BAHAN DAN METODA. Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar dengan ketinggian tempat ± 369 m di
|
|
- Vera Lie
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Insektarium Balai Penelitian Marihat, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar dengan ketinggian tempat ± 369 m di atas permukaan laut. Penelitian berlangsung dari bulan Oktober - November Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah tanaman kelapa sawit berumur 6 bulan dengan ketinggian ± 1 m, imago predator S. croceovittatus, dan ulat api S. asigna instar 3 5. Alat yang digunakan adalah sungkup yang terbuat dari kawat kasa berukuran panjang 60 cm, lebar 60 cm dan tinggi 100 cm, stoples, polibag berdiameter ± 25 cm, stop watch, alat tulis, buku data, kamera digital, dan alatalat lain yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian. Metodologi Penelitian Penelitian perilaku dan tanggap fungsional S. croceovittatus terhadap ulat api terdiri dari empat perlakuan yaitu 1 ekor Sycanus jantan, 1 ekor Sycanus betina, 1 pasang Sycanus jantan dan betina, dan 3 pasang Sycanus jantan dan betina, yang dilakukan pada dua kepadatan populasi ulat api yaitu 5 ekor dan 10 ekor. Setiap perlakuan diulang tiga kali.
2 Pelaksanaan Penelitian Persiapan Ulat Api Ulat api yang sehat instar 3 5 diambil dari lapangan sesuai dengan yang dibutuhkan untuk masing-masing perlakuan, yaitu 5 ekor pada perlakuan pertama dan 10 ekor pada perlakuan kedua. Penyediaan imago Sycanus croceovittatus umur 1 hari Nimfa instar akhir S. croceovittatus diambil dari lapangan, kemudian dimasukkan ke dalam sungkup yang telah berisi tanaman kelapa sawit yang ditanam dalam polibag. Selanjutnya dimasukkan ulat api sebagai pakan S. croceovittatus. Predator yang digunakan adalah imago berumur 1 hari. Percobaan Pertama kali disiapkan tanaman kelapa sawit dalam sungkup kemudian diletakkan ulat api instar 3-5 pada daun kelapa sawit. Selanjutnya dilepas S. croceovittatus stadia imago ke dalam sungkup tersebut masing-masing sesuai perlakuan. Diamati perilaku predator dalam mencari mangsa dan dicatat waktu yang dibutuhkan predator tersebut untuk penanganan mangsanya. Peubah Amatan Lama Pencarian Mangsa a. Lama pencarian mangsa pertama diperoleh dari perhitungan waktu sejak predator diinokulasikan ke dalam kotak pemeliharaan serangga sampai predator menangkap mangsa pertamanya.
3 b. Selang waktu pencarian mangsa pertama dengan pencarian mangsa kedua dan seterusnya. Lama Penanganan Mangsa Lama penanganan mangsa meliputi perilaku dan waktu yang dibutuhkan predator untuk menangani satu mangsa. a. Laju pemangsaan terhadap waktu yang meliputi jumlah pemangsaan diamati setiap 2 jam dari pukul WIB pada semua populasi mangsa. b. Tanggap fungsional bertujuan untuk mengetahui tingkat predatisme S. croceovittatus terhadap kepadatan mangsa. Model yang digunakan adalah: Keterangan: Y X = Jumlah mangsa termangsa = Kepadatan populasi mangsa Tt = Jumlah waktu yang tersedia a = Laju (koefisien) pencarian mangsa Th = Waktu yang diperlukan untuk menangani satu mangsa (Varley et al., 1974; Tarumingkeng, 1992). Daya Predasi Sycanus croceovittatus Daya predasi S. croceovittatus diperoleh dengan cara menghitung jumlah ulat api yang berhasil dimangsa untuk setiap perlakuan predator selama pengamatan.