Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015. KEKUATAN AKTA DI BAWAH TANGAN SEBAGAI ALAT BUKTI DI PENGADILAN 1 Oleh : Richard Cisanto Palit 2

dokumen-dokumen yang mirip
KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

Lampiran 1 Pasal-Pasal KUHP Mengenai Pembuktian dengan Tulisan

KAJIAN YURIDIS KEKUATAN HUKUM PERJANJIAN HUTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

BAB IV KEKUATAN HUKUM ALAT BUKTI SURAT TERGUGAT SEHINGGA DIMENANGKAN OLEH HAKIM DALAM PERKARA NO.12/PDT.G/2010/PN.LLG TENTANG SENGKETA TANAH.

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62904/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB I PENDAHULUAN. Semua akta adalah otentik karena ditetapkan oleh undang-undang dan juga

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( )

BAB I PENDAHULUAN. dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati. Hukum

TANGAN YANG DILEGALISASI NOTARIS 1 Oleh : Ghita Aprillia Tulenan 2

KEKUATAN YURIDIS METERAI DALAM SURAT PERJANJIAN

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015. KEKUATAN HUKUM AKTA DI BAWAH TANGAN DALAM PRAKTEK DI PENGADILAN 1 Oleh: Maman Djafar 2

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

: FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

KEDUDUKAN ALAT BUKTI TULISAN TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA DI PENGADILAN. Rosdalina Bukido. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS LEGALISASI AKTA DI BAWAH TANGAN OLEH NOTARIS AYU RISKIANA DINARYANTI / D

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB IV TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA YANG TELAH DI LEGALISASI DI KABUPATEN MAGETAN

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB III KEABSAHAN AKTA HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi di Kantor Notaris dan PPAT Dina Ismawati, S.H.,MM)

yang dibahas dalam makalah singkat ini adalah mengenai alat bukti tertulis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Negara Indonesia adalah negara hukum. Semua Warga Negara

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pemeriksaan perkara dalam persidangan dilakukan oleh suatu

PROSES PEMBUKTIAN DAN PENGGUNAAN ALAT-ALAT BUKTI PADA PERKARA PERDATA DI PENGADILAN. Oleh : Deasy Soeikromo 1

BAB I PENDAHULUAN. menemukan hukum yang akan diterapkan (rechtoepasing) maupun ditemukan

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

ANALISIS YURIDIS AKTA DI BAWAH TANGAN YANG DI WAARMEKING DAN DI LEGALISASI

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

BAB II BENTUK KUASA YANG TIMBUL DALAM JUAL BELI TANAH. sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. 47

AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D ABSTRAK

BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM

PERJANJIAN ASURANSI MELALUI TELEMARKETING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB II HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TENTANG PEMBUKTIAN

Sistematika Siaran Radio

Lex Privatum, Vol.II/No. 1/Jan-Mar/2014

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM

Lex Crimen Vol. VI/No. 1/Jan-Feb/2017

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB VII PERADILAN PAJAK

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis

BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA. Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd

HAKIM SALAH MEMBAGI BEBAN BUKTI GAGAL MENDAPATKAN KEADILAN ( H. Sarwohadi, S.H.,M.H., Hakim Tinggi PTA Mataram )

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

P U T U S A N Nomor 521/Pdt/2013/PT.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. m e l a w a n

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

a. Hukum pembuktian bagian hukum acara perdata, diatur dalam:

Oleh : Neriana. Pembimbing I : Dr. Maryati Bachtiar, SH.,M.Kn. Pembimbing II : Dasrol, SH.,M.H

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

MATERI PENYULUHAN HUKUM CARA MEMBUAT KONTRAK DI BAWAH TANGAN 1 Oleh: Ahdiana Yuni Lestari, S.H.,M.Hum 2

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. OLEH : Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN. A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

TINJAUAN YURIDIS TENTANG SYARAT DAN PENERAPAN PENGGUNAAN PERSANGKAAN SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA BOBY PRASETYA / D.

ALAT BUKTI PENGAKUAN DAN NILAI PEMBUKTIANNYA DALAM PERSIDANGAN

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB 4 PENERAPAN UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD

Transkripsi:

