BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor"

Transkripsi

1 BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian, maka bentuk perjanjian sewa beli pada dasarnya adalah bebas. Para pihak diberi kebebasan untuk memilih bentuk perjanjian yang mereka kehendaki, yaitu dapat secara lisan maupun tulisan. Perjajian secara tulisan dapat dibedakan yaitu dengan akte di bawah tangan atau dengan Akte Notaris. Namun di dalam prakteknya perjanjian sewa beli kendaraan bermotor, selalu dituangkan dalam bentuk tertulis dengan akta di bawah tangan, yaitu dalam bentuk standar. Di sini pihak yang menyewakan (kreditur) telah menyediakan formulir yang telah memuat isi perjanjian untuk para calon penyewa (debitur). Perjanjian sewa beli kendaraan bermotor biasanya dituangkan dalam bentuk standar maka proses pembuatannyapun juga mudah, yaitu apabila ada yang mengajukan permohonan perjanjian sewa beli untuk jenis kendaraan tertentu, maka pihak yang menyewakan (kreditur) hanya tinggal menyodorkan yang sebelumnya telah mereka persiapkan kepada calon penyewa (debitur). Sedangkan calon penyewa (debitur) juga tinggal menandatangani perjanjian sewa beli tersebut, jika calon penyewa (debitur) tersebut setuju dengan isi dari 56

2 surat perjanjian yang disodorkan oleh pihak yang menyewakan (kreditur), maka perjanjian sewa beli kendaraan bermotor pun dapat berlangsung. Dengan ditandatanganinya surat perjanjian oleh kedua pihak, maka terjadilah perjanjian sewa beli. Jadi tidak memerlukan beberapa saksi, pada umumnya surat perjanjian sewa beli tersebut cukup ditempeli dengan materai minimal Rp.6000,- (enam ribu rupiah) agar kekuatan hukum lebih kuat. Calon penyewa (debitur) akan menerima kendaraan yang dibelinya secara kredit setelah penyewa (debitur) tersebut lebih dahulu membayar uang muka kepada pihak yang menyewakan (kreditur). Mengenai jumlah uang muka yang harus dibayar oleh penyewa (debitur), biasanya besarnya uang muka tersebut sudah ditentukan oleh pihak yang menyewakannya (kreditur), sedangkan calon penyewa hanya bersikap pasif. Perjanjian sewa beli merupakan perjanjian bilateral/timbal balik, di satu pihak mempunyai hak dan di pihak lain mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi. Dari perjanjian sewa beli dapat disimpulkan tentang hak dan kewajiban para pihak sebagai berikut : a. Hak yang menyewabelikan : 1. Berhak meminta dan menerima harga pembayaran, baik berupa uang muka maupun uang angsuran sesuai dengan perjanjian. 2. Berhak menuntut ganti rugi dan membatalkan perjanjian, bilamana pihak penyewa beli tidak membayar uang angsuran.

3 3. Berhak menarik kembali kendaraan dari pihak penyewa beli, bilamana ia memindahtangankan kepada pihak ketiga. b. Kewajiban pihak yang menyewabelikan 1. Menyerahkan kendaraan kepada penyewa beli. 2. Melindungi penyewa beli dari tuntutan dan gangguan pihak ketiga. 3. Mengurus balik nama atas kendaraan yang disewabelikan. Demikian pula dia harus menyerahkan surat bukti pemilikan bilamana penyewa beli telah memenuhi segala kewajibannya, dalam hal ini membayar angsuran terakhir. 4. Merawat barang yang akan disewabelikan itu sebaik-baiknya agar dapat dipakai sebagaimana mestinya. Selanjutnya hak dan kewajiban pihak penyewa beli atau lazim disebut pihak kedua. a. Hak pihak penyewa beli 1. Berhak menuntut penyerahan kendaraan yang disewabelinya dari pihak yang mempersewabelikan, meskipun kendaraan itu belum menjadi milik sepenuhnya penyewa beli. 2. Berhak menuntut pada pihak yang menyewabelikan agar melindunginya dari gangguan dan tuntutan pihak ketiga. 3. Berhak menuntut pada pihak yang mempersewabelikan atas cacat yang tersembunyi dari barang yang disewabelinya. 4. Berhak menuntut pihak yang mempersewakan untuk

