HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala pada Larva S. litura Aplikasi Spodoptera litura NPV pada daun kedelai mempengaruhi perilaku makan larva S. litura tersebut. Aktivitas makan dan pergerakannya semakin menurun setelah 24 jam aplikasi, hal ini disebabkan oleh infeksi NPV pada serangga uji yang merusak organ pencernaan serangga. Gejala infeksi SlNPV pada larva S. litura akan terlihat setelah dua hari aplikasi (Lampiran 5). Ciri-ciri tubuh larva S. litura yang terinfeksi SlNPV yaitu pertumbuhan terhambat, tubuh berwarna putih coklat pada bagian toraks dan berwarna coklat susu kehitaman pada bagian abdomen. Selain itu, integumen larva lunak, rapuh, dan mudah robek. Tubuh larva akan mengeluarkan cairan kental berwarna coklat susu apabila tubuh larva pecah. Cairan tersebut merupakan cairan NPV dengan bau yang menyengat (Lampiran 4). Menurut Granados dan Federici (1986) gejala khas larva yang terinfeksi NPV pada beberapa spesies serangga yaitu, aktivitas makan yang berkurang bahkan berhenti, bergerak lebih lambat, tubuh lembek, integumen berubah warna, dan hemolimfa menjadi keruh. Larva yang mati karena infeksi NPV di lapangan, ditemukan pada bagian pucuk tanaman dalam posisi menggantung, membentuk huruf V terbalik. Toksisitas SlNPV terhadap Larva S. litura Pengujian terhadap beberapa tingkat konsentrasi menunjukkan bahwa tingkat mortalitas larva S. litura tinggi mulai dua hari setelah aplikasi SlNPV. Kematian larva terjadi pada dua hari sampai empat hari setelah aplikasi. Kematian larva S. litura terjadi pada perlakuan konsentrasi 117 PIBs/ml, 233 PIBs/ml, 465 PIBs/ml, 698 PIBs/ml, dan 930 PIBs/ml. Akan tetapi, kematian paling tinggi terjadi pada konsentrasi 465 PIBs/ml sampai 930 PIBs/ml yang mencapai sekitar 80,49% (Gambar 1). Dua hari setelah inokulasi, kematian larva yang terjadi semakin lama semakin meningkat, demikian pula dengan semakin tinggi konsentrasi SlNPV, maka kematian larva semakin meningkat. Hasil percobaan ini sesuai dengan hasil percobaan Bedjo (2005) yang menunjukkan
bahwa makin tinggi konsentrasi NPV yang digunakan, maka semakin tinggi tingkat mortalitasnya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya polihedra yang termakan oleh S. Litura, sehingga akan mempercepat proses kematian larva. Gambar 1 Laju mortalitas S. litura pada berbagai konsentrasi SlNPV sampai 4 hari setelah perlakuan Analisis probit dilakukan terhadap data mortalitas larva pada 4 hari setelah aplikasi. Larva S. litura mengalami kematian 50% pada konsentrasi 40,55 PIBs/ml dan 95% pada konsentrasi 1800 PIBs/ml (Tabel 1). Masa infeksi NPV sampai larva yang terserang mati dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya umur larva, suhu, dan banyaknya polihedra yang termakan oleh larva S. litura. Isolat virus yang lebih virulen dapat mematikan larva dalam 2 sampai 5 hari, tetapi isolat yang kurang virulen membutuhkan 2 sampai 3 minggu untuk mematikan inangnya (Granados dan William, 1986). Tabel 1 Parameter toksisitas SlNPV terhadap larva S. litura dengan metode perlakuan pakan (berdasarkan mortalitas kumlarvaif instar dua) Taraf toksisitas Konsentrasi Regresi (Y) SK 95(%) LC 50 (PIBs/ml) 40,55 0,998+0,307 1,6-95,7 LC 95 (PIBs/ml) 1800,80 0,998+0,307 855,3-26897,6 SK LC : Selang Kepercayaan : Lethal concentration untuk tanggap mortalitas
Pengaruh Ekstrak Bengkuang dan Waktu Pemaparan NPV pada Sinar Matahari Langsung Terhadap Mortalitas S. litura Pengaruh ekstrak bengkuang dan waktu pemaparan terlihat pada tabel analisis ragam (Lampiran 3). Hasil analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh interaksi antara faktor ekstrak bengkuang dengan waktu pemaparan. Terdapat interaksi antara beberapa tingkat konsentrasi ekstrak bengkuang dengan waktu pemaparan dalam meningkatkan mortalitas larva S. litura. Rata-rata tingkat kematian larva S. litura akibat perlakuan ekstrak bengkuang dengan waktu pemaparan dibandingkan dengan menggunakan uji Duncan pada taraf 5% (Tabel 2). Pada kontrol terdapat