KEKUATAN AKTA DI BAWAH TANGAN SEBAGAI ALAT BUKTI DI PENGADILAN 1 Oleh : Richard Cisanto Palit 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi dasar pembuatan akta di bawah tangan dan bagaimana kekuatan akta di bawah tangan sebagai alat bukti di pengadilan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka penelitian ini dapat disimpulkan: 1. Kekuatan pembuktian akta di bawah tangan dalam perkara perdata, sepanjang akta di bawah tangan tidak disangkal atau dipungkiri oleh para pihak maka akta di bawah tangan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan akta otentik, sedangkan apabila kebenaran tanda tangan dalam akta di bawah tangan di sangkal akan kebenarannya maka akta tersebut harus dibuktikan kebenarannya dengan menggunakan alat bukti yang lain seperti saksi, persangkaan dan pengakuan. Akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat tanpa bantuan pejabat umum, melainkan dibuat dan ditandatangani oleh para pihak saja. 2. Setiap akta di bawahtangan diwajibkan dibubuhi dengan surat pernyataan yang bertanggal dari seorang notaris atau seorang pegawai lain yang ditunjuk oleh Undang-Undang. Fungsi akta di bawah tangan yang dilegalisasi notaris adalah mengenai kepastian tanda tangan sebagaimana bahwa memang pihak dalam menandatanganinya pasti bukan orang lain. Kata kunci: Akta dibawah tangan, alat bukti. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Surat perjanjian sangatlah diperlukan dalam kehidupan masyarakat kita sehari-hari. Seperti kita ketahui dalam kehidupan bersosial sering kali kita berinteraksi dengan orang lain. Dalam berinteraksi tersebut tentu banyak hal yang terjadi. Hubungan timbal balik antar sesama sering membuat kita perlu untuk membuat surat perjanjian. Surat perjanjian sering kita 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Godlieb N. Mamahit, S.H., M.H; Dr. Flora P. Kalalo, S.H., M.H; Dr. Ralfie Pinasang, S.H., M.H. 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi. NIM. 110711599 buat ketika sedang melakukan hubungan timbal balik antara kedua belah pihak. Surat perjanjian dapat perjanjian tentunya dua hal yang tidak dapat dipisahkan saat orang membuat perjanjian dia atau mereka akan membuat surat perjanjian. Sedangkan perjanjian sendiri dapat diartikan sebagai suatu perbuatan hukum di mana seseorang atau dengan orang lainnya membentuk ikatan dengan orang yang lain dengan suatu ikatan di mana kedua belah pihak setuju tanpa paksaan untuk melakukan hal-hal yang telah disepakati bersama. Di mana terdapat perjanjian khususnya perjanjian akta di bawah tangan. Akta di bawah tangan dalam kehidupan masyarakat dikenal sebagai alat bukti dalam melakukan suatu perjanjian. Masyarakat pada umumnya melakukan suatu perjanjian jual beli, sewa menyewa rumah, pinjam meminjam uang/utang piutang dan lain sebagainya hanya menggunakan kwitansi dan materai serta tanda tanganpara pihak dan tanpa ada perantara pejabat umum. Masyarakat pada umumya melakukan suatu perjanjian hanya berdasarkan kepercayaan. Perjanjian yang dibuat di bawah tangan adalah perjanjian yang dibuat sendiri oleh para pihak yang berjanji dan tanpa ada campur tangan pegawai umum yang berwenang, serta tanpa suatu standar baku tertentu dan hanya disesuaikan dengan kebutuhan para pihak tersebut. Akta di bawah tangan kekuatan pembuktiannya hanya antara para pihak tersebut. Apabila para pihak tersebut tidak menyangkal dan mengakui tanda tangannya di dalam perjanjian tersebut Maka akta di bawah tangan mempunyai kekuatan yang sempurna seperti akta otentik. Seharusnya akta di bawah tangan dalam KUH-perdata pada Pasal 1874, 1874a, dan Pasal 1880 sudah jelas bahwa setiap akta di bawah tangan yang dibuat harus dibubuhi dengan surat pernyataan yang tertanggal dari seorang notaris atau seorang pegawai lain yang ditunjuk oleh undang-undang. Di mana notaris adalah pejabat umum yang menjalankan profesi dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. Apabila melihat ketentuan dalam Buku IV KUH-perdata tentang Pembuktian dan pada 137

