BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab 2 ini peneliti akan memaparkan fakta-fakta yang diperoleh dari berbagai sumber terkait variabel penelitian. Pada bab sebelumnya, telah disebutkan bahwa peneliti akan menganalisa pengaruh kepuasan kerja terhadap organizational citizenship behavior. Analisa ini akan diperkuat dengan teori-teori dan pendapat-pendapat para ahli yang ada pada bab 2. Maka pada bab ini, peneliti akan mengidentifikasi dan menjabarkan konseptualisasi dari kedua variabel penelitian, yaitu kepuasan kerja, dan organizational citizenship behavior. 2.1. Kepuasan Kerja Kepuasan kerja mencerminkan sikap karyawan terhadap pekerjaannya (Wijono, 2006). Jika karyawan bersikap positif terhadap pekerjaannya, maka ia akan memperoleh perasaan puas. Sebaliknya, jika karyawan bersiap negatif (tidak suka), maka ia akan merasa tidak puas terhadap apa yang dikerjakannya. 2.1.1 Definisi Kepuasan Kerja Kepuasan kerja telah didefinisikan dalam beberapa pandangan yang berbeda oleh para ahli. Salah satunya Locke (dalam Mohammad, Habib & Alias, 2011) yang mendefinisikan kepuasan kerja sebagai keadaan emosi positif dan menyenangkan yang dihasilkan dari penilaian pengalaman kerja. Definisi ini terdiri dari kognitif (sebuah penilaian dari satu pekerjaan) dan afektif (keadaan emosi), yang menunjukkan tingkat perasaan positif atau negatif individu tentang pekerjaan mereka. Pendapat lain dikemukakan oleh Spector (2008) dalam bukunya yang berjudul Industrial and Organizational Psychology, bahwa job satisfaction is an attitudinal variable that reflect how people feel about their jobs overall as well as about various acpect of the job (p223). Berdasarkan definisi tersebut, peneliti kemudian mengartikan kepuasan kerja sebagai variabel sikap yang mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang pekerjaan mereka baik dari tiap aspek pekerjaan 9
10 maupun secara keseluruhan. Sementara Oshagbemi (dalam Swaminathan & Jawahar, 2013) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai respon emosional yang terjadi akibat interaksi antara nilai-nilai pekerja mengenai pekerjaan mereka dan keuntungan yang diperoleh dari pekerjaan mereka. Tantiverdi menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan perasaan menyenangkan yang diperoleh karyawan dari keuntungan dan pengalaman bekerja (Swaminathan & Jawahar,2013). Kinick McKee-Ryan, Schriesheim, & Carson (dalam Schultz & Schultz, 2006) berpendapat bahwa kepuasan kerja bukan hanya mengenai perasaan positif melainkan juga perasaan negatif individu tentang pekerjaannya. Sikap negatif menunjukkan karyawan memiliki kepuasan kerja yang rendah. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian positif atau negatif yang dirasakan oleh karyawan berdasarkan pengalaman selama menjalankan pekerjaannya. 2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan sesuatu yang bersifat individual (Kreitner & Kinicki, 2003). Ia menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan respon karyawan terhadap berbagai aspek pekerjaan. Respon tersebut dibentuk berdasarkan persepsi individu. Karena setiap individu memiliki persepsi yang berbeda akan setiap kejadian, termasuk berbagai aspek pekerjaan, maka sumber kepuasan yang dihasilkan juga akan berbeda-beda pula. Hal ini menggambarkan bahwa kepuasan kerja tidak hanya berfokus pada satu aspek yang terdapat pada pekerjaan. Seseorang bisa memiliki tingkat kepuasan yang tinggi pada suatu aspek pekerjaan dan tingkat kepuasan kerja yang rendah pada aspek lain. Contoh lain, dua orang yang memiliki pekerjaan, tugas serta kewajiban yang sama dapat memiliki tingkat kepuasan kerja yang berbeda. Keadaan tersebut dikarenakan sumber kepuasan kerja setiap individu yang berbeda-beda. Penjelasan di atas sejalan dengan pendapat Smith (dalam Rast & Tourani, 2012) dan Balzer, dkk. (dalam Robbins & Judge, 2013) yang mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja, faktor-faktor tersebut yaitu:
11 Work itself Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan. Hackman dan Oldham (Arnold, dkk,2005) mengatakan bahwa kepuasan terhadap pekerjaan dapat dilihat dari faktor intrinsik pekerjaan seperti, seberapa banyak kemampuan yang dapat ditampilkan dalam suatu tugas, seberapa besar dampak tugas yang dikerjakan terhadap keseluruhan tugas, seberapa penting tugas yang dikerjakan, kebebasan dalam mengerjakan tugas, dan umpan balik yang diberikan oleh atasan. Pay Persepsi karyawan terhadap gaji yang diberikan mempengaruhi kepuasan kerja. Apabila gaji yang dipersepsikan terlalu kecil maka akan menghasilkan kepuasan kerja yang rendah, sehingga gaji harus diberikan secara adil berdasarkan kinerja karyawan. Promotion Pada faktor ini, kepuasan kerja dapat dikaitkan dengan masalah kenaikan pangkat atau jabatan, kesempatan yang diberikan untuk maju, serta pengembangan karir. Supervision Secara general, banyak penelitian menunjukkan bahwa perilaku atasan memiliki hubungan positif dan signifikan dengan kepuasan kerja. Perilaku yang dimaksud meliputi hubungan antara karyawan dengan atasan, pengawasan kerja dan kualitas kerja. Coworkers Kepuasan pada faktor ini terkait dengan hubungan antar karyawan. Rekan kerja yang kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja yang paling sederhana.
