BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam mengelola keuangan yang menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah agar pengelolaan keuangan tersebut memenuhi prinsip ekonomi, efisien dan efektif, transparan dan akuntabel. Perubahan yang sangat berarti terjadi bagi pengelolaan pemerintahan di daerah dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Desentralisasi yang merupakan paradigma baru dalam pengelolaan pemerintahan, memberikan kontribusi yang sangat besar pada perubahan tersebut, terutama pada pengelolaan keuangan daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, desentralisasi merupakan penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan azas otonomi. Implikasi dari desentralisasi adalah perubahan terhadap pengelolaan keuangan daerah, dimana daerah mempunyai wewenang untuk mengatur anggaran keuangan daerahnya tanpa campur tangan pemerintah pusat. Dengan kata lain, daerah diberi kewenangan yang seluas-seluasnya untuk mengatur dan mengelola keuangan daerahnya dengan mengacu pada undangundang dan peraturan yang berlaku. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan pengelolaan keuangan daerah sebagai 1
2 keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Lebih lanjut peraturan tersebut menyatakan bahwa keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Pada dasarnya mengelola keuangan daerah adalah mengelola anggaran. Anggaran keuangan merupakan suatu rencana keuangan yang disusun sebagai dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik pemerintah daerah terhadap masyarakat. Anggaran keuangan di daerah disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (PERDA). APBD yang meliputi pendapatan, belanja, dan pembiayaan, harus dikelola dan diimplementasikan secara efektif dan efisien. Belanja pemerintah merupakan salah satu kontributor utama dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi sehingga penyerapan anggaran yang lambat akan berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah diharapkan dapat merealisasikan penyerapan anggaran sampai dengan 100 (seratus) persen, karena apabila target penyerapan anggaran tidak tercapai akan berakibat hilangnya manfaat belanja. Dalam praktiknya, sulit untuk mencapai realisasi anggaran belanja seratus persen. Seluruh pemerintah daerah di Indonesia selalu melaporkan adanya sisa
3 anggaran atau anggaran tidak terserap seluruhnya pada akhir tahun. Sisa anggaran yang besar mencerminkan daya serap anggaran yang rendah. Para ekonom memandang rendahnya tingkat serapan anggaran sebagai salah satu indikator kegagalan birokrasi yang dapat menghambat pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah (BPKP, 2011). Pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara telah melaporkan realisasi anggaran sampai dengan akhir tahun anggaran 2014 kepada Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara dengan rata-rata penyerapan anggaran kurang dari 90% yang dapat dilihat pada tabel 1.1. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa sampai dengan akhir tahun anggaran 2014 penyerapan anggaran yang paling tinggi terjadi pada Kabupaten Serdang Bedagai sebesar 92,69% tetapi masih ada kabupaten yang penyerapan anggarannya di bawah 80% yaitu Kabupaten Padang Lawas sebesar 78,36%. Rendahnya penyerapan anggaran akan berdampak pada masyarakat khususnya untuk kegiatan yang langsung menyentuh kepentingan masyarakat luas. Daya serap anggaran yang masih rendah menjadi isu besar dalam manajemen keuangan pemerintahan. Hampir di setiap paruh kedua tahun anggaran, banyak pihak meributkan daya serap anggaran yang rendah. Banyak pihak menuding hal ini berkontribusi terhadap kualitas pelayanan publik dan sulitnya mencapai target pertumbuhan ekonomi. Penganggaran memiliki peran yang sangat penting dalam upaya peningkatan penyerapan anggaran, karena jika dilakukan dengan baik akan memudahkan dalam pelaksanaan anggaran (BPKP, 2011).
4 Tabel 1.1 Realisasi Anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Rp.000.000.- No Kab/Kota Anggaran Realisasi % 1 Asahan 1,561,447 1,388,136 88.90 2 Batu Bara 901,917 791,505 87.76 3 Binjai 918,031 804,308 87.61 4 Dairi 653,622 586,112 89.67 5 Deli Serdang 2,638,460 2,360,947 89.48 6 Gunung Sitoli 578,162 492,938 85.26 7 Humbang Hasundutan 817,666 700,845 85.71 8 Karo 1,037,626 889,667 85.74 9 Labuhan Batu 1,002,406 915,110 91.29 10 Labuhan Batu Selatan 739,555 650,580 87.97 11 Labuhan Batu Utara 820,669 754,766 91.97 12 Langkat 1,780,923 1,605,301 90.14 13 Mandailing Natal 1,077,130 975,996 90.61 14 Medan 4,625,170 3,723,643 80.51 15 Nias 590,170 512,571 86.85 16 Nias Barat 446,212 370,810 83.10 17 Nias Selatan 891,425 719,011 80.66 18 Nias Utara 541,085 446,662 82.55 19 Padang Lawas 653,580 512,166 78.36 20 Padang Lawas Utara 679,497 588,450 86.60 21 Padang Sidempuan 730,482 670,016 91.72 22 Pakpak Barat 517,627 416,527 80.47 23 Pematang Siantar 909,447 774,366 85.15 24 Samosir 677,552 572,943 84.56 25 Serdang Bedagai 1,090,169 1,010,452 92.69 26 Sibolga 582,370 521,086 89.48 27 Simalungun 1,803,232 1,648,279 91.41 28 Tanjung Balai 691,912 571,815 82.64 29 Tapanuli Selatan 963,751 862,248 89.47 30 Tapanuli Tengah 853,482 755,513 88.52 31 Tapanuli Utara 912,134 816,538 89.52 32 Tebing Tinggi 682,308 614,015 89.99 33 Toba Samosir 916,654 770,865 84.10 Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara, diolah