Pasal 1874, 1874a, 1880 Di manamenyatakan bahwa akta di bawah tangan perlu dilegalisasi dan pendaftaran buku khusus yang disediakan oleh notaris. Akan tetapi kenyataannya di kehidupan masyarakat umum sehari-hari masih terdapat kekeliruan mengenai akta di bawah tangan dan sejauh mana kekuatan mengikat akta di bawah tangan apabila terjadi sengketa. serta fungsi legalisasi terhadap akta di bawah tangan. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang menjadi dasar pembuatan akta di bawah tangan? 2. Bagaimana kekuatan akta di bawah tangan sebagai alat bukti di pengadilan? C. Metode Penelitian Penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dikaji dengan pendekatan undang-undang (the statute approach) yang artinya suatu masalah akan dilihat dari aspek hukumnya dan dengan menelaah peraturan perundang-undangan, kemudian dikaitkan dengan permasalahan yang dibahas, dengan bahan-bahan yang dikumpulkan dengan melakukan studi kepustakaan. PEMBAHASAN A. Dasar Pembuatan Akta di Bawah Tangan Dalam hukum acara perdata alat bukti tulisan/surat diatur dalam Pasal 138,165,167 HIR/Pasal 164, 285, 305 Rbg dan Pasal 1867-1894 KUH-perdata, pada asasnya Di dalam persoalan perdata, alat bukti yang berbentuk tulisan itu merupakan alat bukti yang diutamakan atau alat bukti yang nomor satu jika dibandingkan dengan alat-alat bukti lainya. Perjanjian yang dibuat dalam bentuk tulisan dapat berupa akta. Pada umumnya akta itu adalah suatu surat yang ditandatangani, yang memuat keterangan tentang kejadian-kejadian atau hal-hal, yang merupakan dasar dari suatu perjanjian. Akta itu dibedakan dalam 2 bentuk, yaitu: Akta Otentik dan Akta di Bawah Tangan. Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang sedangkan akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat oleh para pihak tanpa perantara pejabat umum yang berwenang. Sudah kita ketahui bahwa akta di bawah tangan adalah surat akta yang dibuat sendiri oleh para pihak yang bersangkutan atas kesepakatan para pihak tanpa ada campur tangan dari pejabat umum yang berwenang. dalam hal ini notaris. Misalnya, Surat perjanjian utang piutang, surat perjanjian sewa menyewa, kwitansi dan sebagainya.untuk pembuatan akta di bawah tangan Keberadaan para saksi yang menyaksikan adanya persetujuan perjanjian di bawah tangan yang ditandatangani dan atau dibubuhi cap jempol oleh para pihak yang berkepentingan dalam perjanjian sangatlah penting, karena keberadaannya akan sangat berarti apabila dikemudian hari terjadi suatu masalah dan atau salah satu pihak mengingkari isi dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjianmaupun tanda tangannya sehingga dapat dijadikan saksi di persidangan pengadilan. Maka para saksi yang menyaksikan adanya perjanjian yang dibuat di bawah tangan oleh para pihak yang berkepentingan keterangannya dapat menentukan tentang sah atau tidaknya perjanjian di bawah tangan tersebut. Akta di bawah tangan kekuatan pembuktiannya dapat menjadi mutlak apabila akta tersebut dilegalisir atau dilegalisasi oleh notaris. Akta di bawah tangan yang dilegalisasi oleh notaris umumnya aktanya dibuat sendiri oleh para pihak yang berkepentingan atas kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan mengenai tanda tangannya dan atau cap jempolnya dilaksanakan dihadapan notaris. Dalam akta di bawah tangan yang dibuat sendiri oleh para pihak dan tanda tangan atau cap jempolnya di hadapan notaris, pertanggungjawaban tentang isi dan ketentuan-ketentuannya yang ada dalam perjanjian ada pada para pihak yang membuatnya, sedangkan notaris tanggung jawabnya hanya terbatas pada kebenaran tentang tanda tangan atau cap jempol dan keabsahan surat tersebut. dalam akta di bawah tangan tersebut memang benar tanda tangan atau cap jempol pihak yang berkepentingan 138

berdasarkan tanda pengenal yang dimiliki oleh para pihak berupa KTP dll. Dari Pasal-pasal yang sudah diuraikan di atas bahwa akta di bawah tangan sangatlah penting/sangat diperlukan di dalam masyarakat. Karena tidak semua perjanjian yang dilakukan menggunakan akta otentik. Misalnya Pasal 1851 KUH-perdata yang intinya mengharuskan bahwa suatu perdamaian hanya sah jika dibuat secara tertulis. Artinya untuk suatu akta perdamaian, paling tidak harus dibuktikan dengan akta di bawah tangan. Berdasarkan Pasal 1867 KUH-perdatayang menyatakan Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan. Dengan pasal tersebut bahwa akta di bawah tangan juga diperlukan. Akan tetapi akta di bawah tangan tidak mempunyai kekuatan hukum yang sempurna. Akta di bawah tangan diakui dalam KUH-perdata. Dalam Pasal 1320 KUH-perdata ditentukan 4 syarat sahnya perjanjian. Dilihat dari 4 syarat sah yang dimaksud maka dapat ditafsirkan bahwa suatu akta yang tidak dibuat oleh dan di hadapan PPAT adalah tetap sah sepanjang para pihak telah sepakat dan memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 1320 KUH-perdata. Suatu perjanjian timbul atas dasar kata sepakat, terjadinya oleh karena ada niat dari orangorang yang bersangkutan, akan tetapi secara praktis yang merupakan pegangan ialah pernyataan kehendak atau niat tersebut. Pasal 1338 KUH-perdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap perjanjian yang dibuat di bawah tangan oleh para pihak adalah sah menurut hukum/undang-undang yang berlaku. Maka akta di bawah tangan mempunyai kekuatan hukum yang kuat sebagai alat pembuktian. Sepanjang perjanjian yang dibuat berdasarkan itikad baik dan memenuhi syarat dari Pasal 1320 KUH-perdata. B. Kekuatan Akta di Bawah Tangan Sebagai Alat Buktidi PengadilanDalam Perkara Perdata Alat bukti tulisan atau bukti surat merupakan bukti yang sangat penting dalam pembuktian perkara perdata di pengadilan. Alat bukti adalah alat yang digunakan untuk membuktikan kebenaran hubungan hukum yang dinyatakan, baik oleh penggugat maupun oleh tergugat serta menyakinkan hakim di muka pengadilan.dalam acara perdata hakim terkait pada alat-alat bukti yang sah, yang berarti bahwa hakim hanya dapat mengambil keputusan berdasarkan alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang. Alat-alat bukti dalam acara perdata yang disebutkan undang-undang (Pasal 164 HIR, Pasal 284 RBg, dan Pasal 1866 Bw) yaitu : 1. Alat bukti tulisan 2. Alat butki saksi 3. Alat bukti persangkahan 4. dan Sumpah Alat bukti tulisan atau surat diatur pada Pasal 138,165 167 HIR/164, 285 305 RBG dan Pasal 1867 1894 KUH-perdata. Alat bukti tertulis merupakan alat bukti yang utama dalam hukum acara perdata dibandingkan dengan alat bukti lain. Karena dalam hukum perdata yang di cari adalah kebenaran formal maka alat bukti surat memang sengaja dibuat untuk dapat dipergunakan sebagai alat bukti dikemudian hari. Alat bukti tulisan atau surat ialah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang bisa dimengerti dan mengandung suatu pikiran tertentu. Tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan misalnya huruf latin, huruf arab, huruf kanji dan lain sebagainya.dengan demikian segala sesuatu yang tidak memuat tanda-tanda bacaan, atau meskipun memuat tanda-tanda bacaan tetapi tidak bisa dimengerti, tidaklah termasuk dalam pengertian alat bukti tulisan atau surat. 3 Berikut ini kekuatan pembuktian akta dibedakan ke dalam tiga macam yaitu: 4 1. Kekuatan pembuktian lahir (pihak ketiga). Dimaksud dengan kekuatan pembuktian lahir dari akta yaitu suatu kekuatan pembuktian surat didasarkan atas keadaan lahir, bahwa suatu surat yang kelihatannya seperti akta, diterima/dianggap seperti akta dan diperlakukan sebagai akta, sepanjang tidak terbukti kebalikannya. Jadi surat itu 3 Moh. Taufik Makarao., Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta 2009, Hal 99 4 Ibid Hal 48 139