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Lama Pencarian Mangsa Hasil pengamatan terhadap lama pencarian mangsa menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dari lama pencarian mangsa pertama dengan mangsa berikutnya berdasarkan jumlah predator dan kepadatan mangsa (Lampiran 2). Rata-ratanya dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Rata-rata lama pencarian mangsa berdasarkan kepadatan mangsa Perilaku pemangsaan Lama pencarian mangsa pertama (menit) Lama pencarian mangsa berikutnya (menit) Kepadatan 5 ekor Kepadatan 10 ekor Tabel 1 menunjukkan bahwa lama pencarian mangsa pertama yang tercepat diperoleh pada perlakuan kepadatan 10 ekor ulat api, yaitu selama 9.99 menit, sedangkan yang paling lama pada perlakuan kepadatan 5 ekor ulat api, yaitu selama menit. Hal ini disebabkan karena jumlah mangsa yang tersedia lebih banyak sehingga interval penemuan mangsa oleh predator lebih singkat. Selain itu, mangsa juga relatif sulit untuk menghindar saat didekati oleh predator. Hasil pengamatan ini sesuai dengan pendapat Supartha dan Susila (2001) pada penelitian pemangsaan Curinus coeruleus terhadap Diaphorina citri yang menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menemukan inang (mangsa) pada kepadatan tinggi lebih singkat dibandingkan pada kepadatan rendah.
5 Gambar 9. Pencarian mangsa oleh Sycanus Sumber: Foto Langsung Proses pemangsaan predator terhadap mangsa umumnya dilakukan secara bertahap yaitu: (1) proses pencarian dan penemuan habitat mangsa. Pada proses ini predator umumnya menggunakan indra penglihatan dan chemoreception (respon fisiologis oleh organ indra terhadap rangsangan kimiawi) untuk menemukan habitat mangsanya (Huffaker dan Messenger, 1989). (2) proses pencarian dan penemuan serangga mangsa. Proses ini dilakukan setelah berada pada habitat mangsa. Pada proses tersebut predator menggunakan antena untuk menerima rangsang kimiawi dan fisik dari mangsa dan mendeteksi ada atau tidaknya mangsa yang sesuai. (3) proses penerimaan mangsa sebagai pakan. Pada proses ini predator menilai kadar gizi dan rasa yang dimiliki oleh mangsa tersebut (Driesche et al, 2008). (4) kesesuaian mangsa sebagai pakan. Proses ini merupakan proses akhir dari pemangsaan oleh predator. Bila ternyata mangsa itu memiliki kualitas dan kuantitas gizi dan rasa yang enak bagi kelangsungan hidup
6 predator maka mangsa tersebut dikategorikan sebagai mangsa yang sesuai bagi kehidupan predator. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa predator S. croceovittatus dalam pencarian mangsanya, mula-mula melakukan penerbangan acak naik turun di dalam sungkup yang kemudian sampai pada bagian tanaman kelapa sawit. Setelah berada pada tanaman inang predator melakukan pencarian mangsa dengan bergerak naik-turun pada daun dan pelepah tanaman. Predator bergerak lamban mendekati ulat api dan setelah berada dekat mangsa, predator ini menusukkan stiletnya pada bagian tubuh ulat api. Stilet dapat ditusukkan dari bagian atas, bawah maupun dari arah samping mangsa. Sebelum mengisap cairan tubuh mangsa, predator ini menusukkan stiletnya pada beberapa bagian tubuh mangsa agar mangsa tidak bergerak. Tabel 2. Rata-rata lama pencarian mangsa berdasarkan jumlah predator Perilaku pemangsaan Lama pencarian mangsa pertama (menit) Lama pencarian mangsa berikutnya (menit) 1 ekor Sycanus 1 ekor Sycanus 1 pasang Sycanus 3 pasang Sycanus Tabel 2 menunjukkan bahwa lama pencarian mangsa pertama yang paling cepat terdapat pada perlakuan 3 pasang Sycanus jantan dan betina yaitu selama 6.91 menit, sedangkan yang paling lama yaitu pada perlakuan 1 ekor Sycanus betina yaitu selama menit. Hal ini disebabkan karena predator menyerang mangsa secara berkelompok. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa 2 ekor Sycanus dapat menyerang 1 ulat api secara bersamaan. Setelah menusukkan stilet