12 2.2 Organizational Citizenship Behavior 2.2.1. Definisi Organizational Citizenship Behavior Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan perilaku di luar kewajiban pada job description yang dilakukan karyawan untuk membantu organisasi atau karyawan lain (Arnold, dkk, 2005). Perilaku ini bersifat sukarela, karena perilaku tersebut tidak diharuskan dalam deskripsi pekerjaan, melainkan sebagai pilihan personal (Podsakoff, dkk., 2000). Spector (2008) menambahkan bahwa organizational citizenship behavior tidak hanya perilaku yang melebihi kewajiban pada job description, tetapi juga menguntungkan organisasi. Dapat disimpulkan bahwa organizational citizenship behavior merupakan perilaku di luar deskripsi pekerjaan yang dapat membantu meningkatkan efektivitas organisasi, misalnya membantu karyawan lain mengerjakan tugas dengan tujuan agar tugas yang dikerjakan dapat dengan cepat terselesaikan. 2.2.2 Dimensi Organizational Citizenship Behavior Operasionalisasi dimensi-dimensi organizational citizenship behavior menurut pandangan para peneliti sangat beragam. Berikut pembagian dimensi organizational citizenship behavior menurut beberapa pandangan. Tabel 2.1. Dimensi organizational citizenship behavior Smith, Organ, & Near (1983) Organ (1991) Altruism General Complience Altruism Conscientiousness Sportmanship Courtesy Civic virtue
13 Lin (1991) William & Anderson (1991) Van Dyne, Graham & Dienish (1994) Farth, Earley, & Lin (1997) Identification with the Organization Assistance to Collagues Harmony Righteous Discipline Self Improvement Individual Directed OCB (OCB-I) Organization Directed (OCB-O) Obedience Loyality Participation Identification with the Company Altruism toward Collagues Conscientiousness Interpersonal Harmony Protecting Company Resources Helping Behavior Sporsmanship Organizational Loyality Podsakoff, dkk (2000) Oganizational Complience Individual Initiative Civic Virtue Self Development Sumber: Dash & Pradhan, 2014 Menurut Graham, dkk (dalam Podsakoff, dkk, 2000), organizational citizenship behavior dibagi ke dalam tiga dimensi yaitu Obedience, Loyalty, dan Participation. Sedangkan Williams dan Anderson (dalam Novliadi, 2007) membagi organizational citizenship behavior menjadi dua kategori, yaitu OCB-O dan OCB-I. OCB-O adalah perilaku-perilaku yang memberikan manfaat bagi organisasi pada umumnya, misalnya kehadiran di
14 tempat kerja melebihi norma yang berlaku dan mentaati peraturanperaturan untuk memelihara ketertiban. OCB-I merupakan perilaku-perilaku yang secara langsung memberikan manfaat bagi individu lain dan secara tidak langsung juga memberikan kontribusi pada organisasi, misalnya membantu rekannya yang tidak masuk kerja dan mempunyai perhatian personal pada karyawan lain. Kedua bentuk perilaku tersebut akan meningkatkan fungsi keorganisasian dan berjalan melebihi jangkauan deskripsi pekerjaan yang resmi. Di antara beberapa pandangan mengenai dimensi organizational citizenship behavior, peneliti menggunakan dimensi menurut Organ (1988). Hal ini dikarenakan dimensi organizational citizenship behavior menurut Organ sudah dapat diterima secara luas (Dash & Pradhan, 2014). Terbukti banyak penelitian yang menggunakan dimensi ini, di antaranya penelitian Lo & Ramayah (2009), Singh & Singh (2009), Odoch & Nangoli (2013), Farooqui, M, R. (2012), dan Qamar (2012). Berikut penjabaran kelima dimensi organizational citizenship behavior tersebut. 1. Altruism, merupakan suatu perilaku sukarela untuk membantu orang lain menyelesaikan masalah-masalah dalam pekerjaan. 2. Conscientiousness, merupakan suatu perilaku karyawan untuk melakukan hal-hal yang melebihi standar yang ditetapkan. 3. Sportmanship, merupakan kemampuan menoleransi perasaan ketidaknyamanan dalam bekerja. 4. Courtesy, merupakan perilaku tentang bagaimana cara merhargai dan menghormati hak orang lain, termasuk perilaku seperti membantu orang untuk mencegah terjadinya suatu masalah. 5. Civic virtue, merupakan tanggung jawab untuk terlibat dalam proses politik organisasi demi kemajuan organisasi.
