Dipagi buta, aku terbangun. Kaget karna mendengar suara jeritan yang melengking. Yang belakangan aku tau bahwa itu suara Ibu dan Kakak. Ada apa hingga suara jeritan itu begitu melengking terdengar mendengung di telingaku dan sulit hilang. Suaranya terus terdengar seperti gema yang tidak mau berhenti. Akhirnya tepat pukul lima subuh saat aku melihat ke arah jam dinding di kamarku, suara jeritan itu tidak terdengar lagi. Ada apa ya, koq berisik sekali tadi. Aku keluar kamar, mencari tau yang terjadi. Tapi di luar keadaan masih gelap. Aku ke ruang tamu dan menyalakan lampu, sepi. "Tumben, biasanya jam segini Ibu sudah bangun dan sedang membaca Al-qur'an di sofa ruang tamu". Dalam hati aku menggumam. Kuputuskan mengetuk pintu kamar Ibu, siapa tau beliau kesiangan
atau malah sedang tidak enak badan sehingga belum bangun subuh ini. Ku ketuk satu kali tidak ada jawaban, kedua, ketiga, keempat masih juga tidak ada jawaban. Kuberanikan diri membuka pintu kamar Ibu perlahan, kemudian melongok ke arah tempat tidur. Ternyata kamar dalam keadaan kosong dan gelap. Kunyalakan lampu kamar Ibu, terlihat seprei dan bantal masih sangat rapi dan dingin seperti belum dipakai seharian. Aku bingung. Karna tidak biasanya seperti ini. Ibu dan Ayah pergi tanpa bilang apa-apa padaku. Apa mungkin saat mereka membangunkanku, aku tidak juga terbangun. Tapi aneh. Tadi kan betul-betul suara Ibu dan Kakak yang menjerit. Aku kenal betul suara mereka. Ah sudahlah mungkin Ibu ke pasar ditemani Ayah. Tapi, apa iya sepagi ini? Jam lima subuh? Aku agak ragu. Kemudian aku naik ke lantai atas, ingin kembali ke kamar. Tapi, saat melewati kamar Kakak, pintunya sedikit terbuka hingga menciptakan celah. Terlihat cahaya lampu yang masih menyala. "Kaaa... Ibu ke mana ya?". Tanyaku sambil membuka pintu kamar Kakak. Tapi ternyata kamar kakakpun kosong. Tempat tidurnya dalam keadaan 2
sama dengan kamar Ibu. Rapi seperti belum digunakan. Hanya saja, lampunya menyala terang. "Duh, ke mana sih mereka. Koq aku dibiarin tinggal sendiri dan gak di kasih tau pergi ke mana". Gerutuku dalam hati. Akhirnya aku kembali ke kamar. Melanjutnya tidurku seperti biasa. Karna aku memang jarang bangun terlalu subuh. Palingpaling jam enam kurang lima belas menit aku baru bangun untuk sholat subuh jika libur seperti hari ini. Tapi tadi aku terbangun karna jeritan. Ya sudahlah, aku ke kamar, sholat subuh, kemudian kembali tidur. Terlelap dalam tidur, tiba-tiba aku mendengar suara jeritan yang sama. Aku terbangun kemudian turun ke kamar Ibu, membuka pintu yang diketuk tidak ada jawaban, keadaan masih sama seperti tadi kosong dan gelap, tempat tidur rapih, bergegas naik ke kamar kakak, keadaanpun masih sama, dengan celah pintu sedikit terbuka, tempat tidur rapih dan dingin. Aku berlari ke kamar, karna aku merasa seperti dejavu. Aku merasa kejadian terulang sejak mendengar jeritan Ibu dan Kakak. Aku tengok ke jam dinding di atas pintu kamar. Tepat jam lima subuh. Sama seperti ketika aku bangun tadi, Ya Allah, apa waktu berhenti? Tidak mungkin. Tapi aku sudah dua kali mengalami kejadian ini. Rasanya aneh. Aku sedikit bingung, 3
