarut atau fase gerak adalah satu variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat variasi yang luas dari fase gerak yang digunakan dalam KCKT, tetapi ada beberapa sifat-sifat yang diinginkan yang mana umumnya harus dipenuhi oleh semua fase gerak (Putra, 2004). 3. Validasi Validasi metode dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis (Anonim, 2007). Kategori metode pengujian dengan validasi metode yang diperlukan adalah sebagai berikut (Gandjar dan Rohman, 2007):

11 a. Kategori I Metode analisis yang digunakan untuk penentuan kuantitatif komponenkomponen utama atau bahan aktif. b. Kategori II Metode analisis yang digunakan untuk penentuan pengotor (impurities) atau produk-produk hasil degradasi. Metode ini termasuk analisis kuantitatif dan uji batas. c. Kategori III Metode analisis yang digunakan untuk penentuan karakteristikkarakteristik kinerja (misalnya disolusi, pelepasan obat). d. Kategori IV Metode analisis untuk pengujian identifikasi. Metode uji yang berbeda membutuhkan parameter validasi yang berbeda. Parameter Validasi untuk Masing-Masing Tipe Metode Analisis dapat dilihat pada Tabel I (Gandjar dan Rohman, 2007). Tabel I. Parameter Validasi untuk Masing-Masing Tipe Metode Analisis Parameter Kinerja Analisis Pengujian Kategori I Pengujian Kategori II Kuantitatif Uji Batas Uji kategori III Akurasi Ya Ya * * Presisi Ya Ya Tidak Ya Spesifikasi Ya Ya Ya * LOD Tidak Tidak Ya * LOQ Tidak Ya Tidak * Linieritas Ya Ya Tidak * Kisaran (range) Ya Ya * * Ketahanan Ya Ya Ya Ya *Mungkin dibutuhkan, tergantung pada uji spesifiknya Parameter validasi metode analisis meliputi:

12 1) Presisi (ketelitian) Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual. Presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Presisi dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility). Kriteria presisi diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif atau koefisien variasi tidak lebih atau sama dengan 2% (Harmita, 2004). Uji presisi (keseksamaan) dilakukan dengan menentukan parameter RSD (Relative Standard Deviasi) dengan rumus sebagai berikut (Gandjar dan Rohman, 2007): RSD = SD X x 100% Keterangan : SD = Standar Deviasi X = Kadar rata-rata sampel 2) Akurasi (kecermatan) Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Uji akurasi ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) dan metode penambahan baku (standart addition method). Nilai

13 Perolehan Kembali Berdasarkan Besarnya Konsentrasi Analit dapat dilihat pada Tabel II (Harmita, 2004). Tabel II. Nilai Perolehan Kembali Berdasarkan Besarnya Konsentrasi Analit Analit pada matrik sampel (%) Rata-rata yang diperoleh (%) 100 98-102 >10 98-102 >1 97-103 >0,1 95-105 0,01 90-107 0,001 90-107 0,0001 (1ppm) 80-110 0,00001 (100 ppb) 80-110 0,000001 (10 ppb) 60-115 0,0000001 (1ppb) 40-120 Menurut ICH, uji akurasi dilakukan dengan 9 kali penetapan kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda (misal 3 konsentrasi dengan 3 kali replikasi). Perhitungan perolehan kembali (% recovery) dapat ditetapkan dengan rumus sebagai berikut (WHO, 1992) : % recovery = A B C x 100% 3) Selektivitas Keterangan : A = Konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan bahan baku B = Konsentrasi sampel sebelum penambahan bahan baku C = Konsentrasi bahan baku yang ditambahkan Selektivitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias)

14 metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan. Pada metode analisis yang melibatkan kromatografi, selektivitas ditentukan melalui perhitungan daya resolusinya (Rs) (Harmita, 2004). 4) Linieritas Linieritas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Linieritas biasanya dinyatakan dalam istilah sekitar arah garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y = bx + a. Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau 1 bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan (Harmita, 2004). 5) Sensitivitas (kepekaan) Batas deteksi (LOD/limit of detection) adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi (Gandjar dan Rohman, 2007). Batas deteksi merupakan parameter uji batas (Harmita, 2004). Cara yang paling umum untuk menghitung LOD adalah menetapkan jumlah sampel yang dapat