kematian, maka data yang diperoleh dikoreksi menggunakan rumus kematian terkoreksi Abbott (Lampiran 2). Aplikasi SlNPV tanpa ekstrak bengkuang dan SlNPV dengan penambahan ekstrak bengkuang 5%, dan 10% berbeda nyata dengan ekstrak bengkuang 100% tanpa virus serta kontrol akuades, baik pada perlakuan pemaparan selama 0, 1, 3, 6, maupun 12 jam sebelum aplikasi (Tabel 2). Perlakuan pemaparan selama 1 jam SlNPV tanpa ekstrak bengkuang tidak berbeda nyata dengan penambahan 5% ekstrak bengkuang, tetapi berbeda nyata dengan penambahan 10% ekstrak bengkuang sebelum aplikasi. Perlakuan pemaparan selama 3 jam dan 6 jam SlNPV tanpa ekstrak bengkuang berbeda nyata dengan penambahan 5% dan 10% ekstrak bengkuang sebelum aplikasi. Pemaparan SlNPV selama 12 jam tanpa ekstrak bengkuang berbeda nyata dengan penambahan 5% ekstrak bengkuang dan berbeda nyata dengan penambahan 10% ekstrak bengkuang sebelum aplikasi. Hal ini menunjukkan bahwa SlNPV masih memiiki kemampuan untuk mematikan larva S. litura (persisten), walaupun sudah terpapar selama 12 jam. Hasil pengamatan di atas menunjukkan bahwa ekstrak bengkuang memberikan pengaruh nyata terhadap persistensi SlNPV terhadap radiasi sinar ultraviolet. Menurut Broome et al. dalam Maramorosch dan Sherman (1985) pemaparan NPV selama 10 jam pada daun karet dapat menurunkan 100% aktivasi. Menurt Couch dan Ignoff dalam Maramorosch dan Sherman (1985) secara umum waktu paruh NPV yang terkena sinar matahari langsung adalah 24 jam.
Tabel 2 Interaksi antara penambahan ekstrak bengkuang dan lama pemaparan di bawah matahari langsung SlNPV terhadap mortalitas S. litura Mortalitas rata-rata kumulatif* (%) # Lama pemaparan (jam) Tanpa ekstrak bengkuang penambahan ekstrak bengkuang Penambahan 5% Penambahan 10% Kontrol 100% tanpa NPV Kontrol Akuades 0 95,39a 86,38a 97,77a 6,67g 0,00g 1 79,31bc 81,21b 97,77a 0,00g 0,00g 3 80,00bc 95,56a 95,53a 8,90g 0,00g 6 63,48d 67,91c 81,75b 4,47g 0,00g 12 35,05f 53,30e 95,24a 0,00g 0,00g * Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata dengan uji Duncan pada taraf nyata 5% # Persen kematian terkoreksi Pada Tabel 2 terlihat bahwa Penambahan ekstrak bengkuang 5% dan 10% pada SlNPV lebih efektif dibandingkan tanpa penambahan ekstrak bengkuang. Menurut Mumford & Norton, 1984, Reynolds et al., (1975) dalam bedjo (2005) nilai keefektifan suatu agens hayati dalam konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) ditentukan berdasarkan tingkat kematian larva. Tingkat kematian larva untuk mencapai nilai keefektifan tersebut adalah 70% sampai 80%. Nilai mortalitas rata-rata S. litura pada perlakuan ekstrak bengkuang 100% tanpa NPV tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (akuades). Perlakuan ekstrak bengkuang 100% tanpa virus dalam percobaan, bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak bengkuang berpengaruh pada mortalitas larva serangga uji. Hasil percobaan terlihat bahwa ekstrak bengkuang tidak berpengaruh pada mortalitas larva, akan tetapi ekstrak bengkuang dapat melindungi NPV dari pengaruh sinar matahari langsung (UV). Perbedaan konsentrasi ekstrak bengkuang yang diaplikasikan pada pakan larva S. litura berpengaruh nyata terhadap rata-rata mortalitas. Secara keseluruhan nilai mortalitas rata-rata kumulatif perlakuan pemaparan NPV dan penambahan ekstrak bengkuang 10% sebelum aplikasi menunjukkan nilai yang paling tinggi dan lebih efektif dibandingkan dengan perlakuan tanpa ekstrak bengkuang, penambahan 5% ekstrak bengkuang, 100% ekstrak bengkuang tanpa
NPV, dan kontrol akuades (Tabel 2). Adanya penambahan ekstrak bengkuang diduga mampu melindungi polihedra virus dari sinar matahari langsung. Bagian dalam umbi bengkuang mengandung gula, pati, dan oligosakarida yang dikenal dengan nama inulin. Diduga kandungan gula pada bengkuang merupakan salah satu satu yang melindungi polihedral SlNPV. Pada percobaan yang dilakukan oleh Sajap et al. (2009), dan Bedjo (2005) menunjukkan bahwa sukrosa mampu melindungi SlNPV dari sinar ultraviolet