15 2.2.3 Manfaat Organizational Citizenship Behavior bagi Perusahaan Organizational citizenship behavior merupakan hal penting yang dapat menunjang keefektifan fungsi organisasi. Podsakoff, dkk (2000) mengemukakan beberapa alasan organizational citizenship behavior mempengaruhi keefektifan organisasi, yaitu: 1. Organizational citizenship behavior dapat meningkatkan produktivitas rekan kerja a. Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat penyelesaian tugas rekan kerjanya dan akan mempercepat peningkatan produktivitas karyawan tersebut. b. Seiring berjalannya waktu, perilaku membantu yang ditunjukkan akan membantu menyebarkan best practice ke seluruh unit kerja atau kelompok. 2. Organizational citizenship behavior dapat meningkatkan produktivitas manajer a. Karyawan yang menampilkan civic virtue akan membantu manajer mendapatkan saran atau umpan balik yang berharga dari karyawan tersebut untuk meningkatkan efektifitas unit kerja. b. Karyawan yang sopan, yang menghindari konflik dengan rekan kerja akan menolong manajer terhindar dari krisis manajemen. 3. Organizational citizenship behavior dapat menurunkan tingkat kebutuhan akan penyediaan sumber daya untuk tujuanyang lebih produktif. a. Jika karyawan saling tolong menolong dalam menyelesaikan masalah dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer, maka manajer dapat memakai waktunya untuk melakukan tugas lain, seperti membuat perencanaan. b. Karyawan yang menampilkan conscentoussness yang tinggi, membutuhkan pengawasan dari manajer yang lebih sedikit sehingga manajer dapat mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada mereka. Ini berarti lebih banyak waktu yang diperoleh manajer untuk melakukan tugas yang lebih penting.
16 c. Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan dan melakukan orientasi kerja akan membantu organisasi mengurangi sumber daya yang dikeluarkan untuk keperluan tersebut. d. Karyawan yang menampilkan perilaku sportmanship akan sangat menolong manajer tidak mengabiskan waktu terlalu banyak untuk berurusan dengan keluhan-keluhan kecil karyawan. 4. Organizational citizenship behavior dapat membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk memelihara fungsi kelompok. a. Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat, moril (morale), dan kerekatan (cohesiveness) kelompok, sehingga anggota kelompok (atau manajer) tidak perlu menghabiskan energi dan waktu untuk pemeliharaan fungsi kelompok. b. Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap rekan kerja akan mengurangi konflik dalam kelompok, sehingga waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan konflik menejemen berkurang. 5. Organizational citizenship behavior dapat dijadikan sarana yang efektif untuk mengkoordinasikan kegiatan antar anggota tim dan antar kelompok-kelompok kerja. a. Menampilkan perilaku civic virtue (seperti menghadiri dan berpartisipasi aktif dalam pertemuan di unit kerjanya) akan membantu koordinasi di antara anggota kelompok yang pada akhirnya dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi kelompok. b. Menampilkan perilaku courtesy (misalnya saling memberi informasi tentang pekerjaan dengan anggota dari tim lain) akan menghindari munculnya masalah yang membutuhkan waktu dan tenaga untuk diselesaikan.
