VI. PEMBAHASAN UMUM Strategi pengendalian B. tabaci dengan Perpaduan Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggir dan Predator
|
|
- Glenna Wibowo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 VI. PEMBAHASAN UMUM Strategi pengendalian B. tabaci dengan Perpaduan Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggir dan Predator Penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) terdiri atas 6 komponen pengendalian yang terdiri atas pengendalian kultur teknis, pengendalian hayati, pengendalian kimiawi, pengendalian dengan varietas tahan, pengendalian fisik dan mekaniks, pengendalian melalui peraturan (Watson et al. 1975). Arah pengembangan teknologi PHT pada pertanaman cabai merah dalam konteks petani di Indonesia lebih menekankan pengendalian hama yang berjalan secara alami dan mengurangi sekecil mungkin intervensi manusia yang membahayakan lingkungan dan konsumen, seperti penggunaan pestisida kimia konvensional berspektrum lebar (Untung 2006). Sugiyama (2005) dan Setiawati et al. (2007) melaporkan bahwa B. tabaci sudah mulai menunjukkan gejala resisten terhadap beberapa jenis insektisida seperti golongan organofosfat, karbamat dan piretroid sintetik. Penggunaan varietas tanaman unggul tahan hama dan budidaya tanaman sehat dapat meningkatkan kemampuan tanaman menahan serangan hama dan penyakit (Untung 2006), namun sampai saat ini belum diketahui varietas cabai merah yang tahan terhadap B. tabaci dan Begomovirus yang ditularkannya atau terhadap salah satunya. Pengendalian secara fisik dan mekanik seperti pengunaan perangkap warna dengan memperhitungkan sifat biologi dan ekologi hama dapat menekan populasi hama, tetapi pengendalian ini masih mengundang kontroversi. Sebagian petani berpendapat kedua pengendalian tersebut kurang praktis dan justru mengundang hama masuk ke lahan pertanaman yang diusahakan. Untuk itu diperlukan upaya pengendalian yang lebih berlandaskan pendekatan ekologi dan ekonomi, yaitu tidak mencemari lingkungan, aman bagi pemakai dan konsumen cabai merah, relatif murah, tetapi juga efektif terhadap hama B. tabaci. Pemanfaatan tanaman pembatas pinggir (border crops) merupakan salah satu alternatif pengendalian yang dapat menekan populasi B. tabaci di pertanaman cabai merah dan aman terhadap lingkungan. Rerata populasi imago B. tabaci pada pertanaman cabai merah dengan perlakuan pembatas pinggir tanaman jagung, pembatas pinggir tanaman orok-orok, pembatas pinggir kain sifon dan tanpa
2 75 pembatas pinggir berturut-turut ekor, ekor, ekor dan ekor. Menurut Difanzo et al. (1996) dan Fereres (2000) pemanfaatan tanaman pembatas pinggir dapat menekan kejadian penyakit tanaman oleh virus yang ditularkan melalui serangga vektor. Pemanfaatan tanaman pembatas pinggir merupakan salah satu alternatif pengendalian yang kompatibel jika dipadukan dengan musuh alami dalam hal ini predator, karena tanaman pembatas pinggir mempunyai fungsi ganda. Pemanfaatan tanaman pembatas pinggir disamping sebagai penghalang masuknya imago B. tabaci ke pertanaman cabai merah, juga dapat mendorong konservasi musuh alami seperti predator (Stehr 1982), yaitu sebagai tanaman refugia yang berfungsi untuk berlindung sementara dan penyedia polen untuk makanan alternatif jika mangsa utama populasinya rendah atau tidak ada (Untung 2006). Setiawati (2005), mengungkapkan beberapa spesies predator yang diketahui efektif terhadap B. tabaci antara lain C. transversalis, M. sexmaculatus, Coenosia attenuate, D. pusillus, Deracocoris pallens, Euscius hibisci, Orius albidipennis, Scymus syriacus. dan Chrysoperla carnea. Sudrajat (2009) dan Hidayat et al. (2009) melaporkan bahwa dari hasil explorasi musuh alami di Jawa Barat, Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta ditemukan beberapa jenis predator yang mempunyai potensi untuk mengendalikan hama kutukebul B. tabaci yaitu M. sexmaculatus, C. transfersalis, Harmonia sp., Curinus sp., Delphastus sp, Verania lineata (Coleoptera: Coccinellidae), dan Paederus fusipes (Coleoptera: Stapilinidae). Berdasarkan uraian di atas dan hasil penelitian yang dilaporkan dalam disertasi ini, maka pembahasan berikut ini akan difokuskan pada potensi pemanfaatan tanaman pinggir di pertanaman cabai merah dan predator untuk menekan populasi hama B. tabaci dan insidensi penyakit daun keriting kuning yang ditularkannya. Hasil penelitian tentang pengaruh tanaman pinggir terhadap populasi B. tabaci menunjukkan bahwa penggunaan sungkup dapat melindungi pesemaian dari B. tabaci dan menunda infeksi virus selama 2 minggu. Kombinasi penggunaan sungkup di pesemaian dan tanaman pinggir jagung atau orok-orok di sekeliling pertanaman cabai merah efektif mengendalikan hama kutukebul (B. tabaci), sehingga kejadian penyakit daun keriting kuning dapat ditekan sebesar
