BAB I PENDAHULUAN. Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang

dokumen-dokumen yang mirip
pemerintahan lokal yang bersifat otonomi (local outonomous government) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama

Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus menurun. Pada 2 tahun terakhir, laju penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan.

Provinsi Sumatera Utara: Demografi

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13

Lampiran 1. Tabel Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

Disampaikan Oleh: SAUT SITUMORANG Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan

Lampiran 1 Daftar Kabupaten/ Kota, Sampel

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan pengawasan. Kualitas audit

Daftar Populasi dan Sampel Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu daerah pada dasarnya merupakan kegiatan yang

Lampiran 1 REALISASI DANA ALOKASI UMUM (DAU) KABUPATEN / KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA (Tabulasi Normal dalam Rupiah) TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

Lampiran 1. Data Luas Panen dan Produksi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara.

Tabel 1.1. Daftar Surplus/Defisit Laporan Realisasi APBD Kabupaten/Kota T.A (dalam jutaan rupiah)

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA

KEMISKINAN ASAHAN TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan atau berkembangnya suatu daerah adalah tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena pupuk kimia lebih mudah diperoleh dan aplikasinya bagi tanaman

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA

BERITA RESMI STATISTIK

Lampiran 1. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun (%)

LAMPIRAN. Lampiran I JADWAL PENELITIAN

Lampiran 1. Jadwal Penelitian

LAMPIRAN. Lampiran 1 Jadwal dan Waktu Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

Sumatera Utara. Rumah Balai Batak Toba

BAB I PENDAHULUAN. untuk tempat tinggal dan berlindung. Namun seiring dengan perkembangan

RINCIAN LABUHANBATU UTARA TEBING TINGGI BATUBARA ASAHAN TANJUNG BALAI NAMA DAN TANDA TANGAN KPU PROVINSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Reformasi manajemen keuangan negara di Indonesia diawali lahirnya

REKAP DATA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN DAN KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA (dalam jutaan rupiah)

I. PENDAHULUAN. dibandingkan jumlah kebutuhan manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya

: SUMATERA UTARA Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pariwisata dan kebudayaan merupakan salah satu sektor yang sangat potensial dan

I. PENDAHULUAN. tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap

Lampiran 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Buah Manggis Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Bagi Indonesia, kemiskinan sudah sejak lama menjadi persoalan

Lampiran 1 Hasil Regression Model GLS FIXED EFFECT (FEM)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat dengan

BADAN PUSAT STATISTIK

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. buruk terhadap kinerja suatu Pemerintah Daerah (Pemda).

I. PENDAHULUAN. tanaman dagang yang sangat menguntungkan, dengan masukan (input) yang

BAB I PENDAHULUAN. dimana manusia dapat membina kepribadiannya dengan jalan mengembangkan

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA

diakses pada tanggal 12 Maret 2011 pukul WIB 1di Medan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%.

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK: SERTA TANTANGAN TAHUN 2019

TAHUN 2016 HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

dan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara

PENDAHULUAN. diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan,

Tahun Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/ KOTA DI SUMATERA UTARA BERDASARKAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA MISKIN DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS CLUSTER SKRIPSI WIDYA REZA

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lampiran 1. Sampel. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan

BAB II DESKRIPSI LOKASI PRAKTIK LAPANGAN MANDIRI. A. Sejarah Singkat UPT Medan Utara/ Dinas Pendapatan Sumatera Utara

Lampiran 1. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2012

NSPK Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

bahwa berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan, SALINAN NOMOR 15 TAHUN 2017 Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA UTARA. A. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara

Musrenbang RKPD Provinsi Sumatera Utara 2013 Hotel Santika, Selasa 2 April 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, isi kebun di Indonesia adalah berupa tanaman buah-buahan,

Lampiran 1. Jumlah Penduduk Di Provinsi Sumatera Utara Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam mengatur dan mengurus rumah

Lampiran 1. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun (Jiwa)

Sumber : Dinas Pertanian Sumatera Utara, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk yang menguntungkan kan adalah jamur konsumsi. konsumsi atau sering dikenal dengan istilah mushroom merupakan bahan

