III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat ditunjukkan oleh adanya permintaan input dan penawaran output. Permintaan input pada masing-masing pasar merupakan permintaan turunan dari pasar lainnya. Permintaan input jagung merupakan permintaan turunan dari pasar pakan dan permintaan input pakan merupakan permintaan turunan dari pasar daging ayam. Adanya perubahan pada pasar daging ayam akan menyebabkan perubahan permintaan input pakan di pasar pakan akan menyebabkan perubahan permintaan input jagung di pasar jagung. Begitu sebaliknya jika terjadi perubahan pada pasar jagung akan menyebabkan terjadinya perubahan penawaran output pakan di pasar pakan akan menyebabkan terjadinya perubahan penawaran output daging ayam di pasar daging ayam. Dari sisi pasar, keterkaitan ketiga pasar tersebut ditunjukkan oleh adanya pengaruh yang dihubungkan oleh harga, yaitu harga jagung domestik, harga jagung dunia, harga pakan domestik, harga komponen pakan impor, harga daging ayam domestik dan impor, dan harga daging ayam dunia. Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia mulai dari petani sampai konsumen akhir melalui beberapa tahapan. Pertama, petani jagung sebagai produsen menggunakan input berupa lahan, tenaga kerja dan pupuk sebagai faktor produksi. Kedua, jagung yang dihasilkan petani merupakan input utama dari industri pakan ternak ayam ras dalam memproduksi pakan, dimana kontribusi jagung sebagai bahan baku pakan mencapai 51.4 persen.
38 Tahap Produksi Pasar Gambar 1. Kerangka Model Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayam Ras di Indonesia
39 Selain dari petani jagung, pabrik pakan juga menggunakan jagung impor yang diperoleh dari pasar dunia. Ketiga, pabrik pakan ternak menghasilkan pakan ternak, dimana produk ini selanjutnya ditawarkan pada peternak di pasar pakan. Keempat, peternak yang membeli pakan sebagai input utama dalam budidaya ayam ras akan menghasilkan daging ayam yang selanjutnya akan ditawarkan pada konsumen di pasar daging ayam. 3.1. Produksi dan Penawaran Jagung Faktor produksi dapat dibedakan menjadi faktor produksi tetap dan tidak tetap. Akan tetapi pembagian faktor juga tergantung pada sisi produsen dalam jangka waktu tertentu. Dalam jangka pendek, faktor produksi terdiri dari faktor produksi tetap dan tidak tetap, dimana faktor teknologi belum berubah. Sedangkan dalam jangka panjang, semua faktor produksi adalah tidak tetap dan teknologi belum berubah. Setelah produsen berada pada posisi jangka waktu yang sangat panjang, maka faktor produksi dan teknologi adalah tidak tetap. Permintaan K dan R sebagai faktor produksi tergantung pada harga produk suatu produktivitas dari faktor tersebut. Dalam proses produksi diasumsikan bahwa produsen bertindak rasional yaitu selalu memaksimumkan keuntungan pada tingkat produksi yang maksimum dan harga pasar tertentu. Untuk memaksimumkan produksi ada dua syarat yang harus dipenuhi yaitu first order condition (syarat pertama) dan second order condition (syarat kedua) (Koutsoyiannis, 1977). Pada tingkat teknologi tertentu, fungsi produksi K dan R dapat dirumuskan sebagai berikut: Q J = Q J (Q K,Q R )... (1)
40 dimana: Q J = jumlah produksi jagung (unit) Q K = jumlah faktor produksi K (unit) Q R = jumlah produksi lainnya (unit). Dan harga masing-masing adalah sebagai berikut: P J = harga jagung per unit P K = harga faktor produksi K per unit P R = harga faktor produksi lainnya per unit Fungsi keuntungan produsen jagung dapat dirumuskan sebagai berikut: π = P J * Q J (Q K,Q R ) (P K *Q K + P R *Q R )... (2) Jika syarat pertama dan kedua di atas dapat dipenuhi, maka fungsi keuntungan dapat dimaksimumkan sebagai berikut: π/ Q K = P J *Q K P K = 0 atau P K = P J *Q K... (3) π/ Q R = P R *Q R P R = 0 atau P R = P R *Q R... (4) dimana Q K dan Q R merupakan produk marginal dari faktor produksi Q K dan Q R. Dari fungsi persamaan (3) dan (4) diketahui bahwa peubah eksogen terdiri dari P K, P R dan P J serta peubah endogen adalah Q K dan Q R. Fungsi permintaan faktor produksi K dan R dapat dirumuskan sebagai berikut: Q D K = Q D K (P K / P R, P J )... (5) Q D R = Q D R (P R / P K, P J )... (6) Dengan mensubstitusi persamaan (5) dan (6) ke persamaan (1) maka fungsi penawaran jagung oleh produsen jagung dapat dirumuskan sebagai berikut: Q S J = Q S J (P J / P K, P R )... (7) Persamaan (7) menunjukkan bahwa jumlah penawaran jagung oleh produsen jagung merupakan fungsi dari harga jagung (P J ) dan harga faktor-faktor produksi (P K dan P R ), sedangkan faktor lain dianggap tetap.