3 % dan pada gilirannya kehilangan hasil panen cabai merah akibat penyakit tersebut juga dapat ditekan. Rerata hasil panen cabai merah dengan perlakuan pembatas pinggir tanaman jagung, pembatas pinggir tanaman orok-orok, pembatas pinggir kain sifon dan tanpa pembatas pinggir berturut-turut kg/plot, kg/plot, kg/plot dan kg/plot. Keunggulan dari pemanfaatan tanaman pinggir (jagung dan orok-orok) tidak membahayakan terhadap lingkungan dan aman terhadap konsumen, serta dapat meningkatkan daya saing di pasaran global karena tidak meninggalkan residu bahan kimia dalam produk panennya. Keunggulan lain dari penggunaan tanaman pinggir di pertanaman cabai merah adalah dapat berfungsi sebagai konservasi musuh alami terutama predator. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan tanaman pinggir di pertanaman cabai merah berpengaruh terhadap kelimpahan predator penting B. tabaci. Kelimpahan predator tertinggi ditemukan di pertanaman cabai dengan perlakuan jagung sebagai pembatas pinggir yaitu sebesar 48 ekor/15 tanama dan yang terendah pada petak perlakuan dengan kain sifon sebagai pembatas pinggir yaitu sebesar ekor/15 tanaman, sedangkan pada petak perlakuan tanpa pembatas pinggir sebesar ekor/15 tanaman. Hal tersebut terjadi karena dibandingkan tanaman orok-orok, tanaman jagung lebih banyak menghasilkan nektar dan tepung sari serta ditemukan mangsa alternatif diantaranya kutudaun. Tersedianya nektar dan tepung sari serta mikrohabitat yang sesuai menyebabkan predator dapat mempertahankan kemampuan reproduksinya dan meningkatkan lama hidup, sedangkan mangsa alternatif tersebut merupakan sumber pakan (mangsa) yang tersedia dalam waktu lama bagi predator yang pada umumnya bersifat generalis. Predator ditemukan sejak awal pertumbuhan tanaman cabai (4 mst), pada saat populasi B. tabaci masih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa predator tersebut mempunyai kemampuan menginvasi dan mengolonisasi suatu agroekosistem secara cepat. Dengan demikian penggunaan tanaman jagung sebagai pembatas pinggir di pertanaman cabai merah sangat kompatibel jika dipadukan dengan pengendalian hayati khususnya predator untuk mengendalikan B. tabaci dan penyakit daun keriting kuning cabai yang ditularkannya. Di tajuk pertanaman cabai tersebut ditemukan 9 jenis predator yang berpotensi sebagai agens hayati
4 77 pengendalian B. tabaci, dengan jenis predator yang dominan adalah M. sexmaculatus, C. transversalis, dan V. lineata. Predator M. sexmaculatus, C. transversalis dan V. lineata mempunyai daya pemangsaan yang sama tinggi terhadap B. tabaci yaitu berkisar nimfa/hari atau 9 imago/hari. Predator M. sexmaculatus lebih menyukai (preference) A. gossypii dan M. persicae, dan predator C. transversalis lebih menyukai T. parvispinus, sedangkan V. lineata lebih menyukai B. tabaci. Hasil analisis regresi logistik (koefisien linier P 1 = , X 2 = 34.99) predator V. lineata memperlihatkan tanggap fungsional tipe II. Kerapatan mangsa B. tabaci semakin meningkat maka mangsa yang dikonsumsi 0leh V. lineata semakin meningkat, namun proporsi mangsa yang dikonsumsi semakin menurun. Predator V. lineata masih mampu menemukan dan mengkonsumsi seluruh mangsa (100%) pada kerapatan mangsa rendah (1 sampai dengan 3 nimfa). Hasil analisis dari persamaan cakram pada tanggap fungsional tipe II (R 2 = ) diperoleh nilai laju pencarian mangsa seketika (a) sebesar 0,3522/jam dan nilai masa penanganan mangsa (Th) sebesar 0.151jam. Daya pemangsaan maksimum 6 nimfa/jam. Oleh karena itu, kumbang V. lineata mempunyai potensi dan prospek paling baik untuk dikembangkan sebagai kandidat agens hayati untuk pengendalian B. tabaci di pertanaman cabai merah. Untuk pengembangan predator tersebut maka penelitian lanjutan yang perlu dilakukan adalah teknik pembiakan massal dan pelepasan di lapangan terutama pada pertanaman cabai merah, mengingat populasi nimfa B. tabaci sering ditemukan lebih rendah dibandingkan serangga hama lain yang juga menjadi mangsa alternatif predator V. lineata. Berdasarkan uraian di atas, berikut ini diajukan strategi pengendalian B. tabaci dengan jalan memadukan teknik bercocok tanam dan pengendalian hayati (Gambar 6.1). Strategi tersebut mencakup pembiakan massal dan pelepasan predator serta manipulasi lingkungan. Strategi yang tercakup dalam manipulasi lingkungan adalah penggunaan sungkup di pesemaian dan penggunaan tanaman pinggir di lahan pertanaman. Penggunaan sungkup ditujukan untuk melindungi pesemaian cabai dari imago B. tabaci, sehingga mengurangi resiko terjadinya penularan virus kuning sejak di pesemaian. Penggunaan sungkup harus benarbenar rapat dan ukuran mess rus lebih kecil dari imago B. tabaci.