4 5. Menyerahkan surat-surat bukti pemilikan kendaraan tersebut setelah semua angsuran dilunasi. b. Kewajiban penyewa beli 1. Membayar uang panjar dan selanjutnya membayar uang angsuran lunas, sesuai yang ditentukan dalam perjanjian. 2. Memelihara kendaraan yang disewabelinya dan bertindak selaku bapak rumah tangga yang baik dan tidak boleh memindahtangankan dalam bentuk apapun sebelum angsuran dilunasi, kecuali ditentukan lain. B. Bentuk-Bentuk Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Secara selintas apabila perjanjian sewa beli kendaraan bermotor belum berjalan dan ternyata calon pembeli sewa memberikan data palsu maka sebagaimana diuraikan di atas dapat dikatakan bahwa calon pembeli kredit telah beritikad tidak baik sehingga permohonannya dapat ditolak. Hal tersebut tidak menjadi kendala dalam praktek perjanjian sewa beli kendaraan bermotor, tetapi keadaan tersebut akan menjadi masalah jika ternyata sewaktu perjanjian sewa beli kendaraan bermotor berjalan pihak pembeli memiliki itikad tidak baik, baik itu pencerminan sikap dengan tidak melakukan kewajibannya maupun melakukan kewajibannya tetapi terlambat. Di dalam setiap pekerjaan timbal-balik selalu ada 2 (dua) macam subjek hukum, yang masing-masing subjek hukum tersebut mempunyai hak dan kewajiban secara bertimbal balik dalam melaksanakan perjanjian

5 yang mereka perbuat. Perjanjian sewa beli kendaraan bermotor merupakan suatu perjanjian bertimbal-balik, kedua subjek hukumnya, yaitu pihak pembeli dan penjual tentu mempunyai hak dan kewajiban secara bertimbal-balik. Di dalam suatu perjanjian, tidak terkecuali perjanjian sewa beli kendaraan bermotor ada kemungkinan salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian atau tidak memenuhi isi perjanjian sebagaimana yang telah mereka sepakati bersama-sama, baik itu berdasarkan adanya itikad tidak baik atau tidak. Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, atau lebih jelas apa yang merupakan kewajiban menurut perjanjian yang mereka perbuat, maka dikatakan bahwa pihak tersebut wanprestasi, yang artinya tidak memenuhi prestasi yang diperjanjikan dalam perjanjian. Wirjono Prodjodikoro, mengatakan : Wanprestasi adalah berarti ketiadaan suatu prestasi dalam hukum perjanjian, berarti suatu hal harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Barangkali dalam Bahasa Indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaan janji untuk wanprestasi. 38 Lebih tegas Mariam Darus Badrulzaman, mengatakan bahwa : Apabila dalam suatu perikatan si debitur karena kesalahannya tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, 38 Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal. 44.

6 maka dikatakan debitur itu wanprestasi. 39 Dari uraian tersebut di atas, jelas kita dapat mengerti apa sebenarnya yang dimaksud dengan wanprestasi itu.untuk menentukan apakah seorang (debitur) itu bersalah karena telah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana seseorang itu dikatakan lalai atau alpa tidak memenuhi prestasi. Subekti, mengemukakan bahwa : Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat berupa 4 (empat) macam : 1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya 2. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana diperjanjikan 3. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi terlambat 4. Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilaksanakannya. 40 Dalam suatu perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua apabila salah satu pihak, baik itu pihak penjual sewa maupun pihak Pembeli sewa tidak melaksanakan perjanjian yang mereka sepakati, berarti pihak tersebut telah melakukan wanprestasi. Adapun kemungkinan bentuk-bentuk wanprestasi sesuai dengan bentuk-bentuk wanprestasi sebagaimana yang dikemukakan oleh Subekti, meliputi : 1. Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya. Misalnya dalam suatu perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda 39 Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perdata Tentang Perikatan, Penerbit Fak. Hukum USU, Medan, 1974, hal Subekti, Hukum Perjanjian, Op.Cit, hal. 23.