7 dan mengisap cairan tubuh ulat api, Sycanus akan terus memangsa selama ± 4 jam hingga ulat mati. Namun, terkadang predator ini berpindah-pindah dari satu mangsa ke mangsa lain. Gambar 10. Sycanus memangsa ulat api secara bersamaan Sumber: Foto Langsung Lama pencarian mangsa berikutnya yang tercepat pada perlakuan 3 pasang Sycanus yaitu selama 4.89 menit, dibandingkan dengan lama pencarian mangsa pertama yaitu 6.91 menit. Hal ini disebabkan karena setelah menemukan mangsanya yang pertama, predator bergerak lebih cepat mencari mangsa berikutnya karena telah mengenali mangsanya. Hasil pengamatan tersebut sesuai dengan pernyataan Debach (1979 dalam Supartha dan Susila, 2002) bahwa umumnya bila serangga predator telah mampu mengenali mangsanya pada habitat atau relung spesifiknya, maka proses pencarian, penemuan dan pemangsaan selanjutnya lebih mudah dilakukan. Fenomena itu umumnya terlihat dari lebih singkatnya waktu pencarian, penemuan dan penanganan satu mangsa oleh predator bersangkutan.
8 Lama Penanganan Mangsa a. Laju Pemangsaan Predator S. croceovittatus (%) Hasil pengamatan menunjukkan bahwa laju pemangsaan S. croceovittatus berdasarkan kepadatan mangsa dan jumlah predator yang tertinggi terdapat pada pukul WIB (Lampiran 3). Rata-ratanya dapat dilihat Tabel 3. Tabel 3. Persentase rata-rata laju pemangsaan S. croceovittatus Kepadatan populasi Waktu pemangsaan WIB WIB WIB WIB Total pemangsaan 5 ekor ekor Rata-rata Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ulat api banyak dimangsa predator S. croceovittatus pada pukul WIB sebesar 15.84%, sedangkan pukul WIB sebesar 7.51% dan pukul WIB sebesar 5.01%. Hal ini disebabkan karena sebelum diaplikasikan ke tanaman kelapa sawit, predator sudah dilaparkan selama 48 jam, sehingga kemampuan memangsa pada setiap jumlah predator hampir sama besarnya pada pukul WIB, sedangkan pada pukul WIB dan WIB kemampuan memangsanya berkurang karena predator sudah kenyang pada pukul WIB. Rata-rata laju pemangsaan predator ini tergolong rendah yaitu sebesar 39.6% per harinya. Hal ini dipengaruhi oleh ukuran tubuh yang relatif kecil, aktivitas makan yang lambat dan waktu kejenuhan predator setelah memangsa satu mangsa.
9 b. Tanggap Fungsional Data pengamatan menunjukkan bahwa Sycanus betina memiliki tingkat pemangsaan yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan Sycanus jantan. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata pemangsaan predator per hari pada Tabel 4 (Lampiran 4). Tabel 4. Rata-rata tingkat pemangsaan S. croceovittatus Kepadatan mangsa 1 ekor Sycanus Tingkat pemangsaan (ekor) 1 ekor Sycanus 1 pasang Sycanus 3 pasang Sycanus Total 5 ekor ekor Rata-rata tingkat pemangsaan S. croceovittatus adalah 1-2 ekor/hari. Hal ini disebabkan karena aktivitas makan predator yang lambat. Tingkat pemangsaan dan waktu penanganan mangsa merupakan parameter yang digunakan untuk menentukan besarnya tanggap fungsional ini. Menurut Pervez dan Omkar (2005), perbedaan nilai parameter ini mungkin disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh, voracity (kerakusan), waktu kejenuhan, tingkat kelaparan, kemampuan mencerna, kecepatan berjalan, dan lain-lain. Hasil pengamatan tersebut dapat digambarkan sebagai keefektifan predator dalam mengatur keseimbangan populasi mangsa. Keefektifan predator dicerminkan oleh tanggapnya terhadap kepadatan populasi mangsa.