5 78 Teknik bercocok tanam Pembiakan massal predator (V. lineata) Penggunaan sungkup di pesemaian Penggunaan tanaman pinggir (jagung) Pelepasan predator (V. lineata) Penyediaan tepungsari, mangsa alternatif Peningkatan kelimpahan, lama hidup dan keperidian predator (V. lineata) Penurunan populasi B. tabaci di pertanaman cabai merah Penurunan insidensi penyakit daun keriting kuning cabai merah Kehilangan hasil panen cabai merah ditekan dan tanpa insektisida Gambar 6.1 Model strategi pengendalian B. tabaci di pertanaman cabai merah dengan cara perpaduan antara penggunaan tanaman jagung sebagai pembatas pinggir dan predator V. lineata Jenis tanaman pinggir yang dipilih harus mempunyai fungsi ganda (seperti tanaman jagung), yaitu sebagai penghalang masuknya imago B. tabaci ke pertanaman cabai merah dan sebagai tanaman refugia yang berfungsi untuk berlindung sementara dan penyedia tepung sari untuk makanan alternatif predator, jika mangsa utama populasinya rendah atau tidak ada di pertanaman cabai merah. Predator yang berpotensi sebagai agens hayati pengendalian B. tabaci adalah V. lineata, M. sexmaculatus dan C. transversalis. Namun yang terpilih dalam pengembangan strategi ini adalah V. lineata karena mempunyai preferensi (tingkat kesukaan) tertinggi terhadap B. tabaci. Keunggulan sifat ini penting dalam menunjang keberhasilan penerapan strategi yang dikembangkan karena pada umumnya predator bersifat generalis, sementara kenyataan di lapangan tajuk
6 79 pertanaman dihuni lebih dari satu serangga hama (mangsa) pada waktu yang sama. Dengan adanya sifat preferensi tersebut maka predator akan lebih dulu menghabiskan mangssa yang paling disukai. Implementasi dalam PHT Cabai Merah Sasaran pengendalian hama terpadu (PHT) adalah mengurangi penggunaan pestisida dengan memadukan beberapa teknik pengendalian yang kompatibel dan ramah terhadap lingkungan. Pengendalian hama terpadu lebih menitik beratkan pada pengendalian secara alami (Untung 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tanaman pinggir (jagung) di pertanaman cabai merah disamping efektif terhadap hama B. tabaci juga dapat secara nyata meningkatkan kelimpahan predatornya. Hal ini berarti penggunaan tanaman pinggir (jagung) kompatibel jika dipadukan dengan pengendalian hayati (musuh alami). Namun demikian dalam implementasinya perlu dilaksanakan secara bertahap terutama pada masyarakat tani yang terbiasa dengan penggunaan insektisida sintetik, seperti di Jawa tengah dan D.I. Yogyakarta. Petani cabai merah lebih mengandalkan penggunaan insektisida sebagai cara pengendalian hama yang efektif. Oleh karena itu, upaya pemasyarakatan hasil-hasil peneltian tersebut diatas secara terus menerus perlu dilakukan baik melalui penyuluhan, demonstrasi plot (demplot) yang melibatkan petani secara langsung di lapangan dan sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT). Penggunaan sungkup pada pesemaian dan tanaman pinggir (jagung) di pertanaman cabai merah untuk menekan penyakit daun keriting kuning sudah banyak dilakukan oleh petani. Namun demikian, pengetahuan dasar mengenai hubungan antara penyakit tersebut dengan vektor dan antara vektor dengan musuh alami (dalam hal ini predator) belum banyak dimiliki oleh petani sehingga dalam aplikasinya kurang tepat, di antaranya dalam penggunaan sungkup ukuran lubang (mash) lebih besar dari imago vektor (B.tabaci). Dalam penggunaan tanaman pinggir, petani tidak memperhatikan fungsinya terhadap kelestarian predator bahkan penggunaan insektisida masih tetap intensif. Disamping itu, pengetahuan petani tentang pemanfaatan predator dalam pengendalian B.tabaci mencakup jenis yang berpotensi, cara pembiakan, pelepasan, dan cara pelestariannya masih
7 80 kurang. Oleh karena itu, dalam mengatasai permasalahan tersebut akan lebih mudah jika petani melakukannya secara bersama-sama dalam kelompok tani. Implementasi hasil penelitian penggunaan tanaman pinggir (jagung) dan predator (V. lineata) diharapkan sebagai masukan yang dapat memperbaiki teknologi pengendalian B. tabaci sebagi penular penyakit daun keriting kuning pada pertanaman cabai merah. Disamping itu berdampak pada peningkatan kesadaran petani bahwa dalam pengendalian hama harus memperhatikan kelestarian musuh alami dalam hal ini predator (V. lineata) karena dalam komunitas terstruktur di lapangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rantai makanan. Implementasi penggunaan tanaman pinggir (jagung) yang dipadukan dengan pengendalian predator untuk pengendalian B. tabaci pada pertanaman cabai merah diharapkan dapat berkembang secara luas, berlangsung secara permanen, dan tetap efektif