7 dua disepakati untuk memakai sistem pembayaran secara bertahap, yaitu sebesar harga barang diberikan 20% (dua puluh persen) dibayar setelah surat perjanjian disepakati oleh kedua belah pihak. Tetapi setelah pihak penjual menyerahkan barangnya ternyata 20% tersebut belum juga dilunasi oleh pihak Pembeli, walaupun pihak penjual telah mengirimkan tagihannya kepada pihak terkait. 2. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan, misalnya dalam suatu perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua disepakati untuk memberikan, Panjar diberikan sebesar 20% setelah perjanjian disetujui. Kenyataannya kemudian, sisa pembayaran selanjutnya belum dibayar oleh pihak pembeli kepada pihak penjual sementara barang yang dijual telah diserahkan kepada pihak pembeli. Dalam kasus ini walaupun pihak pembeli telah membayar panjar untuk awal harga jual barang kepada penjual, tetapi sisanya tidak dibayarnya, pihak pembeli berarti telah wanprestasi untuk sebagian kewajibannya dalam perjanjian jual-beli ini. 3. Melaksanakan perjanjian yang diperjanjikan, tetapi terlambat. Misalnya dalam suatu perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua disepakati untuk memakai sistem termin dalam pembayaran harga jual barang, yaitu setelah masa garansi barang yang dijual tersebut habis. Tetapi setelah masa garansi dari barang yang dijual selesai masa

8 garansinya pihak pembeli tidak segera melaksanakan pembayaran tetapi baru melaksanakan pembayaran setelah lewat waktu dari yang diperjanjikan. Dalam kasus ini walaupun akhirnya pihak pembeli memenuhi juga kewajibannya setelah lewat waktu dari waktu yang diperjanjikan, tetapi karena terlambat sudah dapat dikatakan pihak pembeli melakukan wanprestasi. Sehingga apabila penjual tidak dapat menerima pembayaran dengan alasan keterlambatan, dia dapat mempermasalahkan pihak pembeli telah melakukan wanprestasi karena trerlambat memenuhi kewajibannya. 4. Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Misalnya dalam kasus ini pihak penjual tidak menjual barang dengan mutu yang sebenarnya atau barang yang dijual tersebut adalah tiruan tetapi harganya tetap sama dengan harga barang yang asli. Maka dalam kasus ini dapat dikatakan pihak penjual telah melakukan wanprestasi dan pihak pembeli dapat mengajukan tuntutan wanprestasi atas perbuatan pihak penjual tersebut. Selanjutnya dalam mengkaji masalah wanprestasi ini, perlu dipertanyakan apakah akibat dari wanprestasi salah satu pihak merasa dirugikan? dan apabila akhirnya timbul perselisihan di antara keduanya akibat

9 wanprestasi tersebut, Upaya apa yang dapat ditempuh pihak yang dirugikan agar dia tidak merasa sangat dirugikan? Sebagaimana biasanya akibat tidak dilakukannya suatu prestasi oleh salah satu pihak dalam perjanjian, maka pihak lain akan mengalami kerugian. Tentu saja hal ini sama sekali tidak diinginkan oleh pihak yang menderita kerugian, namun kalau sudah terjadi, para pihak hanya dapat berusaha supaya kerugian yang terjadi ditekan sekecil mungkin. Dalam hal terjadinya wanprestasi, maka pihak lain sebagai pihak yang menderita kerugian dapat memilih antar beberapa kemungkinan, yaitu : 1. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian 2. Pihak yang dirugikan menuntut ganti rugi 3. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian disertai ganti rugi 4. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian 5. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian disertai dengan ganti rugi. Dari beberapa kemungkinan penuntutan dari pihak yang dirugikan tersebut di atas bagi suatu perjanjian timbal-balik oleh ketentuan pasal 1266 KUH Perdata diisyaratkan apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dapat dimintakan pembatalan perjanjian kepada hakim. Dengan demikian berdasarkan pasal 1266 KUH Perdata, dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua salah satu pihak wanprestasi