karna jarum detik pada jam dinding berjalan seperti biasa. Tidak mati, tidak juga rusak. Kuputuskan kembali naik ke tempat tidur. Rasanya aneh. Akupun kembali terlelap, sangat lelap, aku merasa tidurku nyaman sekali, sampai terdengar lagi suara jeritan Ibu dan Kakak. "Lagi?". Pikirku. Ini sudah yang kelima kali. Aku mencoba bangkit. Tapi kali ini, aku tidak ingin melakukan hal yang sama. Aku duduk di atas tempat tidurku. Berpikir apa yang harus aku lakukan. Daripada begitu, aku teriak saja "Ibuuuuu... Buuuu... Ibu di mana?". Tiba-tiba Ibu membuka pintu kamarku, kemudian masuk dan menaruh sarapan di meja belajarku. "Ih Ibu tadi ke mana aja Bu? Koq sepi sekali? Bu, kayanya jam dinding aku rusak deh Bu, masa aku bangun berkali-kali dijam yang sama. Terus aku terus-terusan denger suara Ibu sama Kakak teriak. Masa sih aku mimpi yang sama berkali-kali. Aneh ya Bu". Ibuku hanya menengok ke arah tempat tidurku, melihatku, kemudian hanya tersenyum. Aku bergegas bangun. Kemudian menggigit roti lapis kesukaanku buatan Ibu. Setelah itu mandi dan bersiap ke sekolah. 4
Sudah jam 06:10 aku berlari ke sekolah, karna memang jarak rumah ke sekolah sangat dekat, aku terbiasa berangkat mepet-mepet dan sering telat tentunya. Heheheheh. Sampai di gerbang sekolah, suasana sepiii sekali. Senyap. Rasanya seperti tidak ada kehidupan. Ternyata memang sudah jamnya pelajaran di mulai. Semua orang sudah berada dalam kelas. Aku berjalan perlahan menuju ruang kelasku, aku mengintip ke dalam kelas dari jendela kaca, terlihat anak-anak sedang mendengarkan penjelasan Pak Robert, guru pelajaran biologi. Aku menunggu kesempatan agar dapat masuk tanpa terlihat guru tampan itu. Pak Robert terkenal dengan ketampanannya yang mempesona. Di umurnya yang sudah tidak lagi muda, dia masih saja hidup sendiri tanpa seorang istri. Entah apa yang membuatnya demikian. Padahal banyak gadis yang mengejarnya. Termasuk aku. Hihihihihihi. Habis dia gagah sekali. Tubuhnya yang tegap, wajahnya yang bersih dan tampan membuatku sering membayangkan, bagaimana jika punya suami yang umurnya terlampau jauh dari umur kita tapi setampan ini? Hehehehehehe. Tapi tetap, itu hanya anganku saja. Karna impianku yang sebenarnya hanyalah menjadi pengantin Arya. 5
Anak basket yang populer dan mempesona itu. Meskipun begitu, beliau adalah guru yang di kenal sangat disiplin dalam mendidik murid-muridnya. Jadi, kalo sampai aku ketauan terlambat, sudah pasti aku kena hukum lagi. "Kesempatan". Pikirku dalam hati. Pak Robert sedang sibuk menulis materi menghadap papan tulis besar. Segera saja mindik-mindik aku masuk ke dalam kelas. Berharap tidak ada teman sekelasku yang mulutnya ember dan berisik saat aku masuk diamdiam. "Selamaaat". Dalam hatiku sambil mengelus-elus dada sendiri. Anak-anak juga ga ada yang peduli. Sepertinya mereka benar-benar sedang sibuk memperhatikan Pak Robert menulis di depan. Apalagi anak perempuan. Gak bakalan ada yang berkedip kalo Pak Robert sedang mengajar. Sudah seminggu ini aku merasakan hal yang ganjil. Sungguh aneh. Hampir setiap hari aku mengalami mimpi yang sama. Mendengar suara Ibu dan Kakak yang menjerit. Bukan hanya mimpi itu. Ibu juga setiap hari mengantarkan sarapanku ke kamar dengan makanan yang itu-itu saja. Pernah sekali waktu aku bertanya "Bu, kenapa sarapannya roti lapis melulu? Iya sih ini kesukaan aku, tapi masa iya sarapan ini 6
