I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sistem penggunaan lahan dalam daerah aliran sungai (DAS), berupa aneka pepohonan dan semak sehingga membentuk tajuk berlapis. Hutan yang demikian mampu mempertahankan tanah dari proses kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertanian merupakan kegiatan yang beresiko tinggi ditinjau dari sudut pandang pengelolaan DAS. Masalah utama yang dihadapi akibat adanya perubahan tutupan lahan pada lahan miring adalah berubahnya fungsi hidrologi DAS (Khasanah dkk., 2004), sebab hutan diyakini memiliki fungsi positif terhadap tata air dalam ekosistem DAS, memberi perlindungan kesuburan tanah, serta meminimumkan pengaruh bencana banjir dan tanah longsor FAO dan CIFOR,(2005 dalam Senawi,2007). Ketergantungan manusia terhadap sumberdaya lahan yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan bertambah besarnya tekanan penduduk kepada sumberdaya lahan sehingga alih guna lahan hutan sangat sulit untuk dihindari. Pertambahan jumlah penduduk yang tinggi menuntut penyediaan lahan untuk perumahan dan lahan usaha/lapangan pekerjaan. Akibat kurang berkembangnya lapangan pekerjaan di luar pertanian, maka orientasi penduduk yang bermukim di dalam maupun di sekitar wilayah DAS untuk dapat memenuhi kebutuhannya tidak ada cara lain kecuali membuka kebun dan lahan pertanian baru. Hal ini akan menyebabkan pola 1
2 penggunaan lahan dan proporsi lahan untuk areal pertanian akan bertambah besar sedangkan wilayah berhutan akan semakin berkurang. Perubahan jumlah manusia dan bentuk kegiatannya akan mengakibatkan perubahan dalam penggunaan lahan dan selanjutnya akan menyebabkan perubahan dalam kualitas lingkungan. Perubahan lingkungan ini sering merupakan akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang sudah melampaui daya dukung lingkungan. Dampak yang sering terlihat adalah bertambahnya lahan kritis, meningkatnya erosi tanah dan sedimentasi serta terjadinya banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Perubahan penggunaan lahan hutan berarti mengurangi daerah tangkapan air hujan sehingga menurunkan aliran dasar yang masuk ke sungai selama musim kemarau (Monde, 2008). Menurut Farida dan van Noordwijk (2004), semua perubahan penggunaan lahan hutan akan berdampak negatif terhadap kuantitas dan kualitas air. Alih guna lahan yang dilakukan secara legal maupun illegal (penjarahan), menyebabkan terbukanya permukaan tanah. Dengan demikian air hujan yang jatuh dapat menumbuk permukaan tanah secara langsung sehingga menyebabkan pecahnya agregat tanah. Akibat proses penghancuran tersebut, partikel-partikel tanah yang pecah dari agregatnya serta unsur hara akan diangkut ketempat lain oleh aliran permukaan. Proses perubahan penggunaan lahan selain menghasilkan manfaat yang dapat dinikmati oleh masyarakat juga tidak lepas dari resiko terjadinya kerusakan lahan akibat erosi, pencemaran lingkungan, banjir dan lainnya. Menurut Sudarmadji (1995), erosi tanah merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kemerosotan fungsi lahan terutama apabila lahan tersebut berfungsi sebagai