diperlakukan seperti akta, kecuali ketidakotentikan akta itu dapat dibuktikan oleh pihak lain, misalnya dapat dibuktikan bahwa tanda tangan yang Di dalam akta dipalsukan.dengan demikian, berarti pembuktiannya bersumber pada kenyataan. 2. Kekuatan pembuktian formal Dimaksud dengan pembuktian formal dari akta yaitu suatu kekuatan pembuktian yang didasarkan atas benar atau tidaknya pernyataan yang ditandatanganinya dalam akta, bahwa oleh penanda tangan akta diterangkan apa yang tercantum di dalam akta. Misalnya, antara A dan B yang melakukan jual beli, mengakui bahwa tanda tangan yang tertera dalam akta itu benar, jadi pengakuan mengenai pernyataan terjadinya peristiwa itu sendiri, bukan mengenai isi dari pernyataan itu. atau dalam hal ini menyangkut pernyataan, benarkah bahwa ada pernyataan para pihak yang mendatanganinya. Dengan demikian, berarti pembuktiannya bersumber atas kebiasaan dalam masyarakat, bahwa orang menandatangani suatu surat itu untuk menerangkan bahwa hal-hal yang tercantum di atas tanda tangan tersebut adalah keterangannya. 3. Kekuatan pembuktian material Dimaksud dengan pembuktian material akta yaitu suatu kekuatan pembuktian yang didasarkan atas benar atau tidaknya isi dari pernyataan yang ditandatangani dalam akta, bahwa peristiwa hukum yang dinyatakan dalam akta itu benar-benar telah terjadi, jadi memberi kepastian tentang materi akta. Misalnya A dan B mengakui benar bahwa jual beli (peristiwa hukum) telah terjadi. Akta merupakan alat bukti tertulis yang paling utama dalam perkara perdata. Suatu bentuk surat yang ditandatangani serta memuat keterangan mengenai peristiwa atau hal-hal yang merupakan dasar suatu perjanjian. Akta dibedakan menjadi 2 yaitu akta otentik dan akta di bawah tangan.akta otentik diatur dalam Pasal 165 HIR, Pasal 285 Rbg dan Pasal 1868 KUH-perdata. Akta otentik adalah akta yang dibuat dengan bentuk yang sesuai dengan undang-undangoleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang di tempat akta itu dibuat merupakan bukti lengkap antara para pihak serta keturunannya dan mereka yang mendapatkan hak tentang apa yang dimuat Di dalamnya dan bahkan tentang suatu pernyataan belaka, hal terakhir ini sepanjang pernyataan itu ada hubungan langsung dengan apa yang menjadi pokok akta itu. Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna(volledig bewijs) sehingga akta tersebut harus dipercaya oleh hakim, yaitu harus dianggap sebagai benar, selama ketidakbenarannya tidakdibuktikan.akta otentik mempunyai 3(tiga) macam kekuatan pembuktian yaitu : 1. Kekuatan pembuktian formil, yang berarti membuktikan antara para pihak bahwa mereka telah menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut. 2. Kekuatan pembuktian materil, yang berarti membuktikan antar para pihak, bahwa benar peristiwa yang tersebut dalam akta telah terjadi. 3. Kekuatan pembuktian mengikat, yang berarti di samping sebagai pembuktian antara mereka juga terdapat pihak ketiga Di mana pada tanggal, bulan, dan tahun yang tersebut dalam akta yang bersangkutan telah menghadap kepada pegawai umum dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut. Dengan demikian akta otentik mempunyai kekuatan yang sempurna. Akta otentik kebenarannya tidak dapat disangkal kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, misalnya ada kepalsuan dalam akta otentik tersebut. Sehingga bagi hakim akan sangat mudah dan tidak ragu-ragu mengabulkan gugatan penggugat yang telah didukung dengan alat bukti otentik.bahwa akta otentik merupakan suatu alat buktiyang mengikat dan sempurna. Akta di bawah tangan pada dasarnya adalah suatu akta yang dibuat oleh para pihak untuk suatu kepentingan atau tujuan tertentu tanpa mengikutsertakan pejabat yang berwenang. 140