10 Gambar 11. Tanggap fungsional S. croceovittatus terhadap kepadatan populasi S. asigna Gambar menunjukkan bahwa tingkat kepadatan mangsa mempengaruhi tingkat predatisme predator. Pada kepadatan mangsa rendah tingkat predatisme predator rendah. Hal ini disebabkan karena predator memerlukan waktu yang relatif lama untuk menemukan mangsa dibandingkan pada perlakuan populasi tinggi sehingga waktu yang tersedia tidak dapat digunakan secara efektif oleh predator untuk menemukan mangsa. Tanggap predator ini adalah tanggap fungsional terhadap kepadatan populasi mangsa. Hal ini sesuai dengan kajian Holling (1965 dalam Suin, 2003) yaitu ada tiga tipe tanggap fungsional, dan pemangsaan oleh S. crocecovittatus ini termasuk dalam tanggap fungsional tipe I dimana laju pemangsaan per predator konstan. Jumlah mangsa yang dimangsa tiap predator per satuan waktu bertambah dengan meningkatnya kepadatan populasi mangsa, tetapi pada batas waktu tertentu walaupun kepadatan populasi mangsa terus bertambah, jumlah mangsa yang dimangsa predator tidak bertambah lagi karena saat itu predator telah kenyang.
11 Daya Predasi Hasil pengamatan menunjukkan bahwa daya predasi S. croceovittatus tidak begitu tinggi, hanya mencapai 43.3%, hal ini dapat dilihat pada Tabel 5 (Lampiran 3). Tabel 5. Persentase rata-rata jumlah mangsa termangsa Kepadatan mangsa 1 ekor Sycanus 1 ekor Sycanus 1 pasang Sycanus 3 pasang Sycanus 5 ekor ekor Tabel 5 menunjukkan bahwa daya predasi S. croceovittatus yang paling tinggi adalah 43.3% dimana rata-rata jumlah mangsa yang dimangsa adalah 1-2 ekor/hari. Hal ini disebabkan karena aktivitas makan predator yang lambat sehingga dalam satu hari tidak banyak mangsa yang termangsa. Hasil pengamatan ini sesuai dengan penelitian Sipayung dkk (1988) bahwa aktivitas makan Sycanus lambat dan berlangsung pada siang hari. Ketika ulat api tersedia, kepik ini akan menusuk dengan segera dan mengisap cairan tubuh ulat dalam waktu 4-5 jam. Daya predasi dapat meningkat bila disertai oleh peningkatan populasi predator di lapangan dan semakin pendeknya waktu yang dibutuhkan predator untuk menangani mangsanya. Hal ini sesuai dengan literatur yang dikemukakan oleh Tarumingkeng (1992) bahwa keefektifan predator dalam pengaturan populasi mangsa dipengaruhi oleh kemampuan berkembangbiak, kemampuan mencari mangsa, dan kisaran toleransi terhadap habitat dan instar mangsa. Selain itu, lamanya waktu yang digunakan oleh predator untuk mengejar, menangkap dan menangani mangsa merupakan faktor penting yang menentukan dalam efisiensi pemangsaan.
12 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Lama pencarian dan penanganan satu mangsa membutuhkan waktu menit pada kepadatan 5 ekor ulat api dan 4.61 menit pada kepadatan 10 ekor ulat api. 2. Daya predasi imago betina (18.35%) sedikit lebih tinggi dibandingkan imago jantan (15.05%). 3. Kepadatan populasi ulat api mempengaruhi daya predasi S. croceovittatus. 4. S. croceovittatus memiliki tanggap fungsional untuk mengatur keseimbangan populasi mangsa, namun kurang efektif karena pengaruh aktivitas makan yang lambat. Saran S. croceovittatus kurang efektif untuk mengendalikan populasi ulat api, karena itu tidak dianjurkan digunakan dalam pengendalian hayati terhadap ulat api di lapangan.