41 3.2. Permintaan Jagung dan Penawaran Pakan Ternak Faktor produksi utama dari pabrik pakan ternak adalah jagung, karena jagung merupakan input bagi pabrik pakan ternak atau permintaan turunan (derived demand) dari pabrik pakan ternak. Oleh sebab itu fungsi permintaan jagung dapat didefinisikan sebagai fungsi dari harga jagung, harga pakan ternak dan input lain. Fungsi permintaan input termasuk jagung dan penawaran pakan ternak, dapat diturunkan dari fungsi produksi pabrik pakan ternak, yang dirumuskan sebagai berikut: Q P = Q P (Q J, Q R )... (8) dimana Q P = produksi pakan ternak, Q J = volume penggunaan jagung, dan Q R = jumlah penggunaan input lainnya. Bila P P = harga per unit pakan ternak, P J = harga per unit jagung dan P R = harga per unit input R, maka keuntungan pabrik pakan ternak dapat dirumuskan sebagai berikut: π = P P *Q P (Q J, Q R ) (P J *Q J + P R *Q R )... (9) Dengan memaksimumkan fungsi keuntungan di atas dan bila second order condition dapat dipenuhi, maka keadaan keseimbangan pada pabrik pakan ternak adalah sebagai berikut: P J = P P * Q J... (10) P R = P P * Q R... (11) dimana P P, P J, dan P R merupakan peubah eksogen, Q J dan Q R merupakan peubah endogen. Dengan demikian fungsi permintaan jagung oleh produsen pakan ternak adalah: Permintaan jagung: Q D J = Q D J (P J / P P, P R )... (12)
42 Permintaan input lainnya: Q D R = Q D R (P R / P J, P P )... (13) Dengan mensubstitusikan persamaan (12) dan (13) ke dalam persamaan (8) maka fungsi penawaran pakan ternak oleh produsen pakan ternak dapat dirumuskan sebagai berikut: Q S P = Q S P (P P / P J, P R )... (14) 3.3. Permintaan Pakan Ternak dan Penawaran Daging Ayam Permintaan pakan ternak oleh peternak merupakan permintaan turunan (derived demand) dari penawaran daging ayam. Dengan asumsi bahwa kegiatan usaha ternak ayam dan produksi daging ayam berada dalam satu pasar, maka jumlah produksi daging ayam sangat ditentukan oleh peubah populasi ayam dan pakan ternak yang digunakan. Dengan demikian, permintaan input produksi oleh peternak dalam usaha ayam ras dapat diturunkan dari fungsi produksi yang dirumuskan sebagai berikut: Q DA = Q DA (Q P, Q R )... (15) dimana Q DA = produksi daging ayam ras, Q P = jumlah pakan ternak yang digunakan dan Q R = input produksi lainnya. Bila P DA adalah harga daging ayam ras, P P adalah harga pakan ternak dan P R adalah harga input produksi R maka fungsi keuntungan peternak dapat dirumuskan sebagai berikut: π = P DA *Q DA (Q P,Q R ) (P P *Q P + P R *Q R )... (16) Dengan memaksimumkan fungsi keuntungan di atas dan bila second order condition dapat dipenuhi, maka keadaan keseimbangan adalah pada saat: P P = P DA *Q P... (17) P R = P DA *Q R... (18)