dalam jangka panjang. Dengan demikian, biaya produksi untuk pestisida dan pencemaran lingkungan dapat ditekan, hasil panen cabai merah tetap tinggi sesuai dengan potensi produksinya, bebas dari residu pestisida sehingga aman terhadap konsumen, dan meningkatkan daya saing pada pasar global. Secara umum, keberhasilan implementasi penggunaan tanaman pinggir dan predator dalam pengendalian B. tabaci pada pertanaman cabai merah di tingkat petani didukung oleh beberapa faktor, yaitu (a) penggunaan tanaman pinggir sudah banyak dilakukan oleh petani hanya dalam aplikasinya yang kurang tepat, (b) keinginan kuat masyarakat untuk menerapkan dasar-dasar pengendalian yang alami, (c) Pengendalian ini menghasilkan produksi cabai yang bebas residu bahan kimia, (d) predator yang berpotensi untuk pengendalian B. tabaci sudah ada di lapangan, tinggal dikelola untuk ditingkatkan peranannya, (e) biaya pengendalian hama dan penyakit cabai merah dapat dihemat, (f) harga cabai merah yang kompetitif dan fluktuatif menjadi pertimbangan kearah perubahan dan perbaikan usahatani cabai merah yang efektif dan efisien, dan (g) Hasil panen cabai merah dapat dipertahankan tetap tinggi sesuai dengan potensi produksinya dengan menekan kehilangan hasil panen akibat oleh serangan penyakit daun keriting kuning yang ditularkan B. Tabaci.
BAB VII SINTESIS Strategi Pengendalian Hayati Kepik Pengisap Buah Lada
BAB VII SINTESIS Strategi Pengendalian Hayati Kepik Pengisap Buah Lada Ada empat pendekatan dalam kegiatan pengendalian hayati yaitu introduksi, augmentasi, manipulasi lingkungan dan konservasi (Parella
Lebih terperinciIV. PENGARUH TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DI PERTANAMAN CABAI MERAH TERHADAP KELIMPAHAN SERANGGA PREDATOR
IV. PENGARUH TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DI PERTANAMAN CABAI MERAH TERHADAP KELIMPAHAN SERANGGA PREDATOR (The Effect of border crops in chillipepper plantation to abundance of predacious insect) Abstrak Pengendalian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia dan dunia. Produksi padi terus dituntut meningkat untuk memenuhi konsumsi masyarakat. Tuntutan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae
10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus
TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal
Lebih terperinciPEMANFAATAN TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DAN PREDATOR COCCINELLIDAE UNTUK PENGENDALIAN
PEMANFAATAN TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DAN PREDATOR COCCINELLIDAE UNTUK PENGENDALIAN KUTUKEBUL Bemisia tabaci (GENNADIUS) (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE), VEKTOR BEGOMOVIRUS PADA PERTANAMAN CABAI MERAH (Capsicum
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sayuran cukup penting di Indonesia, baik untuk konsumsi di dalam negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai
Lebih terperinciCARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)
CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2) Lektor Kepala/Pembina TK.I. Dosen STPP Yogyakarta. I. PENDAHULUAN Penurunan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Populasi Rhopalosiphum maidis Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kutu daun R. maidis mulai menyerang tanaman jagung dan membentuk koloni sejak tanaman berumur
Lebih terperinciGambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 343 meter
Lebih terperinciKELEBIHAN DAN KEKURANGAN BEBERAPA TEKNIK PENGENDALIAN HAMA TERPADU
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BEBERAPA TEKNIK PENGENDALIAN HAMA TERPADU TUGAS Oleh RINI SULISTIANI 087001021 SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 0 8 1. Pendahuluan Pengendalian hama
Lebih terperinci*) Dibiayai Dana DIPA Universitas Andalas Tahun Anggaran 2009 **) Staf Pengajar Fakultas Pertanian Univ.Andalas Padang
PENERAPAN PENGGUNAAN INSEKTISIDA BIORASIONAL UNTUK MENGENDALIKAN HAMA KUTU KEBUL, Bemisia tabaci PENYEBAB PENYAKIT VIRUS KUNING KERITING CABAI DI NAGARI BATU TAGAK, KECAMATAN LUBUK BASUNG, KABUPATEN AGAM,
Lebih terperinciSEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama
SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL 26 Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama Seminar Nasional Biodiversitas 23 April 26 Grand Inna Muara Hotel
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b)
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan
Lebih terperinciPENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara)
PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara) A. Pendahuluan Konsepsi Integrated Pest Control atau Pengendalian Hama Terpadu (PHT) mulai diperkenalkan pada tahun 1959 yang bertujuan agar