DAYA PREDASI Sycanus croceovittatus (Hemiptera: Reduviidae) TERHADAP ULAT API Setothosea asigna PADA TANAMAN KELAPA SAWIT DI INSEKTARIUM OLEH:
DAYA PREDASI Sycanus croceovittatus (Hemiptera: Reduviidae) TERHADAP ULAT API Setothosea asigna PADA TANAMAN KELAPA SAWIT DI INSEKTARIUM SKRIPSI OLEH: NENA CHRISTA DAELI 050302006 DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa
Lebih terperinciDAYA PREDASI Rhynocoris fuscipes F. (Hemiptera:Reduviidae) TERHADAP ULAT API Setothosea asigna E. (Lepidoptera:Limacodidae) DI LABORATORIUM
DAYA PREDASI Rhynocoris fuscipes F. (Hemiptera:Reduviidae) TERHADAP ULAT API Setothosea asigna E. (Lepidoptera:Limacodidae) DI LABORATORIUM The ability of Rhynocoris fuscipes F. (Hemiptera: Reduviidae)
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b)
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. ke Indonesia pada tahun 1848 yang ditanam di Kebun Raya Bogor. Perkebunan
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) berasal dari Afrika dan masuk ke Indonesia pada tahun 1848 yang ditanam di Kebun Raya Bogor. Perkebunan kelapa sawit pertama dibuka
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi E. furcellata (Hemiptera : Pentatomidae) Menurut Kalshoven (1981) E. furcellata diklasifikasikan sebagai berikut : Phylum Klass Ordo Family Genus Spesies : Arthropoda
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Populasi Rhopalosiphum maidis Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kutu daun R. maidis mulai menyerang tanaman jagung dan membentuk koloni sejak tanaman berumur
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai
TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna) Hama ulat api (Setothosea asigna) merupakan salah satu hama paling penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae
10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari
Lebih terperinciuntuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang
untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk
Lebih terperinci1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat
1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian merupakan penelitian lapangan yang dilaksanakan pada bulan April 005 Februari 006. Penelitian biologi lapangan dilaksanakan di salah satu lahan di
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan pemangsaan Menochilus sexmaculatus dan Micraspis lineata
HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan pemangsaan Menochilus sexmaculatus dan Micraspis lineata Kemampuan pemangsaan diketahui dari jumlah mangsa yang dikonsumsi oleh predator. Jumlah mangsa yang dikonsumsi M.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian-IPB, dan berlangsung sejak Juli sampai Desember 2010. Metode
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Metabolisme Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor mulai bulan Oktober sampai dengan Nopember 2011. Tahapan meliputi
Lebih terperinciKemampuan Pemangsaan Menochilus sexmaculatus F. (Coleoptera: Coccinellidae) terhadap Rhopalosiphum maidis Fitch (Homoptera: Aphididae)
Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., April 211, Vol. 8, No. 1, 1-7 Kemampuan Pemangsaan Menochilus sexmaculatus F. (Coleoptera: Coccinellidae) terhadap Rhopalosiphum maidis Fitch (Homoptera:
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran
TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat pemakan daun kelapa sawit yang terdiri dari ulat api, ulat kantung, ulat bulu merupakan hama yang paling sering menyerang kelapa sawit. Untuk beberapa daerah tertentu, ulat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :
Lebih terperinci2. Tujuan Paraeucosmetus pallicornis 3. Keluaran Kepik hitam
Latar belakang OPT Kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis) merupakan hama baru pada pertanaman padi di Prop. Sul Sel, - Pertama kali ditemukan diwilayah Kecamatan Mangkutana Kab. Luwu Timur pada MT.1999/2000.