43 dimana P DA, P P dan P R adalah peubah eksogen, Q P dan Q R merupakan peubah endogen. Dengan demikian fungsi permintaan pakan ternak oleh produsen daging ayam adalah: Permintaan pakan: Q D P = Q D P (P P / P DA, P R )... (19) Permintaan faktor lainnya: Q D R = Q D R (P R / P DA, P P )... (20) Dengan mensubstitusi persamaan (19) dan (20) ke persamaan (15), maka fungsi penawaran daging ayam dari produsen daging ayam dapat dirumuskan sebagai berikut: Q S DA = Q S DA (P DA / P P, P R )... (21) 3.4. Permintaan Daging Ayam Menurut Henderson and Quandt (1980), fungsi permintaan diturunkan dari fungsi utilitas konsumen yang dimaksimumkan dengan kendala tingkat pendapatan. Bila diasumsikan bahwa fungsi utilitas konsumen daging ayam adalah: dimana: U DA = U DA (Q DA, Q C )... (22) U DA = total utilitas mengkonsumsi daging ayam Q DA = jumlah konsumsi daging ayam Q C = jumlah konsumsi barang lain (substitusi/komplemen) Jika harga daging ayam P DA dan harga barang lain P C, dengan asumsi semua pendapatan digunakan untuk menkonsumsi barang, maka fungsi kendala pada tingkat pendapatan tertentu (Y O ) bagi konsumen adalah: Y O = P DA * Q DA + P C * Q C... (23) Dengan mensubstitusikan fungsi kendala (23) ke dalam fungsi utilitas (22), maka didapatkan fungsi Lagrangian sebagai berikut:
44 V = U DA (Q DA,Q C ) + λ (Y O P DA *Q DA P C *Q C )... (24) dimana λ = Lagrange Multiplier Selanjutnya memaksimumkan utilitas dengan syarat turunan parsial pertama sama dengan nol, sebagai berikut: V/ Q DA = U DA / Q DA λp DA = 0 atau Q DA = λp DA... (25) V/ Q C = U DA / Q C λp C = 0 atau Q C = λp C... (26) V/ λ= Y O P DA *Q DA P C *Q C = 0... (27) Dengan menyelesaikan persamaan (25) dan (26) diperoleh: λ = Q DA /P DA = Q C /P C atau Q DA /Q C = P DA /P C... (28) dimana Q DA dan Q C masing-masing adalah utilitas marjinal barang Q DA dan Q C. Dari persamaan (25), (26), dan (27) diketahui bahwa P DA, P C dan Y O merupakan peubah eksogen, sedangkan Q DA dan Q C merupakan peubah endogen. Oleh karena itu secara fungsional permintaan daging ayam oleh konsumen daging ayam diformulasikan sebagai berikut: Q D DA = Q D DA (P DA / P C, Y O )... (29) 3.5. Penggunaan Peubah Lag Pada kenyataannya, respon produksi suatu komoditas pertanian terhadap perubahan harga dan faktor penentu lainnya memerlukan tenggang waktu (time lag). Sebagai contoh kegiatan berproduksi jagung atau produksi daging ayam secara biologis memerlukan waktu, sehingga ketika terjadi perubahan harga tidak dapat direspon dengan segera oleh produsen bila proses produksi sedang berjalan dan dapat direspon oleh produsen pada produksi berikutnya. Demikian juga keputusan untuk konsumsi seringkali dipengaruhi oleh perilaku sebelumnya (t-1), sehingga keputusan untuk produksi dan konsumsi pada waktu t pada umumnya
45 juga didasarkan pada produksi dan konsumsi sebelumnya (t-1). Untuk menangkap fenomena ini maka persamaannya harus melibatkan peubah tenggang waktu (lagged variable) sebagai peubah penjelas (explanatory variable). Kelebihan dengan dimasukkan peubah lag sebagai peubah penjelas menyebabkan model menjadi bersifat dinamis sehingga mampu menginformasikan baik respon jangka pendek maupun jangka panjang. 