Jadi dalam suatu akta di bawah tangan, akta tersebut cukup dibuat oleh para pihak itu sendiri dan kemudian ditandatangani oleh para pihak tersebut, misalnya kwitansi, surat perjanjian utang-piutang dll, ketidak ikutsertaan pejabat yang berwenang inilah yang merupakan perbedaan pokok antara akta di bawah tangan dengan akta otentik. Sehingga secara populer dikatakan siapa yang hendak membuat akta di bawah tangan memerlukan pengakuan sedangkan siapa yang hendak memperoleh akta otentik mengambil notaris. Perihal kekuatan pembuktian akta di bawah tangan harus diperhatikan dengan seksama peraturan yang terdapat dalam ordonansi tahun 1867 No. 29 yang memuat ketentuanketentuan tentang kekuatan pembuktian dari pada tulisan-tulisan di bawah tangan dari orang-orang Indonesia atau yang dipersamakan dengan mereka. dimaksud dengan tulisan dalam Ordonansi ini adalah akta. Sedangkan Akta di bawah tangan adalah surat akta yang dibuat sendiri oleh para pihak yang bersangkutan atas kesepakatan para pihak tanpa ada campur tangan dari pejabat umum yang berwenang.akta di bawah tangan pada umumnya sama dengan akta otentik Di mana isi dari akta di bawah tangan memuat catatan dan perbuatan hukum yang sedang terjadi, perbedaannya dengan akta otentik hanya pada pembuatan akta tersebut Di mana akta di bawah tangan hanya di lakukan oleh kedua belah pihak tanpa ada campur tangan dari pejabat umum yang berwenang. Kekuatan bukti yang pada umumnya dimiliki oleh akta otentik, tidaklah ada pada akta di bawah tangan. Akta di bawah tangan hanya mempunyai kekuatan pembuktian formal, yaitu bila tanda tangan pada akta itu diakui (dalam hal ini sudah merupakan bukti pengakuan) yang berarti pernyataan yang tercantum Di dalam akta itu diakui dan dibenarkan. Akta di bawah tangan ini diatur dalam Pasal 1874 1984 KUH-perdata. Terhadap akta di bawah tangan apabila ada tanda tangan yang disangkal, maka pihak yang mengajukan akta di bawah tangan itu harus membuktikan kebenaran tanda tangan itu melalui alat bukti lain. Dengan demikian selama tanda tangan tidak diakui maka akta di bawah tangan tersebut tidak banyak membawa manfaat bagi pihak yang mengajukannya di muka pengadilan. Namun apabila tanda tangan tersebut sudah diakui maka akta di bawah tangan itu bagi yang menandatangani, ahli warisnya dan orangorang yang mendapat hak dari mereka, merupakan bukti yang sempurna sebagai kekuatan formil dan kekuatan formil dari suatu Akta Otentik (Pasal 1875 KUH-perdata). Dalam melakukan hubungan timbal balik sesama manusia dalam urusan keperdataan misalnya: jual beli, utang piutang, tukar menukar, sewa menyewa, dan sebagainya. Dizaman yang moderen sekarang ini biasanya jual beli, Pembeli meminta tanda bukti pembayaran berupa kwitansi, orang yang membayar utang meminta tanda bukti pembayaran, orang yang menyerahkan suatu barang meminta tanda terima dari si penerima dan orang yang membuat perjanjian dibuatkan perjanjian hitam atas putih dan sebagainya. Oleh karena itu, adanya tanda tangan dalam suatu surat adalah perlu guna keperluan identifikasi yaitu menentukan ciri-ciri dari akta yang satu dengan akta yang lainnya. Dapat pula bahwa dengan penandatangannya itu seseorang dianggap menjamin tentang kebenaran dari apa yang ditulis dalam akta tersebut. Sudah jelas bahwa tanda tangan itu adalah membuat suatu tanda yang merupakan spesialisasi sesuatu surat atas nama si pembuat. Sering terjadi seseorang yang membuat tanda tangan berbeda dan kemungkinan dua/lebih orang membuat tanda tangan yang sama, akan tetapi persoalan ini akhirnya diserahkan kepada hakim tanpa perlu kesaksian dari ahli. 5 Sesuatu hal yang dapat mengakibatkan alat pembuktian tertulis tidak memenuhi persyaratan sebagai alat bukti di pengadilan adalah tidak dipenuhinya bea materai. Menurut ketentuan aturan Bea Materai 1921 dalam Pasal 23 ditentukan antara lain bahwa semua tanda yang ditandatangani, yang diperbuat sebagai buktinya perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat hukum perdata dikenakan bea materai tetap sebanyak dua puluh lima rupiah. Oleh karena itu suatu tulisan yang dipakai sebagai alat pembuktian di pengadilan harus ditempeli bea materai 5 Teguh Samudera., Op.cit, Hal 38 141