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Persiapan Penelitian Koleksi dan Perbanyakan Parasitoid Perbanyakan Serangga Inang Corcyra cephalonica
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2005 sampai dengan Maret 2006 bertempat di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Blok C Laboratorium Lapang Bagian Produksi Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun
TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur
Lebih terperinciFUNCTIONAL RESPONSE OF PREDATORY BIRD (Lanius sp.) AGAINST MIGRATORY LOCUST (Locusta migratoria manilensis)
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 15, No., 009: 96 100 RESPONS FUNGSIONAL BURUNG PENTET (Lanius sp.) TERHADAP BELALANG KEMBARA (Locusta migratoria manilensis) FUNCTIONAL RESPONSE OF PREDATORY
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014. 3.2 Alat dan Bahan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas
HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR HIBAH FUNDAMENTAL. POTENSI PARASITOID Diadegma DAN PREDATOR Sycanus DALAM PENGENDALIAN HAMA PEMAKAN DAUN KUBIS DI DAERAH BALI
LAPORAN AKHIR HIBAH FUNDAMENTAL POTENSI PARASITOID Diadegma DAN PREDATOR Sycanus DALAM PENGENDALIAN HAMA PEMAKAN DAUN KUBIS DI DAERAH BALI Tahun ke 2 dari rencana 2 tahun Ketua : TEAM Dr. Ir. Ketut Ayu
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran mengenai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)
TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Hasil identifikasi dengan menggunakan preparat mikroskop pada kantung pupa kutukebul berdasarkan kunci identifikasi Martin (1987), ditemukan ciri morfologi B. tabaci
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Morfologi Predator S. annulicornis Stadium nimfa yaitu masa sejak nimfa keluar dari telur hingga menjadi imago. Sebagian besar nimfa yang diberi tiga jenis mangsa
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Individu betina dan jantan P. marginatus mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 9). Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan
Lebih terperinciDAFTAR ISI SAMPUL DALAM...
DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv RINGKASAN... v HALAMAN PERSETUJUAN... vii TIM PENGUJI... viii RIWAYAT HIDUP... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and
III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan
3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus
TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Entomologi dan Gedung Workshop Fumigasi dan X-Ray di Balai Uji Terap Teknik dan Metoda Karantina Pertanian, Bekasi dari bulan November
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KLASIFIKASI KELAPA SAWIT Dalam ilmu tumbuhan, tanaman kelapa sawit dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas
Lebih terperinciBAB VII SINTESIS Strategi Pengendalian Hayati Kepik Pengisap Buah Lada
BAB VII SINTESIS Strategi Pengendalian Hayati Kepik Pengisap Buah Lada Ada empat pendekatan dalam kegiatan pengendalian hayati yaitu introduksi, augmentasi, manipulasi lingkungan dan konservasi (Parella
Lebih terperinciJurnal Agrikultura Volume 19, Nomor 3, Tahun 2008 ISSN
Lama hidup, Keperidian, serta Kemampuan Memangsa Curinus coeruleus Mulsant (Coleoptera: Coccinellidae) terhadap Bemisia tabaci gennadius (Homoptera: Aleyrodidae) Agung Triantoro Riyanto 1, Sudarjat 2 1
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Pestisida, Medan Sumut dan Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Medan
III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Mutu dan Residu Pestisida, Medan Sumut dan Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Medan Area
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat
7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari
Lebih terperinciMetamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa
Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa
Lebih terperinciUji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium
Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium Oleh Ida Roma Tio Uli Siahaan Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-September 2010 di Laboratorium Hama Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbiumbian (Balitkabi) Malang.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik
TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial atau regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Tingkat keasaman
Lebih terperinciCOCOPET SEBAGAI PREDATOR DAN POLINATOR PADA TANAMAN KELAPA
COCOPET SEBAGAI PREDATOR DAN POLINATOR PADA TANAMAN KELAPA Rahma dan Salim Balai Penelitian Tanaman Palma, Manado ABSTRAK Pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami baik yang diperkenalkan ataupun
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Perkebunan kelapa sawit Cikidang Plantation Estate milik PT. Kidang Gesit Perkasa berdiri di atas lahan seluas ± 900 Ha, terletak di kecamatan Cikidang, kabupaten
Lebih terperinci(Rattus tiomanicus MILLER) MENUJU. Dhamayanti A.