3.6. Elastisitas Untuk mendapatkan ukuran kuantitatif respon suatu fungsi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya, digunakan konsep elastisitas. Untuk model yang dinamis, dapat dihitung elastisitas jangka pendek dan jangka panjang (Gujarati, 1995). Elastisitas jangka pendek (E SR ) dan jangka panjang (E LR ) dapat dihitung dengan rumus berikut: dimana: E SR = Y t / X t * X t / Y t... (30) E LR = E SR / 1-b... (31) b = koefisien dugaan peubah lag endogen X t = rata-rata peubah eksogen Y t = rata-rata peubah endogen Ukuran-ukuran elastisitas umumnya digunakan pada analisis permintaan yang mengacu pada teori tingkah laku konsumen. Menurut Koutsoyiannis (1977), ada tiga elastisitas yang penting dalam teori tersebut, yaitu: (1) elastisitas harga (e p ), (2) elastisitas pendapatan (e γ ) dan (3) elastisitas silang (e xy ). Nilai elastisitas tersebut dapat ditentukan dengan rumus berikut:
46 e p = Q / P * P /Q... (32) e γ = Q / Y * Y /Q... (33) e xy = Q x / P y * P y / Q x... (34) dimana: Q = jumlah barang yang diminta Q = rata-rata Q P = harga Q P = rata-rata P Q x = jumlah barang X yang diminta Q x = rata-rata jumlah barang X yang diminta P y = harga barang Y P = rata-rata P y y Nilai elastisitas pendapatan yang bernilai positif untuk barang normal, bernilai nol untuk barang netral dan bernilai negatif untuk barang inferior. Beberapa penulis dapat mengklasifikasikan barang mewah dan barang kebutuhan pokok dari nilai elastisitas pendapatan. Jika nilai elastisitas pendapatan lebih besar dari satu maka barang tersebut termasuk barang mewah dan jika lebih kecil dari satu termasuk barang kebutuhan pokok. Nilai elastisitas silang (e xy ) dapat mengklasifikasikan apakah suatu barang berhubungan sebagai substitusi atau komplemen. Jika tanda elastisitas silang negatif maka barang X bersifat komplemen terhadap barang Y dan jika bertanda positif, maka barang X merupakan barang substitusi terhadap barang Y. 3.7. Surplus Produsen dan Surplus Konsumen Konsep surplus konsumen dan surplus produsen sering digunakan untuk mengukur perubahan kesejahteraan masyarakat, sebagai akibat adanya perubahan faktor internal dan faktor eksternal. Krugman dan Obstfeld (1991) dalam Imron
PP 47 (2007) menyatakan bahwa kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi permintaan dan penawaran suatu barang akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan konsumen dan produsen dari barang tersebut, yang dapat diukur dari besaran surplus produsen dan konsumen. Secara grafis disajikan pada Gambar 2. P A S E E B D O Q E Q Gambar 2. Distribusi Surplus Konsumen dan Produsen Gambar 2 menunjukkan besarnya surplus produsen dan surplus konsumen dalam perekonomian yang mengalami keseimbangan penawaran dan permintaan. Distribusi kesejahteraan diukur dari besar surplus yang diterima oleh masingmasing pelaku ekonomi, baik produsen maupun konsumen. Segitiga AEP E menunjukkan besarnya surplus konsumen, sedangkan segitiga BEP E menunjukkan besarnya surplus produsen. Surplus produsen dapat didefenisikan sebagai perbedaan antara jumlah nilai uang yang benar-benar diterima produsen dengan jumlah nilai minimum yang diinginkan produsen tersebut. Surplus konsumen adalah perbedaan antara jumlah maksimum nilai uang yang ingin dibayar oleh konsumen dengan nilai yang benar-benar dibayar terhadap jumlah tertentu dari suatu produk.
