BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH. Oleh: Arif Nugroho ( )

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUN PUSTAKA. Sifat sifat Kimia Tanah. tekstur tanah, kepadatan tanah,dan lain-lain. Sifat kimia tanah mengacu pada sifat

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN A.

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Gambar 3. Lahan Hutan di Kawasan Hulu DAS Padang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Kandungan hara pada 1m3 limbah cair setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36,

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

V1 (II) V3 (II) V5(III) V0(IV) V4(III) V2 (I)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah hasil pengalihragaman bahan mineral dan organik yang

Mikrobia dan Tanah KULIAH 1 PENDAHULUAN 9/5/2013 BIOLOGI TANAH BIOLOGI TANAH TANAH. Tanah merupakan habitat yang sangat heterogen. Penghuninya beragam

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK)

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar

DASAR ILMU TA AH Ba B b 5 : : S i S fa f t t K i K mia T a T nah

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

PENGANTAR ILMU PERTANIAN PERTEMUAN KE-8 SUMBERDAYA LAHAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kubis adalah kalori (25,0 kal), protein (2,4 g), karbohidrat (4,9 g), kalsium (22,0

TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk organik cair (effluent sapi) ialah cairan hasil pemisahan oleh separator pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU

Tabel Lampiran 1. Sifat Fisik Tanah pada Lokasi Tambang Batubara Site Binungan Sebelum Ditambang. Tekstur

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme :

DAMPAK PENAMBANGAN PASIR PADA LAHAN HUTAN ALAM TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH IFA SARI MARYANI

KUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Ultisol dan Masalahnya. Menurut Harjowigeno (1993) bahwa tanah Ultisol biasanya di temukan di

Munawar Raharja POLTEKKES BANJARMASIN Jurusan Kesehatan Lingkungan Banjarbaru

DAMPAK PERTAMBANGAN BATU GRANIT TERHADAP SIFAT FISIK, SIFAT KIMIA, DAN SIFAT BIOLOGI TANAH DI AREAL HUTAN LINDUNG PT

II. TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 29,7% dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan-kelemahan

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

BAB I. PENDAHULUAN. Tanaman penutup tanah atau yang biasa disebut LCC (Legume Cover

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara

V1 (II) V3 (II) V5(III) V0(IV) V4(III) V2 (I)

TINJAUAN PUSTAKA. Batuan adalah material alam yang tersusun atas kumpulan (agregat)

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan- kelemahan yang terdapat pada

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

I. PENDAHULUAN. Melon ( Cucumis melo L) merupakan salah satu jenis sayuran buah yang memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing sifat fisik tanah yang dianalisis. Tabel 5 Nilai sifat fisik tanah Sifat Fisik Tanah Bulk density Porositas (% volume) Air Tersedia (% volume) Permeabilitas (cm/jam) Hutan Alam Tanah Galian Tanah Tererosi lokasi 1 lokasi 2 ratarata lokasi 1 lokasi 2 ratarata lokasi 1 lokasi 2 ratarata 0,55 0,87 0,71 1,2 0,4 0,8 1,22 1,21 1,22 79,21 67,13 73,17 54,54 84,73 69,64 54,13 54,43 54,28 18,23 7,04 12,64 8,19 13,81 11 3,52 9,46 6,49 21,63 17,21 19,42 6,78 25,84 16,31 4,53 5,72 5,13 5.1.1 Tekstur Tanah Tekstur tanah merupakan perbandingan kandungan partikel tanah yang terdiri dari pasir, debu, dan liat. Setiap lokasi memiliki jenis tekstur tanah yang berbeda tergantung dari persentase kandungan partikel tanah. Persentase kandungan partikel tanah pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. (a) (b)

(c) Gambar 3 Tekstur tanah pada (a) Hutan alam (b) Tanah galian (c) Tanah tererosi Berdasarkan persentase kandungan pasir, debu dan liat, tekstur tanah pada hutan alam bertekstur sedang yaitu lempung berdebu. Sedangkan pada tanah galian tanahnya bertekstur kasar yaitu pasir berlempung, serta pada tanah tererosi tanahnya bertekstur agak halus yaitu lempung liat berpasir. Penentuan tekstur didasarkan pada segitiga tekstur yang berisi proporsi persentase partikel tanah (Darusman 1989). Tekstur tanah sangat menentukan tinggi rendahnya sifat fisik tanah yang lainnya, karena setiap partikel tanah mempunyai luas permukaan yang berbeda dan ukuran pori tanah yang berbeda. Sehingga tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap kemampuan tanah dalam penyerapan air dan unsur hara. Kandungan pasir pada tanah galian dan tanah tererosi mengalami kenaikan yang sangat tinggi dari keadaan awal yaitu hutan alam. Kenaikan ini terjadi karena penambangan batu granit yang telah mencapai lapisan tanah paling bawah, semakin ke lapisan bawah maka tanah semakin besar mengandung pasir. Hal ini juga terjadi pada lahan galian tambang pasir pada hutan alam di Pulau Sebaik, Kabupaten Karimun Propinsi Kepulauan Riau (Maryani 2007). Tanah yang baik adalah tanah yang bertektur sedang seperti pada hutan alam. Tekstur tanah yang kasar atau agak kasar mempunyai pori makro yang lebih banyak sehingga sulit untuk menahan air, sedangkan tekstur tanah halus mempunyai pori mikro yang lebih banyak serta mempunyai luas permukaan yang besar sehingga dapat menyulitkan penyerapan air ke dalam tanah.

