BAB VII SINTESIS Strategi Pengendalian Hayati Kepik Pengisap Buah Lada Ada empat pendekatan dalam kegiatan pengendalian hayati yaitu introduksi, augmentasi, manipulasi lingkungan dan konservasi (Parella et al. 1992). Introduksi dilakukan dengan cara mendatangkan musuh alami dari tempat/negara lain, dan melepaskannya di wilayah baru hingga menetap serta mampu mengendalikan hama sasaran tanpa perlu adanya upaya susulan. Augmentasi adalah pelepasan musuh alami secara periodik hasil pembiakan massal dengan tujuan untuk menghentikan populasi hama dengan segera atau untuk mengekang perkembangan populasi hama. Augmentasi diterapkan pada musuh alami yang efektif menekan hama sasaran tapi setelah panen terganggu keberadaannya atau terlambat kehadirannya, atau untuk musuh alami yang tidak sinkron dengan mangsa/inangnya, atau untuk musuh alami yang tidak efektif karena di alam populasinya terlalu rendah. Manipulasi lingkungan adalah upaya penguatan peran musuh alami melalui penyediaan inang atau mangsa alternatif, penyediaan sumber nektar, atau memodifikasi teknik budidaya tanaman. Konservasi merupakan upaya meningkatkan keefektifan musuh alami dengan cara menghindari praktek budidaya yang berdampak buruk terhadap musuh alami, khususnya yang diakibatkan oleh penggunaan insektisida yang berspektrum lebar. Pembahasan berikut ini akan difokuskan pada pendekatan augmentasi dan manipulasi lingkungan, karena keduanya berkaitan dengan hasil penelitian yang dilaporkan dalam disertasi ini. Hasil penelitian tentang kesesuaian inang alternatif menunjukkan bahwa parasitoid Anastatus dasyni dapat dibiakkan secara massal di laboratorium dengan menggunakan telur kepik kedelai Riptortus linearis. Salah satu keunggulan dari penggunaan kepik kedelai dalam pembiakan massal parasitoid A. dasyni adalah karena kepik ini dapat dibiakkan pada polong kacang panjang. Dibanding dengan inang asli yang memerlukan buah lada, polong kacang panjang harganya relatif murah serta mudah diperoleh karena selalu tersedia di pasar. Keunggulan lainnya, keturunan parasitoid yang muncul dari telur kepik R. linearis sebagian besar
81 (70%) adalah betina. Selain itu, parasitoid A. dasyni yang dipelihara pada telur R. linearis memperlihatkan laju pertambahan intrinsik (r) yang relatif tinggi (0.1870). Parasitoid yang memiliki nilai r yang tinggi lebih cepat perkembangan populasinya, sehingga diharapkan dapat mengendalikan populasi hama inangnya. Ciri-ciri keunggulan tersebut tadi tidak dimiliki oleh parasitoid A. dasyni yang dipelihara pada telur kepik Nezara viridula, terutama karena keturunan parasitoid yang dihasilkan hampir semuanya jantan. Dengan demikian, telur N. viridula tidak dapat digunakan untuk pembiakan massal parasitoid A. dasyni. Dalam pembiakan massal, seringkali telur R. linearis diperoleh dalam jumlah yang berlebih. Namun kelebihan inang pembiakan tersebut dapat diawetkan melalui penyimpanan pada suhu dingin. Telur R. linearis dapat disimpan dalam freezer (-4 o C) selama 3 minggu sebagai stok untuk pembiakan A. dasyni. Hal ini memberikan keuntungan tersendiri, yaitu inang alternatif tersebut dapat langsung tersedia jika sewaktu-waktu diperlukan. Cara seperti ini dapat mempersingkat proses pembiakan parasitoid jika dibandingkan pembiakan yang diawali dari proses pemeliharaan dan pembiakan serangga R. linearis sampai diperoleh telurnya. Parasitoid A. dasyni yang diperbanyak pada telur R. linearis dapat memarasit inang alaminya. Dengan