METODE PENGENDALIAN HAMA TIKUS (Rattus tiomanicus MILLER) MENUJU PERTANIAN BERKELANJUTAN oleh Dhamayanti A. PENGENDALIAN TIKUS, Rattus tiomanicus MILLER Sebelum th 1970, rodentisida (Klerat, ratropik dengan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Peletakan Telur Kepik Coklat pada Gulma
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Peletakan Telur Kepik Coklat pada Gulma Hasil analisis varians menunjukkan bahwa umur tanaman kedelai tidak berpengaruh nyata terhadap distribusi peletakan telur,
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Agustus 2014 di. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Bahan-bahan yang
III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Agustus 2014 di Perkebunan kelapa sawit Yayasan Darul Jamil, Desa pantai Raja Kec. Perhentian Raja, Kabupaten
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas
13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin
HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin Pengamatan perilaku kawin nyamuk diamati dari tiga kandang, kandang pertama berisi seekor nyamuk betina Aedes aegypti dengan seekor nyamuk jantan Aedes aegypti, kandang
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. = pengamatan minggu kedua = Pengamatan minggu berikutnya
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari April 2005 sampai Februari 2006. Kegiatan ini dibagi dua bagian, yaitu penelitian lapangan dan penelitian laboratorium. Penelitian
Lebih terperinciGambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 343 meter
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Penangkaran UD Anugrah Kediri, Jawa Timur. Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu pada bulan Juni-Juli 2012.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanaman perkebunan. Akan tetapi banyak juga diantara serangga-serangga
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekian banyak hewan ciptaan Allah SWT baru sedikit sekali yang sudah diketahui dan dimanfaatkan dengan baik oleh manusia. Masih banyak lagi hewanhewan yang dapat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacg) berasal dari Nigeria, Afrika
PENDAHULUAN Latar belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacg) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika selatan yaitu
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Panjang Baku Gambar 1. menunjukkan bahwa setelah dilakukan penyortiran pada bulan pertama terjadi peningkatan rata-rata panjang baku untuk seluruh kasus dan juga kumulatif.
Lebih terperinciProgram Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat
KEPADATAN POPULASI ULAT API (Setothosea asigna van Eecke) DAN KEPIK PREDATOR (Sycanus annulicornis Dohrn) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA VI (PERSERO) UNIT USAHA OPHIR PASAMAN BARAT
Lebih terperinciVI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa
VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM 6.1 Pembahasan Umum Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa Manawa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo, di peroleh bahwa kontribusi terbesar
Lebih terperinciIdentifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang
Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Kehilangan hasil yang disebabkan gangguan oleh serangga hama pada usaha tani komoditas hortikultura khususnya kentang, merupakan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak
II. TINJAUAN PUSTAKA Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental untuk mengetahui tingkat ketahanan galur dan varietas kedelai (G. max L.) berdasarkan karakter morfologi
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. tidak terlalu keras dan tajam. bentuk daunnya menyirip, tersusun rozet pada ujung
I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Kelapa Sawit Organ tanaman kelapa sawit yang menjadi inang serang ulat api adalah daunnya. Seperti tanaman palma lainnya daun kelapa sawit merupakan daun majemuk. Daun
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong
TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Ngengat meletakkan telur di atas permukaan daun dan jarang meletakkan di bawah permukaan daun. Jumlah telur yang diletakkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) Kumbang penggerek pucuk yang menimbulkan masalah pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi dan Morfologi Hama Ulat Api (Setothosea asigna) Klasifikasi Setothosea asigna menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Arthopoda
Lebih terperinciVI. PEMBAHASAN UMUM Strategi pengendalian B. tabaci dengan Perpaduan Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggir dan Predator