3 daerah resapan air (fungsi hidrologi). Selain disebabkan oleh kejadian alam (air hujan), erosi tanah juga dapat terjadi akibat aktivitas manusia yang justru hal ini dapat dikatakan sebagai penyebab utama terjadinya erosi tanah. Erosi dapat menyebabkan kerusakan tanah seperti penurunan produktivitas tanah, penurunan kapasitas infiltrasi tanah, pendangkalan sungai, waduk, dan pernurunan kapasitas saluran irigasi serta banjir. Erosi yang tinggi dan banjir pada musim penghujan dapat menimbulkan dampak seperti penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam. Oleh karena itu, fungsi-fungsi sumberdaya alam perlu dilestarikan agar dapat dimanfaatkan secara optimal. Salah satu upaya pelestarian yang dapat diusahakan adalah dengan melaksanakan kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah. Kerusakan tanah juga dapat terjadi karena menurunnya kadar bahan organik dan hilangnya atau berkurangnya unsur hara melalui panen dan pencucian. Kehilangan hara melalui panen dan pencucian serta terhanyutnya sejumlah hara seperti N,P,K dan bahan organik bersamaan dengan terjadinya erosi, turut berperan penting dalam proses degradasi lahan. Proses pembukaan lahan hutan menjadi kebun serta lahan pertanian lainnya umumnya dilakukan dengan cara tebang bakar dan pembersihan permukaan tanah. Kegiatan ini diduga sebagai penyebab rusaknya struktur tanah baik di lapisan atas maupun lapisan bawah. Menurut Suprayogo dkk (2004), kerusakan struktur tanah diawali dengan penurunan kestabilan agregat tanah sebagai akibat dari pukulan air hujan dan kekuatan aliran permukaan. Penurunan kestabilan agregat tanah berkaitan dengan
4 penurunan kandungan bahan organik tanah, aktivitas perakaran tanaman dan mikroorganisme tanah. Akibatnya, agregat tanah relatif mudah pecah sehingga menjadi agregat atau partikel yang lebih kecil dan halus yang akan terbawa aliran air ke dalam tanah sehingga menyebabkan penyumbatan pori tanah. Akibat proses penyumbatan pori tanah ini porositas tanah, distribusi pori tanah, dan laju infiltrasi air mengalami penurunan dan aliran permukaan akan meningkat. Degradasi sumber daya lahan dan lingkungan akibat kegiatan usahatani yang dilakukan tanpa penerapan teknik-teknik konservasi tanah dan air secara signifikan telah menurunkan produktivitas lahan (on site effect) dan menurunkan kualitas sumber daya lingkungan di wilayah lain yang dipengaruhinya (off site effect) (Sihite, 2001). Daerah Aliran Sungai yang dipilih untuk penelitian ini adalah DAS Olonjonge. Pemilihan daerah ini didasarkan beberapa pertimbangan, antara lain (i) DAS Olonjonge merupakan bagian hulu dari DAS Dolago Torue dimana terdapat kawasan lindung yang mulai digunakan penduduk sebagai areal kebun ; (ii) perubahan penggunaan lahan di hulu dapat mengancam keberadaan fungsi hidrologis dari DAS Olonjonge secara keseluruhan. Alih guna lahan ini mempengaruhi fungsi hidroorologi DAS terutama fungsi tata air dalam ekosistem DAS. 1.2.Permasalahan DAS Olonjonge merupakan bagian hulu dari DAS Dolago Torue dimana beberapa tahun terakhir telah terjadi penebangan pohon secara besar-besaran dan serentak untuk dijadikan kebun dan areal pertanian lainnya. Kegiatan alih guna