48 Vesdapunt (1984) dalam Sitepu (2002) menyatakan bahwa ada tiga dasar postulat yang penting dalam penggunaan surplus produsen dan surplus konsumen untuk mengukur tingkat kesejahteraan, yaitu : (1) pemerintah merupakan refleksi dari keinginan untuk membayar, (2) penawaran merupakan refleksi dari biaya marginal (marginal cost) dan (3) perubahan pada pendapatan individu bersifat penambahan (additive). Besar surplus dapat diukur berdasarkan asumsi bahwa kepuasan marginal uang sama bagi tiap individu. Secara matematis, surplus produsen dan surplus konsumen diukur dengan pengintegralan fungsi penawaran dan fungsi permintaan (Chiang, 1984) CS Qd( P) dp... (35) = pd Pe PS Qm( P) dp = pe Pm... (36) dimana: CS = besar surplus konsumen (Rp) PS = besar surplus produsen (Rp) Pe = harga keseimbangan (Rp) Pd = harga pada perpotongan kurva permintaan dengan sumbu harga Pm = harga pada perpotongan kurva penawaran dengan sumbu harga Dalam hal perdagangan dunia, pemerintah dapat melindungi produsen maupun konsumen domestik dengan melakukan kebijakan tarif, pembatasan (restriction, quota) dan monopoli impor untuk kasus negara pengimpor, atau subsidi ekspor untuk negara pengekspor. Kebijakan ini umumnya berdampak terhadap produsen, konsumen maupun pemerintah.
49 3.8. Tarif Impor Beberapa kebijakan pemerintah yang terkait dengan kinerja pasar jagung, pakan dan daging ayam ras adalah tarif impor, suku bunga, subsidi input dan lain sebagainya. Namun yang akan akan dijelaskan disini hanya dampak kebijakan tarif impor jagung dan daging ayam saja, sesuai dengan fenomena yang ada sekarang ini. Dalam arti luas, kebijakan ekonomi internasional adalah tindakan atau kebijaksanaan ekonomi pemerintah yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi, arah serta bentuk daripada perdagangan dan pembayaran secara internasional. Kebijaksanaan ini dapat berupa tarif/bea masuk, pelarangan impor, kuota dan subsidi (Boediono, 1990). Menurut tujuannya, tarif diklasifikasikan sebagai tarif proteksi, yaitu pengenaan tarif bea masuk yang tinggi untuk mencegah/membatasi impor barang tertentu dan tarif revenue, yaitu pengenaan tarif bea masuk yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara. Berdasarkan tujuan tersebut, maka fungsi tarif bea masuk menurut Hady (2000) adalah untuk mengatur perlindungan kepentingan ekonomi/industri dalam negeri (fungsi regulend), sebagai salah satu sumber penerimaan negara (fungsi budgeter) dan pemerataan, yaitu untuk pemerataan distribusi pendapatan nasional. Untuk mengetahui dampak penerapan tarif impor terhadap surplus konsumen, surplus produsen dan penerimaan pemerintah dari tarif, dapat digunakan pendekatan keseimbangan parsial. Ada empat implikasi yang akan terjadi dari penerapan tarif yaitu : (1) dampak penerapan tarif terhadap produsen, yaitu terjadinya surplus produsen karena pengenaan tarif, (2) dampak pengenaan
50 tarif terhadap konsumen, yaitu berkurangnya surplus konsumen akibat pengenaan tarif. Besarnya pengurangan surplus konsumen terjadi akibat berkurangnya permintaan karena terjadinya kenaikan harga jagung dan daging ayam, (3) dampak penerapan tarif terhadap penerimaan pemerintah, yaitu pemasukan yang akan diterima pemerintah dari tarif impor jagung dan daging ayam. Besarnya pemasukan ini tergantung dari harga jagung dan daging ayam di pasar dunia, tarif ad valorem yang ditetapkan, jumlah jagung dan daging ayam yang diimpor serta besarnya nilai tukar rupiah terhadap negara eksportir dan (4) dampak sosial atau biaya proteksi, yaitu suatu kerugian yang harus ditanggung oleh perekonomian akibat pengalihan sebagian sumber daya domestik untuk memproduksi jagung dan daging ayam, dibanding dengan kondisi yang lebih efisien apabila diimpor. Mengingat pangsa impor jagung dan daging ayam terhadap volume perdagangan dunia, maka Indonesia merupakan negara kecil (small country). Oleh sebab itu Indonesia bertindak sebagai price taker di pasar dunia. Dampak pengenaan