15 memberikan perbandingan sinyal terhadap gangguan atau signal to noise (S/N) 2:1 atau 3:1, dan yang lebih sering digunakan adalah 3:1 (Lister, 2005). Definisi LOD yang umum digunakan adalah kadar analit yang memberikan respon sebesar respon blanko, YB, ditambah simpangan baku blanko (SB). Jadi, Y YB = 3SB (Miller dan Miller, 1998). Batas kuantitasi (LOQ/limit of quantitation) merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004). Batas kuantifikasi sering digunakan sebagai batas bawah untuk pengukuran kuantitatif yang tepat. Nilai YB + 10 SB disarankan untuk batas kuantifikasi ini (Miller dan Miller, 1998). 4. Sirup Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau pengganti gula dengan atau tanpa bahan penambahan bahan pewangi dan zat obat. Sirup merupakan alat yang menyenangkan untuk pemberian suatu bentuk cairan dari suatu obat yang rasanya tidak enak, sirup efektif dalam pemberian obat untuk anak-anak, karena rasanya yang enak biasanya menghilangkan keengganan pada anak-anak untuk meminum obat. Sebagian besar sirup mengandung komponen-komponen berikut disamping air murni dan semua zat-zat obat yang ada diantaranya: gula, biasanya sukrosa atau pengganti gula yang digunakan untuk memberi rasa manis dan kental, pengawet antimikroba, pemberi rasa dan pewarna (Ansel, 1989).

16 F. Landasan Teori Struktur molekul kimia CTM dan GG memiliki gugus kromofor yang mengandung elektron pi (π) terkonjugasi yang dapat mengabsorbsi sinar daerah UV sehingga dapat dipisahkan dengan KCKT (Gandjar dan Rohman, 2007). Chaudhary et al., (2015) telah melakukan validasi metode KCKT dengan bromhexin HCl, GG dan CTM menggunakan fase gerak asam ortho fosfat:asetonitril (40:60 v/v), fase diam kolom C 18 dengan laju alir 1,5 ml/menit dengan panjang gelombang 254 nm. Menghasilkan metode yang tervalidasi, namun penentuan panjang gelombang pada hasil penelitian tidak ditentukan melalui titik isobatik sehingga kurva baku kurang linier. Kolhal et al., (2014) menetapkan kadar parasetamol, GG, ambroxol, fenileprin HCl dan CTM dengan metode KCKT yang diterapkan pada sediaan tablet menggunakan fase gerak asetonitril:air (5:5 v/v), fase diam yang digunakan adalah kolom C18 dengan laju alir 1,5 ml/menit dan menggunakan panjang gelombang 228 nm. Menghasilkan linieritas yang bagus namun waktu retensi lambat. Nalini et al., (2014) menetapkan kadar kombinasi obat parasetamol, GG, fenileprin HCl, CTM dan bromhexin HCl dengan metode KCKT pada sediaan tablet menggunakan fase gerak metanol:asetonitril (3:2 v/v), fase diam berupa kolom C-8 simetri dengan laju alir 1 ml/menit dan menggunakan panjang gelombang 220 nm. Menghasilkan metode tervalidasi namun kurang linier. Penelitian yang dilakukan Abdulbari dan Ihsan (2013) telah menetapkan kadar CTM, PCT, fenilpropanilamin HCl dan kafein menggunakan metode KCKT

17 yang ditetapkan pada sediaan tablet menggunakan fase gerak campuran asetonitril:metanol:air (15:10:75 v/v), fase diam berupa kolom C18 dengan laju alir 1 ml/menit dan panjang gelombang 220 nm. G. Hipotesis Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut: 1. Metode penetapan kadar CTM dan GG dapat dilakukan menggunakan KCKT dengan fase diam C18, fase gerak campuran asetonitril:metanol:air yang memenuhi uji persyaratan uji validasi metode meliputi presisi, akurasi, selektivitas, linieritas dan sensitivitas. 2. Penetapan kadar CTM dan GG dalam sediaan sirup menggunakan metode yang telah tervalidasi dapat dilakukan dan diaplikasikan pada beberapa sediaan sirup. 3. Metode penetapan kadar CTM dan GG memenuhi persyaratan yang ditetapkan Farmakope Indonesia Edisi V (2004).