5.1.2 Bulk Density (Bobot Isi) Bulk density pada lokasi penelitian memiliki nilai yang hampir sama, yaitu 0,71 gram/cc untuk hutan alam, 0,8 gram/cc untuk tanah galian, dan 1,22 gram/cc untuk tanah tererosi. Mengacu pada Foth (1988) bulk density pada umumnya berkisar antara 0,1 sampai 0,6 gram/cc, maka nilai bulk density di semua lokasi penelitian tidak masuk ke dalam kisaran tersebut. Namun bulk density pada hutan alam nilainya lebih kecil bila dibandingkan dengan tanah galian dan tanah tererosi yaitu sebesar 0,71 gr/cc. Sehingga dapat dikatakan bahwa tanah pada hutan alam lebih mudah meneruskan air karena tanahnya tidak terlalu padat daripada tanah pada bekas galian dan tanah tererosi. Sementara itu, bulk density pada tanah tererosi lebih tinggi daripada tanah galian. Hal ini disebabkan karena adanya pemadatan tanah akibat penggunaan alar-alat berat serta kendaraan. Bulk density pada tanah galian mengalami kenaikan sebesar 0,09 gr/cc dan 0,51 gr/cc pada tanah tererosi. Bila dibandingkan dengan lahan hutan alam yang dikonversi menjadi kebun kelapa sawit dengan kenaikan sebesar 0,03 gr/cc, terlihat bahwa pertambangan granit memberikan kenaikan bulk density yang lebih tinggi (Arianto 2008). Gambar 4 Perbandingan nilai bulk density Menurut Hardjowigeno (2003), makin padat suatu tanah atau memiliki bobot isi yang tinggi maka tanah akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Bulk density atau bobot isi merupakan ukuran kepadatan tanah, selain itu juga dapat menunjukkan kepadatan udara dan air serta penerobosan akan

tumbuhan ke dalam tanah. Tanah-tanah organik terutama tanah yang masih muda pada umumnya mempunyai kerapatan yang sangat rendah dibanding dengan tanah mineral, tetapi nilai tersebut akan meningkat jika bahan organik mengalami pelapukan lebih lanjut (Purwowidodo 2004). Tabel 6 Hasil analisis ragam bulk density Lokasi 2 0,2902 0,1451 1,17 0,42 Error 3 0,3712 0,1237 Total 5 0,6615 Berdasarkan hasil sidik ragam terhadap kandungan bulk density, diperoleh hasil F-hitung sebesar 1,17 dengan nilai peluang nyata 0,420 dan dapat dikatakan bahwa penambangan granit pada lokasi penelitian tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai bulk density. Akan tetapi jika dilihat dari nilai bulk density pada tanah galian dan tanah tererosi memiliki nilai yang lebih besar, sehingga tetap dapat dikatakan bahwa penambangan batu granit berpengaruh terhadap nilai bulk density. 5.1.3 Porositas Porositas tanah hutan alam sebesar 73,17 %, porositas tanah galian sebesar 69,64 % dan porositas tanah tererosi 54,28 %. Persentase porositas tanah tersebut menurun dari hutan alam ke tanah galian dan ke tanah tererosi. Porositas tanah galian memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan hutan alam. Hal ini disebabkan kandungan pasir pada tanah galian lebih tinggi sehingga menyebabkan air sulit untuk ditahan oleh tanah. Hutan alam memiliki porositas yang tinggi sehingga dapat dikatakan bahwa tanah pada hutan alam mempunyai cukup ruang untuk ditempati oleh air dan udara (poreus). Dengan ruang yang cukup untuk ditempati oleh air, maka tanah pada hutan alam dapat menahan air yang masuk untuk kemudian dimanfaatkan oleh tanaman. Penurunan porositas tanah akibat pertambangan batu granit terjadi sebesar 3,53 %. Penurunan porositas tanah juga terjadi pada lahan hutan alam yang dijadikan pertambangan pasir di Pulau Sebaik sebesar 10,52 % (Maryani 2007). Penurunan porositas sebesar 0,89 % terjadi pada lahan hutan alam yang

dikonversi menjadi kebun kelapa sawit di Bengkalis, Riau (Arianto 2008). Hal ini dapat membuktikan bahwa hutan alam yang dikonversi menjadi perkebunana ataupun menjadi lahan pertambangan, menyebabkan penurunan porositas tanah. Gambar 5 Perbandingan porositas tanah Porositas adalah proporsi ruang pori total dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara (Hanafiah 2005). Tanah yang memiliki porositas rendah, maka tanah tersebut tidak mempunyai ruang yang cukup untuk pergerakan air dan udara atau tanah tidak poreus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah tererosi memiliki porositas yang lebih rendah daripada lokasi lainnya. Hal ini disebabkan karena kepadatan tanah yang lebih tinggi pada tanah tererosi. Tanah dengan kepadatan tinggi menyebabkan pori tanah menjadi kecil, sehingga ruang pori total menjadi lebih kecil. Selain itu, menurut Hardjowigeno (2003) tekstur tanah juga berpengaruh terhadap porositas. Tanah dengan tekstur kasar atau berpasir seperti pada tanah tererosi dan tanah galian memiliki porositas yang rendah karena memiliki pori-pori makro yang lebih banyak sehingga sulit untuk menahan air. Tabel 7 Hasil analisis ragam porositas tanah Lokasi 2 403,4 201,7 1,14 0,427 Error 3 528,7 176,2 Total 5 932,1

Berdasarkan hasil perhitungan secara statistik diperoleh hasil F-hitung sebesar 1,14 dengan nilai peluang nyata 0,427 dan dapat dikatakan bahwa penambangan batu granit tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai porositas tanah. Hal ini dapat juga dilihat pada nilai rataan yang tidak berbeda jauh dari masing-masing lokasi penelitian. 5.1.4 Air Tersedia Kandungan air tersedia pada hutan alam sebanyak 12,64 %, tanah galian sebanyak 11 % dan tanah tererosi sebanyak 6,49 %. Persentase kandungan air tersedia pada tanah di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. Kandungan air tersedia lebih tinggi pada tanah di hutan alam. Hal ini disebabkan karena tanah pada hutan alam memiliki tekstur yang lebih halus daripada tanah galian dan tanah tererosi. Tingginya kandungan air tersedia dalam tanah menyebabkan air yang dapat diserap oleh tanaman pun menjadi lebih banyak, sehingga tumbuhan dapat tumbuh dengan baik. Kandungan air tersedia pada tanah galian dan tanah tererosi lebih kecil daripada tanah pada hutan alam yang disebabkan karena tekstur tanah yang lebih kasar atau banyak mengandung pasir. Hardjowigeno (2003) menyebutkan bahwa tanah yang bertekstur kasar memiliki daya menahan air yang lebih kecil daripada tanah bertekstur halus. Selain itu, disebabkan pula oleh porositas tanah yang kecil sehingga sulit untuk menahan air dalam tanah. Pada lahan hutan alam yang telah dibuka, kandungan air tersedia menurun sebesar 14,48 % (Rahmawati 2007), dan pada lahan hutan alam yang dikonversi menjadi kebun kelapa sawit kandungan air tersedia mengalami penurunan sebesar 3,89 % (Arianto 2008). Sedangkan pada lahan galian pertambangan granit penurunan terjadi sebesar 1,64 %. Bila dibandingkan dengan kedua penelitian yang telah disebutkan, penurunan pada lahan galian pertambangan batu granit terbilang lebih rendah. Akan tetapi, penurunan tersebut tetap saja menyebabkan berkurangnya air tersedia yang dapat diserap oleh tanaman.