10 maka pihak yang dirugikan dapat menempuh upaya hukum dengan menuntut pembatalan perjanjian kepada hakim. Dalam kenyataannya pada bentuk perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua ini perihal apabila timbul perselisihan di antara meraka maka para pihak tersangkut pada isi perjanjian yang telah disetujui mereka yaitu dengan cara : 1. Dilakukan penyelesaian secara musyawarah dan jika belum selesai 2. Dilakukan lewat pengadilan dimana perjanjian dibuat. Penentuan jalan atau tata cara penyelesaian perselisihan di atas baik itu akibat wanprestasi atau akibat-akibat lainnya tersebut diterangkan dalam isi surat perjanjian yang mereka berbuat adalah untuk mengantisipasi hal-hal yang terbit dari perjanjian tersebut, hal ini adalah sangat penting agar dapat ditindak lanjuti jika timbul suatu hal yang merugikan salah satu pihak. Dalam praktek perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua ini maka apabila pembeli sewa melalaikan kewajibannya baik didasari oleh adanya itikad tidak baik maupun karena ketidakmampuan pembeli, maka biasanya pihak penjual akan melakukan musyawarah dengan pihak pembeli, tetapi apabila jalan musyawarah tidak ditanggapi maka pihak penjual akan menarik kendaraan yang berada di tangan pihak pembeli dengan tetap menuntut pihak pembeli untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban yang belum dilaksanakannya. Dalam membicarakan perihal wanprestasi sebagai suatu akibat yang

11 bakal terjadi di dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua baik itu didasarkan kepada ada atau tidak adanya itikad baik maka kita tidak dapat pula memisahkannya dengan pembahasan tentang risiko karena dengan adanya risiko ini maka pihak yang tertimpa risiko dapat dibebaskan dari kewajibannya. Yang dimaksud dengan resiko adalah suatu kewajiban untuk menanggung kerugian sebagai akibat dari adanya suatu peristiwa atau kejadian yang menimpa obyek perjanjian dan bukan karena kesalahan dari salah satu pihak. 41 Dalam Pasal 1237 KUH Perdata yang berbunyi dalam hal adanya perikatan untuk memberikan sesuatu kebendaan tertentu maka sejak perikatan itu dilahirka adalah atas tanggungan kreditur atau si berpiutang. Dengan demikian maka sejak lahirnya perjanjian untuk menyerahkan sesuatu itu, sejak saat itu resiko ada di tangan pihak yang berhak menerima penyerahan itu. Dan yang dimaksudkan oleh pasal itu adalah suatu perjanjian yang meletakkan kewajiban kepada satu pihak saja, misalnya Hibah. Selanjutnya ayat (2) dari pasal itu mengatakan Apabila pihak yang berhutang lalai maka sejak saat kelahirannya itu resiko atas barang yang dibebankan kepadanya meskipun ada kemungkinan ia bebankan untuk mengganti kerugian. Hal ini karena suatu perikatan untuk memberikan sesuatu barang tertentu adalah suatu perikatan yang sepihak. 41 A. Qirom Syamsuddin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Penerbit Liberty, Yogyakarta, hal. 49.

12 Dalam pengertian resiko sebagaimana sudah dikemukakan di atas, disana dikatakan kewajiban untuk menanggung suatu kerugian sebagai akibat suatu peristiwa atau kejadian diluar kesalahan kedua belah pihak, disini yang dimaksudkan adalah overmacht. Ciri-ciri overmacht tersebut antara lain : 1. Tidak dapat diduga sebelumnya 2. Tidak dapat dihindari 3. Tidak dapat diperhitungkan sebelumnya sehingga orang tidak dapat melepaskan diri dari peristiwa. 42 Perlu pula diingat, bahwa overmacht yang dimaksudkan disini adalah overmacht yang absolut, yaitu sama sekali peristiwa itu tidak dapat dihindari lagi sehingga barang yang menjadi obyek dari perjanjian itu menjadi musnah, jadi yang dimaksudkan disini bukan overmacht yang relatif, karena overmacht yang relatif itu tidak mengakibatkan barang yang menjadi objek perjanjian musnah, melainkan karena sesuatu hal maka barang itu tidak dapat dibawa, misalnya karena ada peperangan dan setelah perang tersebut usai barang tersebut dapat dibawa, jadi hanya tertentu untuk sementara waktu saja. Selanjutnya dapat pula kita lihat dalam Pasal 1460 KUH Perdata, yang menyatakan Jika barang yang dijualnya berupa suatu barang yang sudah ditentukan maka barang itu sejak saat pembelian adalah tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan, dan pihak penjual berhak 42 Ibid, hal. 50.