demikian, pelepasan parasitoid A. dasyni asal inang alternatif tersebut dapat dilakukan dan tidak menjadi masalah terhadap preferensinya. Parasitoid A. dasyni juga tidak bergantung pada inang alami dengan umur tertentu karena parasitoid tersebut menyukai inang alami umur 3 hari. Perilaku ini sama seperti yang ditunjukkan oleh A. dasyni asal inang alami terhadap inang alami. Dengan demikian, jika parasitoid A. dasyni dilepas ke lapangan maka parasitoid memiliki peluang besar untuk mendapatkan inangnya. Hal ini karena berbagai fase perkembangan D. piperis selalu ditemukan di lapangan. Di samping itu, parasitoid juga mampu menunjukkan tanggap fungsional terhadap kelimpahan inang alami. Parasitoid A. dasyni yang dilepas ke lapangan atau yang sudah ada di lapangan dapat didukung kehidupannya melalui penyediaan sumber pakan. Salah satu sumber pakan imago parasitoid adalah nektar bunga. Pada pertanaman lada dapat dikelola beberapa vegetasi liar sebagai sumber pakan A. dasyni, terutama
82 Cleome aspera dan Asystasia gangetica. Nektar bunga kedua jenis vegetasi liar tersebut terbukti mampu menunjang kehidupan parasitoid. Parasitoid betina A. dasyni hidup lebih lama dan menghasilkan keturunan dibanding dengan jenis gulma lainnya yang diuji. Kehidupan dan keperidian parasitoid kemungkinan lebih lama dan tinggi di lapangan karena parasitoid akan lebih bebas mendapatkan nektar sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Pada kebun lada yang ditumbuhi dengan bunga kedua jenis vegetasi liar tersebut, tingkat parasitisasi A. dasyni lebih tinggi (48.30% sampai 61.67%) dibanding dengan kebun lada yang dilakukan penyiangan vegetasi liar (17.86% sampai 44.53%). Tanaman penutup tanah Arachis pintoi yang selama ini dianjurkan untuk ditanam di sekitar pertanaman lada, dapat dimanfaatkan sebagai pemikat parasitoid berkunjung. Ketertarikan imago A. dasyni betina terhadap bunga A. pintoi sebesar 31.25%, meskipun bunga tersebut tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan lama hidup dan keperidian parasitoid. Pemanfaatan tanaman A. pintoi dan vegetasi liar dapat mempertinggi peluang kehadiran parasitod di pertanaman lada, sehingga tingkat parasitisasi terhadap telur D. piperis menjadi lebih tinggi. Penataan agroekosistem lada melalui pengelolaan vegetasi liar yang berguna bagi imago parasitoid adalah suatu strategi untuk mengembangkan keefektifan parasitoid melalui penyediaan sumber pakan parasitoid. Bagi parasitoid yang bersifat sinovigenik seperti A. dasyni, parasitoid yang kenyang akan segera mencari inangnya, sedangkan parasitoid yang lapar akan sibuk mencari pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 60% betina A. dasyni yang lapar akan mencari pakan, sedangkan 70% betina A. dasyni yang kenyang akan mencari inang untuk peletakan telur. Keberadaan sumber pakan juga dapat menjadi tempat pengungsian (refugia) bagi parasitoid (Hoelmer & Goolsby 2002). Berdasarkan uraian di atas, berikut ini diajukan strategi pengendalian hayati kepik D. piperis dengan memanfaatkan parasitoid A. dasyni (Gambar 7.1). Strategi mencakup pembiakan massal dan pelepasan parasitoid serta manipulasi lingkungan pertanaman lada. Tercakup dalam manipulasi lingkungan adalah penanaman tumbuhan yang berfungsi sebagai tempat pengungsian parasitoid