Gambar 6 Perbandingan persentase air tersedia Air tersedia merupakan air yang dapat disediakan tanah untuk kemudian diserap oleh tanaman. Kapasitas tanah untuk menahan air dihubungkan baik dengan luas permukaan maupun volume ruang pori, sehingga kapasitas tanah untuk menahan air juga berhubungan dengan struktur dan tekstur tanah. Air tersedia dapat ditahan secara maksimum pada tanah dengan tekstur sedang. Secara umum diketahui bahwa tanah berpasir sangat mudah kering dibandingkan tanah liat, karena tanah dengan tekstur lebih halus sangat mudah menahan air tersedia lebih banyak (Foth 1988). Tabel 8 Hasil analisis ragam air tersedia Lokasi 2 40,52 20,26 0,63 0,59 Error 3 96,04 32,01 Total 5 136,56 Berdasarkan hasil analisis sidik ragam didapatkan hasil F-hitung sebesar 0,63 dengan nilai peluang nyata 0,590 dan dapat dikatakan bahwa kegiatan penambangan granit tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan air tersedia. Akan tetapi, jika dilihat dari perbandingan persentase di masing-masing lokasi penelitian terlihat adanya perbedaan kandungan air tersedia pada tanah.

5.1.5 Permeabilitas Permeabilitas tanah merupakan kecepatan bergeraknya suatu cairan pada suatu media dalam keadaan jenuh. Seperti halnya beberapa sifat fisik tanah yang lain, permeabilitas tanah juga dipengaruhi oleh tekstur tanah serta dipengaruhi oleh porositas tanah dan ukuran pori. Permeabilitas tanah pada hutan alam memiliki nilai yang lebih tinggi daripada lokasi penelitian yang lainnya yaitu sebesar 19,42 cm/jam, sehingga dapat dikatakan bahwa kecepatan bergerak cairan dalam tanah pada hutan alam lebih cepat daripada tanah galian maupun tanah tererosi. Menurut Hardjowigeno (2003), tanah pada hutan alam dan tanah galian memiliki permeabilitas tanah yang cepat (nilai rata-rata permeabilitas 12,5-25,0 cm/jam). Sedangkan tanah tererosi memiliki permeabilitas tanah yang sedang dengan nilai rata-rata berkisar antara 2,0-6,5 cm/jam. Permeabilitas tanah mengalami penurunan paling tinggi pada tanah tererosi, hal ini disebabkan karena tanah pada lokasi tersebut lebih padat daripada lokasi yang lain dengan nilai bulk density yang tinggi sehingga pori-pori tanah mengecil dan menyebabkan air sulit untuk bergerak atau berpindah ke lapisan bawah. Permeabilitas pada tanah galian mengalami penurunan sebesar 3,11 cm/jam. Hal ini lebih kecil jika dibandingkan dengan penurunan pada hutan alam yang dibuka lahannya di TWA Sibolangit yaitu sebesar 12,75 cm/jam (Rahmawati 2007). Penurunan yang hampir sama juga terjadi pada lahan galian pasir di Pulau Sebaik yaitu sebesar 12,33 cm/jam. Gambar 7 Perbandingan persentase permeabilitas tanah

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam untuk permeabilitas tanah didapatkan hasil F-hitung sebesar 1,77 dengan nilai peluang 0,311 maka dapat dikatakan bahwa kegiatan penambangan granit tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan permeabilitas tanah. Namun, penambangan granit tetap dikatakan berpengaruh terhadap nilai permeabilitas tanah karena menyebabkan terjadinya penurunan nilai permeabilitas tanah pada lokasi tanah galian dan tanah tererosi. Tabel 9 Hasil analisis ragam permeabilitas tanah Lokasi 2 226,08 113,04 1,77 0,311 Error 3 192,12 64,04 Total 5 418,2 5.2 Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah yang di analisis adalah ph, C-organik, unsur-unsur makro dan beberapa unsur mikro. Berikut adalah nilai masing-masing sifat kimia tanah yang dianalisis. Tabel 10 Nilai sifat kimia tanah Sifat Kimia Hutan Alam Tanah Galian Tanah Tererosi Tanah lokasi lokasi ratarata 1 2 rata 1 2 rata lokasi lokasi rata- lokasi lokasi rata- 1 2 ph 4,52 4,5 4,51 5,05 5,7 5,38 5,25 5 5,13 C-Organik (%) 13,06 9,54 11,3 0,3 0,51 0,41 0,47 0,66 0,57 N Total (%) 0,4 0,38 0,39 0,02 0,04 0,03 0,05 0,07 0,06 P Bray (ppm) 7,6 16,3 11,95 1,7 2,9 2,3 10,7 5,3 8 Ca (me/100g) 2,17 4,25 3,21 0,62 1,16 0,89 0,44 1,55 1 Mg (me/100g) 0,64 0,85 0,75 0,27 0,33 0,3 0,3 0,38 0,34 K (me/100g) 0,04 0,05 0,05 0,03 0,03 0,03 0,02 0,03 0,03 Na (me/100g) 0,09 0,1 0,1 0,03 0,02 0,03 0,04 0,02 0,03 KTK 21,72 20,09 20,91 4,56 0,98 2,77 4 3,18 3,59 (me/100g) Fe (ppm) 21,05 20,1 20,58 9,95 48,1 29,03 2,35 3 2,68 Zn (ppm) 2,8 1,4 2,1 2,6 2 2,3 1,5 0,6 1,05 Mn (ppm) 17,1 23,05 20,08 0,55 5,2 2,88 0,65 0,75 0,7 5.2.1 Reaksi Tanah Jenis tanah pada lokasi penelitian adalah tanah tua Ultisol yang bersifat masam. Kemasaman tanah pada ketiga lokasi penelitian memiliki nilai yang berbeda. Nilai ph pada hutan alam menurut Poerwowidodo (1991) termasuk ke