13 menuntut harganya. Dan sebaliknya Pasal 1545 KUH Perdata mengatakan Jika suatu barang tertentu yang telah diperjanjikan untuk ditukar, musnah di luar kesalahan pemiliknya maka perjanjian dianggap sebagai gugur, dan pihak yang telah memenuhi perjanjian dapat menuntut kembali barang yang telah diberikannya dalam tukar-menukar itu. Kalau kita lihat kedua pasal tersebut, maka satu sama lain adalah berbeda atau dapat pula kita katakan kedua pasal tersebut adalah bertentangan. Pasal 1460 KUH Perdata meletakkan resiko pada pundaknya pihak pembeli sedangkan Pasal 1545 KUH Perdata meletakkkan resiko pada pundak masing-masing yang dipertukarkan. Pemilik adalah debitur terhadap barang yang dipertukarkan dan musnah sebelum diserahkan. Melihat peraturan tentang resiko yang saling bertentangan ini, kita lalu bertanya manakah yang dapat kita jadikan sebagai pedoman dalam perjanjian timbal balik pada umumnya dan manakah yang merupakan pengecualian, terutama dalam hal perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua? Dalam hal ini harus dijawab, apa yang ditentukan untuk perjanjian tukar-menukar itu harus dipandang sebagai azas yang berlaku pada umumnya dalam perjanjian-perjanjian timbal balik karena peraturan yang diletakkan dalam Pasal 1545 KUH Perdata itu memang setepatnya dan seadilnya, bahwa resiko mengenai suatu barang itu dipikulkan kepada pemiliknya. Seorang debitur yang baru menyetujui menurut Pasal 1460 KUH

14 Perdata, dia sudah dibebani dengan resiko mengenai barang itu, ini memang tidak adil oleh karena itu maka Pasal 1460 KUH perdata, banyak para sarjana yang mengajukan keberatan. Dalam hal ini kita misalkan kendaraan roda dua. Kendaraan roda dua diserahkan kepada pihak debitur lalu kendaraan roda dua tersebut sudah menjadi tanggungan pihak debitur adalah suatu yang tidak adil. Kalau demikian, lalu mengapa Pasal 1460 dimasukkan dalam KUH Perdata? Ini kalau kita lihat dari serjarahnya, Pasal 1460 KUH Perdata, sebenarnya dikutip dari Code Civil Perancis, padahal saat berpindahnya hak milik dalam Code Civil Perancis berbeda dengan KUH Perdata. Menurut sistem Code Civil Perancis dalam suatu jual-beli barang tertentu, hak milik berpindah pada saat ditutupnya perjanjian jual-beli, sedangkan menurut sistem KUH Perdata dalam segala macam jual-beli, hak milik itu berpindah kalau barangnya sudah diserahkan kepada pihak pembeli. Kendaraan roda dua adalah contoh suatu barang yang diperjual-belikan. Dalam hal yang demikian ini sebelum barang diserahkan maka resiko masih ada pada pihak kreditur, tetapi setelah barang itu diserahkan kepada debitur, maka saat itu resiko berpindah pada pihak pembelinya. Jadi disini tergantung pada barang dianggap sudah disendirikan (Pasal 1461 KUH Perdata). Perlu pula diketahui, sehubungan dengan Pasal 1460 KUH Perdata sebagaimana sudah kita uraikan di muka, bahwa terdapatnya suatu keadaan yang tidak adil itu, maka sejak saat timbulnya Surat Edaran Mahkamah Agung

15 No. 3 Tahun 1963, resiko yang diatur dalam pasal 1460 KUH Perdata itu dianggap tidak berlaku lagi. Dan dalam menghadapi resiko sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 1460 KUH Perdata itu, setelah adanya Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut kita melihat secara kasuistis, bahkan kalau perlu kerugian itu dapat dipikul oleh kedua belah pihak. Dengan demikian maka debitur hanya membayar separuh saja dari harga, dan si krediturpun menerimanya. Jadi masing-masing menderita 50%. Inilah jalan keluar yang diambil oleh Mahkamah Agung. Dalam hal perjanjian kredit kendaraan roda dua misalnya penyerahan belumlah dilakukan oleh pihak kreditur kepada debitur, tetapi barang kendaraan roda dua yang ingin dibeli oleh pihak debitur akan dikirimkan dan diserahkan kepada pihak debitur, hanya saja belum dibayarkan secara tunai oleh debitur. Dan ketika barang yang akan diserahkan tersebut kepada pihak debitur, di dalam perjalanan terjadi kecelakaan sehingga kendaraan tersebut rusak, maka dalam kajian ini kerugian berada pada pihak kreditur bukan pada pihak debitur, sehingga dengan keadan yang demikian pihak debitur berhak menuntut kerugian atas kendaraan yang dibelinya secara kredir tersebut. Dalam praktek perjanjian sewa beli kendaraan bermotor sebagaimana disebutkan di atas, maka apabila hal tersebut terjadi maka pihak kreditur akan mengganti unit kendaraan bermotor yang dikredit tersebut. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah bagaimana jika kendaraan