VI. PEMBAHASAN UMUM Strategi pengendalian B. tabaci dengan Perpaduan Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggir dan Predator Penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) terdiri atas 6 komponen pengendalian yang
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012
11 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012 bertempat di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan Agroteknologi,
Lebih terperinciIII.TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi Fakultas
16 III.TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Waktu pelaksanaan peneltian
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Walang Sangit (Leptocorisa acuta T.) berikut : Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai Kelas Ordo Famili Genus Species : Insekta : Hemiptera
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman
8 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Januari hingga April
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat
MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Devisi Persuteraan Alam Ciomas. Waktu penelitian dimulai dari Juni
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Penelitian ini melibatkan objek yang diberikan berbagai perlakuan. Objek pada penelitian ini ialah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia
TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hayati Di beberapa perkebunan kelapa sawit masalah UPDKS khususnya ulat kantong M. plana diatasi dengan menggunakan bahan kimia sintetik yang mampu menurunkan populasi hama
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid
TINJAUAN PUSTAKA Parasitoid Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar dan embun madu sebagai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelompok serangga herbivora, yaitu: (1) monofag, yaitu tanaman inangnya hanya
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan Tanaman dengan Serangga Dilihat dari hubungan taksonomi tanaman inangnya maka dikenal tiga kelompok serangga herbivora, yaitu: (1) monofag, yaitu tanaman inangnya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat
16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis-Jenis Predator pada Tanaman Padi Hasil pengamatan predator pada semua agroekosistem yang diamati sebagai berikut: 1. Tetragnatha sp. Klas : Arachnida Ordo : Araneae
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ulat Kantong (Metisa plana) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat Kantong (M. plana) merupakan salah satu hama pada perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Hama ini biasanya memakan bagian atas daun, sehingga
Lebih terperinci(HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT
TANGGAP FUNGSIONAL PREDATOR Cyrtorhinus lividipennis REUTER (HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT Nilaparvata lugens STÅL. (HEMIPTERA: DELPHACIDAE) RITA OKTARINA DEPARTEMEN PROTEKSI
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus
12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna
Lebih terperinciHAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA. Amini Kanthi Rahayu, SP. POPT Ahli Pertama
HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA Amini Kanthi Rahayu, SP POPT Ahli Pertama Latar Belakang Berbagai hama serangga banyak yang menyerang tanaman kelapa, diantaranya kumbang badak Oryctes
Lebih terperinciBUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)
BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) 1. PENDAHULUAN Kata Belut merupakan kata yang sudah akrab bagi masyarakat. Jenis ikan ini dengan mudah dapat ditemukan dikawasan pesawahan. Ikan ini ada kesamaan dengan
Lebih terperinciKeterangan : Yijk = H + tti + Pj + (ap)ij + Sijk. Sijk
m. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau Kampus Bina Widya Jin. Bina Widya Km 12,5 Kelurahan Simpang Baru,
Lebih terperinciGambar 1 Tetranychus kanzawai (a, pradewasa; b, dewasa; sumber Ehara, 2002)
TINJAUAN PUSTAKA Tungau Merah Tetranychus kanzawai Karakter Morfologi Siklus hidup T. kanzawai terdiri dari telur, larva, nimfa (protonimfa dan deutonimfa) dan dewasa. Telur umumnya diletakkan pada permukaan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. bawah, biasanya pada pelepah daun ke Satu tumpukan telur terdiri dari
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api 1. Biologi Setothosea asigna Klasifikasi S. asigna menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut : Phylum Class Ordo Family Genus Species : Arthropoda : Insekta : Lepidoptera
Lebih terperinci