dalam kelas sangat asam yaitu 4,51. Sedangkan nilai ph pada tanah galian dan tanah tererosi termasuk ke dalam kelas asam dengan masing-masing nilai 5,38 dan 5,13. Nilai ph pada tanah galian dan tanah tererosi memiliki nilai yang lebih tinggi dari ph hutan alam, disebabkan penggunaan air yang memiliki ph netral pada saat pengukuran ph tanah sehingga terjadi penambahan ion OH - yang menyebabkan kenaikan ph. Selain itu, dapat pula disebabkan karena kondisi lahan yang lebih kering daripada lahan hutan alam, karena pada umumnya kandungan ion OH - lebih tinggi daripada ion H +. Gambar 8 Nilai ph pada lokasi penelitian Reaksi tanah atau ph (potential of hydrogen) menunjukkan sifat kemasaman tanah. Nilai ph merupakan faktor penting dalam mempengaruhi kelarutan unsur-unsur hara serta mempengaruhi aktifitas jasad-jasad renik pada tanah (Dikti 1991b). Menurut Hardjowigeno (2003), pada umumnya ph tanah berkisar antara 3,0-9,0. Unsur hara lebih mudah diserap akar tanaman pada ph netral, selain itu pada ph netral kandungan unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman juga tersedia dalam jumlah yang banyak. Berdasarkan perhitungan secara statistik diperoleh nilai F-hitung untuk ph tanah sebesar 4,90 dengan nilai peluang nyata 0,113 dan dapat dikatakan bahwa besarnya nilai ph tanah tidak dipengaruhi oleh kegiatan penambangan batu granit.

Tabel 11 Hasil analisis ragam ph Lokasi 2 0,7926 0,39632 4,9 0,113 Error 3 0,2427 0,0809 Total 5 1,0353 5.2.2 C-Organik C-Organik merupakan penyusun utama bahan organik yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam tanah terutama pengaruhnya terhadap kesuburan tanah. Sehingga, ketersediaan C-Organik harus tetap dipertahankan agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak berkurang. Persentase kandungan C-Organik pada hutan alam berdasarkan Tabel 3 termasuk kedalam kriteria sangat tinggi dengan nilai 11,3 %. Sedangkan kandungan C-Organik pada tanah galian dan tanah tererosi termasuk kriteria sangat rendah dengan nilai kurang dari 1,00 %. Dari rata-rata persentase kandungan C-Organik di tiap lokasi penelitian dapat terlihat jelas bahwa penambangan pasir dapat menurunkan kandungan C-Organik yang sangat besar pada tanah. Penurunan yang terjadi hampir mencapai 100 %. Penurunan kandungan C-Organik pada tanah galian pertambangan granit adalah sebesar 10,89 %. Penurunan tersebut tergolong penurunan yang sangat tinggi, hal yang sama juga terjadi pada lahan hutan alam yang di jadikan area pertambangan pasir di Pulau Sebaik yaitu sebesar 3,47 % (Maryani 2007). Penurunan kandungan C-Organik juga terjadi pada lahan hutan alam yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit yaitu sebesar 0,28 % (Arianto 2008), dan pada lahan hutan alam yang dibuka sebesar 6,22 % (Rahmawati 2007).

Gambar 9 Persentase kandungan C-Organik Berdasarkan hasil analisis sidik ragam untuk C-Organik diperoleh hasil F- hitung sebesar 37,52 dengan nilai peluang nyata 0,008. Sehingga dapat disimpulkan dalam taraf nyata 5 % kegiatan penambangan granit berpengaruh terhadap perubahan kandungan C-Organik atau minimal ada satu pasang perlakuan yang berbeda nilainya terhadap C-Organik. Kemudian untuk mengetahui lokasi dengan nilai C-Organik yang berbeda nyata, dilakukan uji lanjut dengan uji Tukey, dan diketahui bahwa nilai C-Organik pada hutan alam berbeda nyata dengan nilai C-Organik pada tanah galian dan tanah tererosi. Sedangkan nilai C-Organik pada tanah galian dan tanah tererosi tidak berbeda nyata. Tabel 12 Hasil analisis ragam C-Organik Lokasi 2 155,98 77,989 37,52 0,008 Error 3 6,235 2,078 Total 5 162,21 5.2.3 Kapasitas Tukar Kation (KTK) Kapasitas tukar kation (KTK) didefinisikan sebagai jumlah total kation yang dapat ditukar, yang dinyatakan dalam milliekuivalen per 100 gram tanah kering oven (me/100g). Pada sebagian besar tanah bahan organik merupakan komponen dengan kapasitas tukar kation paling besar, sehingga dapat dikatakan

bahwa kapasitas tukar kation dipengaruhi oleh jumlah dan bahan organik serta liat (Foth 1988). Hal tersebut dapat dibuktikan dengan nilai KTK yang tinggi pada hutan alam yaitu 20,91 me/100g. Nilai KTK yang tinggi pada hutan alam disebabkan karena pada hutan alam masih banyak terdapat bahan organik seperti yang terlihat pada pembahasan sebelumnya. Sebaliknya pada tanah galian dan tanah tererosi kandungan bahan organiknya rendah sehingga nilai KTK pada lokasi tersebut pun rendah. Berdasarkan pada Tabel 3 nilai KTK pada hutan alam termasuk ke dalam kategori sedang yaitu berkisar 17-25 me/100g, sedangkan tanah galian dan tanah tererosi termasuk ke dalam kriteria sangat rendah dengan nilai KTK kurang dari 5 me/100g. Perbandingan nilai KTK pada ketiga lokasi dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10 Perbandingan nilai KTK tanah Nilai KTK tanah pada tanah galian mengalami penurunan sebesar 18,14 me/100g dan sebesar 17,32 me/100g pada tanah tererosi. Penurunan KTK juga terjadi pada pembukaan lahan hutan di TWA Sibolangit yaitu sebesar 15,92 me/100g (Rahmawati 2007). Selain itu, penurunan sebesar 9,83 me/100g terjadi paha lahan hutan alam yang dijadikan pertambangan pasir (Maryani 2007). Berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh nilai F-hitung sebesar 77,96 dengan nilai peluang nyata 0,003 maka dapat dikatakan bahwa penambangan granit berpengaruh terhadap perubahan nilai KTK tanah minimal ada satu pasang