terus?". Tanyaku pada Ibu yang sedang meletakkan sarapan di meja belajarku. Tapi Ibu hanya tersenyum dengan raut wajah yang tidak bisa aku gambarkan dengan kalimat. Entah raut wajah Ibu bisa aku sebut apa yah. Karna sejak aku terlahir, Ibu tidak pernah menampakkan raut wajah seperti itu. Hal itu terus terjadi. Aku bingung, waktu juga seperti sangat cepat berlalu, Dari subuh aku terbangun karna mendengar jeritan Ibu dan Kakak yang seperti mimpi, Ibu yang masuk membawakanku roti lapis, Aku yang telat datang ke sekolah, dan semua yang aku lakukan rasanya hampir semuanya sama. Aku seperti mengalami dejavu berulang-ulang. Aneh. Pulang sekolah siang ini, aku memutuskan untuk tidak langsung pulang ke rumah. Rasanya hari ini aku ingin melakukan sesuatu yang berbeda. Aku tidak ingin mengulang kejadian-kejadian kemarin. Aku merasa aneh dan hampa. Kenapa belakangan ini aku merasa kesepian? Seperti tidak ada teman, tidak ada keluarga, meski mereka ada di sekelilingku. Aku merasa di acuhkan. Rasanyaa... aku pernah merasakan hal yang sama seperti ini. Tapi kenapa perasaan ini terus berulang. Meski siang ini aku memutuskan melakukan hal yang berbeda. Aku terdiam, berfikir. 7
"Sampe hari ini, lo masih juga dateng ke sekolah". Kalimat itu terlontar dari seorang siswa yang tiba-tiba saja berdiri di sebelahku yang sedang melamun di tepi kolam ikan di kebun belakang sekolah. Aku kaget bukan main, betul-betul kaget karna sama sekali tidak mendengar suara langkah kaki maupun tanda-tanda kehidupan dari cowo ini. "Ampun deeeh lu ngapain sih siang-siang gini ngagetin orang aja. Permisi dulu dong. Kaget banget tau. Kalo gue sampe nyemplung ke kolam ikan gara-gara lu ngagetin gue, hhhh... gue bales luh lebih dari itu". Kataku dengan wajah cemberut. "Tapi ngomong-ngomong, lu ngapain siang-siang udah sepi begini di sini, bukannya pulang? Trus, emang lu tau siapa gue?". Tanyaku padanya yang sedang menatap air kolam dengan senyumnya yang menawan. "Iya, gue kenal koq lu siapa. Lu Riana kan, anak kelas B. Gue Arya". Jawabnya kemudian. Aku tidak menyangka Arya ternyata tau namaku dan seperti sudah mengenalku sejak lama. Aku yang type murid tidak populer dan tidak terkenal ini bisa di kenal Arya anak kelas D rasanya aneh. Dia kan terkenal tampan, anak basket, cerdas. Nilainilainya luar biasa. Jarang ada siswa cowo yang 8
punya prestasi dijaman sekarang. Pikirku sih. Hehehehehe. "Iya gue tau lu Arya. Anak Kelas D. Gak nyangka lu bisa kenal gue". Jawabku kemudian. "Dari mana lu tau nama gue? Kita kan gak pernah kenalan, gue juga gak terkenal. Koq bisa sih cowo sepopuler elu kenal sama gue yang biasa banget ini". Dia tersenyum sambil melempar batu kerikil kecil ke dalam kolam. "Lu gak sadar aja kalo sebenernya belakangan ini lu udah jadi orang terkenal di sekolah ini. Semua orang seisi sekolah juga tau nama lu siapa, lu anak kelas berapa, rumahnya di mana". Haaa? Apa iya. Sepertinya dia lagi ngeledek aku. Mana mungkin murid cewe super biasa sepertiku bisa terkenal. Hal apa pula yang bikin aku jadi terkenal. Cantik nggak, Pinter juga ngga, prestasi apa lagi, gak pernah sama sekali. Lah gimana caranya bisa dikenal seisi sekolah?. "Becanda lo, gak usah ngeledek deh. Mentangmentang tenar, trus jadi ngeledek gue yang biasa banget gini. Belagu banget luh". Arya menarik nafas panjang. Kemudian wajahnya berubah menjadi sangat serius. Sambil menatapku, Ia 9