5 lahan yang dilakukan penduduk ini dapat menjadi sumber perubahan dalam karaktersistik DAS. Perubahan salah satu komponen ekosistem DAS dapat mempengaruhi kondisi DAS secara keseluruhan. Upaya mengubah pola penggunaan lahan dari hutan untuk kebun dan usahatani lainnya di daerah hulu mengakibatkan kondisi hidro-orologi dari suatu DAS menjadi terpengaruh dan dapat mengancam keberadaan fungsi hidroorologis wilayah DAS secara keseluruhan, sehingga pengelolaan hulu menjadi prioritas penanganan. Tataguna lahan dalam DAS yang dilakukan secara optimal diharapkan dapat mengatur tata air, mencegah bencana banjir, erosi dan kekeringan yang akhirnya dapat menjaga kesuburan tanah serta meningkatkan produktivitas lahan. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan yang dijumpai dapat dinyatakan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana laju erosi tanah yang terjadi di kawasan DAS Olonjonge 2. Bagaimana kerusakan sumberdaya lahan terhadap: a. Debit air sungai dan b. Sedimen Melayang 3. Bagaimana neraca hara di kawasan DAS Olonjonge 4. Bagaimana menyusun arahan rehabilitasi hutan dan lahan di DAS Olonjonge 1.3.Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji laju erosi tanah yang terjadi di kawasan DAS Olonjonge. 2. Mengkaji debit air dan sedimen melayang yang terangkut bersama limpasan air sungai
6 3. Mengkaji neraca hara di kawasan DAS Olonjonge. 4. Menyusun arahan rehabilitasi hutan dan lahan di DAS Olonjonge berdasarkan erosi dan neraca hara 1.4.Manfaat Hasil Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Sebagai bahan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan bidang konservasi dan pengelolaan DAS. 2. Pemerintah daerah setempat sebagai acuan dalam rehabilitasi hutan dan lahan DAS secara luas dan diimplementasikan untuk penataan ruang wilayah secara terpadu dalam otonomi daerah untuk merencanakan pengelolaan DAS secara terpadu. 1.5.Keaslian Penelitian Berbagai penelitian yang berkaitan dengan erosi dan pengelolaan DAS telah dilaksanakan antara lain oleh Faisal (2005), Lestari (2010), Murti (2011) dan Widiarsih (2012). Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan tersebut diperoleh hasil bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil erosi pada suatu DAS sangat beragam antara DAS yang satu dengan DAS lainnya, dan turut dipengaruhi oleh kondisi fisik DAS, penggunaan lahan dan teknik konservasi tanah yang diterapkan pada DAS tersebut. Selanjutnya, penelitian tentang keharaan yang pernah dilakukan antara lain oleh Subali (1998), Subagyo (1994), Kusbiantoro (2009), Didjajani (2012), dan Sosilawaty (2012). Pada penelitian terdahulu tentang erosi dan keharaan
7 umumnya masih dilakukan hanya pada salah satu bentuk penggunaan lahan saja yakni pada lahan hutan tanaman dengan jenis vegetasi yang sejenis saja. Berdasarkan pada telaah penelitian terdahulu yang menjelaskan bahwa penelitian erosi dan hara masih dilakukan pada salah satu bentuk penggunaan lahan saja, sedangkan penelitian ini ingin mengkaji erosi dan aspek keharaan pada beberapa bentuk penggunaan lahan. yakni penggunaan lahan hutan, kebun campur, coklat monokultur dan lahan tegalan. Adapun ringkasan hasil-hasil penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan di DAS Olonjong Provinsi Sulawesi Tengah ditunjukkan pada Tabel-1.1 sebagai berikut:
8 Tabel-1.1. Penelitian-Penelitian terdahulu yang Berkaitan denganpenelitian ini No. Peneliti, Tahun &Judul Metode Tujuan Hasil 1. Didjajani, B.W (2012) Mengetahui erosi dan kehilangan 1. Laju erosi menurun sejalan Kehilangan Hara Akibat Erosi ( Kasus di komparasi hara pada berbagai umur tegakan peningkatan umur hutan tanaman jati Tegakan Jati 2. Laju erosi yang terjadi berdampak pada kehilangan unsur hara berturut turut N 1532 kg/ha; P 969kg/ha;K 884 kg/ha; Ca 6459kg/ha dan Mg 845 2 Faisal, (2005) Kajian