perlakuan yang berbeda nilainya terhadap KTK. Kemudian berdasarkan uji lanjut Tukey dengan taraf nyata 5 % dapat diketahui bahwa nilai KTK pada hutan alam berbeda nyata dengan nilai KTK pada tanah galian dan tanah tererosi. Sedangkan tanah galian dan tanah tererosi memiliki nilai KTK yang tidak berbeda nyata. Tabel 13 Hasil analisis ragam KTK Lokasi 2 419,57 209,79 77,96 0,003 Error 3 8,07 2,69 Total 5 427,65 5.2.4 N-Total Jumlah N-Total terbesar adalah pada hutan alam dengan persentase sebesar 0,39 persen. Hal ini disebabkan karena kandungan bahan organik pada hutan alam lebih tinggi daripada tanah galian dan tanah tererosi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Nilai N-Total pada hutan alam termasuk ke dalam kategori sedang, sedangkan pada tanah galian dan tanah tererosi termasuk ke dalam kategori sangat rendah. Perbandingan persentase nilai N-Total dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11 Perbandingan persentase nilai N-Total Kandungan nitrogen pada tanah galian turun sebesar 0,36 % dan 0,33 % pada tanah tererosi. Penurunan nilai nitrogen tersebut termasuk tinggi bila dibandingkan dengan pada lahan hutan alam yang dijadikan penambangan pasir yaitu sebesar 0,18 % (Maryani 2007).

Nitrogen merupakan salah satu unsur hara yang sangat penting karena dapat mempengaruhi pembentukan protein dan merupakan bagian yang integral dari klorofil (Dikti 1991b). Nitrogen yang tersedia di dalam tanah yang dapat diserap oleh tanaman adalah dalam bentuk ion nitrat (NO 3 - ) dan amonium (NH 4 + ). Kedua bentuk N ini diperoleh sebagai hasil dekomposisi bahan organik yang berasal dari tumbuhan dan binatang. Tabel 14 Hasil analisis ragam N-total Lokasi 2 0,1596 0,0798 399 0,000 Error 3 0,0006 0,0002 Total 5 0,1602 Berdasarkan hasil perhitungan analisis sidik ragam diperoleh hasil F- hitung sebesar 399,00 dengan nilai peluang nyata 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa penambangan granit berpengaruh terhadap perubahan nilai N-Total pada lokasi penelitian atau minimal ada satu pasang perlakuan yang berbeda nilainya terhadap N-Total. Hasil uji lanjut Tukey dengan taraf nyata 5 % dapat diketahui bahwa nilai N-Total pada hutan alam berbeda nyata dengan nilai N-Total pada tanah galian dan tanah tererosi. Sedangkan nilai N-Total pada tanah galian dan tanah tererosi tidak berbeda nyata. 5.2.5 P-Bray Pada penelitian diperoleh nilai P terbesar pada tanah di hutan alam yaitu sebesar 11,95 ppm, dan terendah pada tanah galian yaitu sebesar 8,00 ppm, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 12. Nilai P mengalami penurunan pada tanah galian disebabkan karena pada tanah galian sedikit mengandung bahan organik akibat proses penambangan granit. Nilai P-Bray pada hutan alam termasuk ke dalam kategori rendah, sedangkan pada tanah galian dan tanah tererosi termasuk ke dalam kategori sangat rendah. Rendahnya nilai P-Bray karena rendahnya nilai ph pada semua lokasi, sebab P tersedia dalam jumlah yang optimal pada ph diatas 6,0 (Foth 1988).

Gambar 12 Perbandingan nilai P-Bray Kandungan fosfor dalam tanah galian penambangan batu granit menurun sebesar 9,65 %. Penurunan ini lebih besar bila dibandingkan dengan tanah galian pertambangan pasir yaitu sebesar 0,9 % (Maryani 2007), dan hutan alam yang terbuka sebesar 4,11 % (Rahmawati 2007). Fosfor merupakan unsur hara utama yang apabila tersedia dalam jumlah yang cukup dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Dikti 1991b). Pertumbuhan tanaman akan terhambat jika P tersedia dalam jumlah yang kecil, sehingga diperlukan kandungan P yang cukup dalam tanah agar tanaman yang tumbuh dapat berkembang dengan baik. Tabel 15 Hasil analisis ragam P-Bray Lokasi 2 94,14 47,07 2,66 0,217 Error 3 53,15 17,72 Total 5 147,29 Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dapat disimpulkan bahwa penambangan granit tidak berpengaruh terhadap besarnya nilai P-Bray dengan nilai F-hitung sebesar 2,66 dan nilai peluang nyata 0,217.

5.2.6 Kalium (K) Kalium merupakan salah satu unsur yang cukup tinggi dibutuhkan oleh tanaman. Salah satu hal yang dapat mempengaruhi ketersediaan kalium pada tanah adalah ph tanah. Berdasarkan Foth (1988) kalium tersedia dengan jumlah yang cukup pada ph di atas 6,0. Jumlah ketersediaan kalium dalam tanah pada lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori sangat rendah yaitu kurang dari 0,1 me/100g, hal ini disebabkan karena ph yang rendah pada setiap lokasi penelitian yaitu berkisar antara 4,5 sampai dengan 5,7. Namun apabila dibandingkan diantara ketiganya ketersediaan kalium lebih banyak pada tanah hutan alam yang masih memiliki banyak pelapukan mineral tanah, sebab menurut Hardjowigeno (2003) kalium yang diperoleh dari tanah merupakan hasil pelapukan mineralmineral primer tanah. Gambar 13 Perbandingan kandungan Kalium Penurunan nilai kandungan kalium pada tanah galian dan tanah tererosi sebesar 0,02 me/100g. Nilai tersebut masih tersebut hampir sama dengan penurunan pada tanah galian pasir yaitu sebesar 0,03 me/100g (Maryani 2007). Berdasarkan hasil perhitungan statistik diperoleh nilai F-hitung sebesar 6,50 dengan nilai peluang nyata 0,81. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penambangan granit tidak berpengaruh secara nyata terhadap kandungan kalium dalam tanah. Hal ini dapat juga terlihat dari nilai rataan kalium pada setiap lokasi pada Gambar 13.