Lebih terperinciPeran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem
Peran Varietas Tahan dalam PHT Dr. Akhmad Rizali Stabilitas Agroekosistem Berbeda dengan ekosistem alami, kebanyakan sistem produksi tanaman secara ekologis tidak stabil, tidak berkelanjutan, dan bergantung
Lebih terperinciPENINGKATAN HASIL USAHATANI SAYURAN MELALUI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT)
PENINGKATAN HASIL USAHATANI SAYURAN MELALUI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) Oleh Euis Dasipah Dosen Kopertis Wilayah IV Dpk Universitas Winaya Mukti Bandung Abstract Disadvantage because an attack of plant
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT
PENDAHULUAN Eli Korlina Salah satu masalah dalam usahatani bawang putih adalah gangguan hama dan penyakit. Keberadaan hama dan penyakit dalam usahatani mendorong petani untuk menggu-nakan pestisida pada
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. hama berdasarkan ekologi yang menitikberatkan pada faktor-faktor mortalitas
TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hama Terpadu Flint dan Robert (1981) mendefenisikan PHT adalah strategi pengendalian hama berdasarkan ekologi yang menitikberatkan pada faktor-faktor mortalitas alami seperti
Lebih terperincib) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata)
Wereng batang cokelat (Nilaparvata lugens) merupakan salah satu hama penting pada pertanaman padi karena mampu menimbulkan kerusakan baik secara langsung maupun tidak langsung. WBC memang hama laten yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan pemangsaan Menochilus sexmaculatus dan Micraspis lineata
HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan pemangsaan Menochilus sexmaculatus dan Micraspis lineata Kemampuan pemangsaan diketahui dari jumlah mangsa yang dikonsumsi oleh predator. Jumlah mangsa yang dikonsumsi M.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung.
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung. Luas lahan sayuran di Tanggamus adalah 6.385 ha yang didominasi oleh tanaman cabai 1.961
Lebih terperinciAmbang Ekonomi. Dr. Akhmad Rizali. Strategi pengendalian hama: keuntungan dan resiko Resiko aplikasi pestisida
Ambang Ekonomi Dr. Akhmad Rizali Materi: http://rizali.staff.ub.ac.id Latar belakang Strategi pengendalian hama: keuntungan dan resiko Resiko aplikasi pestisida >90% tidak memenuhi target hama pencemaran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan seperti kecap, tahu, dan tempe. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati
Lebih terperinciIdentifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang
Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Kehilangan hasil yang disebabkan gangguan oleh serangga hama pada usaha tani komoditas hortikultura khususnya kentang, merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang mempunyai peran dan sumbangan besar bagi penduduk dunia. Di Indonesia, tanaman kedelai
Lebih terperinci15/12/2015 PENGENDALIAN HAMA DENGAN PERATURAN / PERUNDANG-UNDANGAN
PENGENDALIAN HAMA DENGAN PERATURAN / PERUNDANG-UNDANGAN KARANTINA PERTANIAN Suatu lembaga yang dibentuk pemerintah untuk mencegahmasukdan tersebarnyahama & penyakit pertanian (tumbuhan, hewan, ikan) dari
Lebih terperinciPENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU
PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU Oleh : Awaluddin (Widyaiswara) I. LATAR BELAKANG A. Pendahuluan Program peningkatan produksi dan produktivitas tanaman masih banyak kendala yang
Lebih terperinciIlmu Tanah dan Tanaman
Ilmu Tanah dan Tanaman Pertanian yang berkelanjutan Pertanian Berkelanjutan Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources)
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tingkat produksi budidaya tanaman yang mantap sangat menentukan
Lebih terperinciKajian Potensi Predator Coccinellidae untuk Pengendalian Bemisia tabaci (Gennadius) pada Cabai Merah
J. Hort. 22(1):77 85, 2012 Kajian Potensi Predator Coccinellidae untuk Pengendalian Bemisia tabaci (Gennadius) pada Cabai Merah Udiarto, BK 1), Hidayat, P 2), Rauf, A 2), Pudjianto 2), dan Hidayat, SH
Lebih terperinciPermasalahan OPT di Agroekosistem
Permasalahan OPT di Agroekosistem Dr. Akhmad Rizali Materi: http://rizali.staff.ub.ac.id Konsekuensi Penyederhaan Lingkungan Proses penyederhanaan lingkungan menjadi monokultur pertanian memberi dampak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Sawah organik dan non-organik Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida kimia dan hasil rekayasa
Lebih terperinciDAFTAR ISI SAMPUL DALAM...
DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv RINGKASAN... v HALAMAN PERSETUJUAN... vii TIM PENGUJI... viii RIWAYAT HIDUP... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kubis merupakan produk urutan ketiga sayuran yang dibutuhkan oleh
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan produk urutan ketiga sayuran yang dibutuhkan oleh hotel-hotel di Bali setelah tomat dan wortel. Prospek pengembangan budidaya kubis diperkirakan masih
Lebih terperinciWaspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)
Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Memasuki musim hujan tahun ini, para petani mulai sibuk mempersiapkan lahan untuk segera mengolah
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3586 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12) UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT
HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT Budidaya konvensional merupakan budidaya cabai yang menggunakan pestisida kimia secara intensif dalam mengendalikan
Lebih terperinciMengapa menggunakan sistem PHT? Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Mengapa menggunakan sistem PHT? Mengapa menggunakan sistem PHT?
Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu (PHPT) Disusun oleh Fuad Nurdiansyah, S.P., M.PlaHBio Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi 2011 I. BEBERAPA PENGERTIAN DAN BATASAN A.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman dan Proporsi Artropoda Permukaan Tanah pada Pertanaman Kentang Artropoda permukaan tanah yang tertangkap pada pertanaman kentang sebanyak 19 52 ekor yang berasal dari ordo
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanaman perkebunan. Akan tetapi banyak juga diantara serangga-serangga
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekian banyak hewan ciptaan Allah SWT baru sedikit sekali yang sudah diketahui dan dimanfaatkan dengan baik oleh manusia. Masih banyak lagi hewanhewan yang dapat
Lebih terperinciPENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA
PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PENGENDALIAN OPT CABAI Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) atau hama dan
Lebih terperinciIII. PENGARUH TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DI PERTANAMAN CABAI MERAH
III. PENGARUH TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DI PERTANAMAN CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) TERHADAP POPULASI KUTUKEBUL Bemisia tabaci (GENNADIUS) (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) DAN INSIDENSI PENYAKIT DAUN KERITING
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran penting dibanding dengan jenis sayuran lainnya. Cabai tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
Lebih terperinci3. PENGENDALIAN OPT TANAMAN JAGUNG
3. PENGENDALIAN OPT TANAMAN JAGUNG 1. DEFINISI Pengendalian OPT tanaman jagung ditekankan pada Sistem Pengendalian Hama Terpadu PHT. PHT sistem pengendalian OPT dengan mengandalkan komponen ekosistem yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Hama pada Pertanaman Edamame Hama Edamame pada Fase Vegetatif dan Generatif
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Hama pada Pertanaman Edamame Hama-hama yang ditemukan menyerang pertanaman kedelai edamame pada fase vegetatif umur 24 sampai 31 HST ada empat jenis, yaitu A. glycines,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. senilai US$ 588,329,553.00, walaupun ada catatan impor juga senilai US$ masyarakat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010).
PENDAHULUAN Latar Belakang Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditas ekspor penting dari Indonesia. Data menunjukkan, Indonesia mengekspor kopi ke berbagai negara senilai US$ 588,329,553.00, walaupun
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata
15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya
Lebih terperinciPeraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman
Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 6 TAHUN 1995 (6/1995) Tanggal : 28 PEBRUARI 1995 (JAKARTA) Sumber : LN 1995/12; TLN NO. 3586
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecoa merupakan salah satu jenis serangga pemukiman yang sering mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang tidak sedap, pembawa patogen penyakit,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) yang lebih dikenal dengan ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) (Natawigena,
Lebih terperinciBAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA
BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA Serangga merupakan kelompok hama paling banyak yang menyebabkan kerusakan hutan. Hama tanaman hutan pada umumnya baru menimbulkan kerugian bila berada pada tingkat populasi
Lebih terperinciALTERNATIF PENGENDALIAN HAMA SERANGGA SAYURAN RAMAH LINGKUNGAN DI LAHAN LEBAK PENGENDALIAN ALTERNATIF RAMAH LINGKUNGAN HAMA SAYURAN DI LAHAN LEBAK
ALTERNATIF PENGENDALIAN HAMA SERANGGA SAYURAN RAMAH LINGKUNGAN DI LAHAN LEBAK PENGENDALIAN ALTERNATIF RAMAH LINGKUNGAN HAMA SAYURAN DI LAHAN LEBAK Muhammad Thamrin dan S. Asikin Balai Penelitian Pertanian
Lebih terperinciJENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS
JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS Eva L. Baideng Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Sam Ratulangi Email : eva.baideng@yahoo.co.id;eva.baideng@unsrat.ac.id
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA
1 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan dilokasi penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan yakni : 1. Terdapat 6 family predator yang terdapat pada tanaman jagung dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Masyarakat luas telah menyadari bahwa pestisida merupakan senyawa yang dapat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat luas telah menyadari bahwa pestisida merupakan senyawa yang dapat membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan. Pengendalian hama dengan menggunakan pestisida