tarif impor terhadap surplus produsen, konsumen dan penerimaan pemerintah dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 memperlihatkan bahwa sebelum pengenaan tarif impor, harga jagung dan daging ayam di pasar domestik sebesar P, dengan produksi jagung dan daging ayam domestik sebesar Qs dan konsumsi sebesar Qd. Pada tingkat harga P=P w tersebut, surplus konsumen tercermin oleh bidang 1,2,3,4,5,6,7,8 dan 10. Pengenaan tarif impor sebesar t telah menyebabkan kenaikan harga jagung dan daging ayam di pasar domestik menjadi P, yang diikuti dengan kenaikan produksi jagung dan daging ayam domestik menjadi Qs dan penurunan konsumsi menjadi Qd. Dengan asumsi perbedaan harga merupakan refleksi dari pengenaan
51
52 tarif, maka kenaikan harga ini akan menurunkan suplus konsumen menjadi bidang 1,2,3 dan meningkatkan surplus produsen menjadi bidang 8 dan 9. Penerimaan pemerintah yang diperoleh dari pengenaan tarif tergambar oleh bidang 5 dan 6, sedangkan biaya proteksi atau dampak sosial yang harus ditanggung oleh perekonomian sebesar bidang 4 dan 7. Dampak pengenaan tarif spesifik terhadap impor jagung dan daging ayam pada satu sisi akan meningkatkan kesejahteraan produsen berupa peningkatan harga jagung dan daging ayam yang diterima produsen dalam negeri sehingga mendorong peningkatan penawaran. Tetapi di sisi lain akan memberikan dampak yang merugikan bagi konsumen berupa peningkatan harga yang harus dibayarkan sehingga mendorong penurunan konsumsi. 3.9. Ekspor Impor Jagung dan Daging Ayam Indonesia merupakan negara net importer komoditas jagung dan daging ayam. Menurut data BPS, impor Indonesia sebagian besar berasal dari Amerika Serikat. Dalam analisis selanjutnya, Amerika Serikat merupakan negara pengekspor jagung dan daging ayam ke Indonesia. Kondisi net importer Indonesia menunjukkan adanya defisit produksi (excess demand). Sedangkan sebagai negara pengekspor, Amerika menunjukkan adanya surplus produksi (excess supply). Sebelum ada perdagangan kondisi excess demand mengakibatkan kenaikan harga dan kondisi excess supply mengakibatkan penurunan harga (Henderson and Quandt, 1980). Perbedaan harga ini merupakan salah satu penyebab terjadinya perdagangan antar negara, dimana produk-produk mengalir dari daerah surplus ke daerah defisit, sampai perbedaan harga mendekati biaya transfer (Purcell, 1979; Tomek and Robinson, 1980).
53 Tanpa perdagangan harga jagung dan daging ayam di negara eksportir sebesar OP 1 A dan di negara importir OP 1 B. Jika di negara eksportir harga di atas PP1 A, produsen akan memproduksi lebih besar dari OQ E A yang selama ini diminta oleh konsumen. Jadi fungsi penawaran S di atas keseimbangan E mencerminkan fungsi excess supply negara eksportir. Dengan cara yang sama di 1 negara importir, bila harga di bawah P B, konsumen akan meminta lebih banyak dari OQ E B. Jadi fungsi permintaan di bawah keseimbangan E mencerminkan fungsi excess demand negara importir. Bila terjadi perdagangan antar kedua negara, dengan asumsi biaya transport sama dengan nol, maka kurva penawaran dan permintaan di pasar dunia merupakan kurva excess supply dan excess demand kedua negara, dimana keseimbangan terjadi pada titk E W dengan tingkat harga P W dan volume perdagangan sebesar Q E W (impor sama dengan ekspor). Secara umum, jumlah impor sangat dipengaruhi oleh harga impor, pendapatan (income), dan jumlah impor tahun sebelumnya (Labys, 1975), sehingga model impor diformulasikan sebagai berikut: M t = f (PM t, Y, M t-1 )... (37) Gambar 4 memperlihatkan perilaku penawaran dan permintaaan jagung dan daging ayam yang terjadi pada perdagangan dua negara. Pada Gambar 4 dapat dilihat adanya keterkaitan antara penawaran, permintaan, harga, ekspor impor jagung dan daging ayam. Peubah-peubah tersebut masih dipengaruhi oleh peubahpeubah lain yang bersifat kompleks dan membentuk sistem yang simultan. Artinya, perubahan pada satu peubah akan mempengaruhi sistem secara menyeluruh. A B A
54