Tabel 16 Hasil analisis ragam kalium Lokasi 2 0,0004 0,00021667 6,5 0,081 Error 3 0,0001 0,00003333 Total 5 0,0005 5.2.7 Kalsium (Ca) Ketersediaan kalsium pada lokasi penelitian sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh kondisi tanah yang masam dengan ph yang rendah (Foth 1988). Kalsium tersedia dalam jumlah yang cukup pada kisaran 7,0-8,5, dan kandungan kalsium berkurang ph kurang dari 7,0 serta lebih tinggi dari 8,5. Dibandingkan dengan lokasi penelitian yang lainnya hutan alam memiliki kandungan kalsium yang lebih tinggi sebab pada hutan alam masih terdapat mineral-mineral primer yang dapat menghasilkan kalsium dalam bentuk Ca 2+. Kandungan kalsium pada hutan alam termasuk kriteria rendah (2-5 me/100g), sedangkan pada tanah galian dan tanah tererosi kandungan kalsium termasuk ke dalam kategori sangat rendah dengan nilai kurang dari 2 me/100g. Perbandingan kandungan kalsium pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14 Perbandingan kandungan kalsium Penurunan kandungan kalsium sebesar 2,32 me/100g terjadi pada tanah galian penambangan batu granit. Bila dibandingkan dengan tanah galian penambangan pasir, niali tersebut masih tergolong rendah. Penurunan kandungan

kalsium pada tanah galian penambangan pasir yaitu sebesar 5,16 me/100g (Maryani 2007). Hal sebaliknya terjadi pada lahan hutan yang dijadikan perkebunan kelapa sawit, yaitu mengalami kenaikan sebesar 1,715 me/100g. Kenaikan tersebut disebabkan adanya suplai dari abu sisa pembakaran pada proses konversi lahan (Arianto 2008). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa nilai F-hitung untuk kandungan kalsium sebesar 3,52 dengan nilai peluang nyata 0,163. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan penambangan granit tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan kalsium dalam tanah. Tabel 17 Hasil analisis ragam kalsium Lokasi 2 6,8664 3,4332 3,52 0,163 Error 3 2,925 0,975 Total 5 0,2695 5.2.8 Magnesium (Mg) Seperti halnya kalsium, magnesium berasal dari mineral-mineral tanah yang dikeluarkan dalam bentuk Mg 2+. Kandungan magnesium hutan alam lebih tinggi daripada tanah galian dan tanah tererosi. Hal ini disebabkan tanah pada hutan alam masih banyak mengandung mineral-mineral tanah. Kandungan Mg pada hutan alam termasuk ke dalam kriteria rendah yaitu berkisar antara 0,4-1,0 me/100g, sedangkan Mg pada tanah galian dan tanah tererosi termasuk ke dalam kriteria sangat rendah dengan nilai kurang dari 0,4 me/100g. Secara keseluruhan kandungan magnesium termasuk kurang, karena magnesium tersedia cukup pada ph 6,5-9,0 (Foth 1988). Perbandingan kandungan magnesium pada setiap lokasi dapat dilihat pada Gambar 15. Kandungan magnesium pada tanah galian penambangan batu granit terjadi sebesar 0,45 me/100g. Sedangkan pada tanah galian penambangan pasir penurunan kandungan magnesium terjadi sebesar 1,02 me/100g (Maryani 2007). Sebaliknya pada lahan hutan yang dikonversi menjadi perkebunan sawit terjadi kenaikan kandungan magnesium yaitu sebesar 0,77 me/100g (Arianto 2008).

Gambar 15 Perbandingan kandungan magnesium Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diperoleh nilai F-hitung untuk Mg sebesar 13,44 dengan nilai peluang nyata 0,032. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan penambangan granit berpengaruh nyata terhadap kandungan magnesium dalam tanah minimal ada satu pasang perlakuan yang berbeda nilainya terhadap Mg. Kemudian berdasarkan uji Tukey dapat diketahui bahwa kandungan Mg pada hutan alam berbeda nyata dengan kandungan Mg pada tanah galian dan tanah tererosi. Sedangkan kandungan Mg pada tanah galian dan tanah tererosi tidak berbeda nyata. Tabel 18 Hasil analisis ragam magnesium Lokasi 2 0,2424 0,12122 13,44 0,032 Error 3 0,0271 0,00902 Total 5 0,2695 5.2.9 Natrium (Na) Natrium (Na) merupakan salah satu unsur hara mikro penunjang untuk pertumbuhan tanaman. Selain sebagai unsur mikro, Na juga bersifat toksik bagi tanaman jika terdapat dalam tanah dalam jumlah yang sedikit berlebihan (Hanafiah 2005). Pada lokasi penelitian kandungan Na pada tanah galian dan tanah tererosi termasuk sangat rendah dengan nilai kurang dari 0,1 me/100g, sedangkan pada hutan alam kandungan Na termasuk rendah. Perbandingan kandungan natrium pada setiap lokasi dapat dilihat pada Gambar 16.

Kandungan natrium pada tanah galian penambangan batu granit mengalami penurunan sebesar 0,07 me/100g. Penurunan tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan kandungan natrium pada tanah galian penambangan pasir yaitu sebesar 0,02 me/100g (Maryani 2007). Gambar 16 Perbandingan kandungan natrium Berdasarkan perhitungan secara statistik dengan sidik ragam diperoleh hasil F-hitung sebesar 30,50 dengan nilai peluang nyata 0,010. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan penambangan granit berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan Na dalam tanah minimal ada satu pasang perlakuan yang berbeda nilainya terhadap Na. Sedangkan berdasarkan uji lanjut dapat diketahui bahwa kandungan Na pada hutan alam berbeda nyata dengan kandungan Na pada tanah galian dan tanah tererosi, serta kandungan Na pada tanah galian dan tanah tererosi tidak berbeda nyata. Tabel 19 Hasil analisis ragam natrium Lokasi 2 0,0061 0,00305 30,5 0,01 Error 3 0,0003 0,0001 Total 5 0,0064 5.2.10 Besi (Fe) Kandungan besi dalam tanah berkisar antara 5 % dan bervariasi pada berbagai tanah (Dikti 1991b). Fe dapat bersifat racun pada ph dibawah 6,0 serta dapat menjadi pengendap ion fosfat. Kandungan Fe pada lokasi penelitian paling