berkata "Udah gue duga, selama ini lu gak sadar apa yang udah terjadi sama diri lu dan sekeliling lu". Kata-kata Arya membuatku bingung. "Maksud lu apa sih. Emang ada apa sama gue dan sekeliling gue". Tanyaku penasaran. Kemudian, Arya berkata sambil memberikan tangannya padaku. "Pegang tangan gue, gue kasih tau apa yang terjadi dan ada apa dengan sekeliling lo". Saat itu aku sempat ragu, kupikir Arya sedang menggodaku yang sedang kebingungan ini. Aku melihat ke wajahnya. Rasanya Arya serius. Dia tidak sedang main-main dengan yang diucapkannya. Kemudian, perlahan, aku meraih tangannya. Kami bergandengan. Saat menggandeng tangan Arya, sesuatu terjadi. Entah apa, tapi aku seperti ditarik ke dimensi lain, kepalaku berputar, sedikit pusing, tapi bisa aku kendalikan. Tiba-tiba aku sudah berdiri di depan rumahku sendiri. Suasana nya sepi dan tenang, sampai tiba-tiba aku mendengar suara jeritan dari dalam rumah. Suara jeritan Ibu dan Kakak yang melengking seperti waktu itu, suara yang sering aku dengar berhari-hari, yang aku pikir hanyalah mimpi. 10
Tapi kali ini, suara jeritan itu begitu nyata, begitu nyaring, dan aku tidak dalam keadaan tidur, aku berdiri tepat di depan pintu rumahku. Takut terjadi apa-apa pada Ibu dan Kakak, aku berlari secepat kilat ke dalam rumah, mencari sumber suara Ibu dan Kakakku yang berteriak. Saat itu, Ibu dan Kakak sudah ada di depan pintu kamarku, mereka berpelukan sambil menangis meraung-raung satu sama lain. Ayah berlari menuju depan pintu kamarku menghampiri mereka. Kemudian Ayah ikut menjerit, namun suaranya lebih tenang dan lebih dapat dikendalikan. "Ya Allah Rianaaa, apa yang kamu lakukan naaaak". Jerit Ayah sambil menangis dan tersungkur di depan kamarku. Aku makin kebingungan. Kudekati mereka bertiga yang sedang tersungkur berpelukan. Penasaran dengan apa yang terjadi. "Yah, Bu, Kak, kalian kenapa? Kenapa nangis di sini sih?". Tapi tak ada yang mendengarku, tak ada yang menjawab. Mereka terus saja menangis sambil memanggil namaku. "Riana, kenapaa nak kenapaaa". Isak tangis Ibuku sambil menyebut namaku. 11
Dengan rasa penasaran yang teramat dalam, aku melihat ke arah dalam kamarku. Kaget bukan kepalang, tercekat mulut dan nafasku, mataku melotot sambil menutup mulut dengan kedua tanganku. Aku terperanjat entah perasaan apa ini. Aku berjalan mundur perlahan sampai akhirnya Arya menyadarkanku. "Iya Ri, itu elo. Diri lu yang ngegantung di dalam kamar itu. Lu udah gak ada Ri. Tapi lu gak sadar. Itu makanya lu merasa hari terus berulang, waktu terus berjalan dengan kejadian yang sama di hari lu bunuh diri". Arya menjelaskan dengan raut wajah terlihat sedih. Aku tidak percaya dengan yang terjadi. Aku bingung. Ternyata aku sudah mati. Aku ini arwah. Tapi kenapa terjadi begini? dan ke mana seharusnya aku pergi? Kenapa aku masih di dunia dan merasa masih hidup?. "Gak mungkin Arya, gue gak mungkin begitu. Gue tau tiap manusia pasti mati. Tapi gue gak mungkin mati dengan cara begitu Arya. Gak mungkiiin. Masih banyak yang pingin gue lakuin di dunia. Jadi mustahil gue bunuh diri Arya. Gak mungkiiiin". 12
Aku menangis terisak-isak Jatuh terduduk, terkulai lemas menyaksikan diriku sendiri tergantung di langit-langit dalam kamarku 13