17 6. Organizational citizenship behavior dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan sumber daya manusia handal dengan menunjukkan bahwa organisasi merupakan tempat bekerja yang lebih menarik. a. Perilaku menolong dapat meningkatkan moril dan kerekatan serta perasaan saling memiliki di antara anggota kelompok, sehingga akan meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik dan mempertahankan karyawan yang terbaik. b. Memberi contoh pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku sportmanship (misalnya tidak mengeluh karena permasalahanpermasalahan kecil) akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada organisasi. 7. Organizational citizenship behavior dapat meningkatkan stabilitas kinerja organisasi. a. Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau yang mempunyai beban kerja berat akan meningkatkan stabilitas (dengan cara mengurangi variabilitas) dari kinerja unit kerja. b. Karyawan yang memiliki conscientiousness cenderung mempertahankan tingkat kinerja yang tinggi secara konsisten, sehingga mengurangi variabilitas pada kinerja unit kerja. 8. Organizational citizenship behavior dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungannya. a. Karyawan yang mempunyai hubungan dekat dengan target pasar akan sukarela memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di lingkungan dan memberi saran tentang bagaimana merespon perubahan tersebut, sehingga organisasi dapat beradaptasi dengan cepat. b. Karyawan yang secara aktif hadir dan berpartisipasi pada pertemuan-pertemuan di organisasiakan membantu penyebaran informasi dalam organisasi.
18 c. Karyawan yang menampilkan sportmanship (misalnya mempelajari keahlian baru) akan meningkatkan kemampuan organisasi berdaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan. 2.3. Kerangka Berpikir Hasil wawancara dengan para kayawan Building Management menunjukkan bahwa perilaku yang ditampilkan karyawan mengarah pada organizational citizenship behavior, seperti membantu karyawan lain atau berpatisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan organisasi di luar jam kerja meskipun tidak diwajibkan. Menurut social exchange theory sikap dan perilaku karyawan terhadap organisasi ditentukan oleh persepsinya terhadap atasan dan organisasi (Lee, Kim, & Kim, 2013). Jika persepsi karyawan menilai hal-hal yang diberikan oleh atasan dan organisasi sebagai hal yang baik, maka menurut konsep timbal balik (reciprocity) social exchange theory, karyawan tersebut akan memberikan respon positif yang dapat menguntungkan organisasi, begitu pula sebaliknya. Hal ini berarti, karyawan yang merasa puas dengan apa yang diperoleh dari organisasi akan memiliki persepsi yang baik terhadap organisasi. Persepsi tersebut akan mendorong karyawan untuk memberikan imbalan positif kepada perusahaan. Salah satu imbalan positif tersebut dapat ditunjukkan dengan menampilkan perilaku organizational citizenship behavior. Pendapat di atas sejalan dengan yang dikemukakan oleh Arif & Chohan (2012) yang mengemukakan bahwa kepuasan terhadap perkerjaan akan membawa karyawan pada organizational citizenship behavior yang lebih tinggi, karena seorang karyawan akan lebih rela melakukan sesuatu demi organisasi tempat mereka bernaung jika mereka menyukai dan puas akan tempat kerja dan pekerjaan mereka.
19 Kajian teoritis, literatur, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan positif yang signifikan terhadap organizational citizenship behavior (Foote & Tang, 2008; Qamar, 2012). Untuk itu, peneliti ingin mengetahui secara lebih mendalam apakah kepuasan kerja memiliki pengaruh terhadap organizational citizenship behavior. Kepuasan kerja pada penelitian ini ditinjau berdasarkan tinggi atau rendahnya tingkat kepuasan kerja karyawan Building Management. Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut. Gambar 2.1. Kerangka Berpikir 2.4. Hipotesis Menurut Nasution, hipotesis adalah pernyataan yang merupakan dugaan sementara mengenai masalah yang sedang diteliti (Sarwono, 2006). Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan pada latar belakang serta didukung oleh teori-teori dan pendapat para ahli yang terkait, maka hipotesis dalam penelitian ini, yaitu: Ho: Tidak adanya pengaruh yang signifikan antara kepuasan kerja terhadap organizational citizenship behavior. Ha: Adanya pengaruh yang signifikan antara kepuasan kerja terhadap organizational citizenship behavior.