tinggi adalah pada tanah galian, yang menyebabkan kurangnya kandungan P-Bray pada tanah galian akibat terendapkan. Pada umumnya unsur hara mikro seperti Fe diperlukan tanaman dalam jumlah yang sedikit atau cukup untuk tanaman tersebut, akan tetapi jika kandungan Fe sangat rendah seperti pada tanah tererosi juga akan menyebabkan kekurangan Fe. Kekurangan Fe tersebut dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat karena Fe merupakan katalisator atau bagian sistem enzimatik dalam pembentukan klorofil juga sebagai penyusun enzim dan protein (Hardjowigeno 2003). Perbandingan nilai kandungan Fe pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17 Perbandingan kandungan Fe dalam tanah Berdasarkan perhitungan secara statistika dapat diperoleh nilai F-hitung sebesar 1,49 dengan nilai peluang nyata 0,355, maka dapat disimpulkan bahwa penambangan granit tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan Fe dalam tanah. Tabel 20 Hasil analisis ragam Fe Lokasi 2 724,1 362 1,49 0,355 Error 3 728,4 242,8 Total 5 1452,5 5.10.11 Seng (Zn) Kandungan seng dalam tanah bervariasi antara 10-300 ppm. Defisiensi seng biasanya pada tanah berkapur dimana ph yang tinggi menyebabkan kurangnya ketersediaan seng, dan pada tanah berpasir yang asam dimana seng

telah tercuci dari tanah (Foth 1988). Dalam Dikti (1991b) disebutkan bahwa salah satu sumber kadar seng dalam tanah berasal dari batuan beku seperti granit dan basalt. Hal ini terbukti dari kandungan seng (Zn) yang paling tinggi pada tanah galian. Selain itu seng juga bersumber dari bahan organik dengan kadar yang bervariasi. Kandungan Zn pada hutan alam hampir sama dengan tanah galian, hal ini disebabkan karena pada hutan alam masih banyak terdapat bahan organik. Gambar 18 Perbandingan kandungan seng (Zn) dalam tanah Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diperoleh nilai F-hitung sebesar 1,73 dengan nilai peluang nyata 0,317, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan penambangan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan seng. Tabel 21 Hasil analisis ragam seng Lokasi 2 1,8033 0,9017 1,73 0,317 Error 3 1,565 0,5217 Total 5 3,3683 5.10.12 Mangan (Mn) Mangan pada tanah dijumpai pada mineral dan batuan induk. Seperti halnya besi, pada beberapa tanah asam mangan terdapat dalam konsentrasi yang dapat menimbulkan keracunan. Kemudian kekurangan mangan terjadi pada tanah dengan alkalinitas yang tinggi, karena mangan banyak tersedia pada tanah dengan

ph rendah atau tanah asam. Pada hasil penelitian, kandungan mangan yang paling tinggi yaitu pada tanah hutan. Hal ini disebabkan pada hutan alam masih banyak mengandung mineral dan batuan induk yang merupakan sumber mangan dalam tanah. Kandungan Mn pada tanah galian penambangan batu granit sebesar 17,2 ppm dan 19,38 ppm pada tanah tererosi. Penurunan tersebut sangat tinggi nilainya jika dibandingkan dengan tanah galian penambangan pasir yang hanya sebesar 2,3 ppm (Maryani 2007). Gambar 19 Perbandingan kandungan mangan (Mn) dalam tanah Berdasarkan perhitungan analisis sidik ragam diperoleh nilai F-hitung untuk mangan sebesar 23,70 dengan nilai peluang nyata 0,015, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan penambangan granit berpengaruh nyata terhadap perubahan kandungan mangan (Mn) minimal ada satu pasang perlakuan yang berbeda nilainya terhadap Mn. Kemudian berdasarkan uji Tukey dapat diketahui bahwa kandungan Mn pada hutan alam berbeda nyata dengan hutan galian dan hutan tererosi, sedangkan kandungan Mn pada tanah galian dan tanah tererosi tidak berbeda nyata. Tabel 22 Hasil analisis ragam mangan Lokasi 2 450,64 225,32 23,7 0,015 Error 3 28,52 9,51 Total 5 479,16

5.3 Sifat Biologi Tanah Sifat biologi tanah yang di analisis adalah total mikroorganisme tanah, jumlah fungi tanah, jumlah bakteri pelarut P, serta total respirasi tanah. Berikut adalah nilai masing-masing sifat biologi tanah yang dianalisis. Tabel 23 Nilai sifat biologi tanah Sifat Biologi Tanah Mikroorganisme Tanah( x 10 6 spk/g) Fungi Tanah (x 10 4 spk/g) Bakteri Pelarut P (x 10 3 spk/g) Respirasi Tanah (mgc-co 2 /kg tanah/hari) Hutan Alam Tanah Galian Tanah Tererosi lokasi 1 lokasi 2 ratarata lokasi 1 lokasi 2 ratarata lokasi 1 lokasi 2 ratarata 70,5 64 67,25 32 40 36 2,5 9 5,75 6,5 6,5 6,5 1,5 38,5 20 0 1,5 0,75 0 2 1 0 5,5 2,75 3 2,5 2,75 12,6 15,6 14,1 14,1 17,1 15,6 20,4 10,2 15,3 5.3.1 Total Mikroorganisme Tanah Total mikroorganisme dalam tanah digunakan sebagai indeks kesuburan tanah, karena pada tanah subur jumlah mikroorganismenya tinggi. Pada umumnya mikroorganisme yang ada dalam tanah adalah Azotobacter, Pseudomonas, Bacillus, Rhizobium, Nitrobacter, Nitrosomonas, dan lain sebagainya. Total mikroorganisme pada lokasi penelitian paling tinggi pada hutan alam yaitu sebanyak 67,25 x 10 6 spk/g, dan nilai terendah pada tanah tererosi yaitu sebanyak 5,75 x 10 6 spk/g. Dari jumlah total mikroorganisme tersebut dapat terlihat jelas bahwa hutan alam memiliki kesuburan tanah yang sangat tinggi. Dengan banyaknya jumlah mikroorganisme yang hidup pada hutan alam mengindikasikan bahwa pada tanah di hutan alam tersedia udara, air, hara serta kebutuhan lainnya yang cukup banyak, sehingga tanaman pun akan tumbuh dengan baik. Pada tanah galian dan tanah tererosi kesuburan tanahnya kurang akibat adanya pemadatan tanah yang mengakibatkan tanah tidak dapat menyerap air dan unsur hara dengan baik. Tabel 24 Hasil analisis ragam total mikroorganisme tanah Lokasi 2 3782,6 1891,3 76,42 0,003 Error 3 74,3 24,8 Total 5 3856,8