secukupnya. Walaupun dengan tidak adanya materai dalam suatu alat bukti tertulis dikatakan sebagai tidak memenuhi persyaratan sebagai alat bukti di pengadilan dan juga pendapat dianut Mahkamah Agung, dengan tiadanya materai dalam alat bukti tertulis (misalnya dalam suatu perjanjian jual beli) itu tidak berarti perbuatan hukumnya (perjanjiannya) tidak sah, melainkan hanya tidak memenuhi persyaratan sebagai alat pembuktian sedangkan perbuatan hukumnya tetap sah karena sah dan tidaknya suatu perjanjian itu bukan ada tidaknya materai, tetapi ditentukan oleh Pasal 1320 KUH-perdata. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan bahwa sesuatu surat dari semula tidak diberi materai dan akan digunakan sebagai alat bukti di pengadilan maka pemeteraian dapat dilakukan belakangan. Pada umumnya di dalam lalulintas hukum perdata yang dimaksudkandengan akta adalah surat(akta) yang dibuat oleh notaris. Dengan demikian sesuatu akta di dalam hukum dapat digunakan sebagai pernyataan dari sesuatu perbuatan hukum dan alat pembuktian. 6 Akta di bawah tangan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu: akta di bawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak di atas materai, akta di bawah tangan yang didaftarkan (waarmeking ) oleh notaris/pejabat yang berwenang, akta di bawah tangan yang dilegalisasi oleh notaris/pejabat yang berwenang. Kekuatan akta di bawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak di atas materai, akta di bawah tangan yang dilegalisasikan dan akta di bawah tangan pada dasarnya sama tetapi pada akta di bawah tangan yang dilegalisasi oleh notaris /pejabat umum hak dan kewajiban lebih bisa dibuktikan, karena pada akta di bawah tangan yang dilegalisasikan oleh notaris/pejabat umum para pihak menandatangani akta tersebut di hadapan notaris dan notaris menerangkan apa isi akta tersebut serta para pihak tersebut diperkenalkan kepada notaris. Akta di bawah tangan yang diajukan sebagai alat bukti kepada seseorang maka orang 6 Ibid Hal 39 tersebut berhak/wajib mengakui atau mengingkari tanda tangan yang ada dalam akta tersebut. Sebagaimana terdapat dalam Pasal 1876 KUH-perdata yang berbunyi Barang siapa yang terhadapnya dimajukan suatu tulisan di bawah tangan, diwajibkan secara tegas mengakui atau memungkiritanda tangannya; tetapi bagi para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari padanya adalah cukup jika mereka menerangkan tidak mengakui tulisan atau tanda tangan itu sebagai tulisan atau tanda tangan orang yang mereka wakili. Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna seperti akta otentik sepanjang tanda tangan dan isi yang terdapat dalam akta tersebut diakui oleh para pihak yang membuat akta tersebut. Akta di bawah tangan akan dianggap sebagai bukti permulaan tertulis apabila akta tersebut disangkal atau dipungkiri tanda tangan yang terdapat dalam akta tersebut oleh parapihak maka pembuktiannya harus didukung dengan bukti lain. 7 Kekuatan pembuktian akta di bawah tanganhanya berlaku terhadap orang untuk siapa pernyataan itu diberikan, sedangkan terhadap pihak lain, kekuatan pembuktiannya tergantung pada penilaian Hakim (pembuktian bebas). Di dalam persidangan bila diajukan akta di bawah tangan mengingat kekuatan pembuktiannya yang terbatas, sehingga harus dibutuhkan bukti lain yang dianggap cukup untuk mencapai kebenaran menurut hukum. Seperti yang sudah dikatakan bahwa akta otentik dan akta di bawah tangan yang diakui adalah sama. Akta membuktikan pernyataan kehendak atau niat dari kedua belah pihak, membuktikan adanya kata sepakat jika akta itu ditepati oleh salah satu pihak terhadap pihak lainnya di dalam akta maka pihak itu dengan demikian dapat membuktikan bahwa ia mempunyai hak untuk menuntut lawannya. Dalam hal pembuktian di pengadilan, Hakim harus mengakui kekuatan akta otentik dan akta di bawah tangan sebagai bukti diantara pihakpihak yang bersengketa. Meskipun Hakim tidak yakin akan kebenaran isi dari akta tersebut, 7 http://jurnal.umsb.ac.id//artikel-ilmiah-devi-sari-santi- 10-121-2.Pdf, Tanggal Akses 26 januari 2015 142