Waktu Penelitian. Tahapan Penelitian. Bulan. Desember. ber

RAPAT KOORDINASI PELAPORAN RENCANA AKSI PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI (PPK) B12 PEMERINTAH KOTATANJUNGBALAI TAHUN

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Yulianta Siregar Departemen electrical engineering University of North Sumatera Bali 28 Mei 2010

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL KEMENTERIAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

KEMENTERIAN KESEHATAN RI DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan basis pembangunan bangsa. Apabila kita menginginkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah merupakan salah satu agenda reformasi, bahkan

PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2017 OLEH : DINAS SOSIAL PROVINSI SUMATERA UTARA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/241/2016 TENTANG DATA PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT PER AKHIR DESEMBER TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang meningkat. Sekalipun

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam mengelola keuangan yang menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah agar pengelolaan keuangan tersebut memenuhi prinsip ekonomi, efisien dan efektif, transparan dan akuntabel. Perubahan yang sangat berarti terjadi bagi pengelolaan pemerintahan di daerah dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Desentralisasi yang merupakan paradigma baru dalam pengelolaan pemerintahan, memberikan kontribusi yang sangat besar pada perubahan tersebut, terutama pada pengelolaan keuangan daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, desentralisasi merupakan penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan azas otonomi. Implikasi dari desentralisasi adalah perubahan terhadap pengelolaan keuangan daerah, dimana daerah mempunyai wewenang untuk mengatur anggaran keuangan daerahnya tanpa campur tangan pemerintah pusat. Dengan kata lain, daerah diberi kewenangan yang seluas-seluasnya untuk mengatur dan mengelola keuangan daerahnya dengan mengacu pada undangundang dan peraturan yang berlaku. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan pengelolaan keuangan daerah sebagai 1

2 keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Lebih lanjut peraturan tersebut menyatakan bahwa keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Pada dasarnya mengelola keuangan daerah adalah mengelola anggaran. Anggaran keuangan merupakan suatu rencana keuangan yang disusun sebagai dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik pemerintah daerah terhadap masyarakat. Anggaran keuangan di daerah disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (PERDA). APBD yang meliputi pendapatan, belanja, dan pembiayaan, harus dikelola dan diimplementasikan secara efektif dan efisien. Belanja pemerintah merupakan salah satu kontributor utama dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi sehingga penyerapan anggaran yang lambat akan berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah diharapkan dapat merealisasikan penyerapan anggaran sampai dengan 100 (seratus) persen, karena apabila target penyerapan anggaran tidak tercapai akan berakibat hilangnya manfaat belanja. Dalam praktiknya, sulit untuk mencapai realisasi anggaran belanja seratus persen. Seluruh pemerintah daerah di Indonesia selalu melaporkan adanya sisa

3 anggaran atau anggaran tidak terserap seluruhnya pada akhir tahun. Sisa anggaran yang besar mencerminkan daya serap anggaran yang rendah. Para ekonom memandang rendahnya tingkat serapan anggaran sebagai salah satu indikator kegagalan birokrasi yang dapat menghambat pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah (BPKP, 2011). Pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara telah melaporkan realisasi anggaran sampai dengan akhir tahun anggaran 2014 kepada Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara dengan rata-rata penyerapan anggaran kurang dari 90% yang dapat dilihat pada tabel 1.1. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa sampai dengan akhir tahun anggaran 2014 penyerapan anggaran yang paling tinggi terjadi pada Kabupaten Serdang Bedagai sebesar 92,69% tetapi masih ada kabupaten yang penyerapan anggarannya di bawah 80% yaitu Kabupaten Padang Lawas sebesar 78,36%. Rendahnya penyerapan anggaran akan berdampak pada masyarakat khususnya untuk kegiatan yang langsung menyentuh kepentingan masyarakat luas. Daya serap anggaran yang masih rendah menjadi isu besar dalam manajemen keuangan pemerintahan. Hampir di setiap paruh kedua tahun anggaran, banyak pihak meributkan daya serap anggaran yang rendah. Banyak pihak menuding hal ini berkontribusi terhadap kualitas pelayanan publik dan sulitnya mencapai target pertumbuhan ekonomi. Penganggaran memiliki peran yang sangat penting dalam upaya peningkatan penyerapan anggaran, karena jika dilakukan dengan baik akan memudahkan dalam pelaksanaan anggaran (BPKP, 2011).