karena menyediakan inang alternatif, dan tumbuhan yang memikat dan menyediakan sumber nektar bagi parasitoid. 83 Pembiakan massal parasitoid A. dasyni Pelepasan parasitoid Peningkatan kelimpahan, lama hidup, dan keperidian parasitoid Ketertarikan parasitoid Ketersediaan nektar Penyediaan inang alternatif bagi parasitoid Penanaman A. pintoi sebagai penutup tanah Pengelolaan tumbuhan liar berbunga Penanaman legum di sekitar kebun lada Penurunan serangan kepik D. piperis di pertanaman lada Gambar 7.1 Strategi pengendalian hayati kepik pengisap buah lada dengan parasitoid A. dasyni Tumbuhan yang dapat dijadikan tempat pengungsian parasitoid adalah berbagai jenis legum seperti kacang panjang dan kedelai. Tanaman ini merupakan inang dari kepik R. linearis, yang pada giliran berikutnya telur kepik ini merupakan inang alternatif bagi parasitoid A. dasyni. Tanaman kedelai dapat ditanam di antara pohon lada, sedangkan tanaman kacang panjang dapat ditanam di luar atau di dekat kebun lada sebagai tempat pengungsian parasitoid ketika populasi kepik lada rendah (bulan Juli sampai September). Selain berfungsi
84 sebagai tempat pengungsian parasitoid, hasil dari tanaman kedelai atau kacang panjang dapat dijadikan sebagai pendapatan tambahan di luar pendapatan dari budidaya lada. Penanaman tanaman penutup tanah A. pintoi masih relevan untuk dilakukan, karena bunganya yang berwarna kuning dapat memikat parasitoid untuk datang ke pertanaman lada. Sementara itu, keberadaan vegetasi liar berbunga berfungsi menyediakan nektar sehingga diharapkan dapat meningkatkan lama hidup dan keperidian parasitoid A. dasyni. Dalam kaitan ini, kiranya perlu dilakukan kajian tentang jarak dan kerapatan vegetasi liar yang tidak menimbulkan persaingan hara dengan tanaman lada. Selain itu, tumbuhan terpilih bukan merupakan inang alternatif patogen tanaman lada. Pelepasan parasitoid di pertanaman lada dilakukan bila populasi parasitoid di pertanaman lada selalu rendah atau terlambat kehadirannya. Pelepasan dilakukan dengan berpedoman pada fluktuasi populasi D. piperis. Deciyanto (1991) melaporkan bahwa populasi D. piperis tertinggi terjadi pada bulan Juni dan Nopember, sedangkan terendah pada bulan Juli sampai September. Melalui kegiatan manipulasi lingkungan tersebut, dan bila perlu pelepasan parasitoid, diharapkan kelimpahan parasitoid meningkat sehingga tingkat serangan kepik D. piperis di pertanaman lada menurun. Implementasi Pengendalian Hayati Sebagai Komponen PHT Lada Implementasi teknik pengendalian hayati kepik pengisap buah lada, pelaksanaannya perlu dilakukan secara bertahap terutama pada masyarakat tani yang terbiasa dengan penggunaan insektisida sintetik, seperti di Bangka. Secara de facto, petani lada lebih mengandalkan penggunaan insektisida sebagai cara pengendalian hama yang efektif. Cara ini tentu dapat mempengaruhi aktivitas, perkembangan dan peranan parasitoid. Oleh karena itu, upaya pemasyarakatan hasil-hasil penelitian secara terus menerus perlu dilakukan baik melalui penyuluhan, pendidikan, maupun keterlibatan langsung petani di lapangan. Dari hasil penelitian yang diperoleh, penggunaan insektisida sesungguhnya tidak diperlukan untuk mengendalikan kepik pengisap buah lada. Hasil survei pada kebun lada yang ditumbuhi vegetasi liar berbunga menunjukkan bahwa tingkat parasitisasi telur D. piperis oleh parasitoid sangat tinggi berkisar