Total mikroorganisme tanah pada tanah galian penambangan batu granit mengalami penurunan sebesar 31,25 x 10 6 spk/g. Sedangkan pada tanah galian penambangan pasir penurunan terjadi sebesar 16,00 x 10 6 spk/g (Maryani 2007), dan pada pembukaan lahan hutan sebesar 5,03 x 10 6 spk/g (Rahmawati 2007). Sehingga dapat terlihat jelas bahwa penambangan batu granit menyebabkan penurunan kandungan total mikroorganisme tanah paling tinggi. Berdasarkan analisis sidik ragam diperoleh nilai F-hitung sebesar 76,42 dengan nilai peluang nyata 0,003. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa penambangan granit berpengaruh nyata terhadap jumlah total mikroorganisme yang hidup dalam tanah minimal ada satu pasang perlakuan yang berbeda nilainya terhadap total mikroorganisme tanah. Hasil uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa jumlah mikroorganisme tanah pada hutan alam, tanah galian, dan tanah tererosi berbeda nyata. Gambar 20 Perbandingan total mikroorganisme tanah 5.3.2 Jumlah Fungi Tanah Fungi aktif dalam tanah pada tahap awal proses dekomposisi bahan organik (Anas 1989). Hal ini dibuktikan dengan jumlah fungi pada tanah galian yang paling tinggi yaitu 20 x 10 4 spk/g, karena pada tanah galian akan dimulai kembali proses dekomposisi bahan organik. Pada hutan alam jumlah fungi tidak terlalu banyak yaitu 6,5 x 10 4 spk/g, hal ini disebabkan proses dekomposisi bahan

organik telah masuk ke tahap yang lebih lanjut. Sedangkan pada tanah tererosi jumlah fungi sangat rendah dibandingkan dengan yang lain karena belum adanya proses dekomposisi bahan organik. Jumlah fungi tanah pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21 Perbandingan jumlah fungi tanah Kandungan fungi tanah pada tanah galian penambangan granit meningkat sebesar 13,5 x 10 4 spk/g. Peningkatan juga terjadi pada tanah galian penambangan pasir yaitu sebesar 1,25 x 10 4 spk/g (Maryani 2007). Sebaliknya pada lahan hutan yang dibuka, kandungan fungi tanah menurun sebesar 18, 42 x 10 4 spk/g (Rahmawati 2007), dan pada lahan konversi perkebunan sawit sebesar 10,00 x 10 4 spk/g (Arianto 2008). Berdasarkan perhitungan secara statistik diperoleh hasil F-hitung 0,85 dan nilai peluang nyata 0,508, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan penambangan granit tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah fungi tanah. Tabel 25 Hasil analisis ragam jumlah fungi tanah Lokasi 2 390,6 195,3 0,85 0,508 Error 3 685,6 228,5 Total 5 1076,2 5.3.3 Jumlah Bakteri Pelarut P Bakteri pelarut P adalah bakteri yang dapat menghasilkan enzim Phosphatase maupun asam-asam organik yang dapat melarutkan fosfat tanah

(Santosa et al 1999 dalam Mardiana 2007). Mikrobia yang terlibat umumnya bakteri spesies Pseudomonas dan Bacillus (Hanafiah 2005). Pada lokasi penelitian, jumlah bakteri pelarut fosfat sangat rendah. Walaupun pada tanah galian dan tanah tererosi memiliki jumlah yang lebih besar dari hutan alam yaitu sebesar 2,75 x 10 3 spk/g, namun nilainya tidak jauh berbeda dengan hutan alam dan masing tergolong rendah. Jumlah bakteri pelarut P pada tanah galian penambangan granit mengalami kenaikan sebesar 1,75 x 10 3 spk/g. Keadaan sebaliknya terjadi pada penambangan pasir yaitu mengalami penurunan sebesar 13,5 x 10 3 spk/g (Maryani 200). Penurunan juga terjadi pada pembukaan lahan hutan alam yaitu sebesar 22,27 x 10 3 spk/g (Rahhmawati 2007). Tabel 26 Hasil analisis ragam jumlah bakteri pelarut P Lokasi 2 4,083 2,042 0,36 0,727 Error 3 17,25 5,75 Total 5 21,333 Berdasarkan hasil perhitungan statistik diperoleh nilai F-hitung sebesar 0,36 dengan nilai peluang nyata 0,727. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penambangan granit tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah bakteri pelarut P yang terdapat dalam tanah. Hal ini dapat juga terlihat dari nilai rataan kalium pada setiap lokasi pada Gambar 22. Gambar 22 Perbandingan jumlah bakteri pelarut P

5.3.4 Total Respirasi Tanah Pengukuran respirasi tanah merupakan cara yang pertama kali digunakan untuk menentukan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah. Kecepatan respirasi lebih mencerminkan aktivitas metabolik daripada jumlah, tipe atau perkembangan mikroorganisme tanah (Anas 1989). Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh total respirasi tanah yang tidak jauh berbeda nilainya pada setiap lokasi seperti yang terlihat pada Gambar 23. Seperti yang telah disebutkan di atas, kecepatan respirasi yang diukur lebih mencerminkan aktivitas metabolik daripada jumlah, tipe atau perkembangan mikroorganisme tanah, sehingga tidak dapat dipastikan dengan jelas bahwa tingginya nilai respirasi pada tanah galian disebabkan banyaknya jumlah mikroorganisme tanah yang hidup di tanah galian. Akan tetapi, jika dilihat pada hasil dan pembahasan sebelumnya mengenai total jumlah mikroorganisme tanah, maka dapat dipastikan bahwa tingginya nilai respirasi pada tanah galian disebabkan tingginya aktivitas metabolik mikroorganisme itu sendiri. Gambar 23 Perbandingan total respirasi tanah Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diperoleh hasil F-hitung 0,06 dengan nilai peluang nyata 0,941, maka dapat diambil kesimpulan bahwa penambangan granit tidak berpengaruh nyata terhadap total respirasi tanah. Tabel 27 Hasil analisis ragam total respirasi tanah Lokasi 2 2,52 1,26 0,06 0,941 Error 3 61,02 20,34 Total 5 63,54