5 Kegagalan target penyerapan anggaran berakibat hilangnya manfaat belanja, karena dana yang dialokasikan ternyata tidak semuanya dapat dimanfaatkan, yang artinya terjadi iddle money. Apabila pengalokasian anggaran efisien, maka keterbatasan sumber dana yang dimiliki negara dapat dioptimalkan untuk mendanai kegiatan strategis. Sumber-sumber penerimaan negara yang terbatas mengharuskan pemerintah menyusun prioritas kegiatan dan pengalokasian anggaran yang efektif dan efisien. Ketika penyerapan anggaran gagal memenuhi target, berarti telah terjadi inefisiensi dan inefektivitas pengalokasian anggaran (BPKP, 2011). Oleh karena itu, pemerintah wajib melakukan perencanaan dan penganggaran dengan baik, apalagi mengingat sumber daya dan potensi pemerintah dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib sangat terbatas. Underfinancing ataupun overfinancing yang timbul karena lemahnya perencanaan akan berdampak pada pelayanan kepada masyarakat. Padahal tugas utama pemerintah daerah adalah memberikan pelayanan publik guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Rendahnya penyerapan anggaran pemerintah telah menarik beberapa orang peneliti untuk melakukan penelitian tentang hal tersebut, diantaranya yang dilakukan oleh Abdullah, Darma dan Basri (2015), yang melakukan penelitian pada pemerintah daerah kabupaten/kota di Aceh, menyatakan bahwa sisa anggaran tahun sebelumnya berpengaruh negatif terhadap serapan anggaran dan waktu penetapan anggaran tidak berpengaruh terhadap serapan anggaran. Namun, hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arif & Halim (2013) pada kabupaten/kota di Provinsi Riau yang menyatakan bahwa lambatnya
6 pengesahan APBD merupakan faktor yang paling mendominasi terjadinya minimnya penyerapan APBD. Masih menurut hasil penelitian Abdullah,et.al. (2015) yang menyatakan bahwa perubahan anggaran tidak berpengaruh terhadap serapan anggaran. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Viona (2015) pada kabupaten/kota di Indonesia menyatakan bahwa perubahan anggaran berpengaruh terhadap sisa anggaran. Penelitian lain yang dilakukan oleh Abdullah dan Halim (2003) menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap belanja pemerintah daerah, dimana belanja daerah merupakan semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun berjalan atau disebut juga penyerapan anggaran. Berdasarkan fenomena rendahnya penyerapan anggaran yang terjadi di indonesia, khususnya pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dan adanya inkonsistensi hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Anggaran Dengan Perubahan Anggaran Sebagai Variabel Moderating Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. 1.2. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian yang diuraikan diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah waktu penetapan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap penyerapan anggaran baik
7 secara simultan maupun parsial pada pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara? 2. Apakah perubahan anggaran dapat memoderasi hubungan antara waktu penetapan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan pendapatan asli daerah dengan penyerapan anggaran pada pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan dari rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis dan mengetahui pengaruh waktu penetapan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan pendapatan asli daerah terhadap penyerapan anggaran baik secara simultan maupun parsial pada pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara. 2. Menganalisis dan mengetahui kemampuan perubahan anggaran dalam memoderasi hubungan antara waktu penetapan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan pendapatan asli daerah dengan penyerapan anggaran pada pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan anggaran pada pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara.
8 2. Bagi dunia pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan untuk dijadikan bahan pembelajaran dan untuk kemajuan pendidikan, serta sebagai bahan referensi dan data tambahan bagi peneliti-peneliti lainnya yang tertarik pada bidang kajian ini. 3. Bagi pemerintah daerah, selaku pengelola keuangan daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukkan dan sumbangan informasi dalam pengambilan kebijakan penganggaran dan pelaksanaan APBD sehingga penyerapan anggaran dapat dimaksimalkan. 1.5. Originalitas Penelitian Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Abdullah,et.al.(2015) yang meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi serapan anggaran pemerintah daerah dengan lokasi penelitian pada pemerintah daerah kabupaten/kota di Aceh. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Abdullah,et.al. (2015) terlihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1.2 Originalitas penelitian No. Keterangan Peneliti Terdahulu Peneliti Sekarang 1 Variabel Independen Waktu Penetapan Anggaran Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya Perubahan Anggaran Waktu Penetapan Anggaran Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya Pendapatan Asli Daerah Penyerapan Anggaran 2 Variabel Dependen Penyerapan Anggaran 3 Variabel - Perubahan Anggaran Moderating 4 Lokasi Penelitian Provinsi Aceh Provinsi Sumatera Utara 5 Tahun Anggaran 2010-2012 2011-2014
9 Pada penelitian terdahulu yang menjadi variabel independen adalah waktu penetapan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan perubahan anggaran. Sedangkan pada penelitian sekarang, yang menjadi variabel independen adalah waktu penetapan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan pendapatan asli daerah. Peneliti menambahkan variabel independen baru yaitu pendapatan asli daerah karena dalam era otonomi saat ini pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri dalam membiayai daerahnya. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan daerah tersebut adalah dengan cara meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Namun, keterbatasan sumber daya yang dimiliki akan mengakibatkan tekanan fiskal bagi daerah tersebut yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap penyerapan anggaran pemerintah itu sendiri. Selain itu, peneliti sekarang juga menambahkan perubahan anggaran sebagai variabel moderating karena seiring dengan pelaksanaan anggaran dapat terjadi perkembangan-perkembangan terkini yang berdampak pada anggaran yang telah ditetapkan tersebut, sehingga diperlukan penyesuaian anggaran yang dilakukan melalui mekanisme perubahan anggaran. Kesesuaian perubahan anggaran yang dilakukan akan berdampak pada tinggi atau rendahnya penyerapan anggaran sampai dengan akhir tahun anggaran.