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan persawahan Desa Joho, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo dari bulan Mei hingga November 2012. B. Bahan
Lebih terperinciOrganisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada Tanaman Paprika dan Teknik Pengendalian
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada Tanaman Paprika dan Teknik Pengendalian Salah satu komoditas sayuran berpotensi diantaranya paprika dengan jumlah produksi pada yang cukup tinggi. Tingginya pertumbuhan
Lebih terperinciMoch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013
Tentang Sistem Pertanian Konvensional Sistem pertanian konvensional adalah sistem pertanian yang pengolahan tanahnya secara mekanik (mesin). Sistem pertanian konvensional memiliki tujuan untuk meningkatkan
Lebih terperinciMengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal. Oleh : Budi Budiman
Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal Oleh : Budi Budiman Nak, kemungkinan hasil panen padi kita tahun ini berkurang!, sebagian besar padi di desa kita terserang hama wereng. Itulah
Lebih terperinci1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu)
Hama dan penyakit merupakan cekaman biotis yang dapat mengurangi hasil dan bahkan dapat menyebabkan gagal panen. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil panen yang optimum dalam budidaya padi, perlu dilakukan
Lebih terperinciPEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai
77 PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai Varietas cabai yang tahan terhadap infeksi Begomovirus, penyebab penyakit daun keriting kuning, merupakan komponen utama yang diandalkan dalam upaya pengendalian
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi E. furcellata (Hemiptera : Pentatomidae) Menurut Kalshoven (1981) E. furcellata diklasifikasikan sebagai berikut : Phylum Klass Ordo Family Genus Spesies : Arthropoda
Lebih terperinciTEKNIK PENGELOLAAN HAMA OLEH SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOI FPMIPA UPI
TEKNIK PENGELOLAAN HAMA OLEH SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOI FPMIPA UPI Teknik/cara pengendalian yang dapat digunakan dalam pengelolaan banyak ragamnya. Ada beberapa cara yang dipadukan dalam suatu koordinasi
Lebih terperinciWaspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi
PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 PROBOLINGGO 67271 Pendahuluan Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi Oleh : Ika Ratmawati, SP,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang penting dalam pertanian di Indonesia karena memiliki berbagai manfaat, baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Agro Ekologi 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian agro ekologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang budidaya tanaman dengan lingkungan tumbuhnya. Agro ekologi merupakan gabungan tiga kata, yaitu
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Aplikasi Insektisida terhadap Populasi WBC dan Musuh Alaminya di Lapangan Nilaparvata lugens Populasi wereng batang cokelat (WBC) selama penelitian dipengaruhi oleh interaksi antara
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-Jenis Predator Pada Tanaman Jagung Jenis-jenis predator yang tertangkap pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari adalah sama yakni sebagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. D.I.Yogyakarta tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2013
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (D.I.Yogyakarta) masih memiliki areal pertanian yang cukup luas dan merupakan salah satu daerah pemasok beras dan kebutuhan pangan lainnya di
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lahan
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lahan Kecamatan Pangalengan berada pada ketinggian sekitar 1500 m di atas permukaan laut (dpl). Keadaan iklim di lokasi ini adalah sebagai berikut meliputi curah hujan rata-rata
Lebih terperinciMENGENAL ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) BAWANG MERAH DAN MUSUH ALAMINYA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA
MENGENAL ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) BAWANG MERAH DAN MUSUH ALAMINYA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA Mengapa harus mengenal OPT yang menyerang? Keberhasilan pengendalian OPT sangat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Perlindungan tanaman dengan menggunakan pestisida telah menimbulkan
PENDAHULUAN Latar Belakang Pengendalian Hama Terpadu (PHT) telah menjadi kebijaksanaan pemerintah dalam menangani perlindungan tanaman. Perlindungan tanaman merupakan salah satu bagian penting dalam usaha
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia dikenal sebagai negara agraris dan memiliki iklim tropis yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata pencaharian utama
Lebih terperinciStatus Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama
Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah potensial untuk pengembangan komoditas kakao karena sumber daya alam dan kondisi sosial budaya yang mendukung serta luas areal kakao yang
Lebih terperinciI. P E N D A H U L U A N. empat bibit kelapa sawit dibawa dari Afrika dan ditanam di Kebun Raya Bogor
I. P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Budidaya kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) diawali pada tahun 1848 ketika empat bibit kelapa sawit dibawa dari Afrika dan ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai
Lebih terperinciPENGENDALIAN OPT PADI RAMAH LINGKUNGAN. Rahmawasiah dan Eka Sudartik Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK
PENGENDALIAN OPT PADI RAMAH LINGKUNGAN Rahmawasiah dan Eka Sudartik Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK Program ini dapat membantu petani dalam pengendalian OPT pada tanaman padi tanpa menggunakan
Lebih terperinciPenggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya
Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Produksi gula nasional Indonesia mengalami kemerosotan sangat tajam dalam tiga dasawarsa terakhir. Kemerosotan ini menjadikan Indonesia yang pernah menjadi
Lebih terperinciRINGKASAN DAN SUMMARY
A. LAPORAN HASIL PENELITIAN RINGKASAN DAN SUMMARY Dalam kurun waktu 14 tahun terakhir ini, pertanaman sayuran di Indonesia diinfansi oleh tiga hama eksotik yang tergolong Genus Liriomyza (Diptera: Agromyzidae).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tanaman akan tumbuh subur dengan seizin Allah SWT. Jika Allah tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman akan tumbuh subur dengan seizin Allah SWT. Jika Allah tidak mengizinkan berbagai halangan bisa muncul yang menyebabkan tanaman itu tidak tumbuh subur, walaupun
Lebih terperinciPETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU PADA TANAMAN KEDELAI TAHUN 2018
PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU PADA TANAMAN KEDELAI TAHUN 2018 Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2018 i KATA
Lebih terperinciBALITSA & WUR the Netherlands,
BALITSA & WUR the Netherlands, 2014 1 PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA KENTANG SECARA PREVENTIF Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) atau hama dan penyakit berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, akibatnya agroekosistem menjadi tidak stabil. Kerusakan-kerusakan tersebut menimbulkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada abad 21 ini masyarakat mulai menyadari adanya bahaya penggunaan bahan kimia sintetis dalam bidang pertanian. Penggunaan bahan kimia sintesis tersebut telah menyebabkan
Lebih terperinciPENGENDALIAN HAYATI AFID PADA TANAMAN CABAI MERAH DENGAN Menochilus sexmaculatus
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 17, No. 2, 2011: 77 81 PENGENDALIAN HAYATI AFID PADA TANAMAN CABAI MERAH DENGAN Menochilus sexmaculatus BIOLOGICAL CONTROL OF APHIDS ON RED CHILLI WITH Menochilus
Lebih terperinciEFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI (MIMBA, GADUNG, LAOS DAN SERAI), TERHADAP HAMA PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) SKRIPSI
EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI (MIMBA, GADUNG, LAOS DAN SERAI), TERHADAP HAMA PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerugian pada tanaman hortikultura, baik yang dibudidayakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat buah (Bactrocera spp.) merupakan salah satu hama yang banyak menimbulkan kerugian pada tanaman hortikultura, baik yang dibudidayakan secara luas maupun tanaman
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang secara ekonomis sangat merugikan petani. Organisme Pengganggu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman pertanian sering diganggu atau dirusak oleh organisme pengganggu yang secara ekonomis sangat merugikan petani. Organisme Pengganggu Tanaman/Tumbuhan (OPT) ini
Lebih terperinciPENGARUH KERAPATAN PREDATOR TERHADAP PEMANGSAAN LARVA Spodoptera litura F. (LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE) Oleh: Triana Aprilizah A
PENGARUH KERAPATAN PREDATOR TERHADAP PEMANGSAAN LARVA Spodoptera litura F. (LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE) Oleh: Triana Aprilizah A44101017 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik. Buahnya dikenal sebagai
Lebih terperinciPengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian OPT. Status Pengendalian
Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian OPT Dr. Akhmad Rizali Materi: http://rizali.staff.ub.ac.id Status Pengendalian Pengendalian yang berlaku di lapangan masih bersifat konvensional Tujuan : memusnahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan produksi sayuran meningkat setiap tahunnya.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran adalah produk pertanian yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan memiliki beragam manfaat kesehatan bagi manusia.bagi kebanyakan orang, sayuran memberikan
Lebih terperinciPENGARUH JARAK TANAM PADA BUDIDAYA TERUNG UNGU (Solanum melongena L.) SECARA ORGANIK (MAKALAH) Oleh : Fuji Astuti NPM
0 PENGARUH JARAK TANAM PADA BUDIDAYA TERUNG UNGU (Solanum melongena L.) SECARA ORGANIK (MAKALAH) Oleh : Fuji Astuti NPM 10712017 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK NEGERI
Lebih terperinciPENGENDAUAN TERPADU HAMA TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Unn.) Dr. Ir. Dadang, MSc. Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPS
Workshop Hama dan Penyakit Tanaman Jarak (Jatropha curcas linn.): PENGENDAUAN TERPADU HAMA TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Unn.) Dr. Ir. Dadang, MSc. Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Lebih terperinciPENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya
PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai
Lebih terperinciPOTENSI PREDATOR FAMILI : COCCINELLIDAE UNTUK MENGENDALIKAN. HAMA TANAMAN CABAI MERAH Thrips parvispinus. Oleh Pasetriyani Eddy Tarman
POTENSI PREDATOR FAMILI : COCCINELLIDAE UNTUK MENGENDALIKAN HAMA TANAMAN CABAI MERAH Thrips parvispinus Oleh Pasetriyani Eddy Tarman Abstrak Salah satu hama pada pertanaman cabai merah yang dapat menurunkan
Lebih terperinciPETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENGUATAN AGROEKOSISTEM SEREALIA
i PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENGUATAN AGROEKOSISTEM SEREALIA DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2018 ii PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENGUATAN AGROEKOSISTEM
Lebih terperinci