4 Tabel 1.1 Realisasi Anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 Rp.000.000.- No Kab/Kota Anggaran Realisasi % 1 Asahan 1,561,447 1,388,136 88.90 2 Batu Bara 901,917 791,505 87.76 3 Binjai 918,031 804,308 87.61 4 Dairi 653,622 586,112 89.67 5 Deli Serdang 2,638,460 2,360,947 89.48 6 Gunung Sitoli 578,162 492,938 85.26 7 Humbang Hasundutan 817,666 700,845 85.71 8 Karo 1,037,626 889,667 85.74 9 Labuhan Batu 1,002,406 915,110 91.29 10 Labuhan Batu Selatan 739,555 650,580 87.97 11 Labuhan Batu Utara 820,669 754,766 91.97 12 Langkat 1,780,923 1,605,301 90.14 13 Mandailing Natal 1,077,130 975,996 90.61 14 Medan 4,625,170 3,723,643 80.51 15 Nias 590,170 512,571 86.85 16 Nias Barat 446,212 370,810 83.10 17 Nias Selatan 891,425 719,011 80.66 18 Nias Utara 541,085 446,662 82.55 19 Padang Lawas 653,580 512,166 78.36 20 Padang Lawas Utara 679,497 588,450 86.60 21 Padang Sidempuan 730,482 670,016 91.72 22 Pakpak Barat 517,627 416,527 80.47 23 Pematang Siantar 909,447 774,366 85.15 24 Samosir 677,552 572,943 84.56 25 Serdang Bedagai 1,090,169 1,010,452 92.69 26 Sibolga 582,370 521,086 89.48 27 Simalungun 1,803,232 1,648,279 91.41 28 Tanjung Balai 691,912 571,815 82.64 29 Tapanuli Selatan 963,751 862,248 89.47 30 Tapanuli Tengah 853,482 755,513 88.52 31 Tapanuli Utara 912,134 816,538 89.52 32 Tebing Tinggi 682,308 614,015 89.99 33 Toba Samosir 916,654 770,865 84.10 Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara, diolah

5 Kegagalan target penyerapan anggaran berakibat hilangnya manfaat belanja, karena dana yang dialokasikan ternyata tidak semuanya dapat dimanfaatkan, yang artinya terjadi iddle money. Apabila pengalokasian anggaran efisien, maka keterbatasan sumber dana yang dimiliki negara dapat dioptimalkan untuk mendanai kegiatan strategis. Sumber-sumber penerimaan negara yang terbatas mengharuskan pemerintah menyusun prioritas kegiatan dan pengalokasian anggaran yang efektif dan efisien. Ketika penyerapan anggaran gagal memenuhi target, berarti telah terjadi inefisiensi dan inefektivitas pengalokasian anggaran (BPKP, 2011). Oleh karena itu, pemerintah wajib melakukan perencanaan dan penganggaran dengan baik, apalagi mengingat sumber daya dan potensi pemerintah dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib sangat terbatas. Underfinancing ataupun overfinancing yang timbul karena lemahnya perencanaan akan berdampak pada pelayanan kepada masyarakat. Padahal tugas utama pemerintah daerah adalah memberikan pelayanan publik guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Rendahnya penyerapan anggaran pemerintah telah menarik beberapa orang peneliti untuk melakukan penelitian tentang hal tersebut, diantaranya yang dilakukan oleh Abdullah, Darma dan Basri (2015), yang melakukan penelitian pada pemerintah daerah kabupaten/kota di Aceh, menyatakan bahwa sisa anggaran tahun sebelumnya berpengaruh negatif terhadap serapan anggaran dan waktu penetapan anggaran tidak berpengaruh terhadap serapan anggaran. Namun, hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arif & Halim (2013) pada kabupaten/kota di Provinsi Riau yang menyatakan bahwa lambatnya