85 antara 75.47% sampai 82.50%. Petani tidak perlu melakukan penyiangan vegetasi liar secara bersih. Vegetasi liar seperti C. aspera dan A. gangetica yang bunganya berfungsi sebagai sumber pakan bagi parasitoid A. dasyni, serta tanaman penutup tanah A. pintoi yang bunganya berperan sebagai pendaya tarik bagi parasitoid, dapat dikelola pertumbuhannya di antara atau di sekitar tanaman lada. Jika pertumbuhan dan perkembangan C. aspera, A. gangetica dan A. pintoi perlu dipangkas, maka limbah hasil pemangkasannya dapat dicampurkan dengan pupuk kandang sebagai pupuk organik untuk pemupukan tanaman lada. Kegiatan ini menjadi bagian dari budidaya lada organik yang menjadi isu penting dalam permintaan produksi lada di pasar dunia yang menerapkan persyaratan yang ketat seperti mutu produk yang bebas residu. Pengetahuan petani lada tentang kepik pengisap buah lada cukup baik Namun demikian, perlu juga diberikan pengetahuan dasar seperti upaya pembiakan parasitoid dan pelepasannya ke pertanaman lada. Kegiatan ini akan lebih mudah jika petani melakukannya secara bersama-sama (kelompok tani). Teknik pembiakan massal parasitoid A. dasyni pada telur R. linearis mudah dilakukan. Kemudahan tersebut di antaranya adalah pakan untuk serangga R. lineraris yaitu kacang panjang, setiap saat mudah diperoleh dan harganya murah di pasaran. Parasitoid hasil pembiakan dilepaskan ke lapangan sebagaimana dijelaskan sebelumnya pada teknik pengendalian hayati kepik pengisap buah lada. Implementasi hasil penelitian tentang parasitoid A. dasyni di satu sisi diharapkan sebagai masukan yang dapat memperbaiki teknologi pengendalian hayati hama pengisap buah lada, dan di sisi lain berdampak pada peningkatan pemahaman dasar tentang bagaimana komunitas terstruktur di lapangan, bahwa parasitoid A. dasyni merupakan bagian tidak terpisahkan dari rantai trofik. Implementasi pengendalian hayati kepik pengisap buah lada dengan menggunakan parasitoid A. dasyni, diharapkan nantinya pengendalian dapat berlangsung secara permanen dan efektif dalam jangka panjang. Pendekatan ini, menurut Rauf (1995) adalah pendekatan preemtif suatu tindakan sebelum masalah timbul yang sifatnya penangkalan dan pengekangan. Metode pengendalian permanen menurut Flint dan van den Bosch (1990) pada umumnya
86 paling efektif dan untuk jangka panjang, sehingga merupakan taktik pengendalian hama yang paling ekonomis. Metode ini sesuai dengan pertanian masa depan yang berorientasi pada kemampuan alami dengan produksi optimal dan input rendah (Reijntjes et al. 1999). Keberhasilan implementasi pengendalian hayati hama lada di tingkat petani, secara umum didukung oleh beberapa faktor yaitu (a) keinginan kuat masyarakat untuk menerapkan dasar-dasar pengendalian yang alami; (b) pengendalian hayati menghasilkan produksi yang bebas residu bahan kimia; (c) musuh alami sudah ada di lapangan, tinggal dikelola untuk ditingkatkan peranannya; (d) biaya pengendalian hama lada dapat dihemat; (e) harga lada yang kompetitif dan fluktuatif menjadi pertimbangan ke arah perubahan dan perbaikan usahatani lada yang efektif dan efisien; (f) produksi lada dapat dimantapkan dalam taraf tinggi dengan menekan potensi kehilangan hasil akibat serangan hama; (g) terdapat sekolah lapangan pengendalian hama terpadu (SLPHT) lada yang membangun kreativitas petani, belajar menganalisis permasalahan dan mampu mengambil keputusan sendiri terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan musuh alami; (h) motivasi, pengetahuan dan keterampilan yang cukup baik yang dimiliki petani tentang pengendalian hama lada; (i) banyak petani lada yang terlatih sebagai motivator, fasilitator dan nara sumber bagi petani lainnya, dan (j) dukungan kuat pengambil kebijakan dari hulu sampai hilir.