bukan berarti menjadi satu kendala/penghalang bagi pihak lawan untuk mengadakan perlawanan mengenai bukti tersebut. sebagaimana dalam Pasal 283 RBg yang menyatakan: barang siapa yang mendalilkan mempunyai suatu hak, atau guna menguatkan haknya atau untuk membantahhak orang lain, menunjuk kepada sesuatu peristiwa, diwajibkan membuktikan hak atau peristiwa tersebut. maka para pihak yang tidak mengakui tanda tangan yang terdapat dalam akta tersebut wajib untuk membuktikan. Dari ketentuan Pasal 1878 KUH-perdata terdapat kekhususan akta di bawah tangan, yaitu akta harus seluruhnya ditulis dengan tangan si penanda tangan sendiri, atau setidaktidaknya, selain tanda tangan, yang harus ditulis dengan tangannya si penanda tangan adalah suatu penyebutan yang memuat jumlah atau besarnya barang/uang yang terhutang. Dengan kekhususan ini dimaksudkan bahwa apabila ketentuannya tidak dipenuhi, maka akta tersebut hanya sebagai suatu permulaan pembuktian dengan tulisan. Permulaan pembuktian dengan tulisan menurut Pasal 1902 KUH-perdata yaitu segala akta tertulis, yang berasal dari orang terhadap siapa tuntutan dimajukan atau dari orang yang diwakili olehnya, dan yang memberikan persangkahan tentang benarnya peristiwa-peristiwa yang dimajukan oleh seorang. Jadi, dalam hal adanya kekhususan(pengecualian) dari akta di bawah tangan tersebut. maka untuk menjadi bukti yang lengkap harus ditambah dengan alat-alat pembuktian lainnya.akan tetapi mengenai penggunaanbukti pada akhirnya akan terletak pada kebijaksanaan hakim. 8 Kekuatan pembuktian lahir akta di bawah tangan menurut ketentuan Pasal 1876 KUHperdata seseorang yang terhadapnya dimajukan akta di bawah tangan, diwajibkan mengakui atau memungkiri tanda tangannya. Sedangkan terhadap ahli waris cukup dengan menerangkan bahwa ia tidak mengakui tulisan atau tanda tangan tersebut. Apabila tanda tangan tersebut diingkari atau tidak diakui oleh ahli warisnya, maka menurut Pasal 1877 KUHperdata hakim harus memerintahkan agar kebenaran akta tersebut diperiksa di muka 8 Teguh Samudera., Op.cit.,Hal 45 pengadilan sebaliknya apa bila tanda tangan dan akta diakui oleh terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai maka akta tersebut dapat mempunyai alat pembuktian yang lengkap terhadap para pihak yang bersangkutan, akan tetapi terhadap pihak lain, kekuatan pembuktianya adalah bebas, dalam arti bergantung kepada penilaian hakim.dengan adanya pengakuan terhadap tanda tangan berarti bahwa keterangan akta yang tercantum di atas tanda tangan tersebut diakui pula. Hal ini dapat kita mengerti, karena biasanya seseorang yang menandatangani sesuatu surat ini untuk menjelaskan bahwa keterangan yang tercantum di atas tanda tangan adalah benar keterangannya. Karena ada kemungkinanbahwa tanda tangan dalam akta di bawah tangan tidak diakui atau diingkari, maka akta di bawah tangan tidak mempunyai kekuatan bukti lahir. 9 Kekuatan pembuktian formal akta di bawah tangan. Seperti yang telah diterangkan pada kekuatan pembuktian luar akta di bawah tangan, yaitu apabila tanda tangan pada akta diakui berarti bahwa pernyataan yang tercantum di atas tanda tangan tersebut diakui pula, maka di sini telah pasti terhadap setiap orang bahwa pernyataan yang ada di atastanda tangan itu adalah pernyataan si penanda tangan. Jadi akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian formal. 10 Kekuatan pembuktian material akta di bawah tangan. Disini juga menyangkut ketentuan Pasal 1875 KUH-perdata yang telah dikemukakan di atas dan secara singkat dapat dikatakan bahwa diakuinya tanda tangan pada akta di bawah tangan berarti akta tersebut mempunyai kekuatan pembuktian lengkap. Jadi berarti bahwa isi keterangan akta tersebut berlaku pula sebagai benar terhadap si pembuat dan untuk siapa pernyataan itu dibuat. Dengan demikian akta di bawah tangan hanya memberi pembuktian material yang cukup terhadap orang untuk siapa pernyataan itu diberikan (kepada siapa si penanda tangan akta hendak memberikan bukti). Sedangkan terhadap pihak lain kekuatan pembuktiannya 9 Ibid Hal 52 10 Ibid Hal 53 143