6 pengesahan APBD merupakan faktor yang paling mendominasi terjadinya minimnya penyerapan APBD. Masih menurut hasil penelitian Abdullah,et.al. (2015) yang menyatakan bahwa perubahan anggaran tidak berpengaruh terhadap serapan anggaran. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Viona (2015) pada kabupaten/kota di Indonesia menyatakan bahwa perubahan anggaran berpengaruh terhadap sisa anggaran. Penelitian lain yang dilakukan oleh Abdullah dan Halim (2003) menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap belanja pemerintah daerah, dimana belanja daerah merupakan semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun berjalan atau disebut juga penyerapan anggaran. Berdasarkan fenomena rendahnya penyerapan anggaran yang terjadi di indonesia, khususnya pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dan adanya inkonsistensi hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Anggaran Dengan Perubahan Anggaran Sebagai Variabel Moderating Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. 1.2. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian yang diuraikan diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah waktu penetapan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap penyerapan anggaran baik

7 secara simultan maupun parsial pada pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara? 2. Apakah perubahan anggaran dapat memoderasi hubungan antara waktu penetapan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan pendapatan asli daerah dengan penyerapan anggaran pada pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan dari rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis dan mengetahui pengaruh waktu penetapan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan pendapatan asli daerah terhadap penyerapan anggaran baik secara simultan maupun parsial pada pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara. 2. Menganalisis dan mengetahui kemampuan perubahan anggaran dalam memoderasi hubungan antara waktu penetapan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan pendapatan asli daerah dengan penyerapan anggaran pada pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan anggaran pada pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara.

8 2. Bagi dunia pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan untuk dijadikan bahan pembelajaran dan untuk kemajuan pendidikan, serta sebagai bahan referensi dan data tambahan bagi peneliti-peneliti lainnya yang tertarik pada bidang kajian ini. 3. Bagi pemerintah daerah, selaku pengelola keuangan daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukkan dan sumbangan informasi dalam pengambilan kebijakan penganggaran dan pelaksanaan APBD sehingga penyerapan anggaran dapat dimaksimalkan. 1.5. Originalitas Penelitian Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Abdullah,et.al.(2015) yang meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi serapan anggaran pemerintah daerah dengan lokasi penelitian pada pemerintah daerah kabupaten/kota di Aceh. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Abdullah,et.al. (2015) terlihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1.2 Originalitas penelitian No. Keterangan Peneliti Terdahulu Peneliti Sekarang 1 Variabel Independen Waktu Penetapan Anggaran Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya Perubahan Anggaran Waktu Penetapan Anggaran Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya Pendapatan Asli Daerah Penyerapan Anggaran 2 Variabel Dependen Penyerapan Anggaran 3 Variabel - Perubahan Anggaran Moderating 4 Lokasi Penelitian Provinsi Aceh Provinsi Sumatera Utara 5 Tahun Anggaran 2010-2012 2011-2014

9 Pada penelitian terdahulu yang menjadi variabel independen adalah waktu penetapan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan perubahan anggaran. Sedangkan pada penelitian sekarang, yang menjadi variabel independen adalah waktu penetapan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan pendapatan asli daerah. Peneliti menambahkan variabel independen baru yaitu pendapatan asli daerah karena dalam era otonomi saat ini pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri dalam membiayai daerahnya. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan daerah tersebut adalah dengan cara meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Namun, keterbatasan sumber daya yang dimiliki akan mengakibatkan tekanan fiskal bagi daerah tersebut yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap penyerapan anggaran pemerintah itu sendiri. Selain itu, peneliti sekarang juga menambahkan perubahan anggaran sebagai variabel moderating karena seiring dengan pelaksanaan anggaran dapat terjadi perkembangan-perkembangan terkini yang berdampak pada anggaran yang telah ditetapkan tersebut, sehingga diperlukan penyesuaian anggaran yang dilakukan melalui mekanisme perubahan anggaran. Kesesuaian perubahan anggaran yang dilakukan akan berdampak pada tinggi atau rendahnya penyerapan anggaran sampai dengan akhir tahun anggaran.