Prediksi Erosi Di Daerah Aliran Sungai Tawaeli 3 Kusbiantoro, A, (2009) Perbandingan Kehilangan Hara Melalui Aliran Air Sungai Berdasar Perbedaan Pola Penggunaan Lahan ( Kasus di Sub DAS Rahwatu dan Gajah Mungkur Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah 4 Lestari,M.P (2010) Prediksi Erosi MenggunakanMetode MUSLE ( Kasus Sub DAS Laban dan Sub DAS Kupang Kab. Pekalongan Jawa Tengah) 5. Murti,S (2011) Prediksi Erosi dan upaya penanganannya ( Kasus di sub das Garang Hulu Jawa Tengah) 6. Subali, B (1998). Peranan hujan terhadap dinamika hara di bawah tegakan E. urophylla dan A. angium USLE komparasi MUSLE MUSLE komparasi memprediksi besarnya erosi yang terjadi di DAS Tawaeli Membandingkan besarnya kehilangan hara (N,P,K, ca,mg, C dan Bahan organik di Sub DAS Rahwatu dan Gajah Mungkur Mengetahui besarnya erosi dengan menggunakan metode MUSLE Mengetahui laju erosi total di Sub DAS Garang Hulu berdasarkan hasil pemodelan dan verivikasinya dengan erosi actual berdasarkan data dari pengamatan SPAS Mengetahui imbangan antara masukan dan keluaran hara kg/ha Erosi di DAS Tawaeli bervariasi dan jauh di atas nilai erosi yang dapat ditoleransi yakni sebesar 16,83ton/ha/thn. Kehilangan hara pada Sub DAS Rahwatu lebih besar dibandingkan kehilangan hara pada Sub DAS Gajah Mungkur Prediksi erosi menggunakan MUSLE tidak berbeda nyata dengan erosi actual pada kedua Sub DAS Hasil perhitungan prediksi erosi Musle tidak berbeda nyata dengan hasil pengamatan e Masukan hara di bawah tegakan jauh lebih banyak disbanding keluaran melalui aliran permukaan, 8
9 7 Subagyo,E (1994) status hara pada hutan tanaman industry jenis A.mangium dalam berbagai tingkat umur di PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan 8. Sosilawaty, 2012 Kajian Struktur Vegetasi dan dinamika Hara di hutan hujan tropika basah DAS Kahayan Propinsi KalimantanTtengah 9 Widiarsih, S (2012) Pendugaan Erosi, Kemampuan Lahan Untuk Rehabilitasi Sub DAS Tinalah, DAS Progo 10 Harijanto, H (2014) Laju Erosi Tanah pada Berbagai Tipe Penutupan Lahan Di Kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Olonjonge komparasi komparasi 1. Mengetahui produksi serasah Dan kandungan haranya 2. Mengetahui hara aliran permukaan Mengkaji keseimbangan hara pada ekosistem hutan dan ekosistem DAS USLE 1. menduga erosi di wilayah Sub DAS Tinalah, 2. menganalisis kemampuan lahan Sub DAS Tinalah, 3. Mengevaluasi tingkat kekritisan lahan berdasarkan indeks bahaya erosi Komparasi 1. Mengkaji laju erosi yang terjadi pada berbagai tipe penggunaan lahan di kawasan DAS Olonjonge 1. Produksi serasah meningkat pada tegakan yang lebih tua 2. Aliran permukaan semakin kecil pada tegakan yang tua Terjadi kebocoran hara dari ekosistem hutan ke dalam ekosistem DAS 1. Erosi aktual di Sub DAS Tinalah,rata-rata sebesar 405,81 ton/ha/th 2. Kelas kemampuan lahan di Sub DAS Tinalah,terdiri dari kemampuan lahan III s/d VII 3. Untuk mengatasi kekritisan lahan, dilakukan rehabilitasi lahan melalui perubahan penggunaan lahan 1. Laju erosi terbesar dijumpai pada lahan tegalan, kemudian diikuti oleh lahan alang-alang, semak belukar dan yang tekecil pada lahan areal penghijauan dengan besaran massa tanah tererosi masing-masing sebesar 8,3 ton/ha/thn, 2,0 ton/ha/thn, 0,6 ton/ha/thn dan 0,2 ton/ha/thn. 2. Massa tanah yang tererosi mempunyai hubungan yang erat dengan limpasan permukaan. 9