adalah bergantung kepada penilaian Hakim (bukti bebas). Dengan demikian kekuatan pembuktian akta di bawah tangan sebagai alat bukti di pengadilan dalam proses persidangan khususnya perdata terletak pada antara kedua pihak tersebut Di mana para pihak tidak memungkiri dan mengakui adanya perjanjian tersebut (mengakui tanda tangannya di dalam perjanjian yang dibuat). Sebagaimana diatur dalam pasal 1867KUH-perdata yang berbunyi pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan di bawah tangan, dan kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada pertimbangan Hakim. 11 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kekuatan pembuktian akta di bawah tangan dalam perkara perdata, sepanjang akta di bawah tangan tidak disangkal atau dipungkiri oleh para pihak maka akta di bawah tangan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan akta otentik, sedangkan apabila kebenaran tanda tangan dalam akta di bawah tangan di sangkal akan kebenarannya maka akta tersebut harus dibuktikan kebenarannya dengan menggunakan alat bukti yang lain seperti saksi, persangkaan dan pengakuan. Akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat tanpa bantuan pejabat umum, melainkan dibuat dan ditandatangani oleh para pihak saja. 2. Setiap akta di bawahtangan diwajibkan dibubuhi dengan surat pernyataan yang bertanggal dari seorang notaris atau seorang pegawai lain yang ditunjuk oleh Undang-Undang. Fungsi akta di bawah tangan yang dilegalisasi notaris adalah mengenai kepastian tanda tangan sebagaimana bahwa memang pihak dalam menandatanganinya pasti bukan orang lain. B. Saran 1. Setiap perjanjian sewamenyewa, jual beli, hutang piutang yang dibuat para pihak 11 Ibid Hal 54 tanpa campur tangan pejabat umum yang berwenang, sebaiknya dilakukan oleh dan di hadapan pegawai umum yang berwenang dalam hal ini Notaris. Apabila terjadi sengketa dikemudian hari pembuktiannya mempunyai kekuatan bukti yang sempurna dan sah menurut hukum. Sehingga hakim sudah tidak meminta penambahan bukti lain. Dan setidaknya menggurangi penggunaan akta di bawah tangan dalam melakukan perjanjian jual beli, sewa-menyewa, utang piutang dll, karena kekuatan pembuktian akta di bawah tangan menjadi lemah ketika para pihak memungkiri isi dan tanda tangan yang ada pada akta tersebut. serta memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang bagaimana kekuatan akta di bawah tangan pada saat dijadikan alat bukti di dalam persidangan jika terjadi perselisihan diantara para pihak. 2. Pembuatan dengan akta otentik membantu hakim dalam memberikan keputusannya karena suatu akta yang natariel, isinya adalah netral dan tidak berpihak, dan notaris dapat menjadi saksi ahli bila diperlukan.akta yang dibuat di bawah tangan sering terjadi penekanan terhadap pihak yang sangat membutuhkan, tidak ada keseimbangan karena dibuat oleh para pihak sendiri. Sebaiknya setiap perjanjian dibuat oleh dan di hadapan Notaris. DAFTAR PUSTAKA Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Makarao, Moh. Taufik Prof. S.H.,M.H., Pokokpokok Hukum Acara Perdata, Rineka Cipta, Jakarta 2009. MertokusumoSudikno Prof. Dr., SH., MH., Alatalat Bukti Dalam Acara Perdata, Alumni Bandung 1994. MertokusumoSudikno, Prof. Dr. S.H., M.H., Hukum Acara Perdata Indonesia, ed 5, cet 2, Yogyakarta Liberty 1999. PuspaYan Pramadya.,Kamus Hukum, CV Aneka Ilmu, Semarang, 2008. RambeRopuan,Hukum Acara Perdata Lengkap, Sinar Grafika, Jakarta, 2013. 144

SamuderaTeguh, S.H.,Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata,P.T Alumni,Bandung 2004. Sarwono, S.H., M.Hum.,Hukum Acara Perdata Teori dan Praktis,Sinar Grafika,Jakarta 2011. Sidah, Tesis Kekuatan Pembuktian Akta di Bawah Tangan Yang Dilegalisasi Oleh Notaris. SubektiR., Prof.,S.H.,1977,Hukum Acara Perdata, Binacipta. Surwarmal Al Muchtar, Dr. S.H., Peradilan Tata Usaha Negara, Epsilon Grup. SutiantoRetnowulan, Ny. S.H.,Iskandar Oeripkartawinata, SH.,Hukum Acara Perdata, Mandar Maju, Bandung, 2009. Team Pengajar Fakultas Hukum Unsrat, Bahan Ajar Hukum Perdata http://ejurnal.bunghatta.ac.id/kekuatan pembuktian akta di bawah tangan yang dilegalisasi oleh notaris/2013/index.php?journal=jfh&page= article&op. Tanggl akses 14 januari 2015 http://jurnal.umsb.ac.id//artikel-ilmiah-devisari-santi-10-121-2.pdf, Tanggal Akses 26 januari 2015 145