16 yang menjadi objek perjanjian sewa beli itu adalah kendaraan bekas, sehingga sebelum kendaraan sampai ke tangan pembeli ternyata kendaraan tersebut rusak diakibatkan oleh terjadinya peristiwa tabrakan yang dialaminya oleh kendaraan yang menghantar kendaraan objek perjanjian sewa beli. Maka dalam hal ini pihak kreditur menanggung kerugian yang dialami oleh debitur, dan pihak debitur dapat mengajukan pembatalan perjanjian karena keadaan kendaraan yang disepakatinya tidak layak sebagaimana perjanjian awalnya. C. Penyelesaian Masalah Pada Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Apabila Terjadi Wanprestasi Masalah yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian sewa beli kendaraan bermotor yang biasa terjadi adalah masalah penunggakan pembayaran angsuran oleh penyewa, namun tidak menutup kemungkinan bahwa penyewa tersebut juga memindah tangankan objek perjanjian pada pihak ketiga. Jika penyewa tidak mau membayar angsuran kendaraan bermotor selama dua bulan berturut-turut maka penyewa tersebut sudah dianggap melakukan wanprestasi atau ingkar janji. Perlu dipahami bahwa dalam suatu perjanjian sewa beli dalam bentuk apapun, berarti kedua belah pihak saling mengikatkan dirinya untuk melaksanakan sesuatu yang telah diperjanjikan (prestasi). Namun dalam kenyataan yang ada tidak menutup kemungkinan dapat terjadi bahwa salah satu pihak tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan.

17 Dalam suatu perjanjian apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban atau yang telah diperjajikannya, maka dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi. Dapat pula dikatakan bahwa penyewa lalai atau alfha atau ingkar janji atau bahkan telah melakukan sesuatu hal yang dilarang atau tidak boleh dilakukan. Menurut Pasal 1365 KUH Perdata, wanprestasi adalah tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa : a. Sama sekali tidak memenuhi prestasi b. Tidak tunai memenuhi prestasinya c. Terlambat memenuhi prestasinya d. Keliru memenuhi prestasinya. Dalam perjanjian sewa beli apabila pihak penyewa melakukan salah satu dari bentuk-bentuk wanprestasi, maka untuk pelaksanaan hukumnya Undang-undang menghendaki penyewa untuk memberikan pernyataan lalai kepada pihak yang menyewakan. Dengan demikian, wanprestasi yang dilakukan oleh pihak yang penyewa itu pokoknya harus secara formal dinyatakan telah lebih dahulu, yaitu dengan memperingatkan penyewa bahwa penyewa atau pihak menghendaki pembayaran seketika atau jangka waktu pendek yang telah ditentukan.

18 Singkatnya, hutang itu harus ditagih dan yang lalai harus ditegur dengan peringatan atau sommatie. Cara pemberian teguran terhadap debitur yang lalai tersebut telah diatur dalam dalam Pasal 1238 KUH Perdata yang menentukan bahwa teguran itu harus dengan surat perintah atau dengan akta sejenis. Yang dimaksud dengan surat perintah dalam pasal tersebut adalah peringatan resmi dari juru sita pengadilan, sedangkan yang dimaksud dengan akta sejenis adalah suatu tulisan biasa (bukan resmi), surat maupun telegram yang tujuannya sama yakni untuk memberi peringatan peringatan kepada debitur untuk memenuhi prsetasi dalam waktu seketika atau dalam tempo tertentu, sedangkan menurut Ramelan Subekti akta sejenis lazim ditafsirkan sebagai suatu peringatan atau teguran yang boleh dilakukan secara lisan, asal cukup tegas yang menyatakan desakan kreditur kepada debitur agar memenuhi prestasinya seketika atau dalam waktu tertentu. Untuk masalah penyelesaian perselisihan yang terjadi seperti kasus di atas, biasanya pihak yang menyewakan (kreditur) menggunakan dua cara yaitu dengan musyawarah mufakat, dan dengan gugatan pengadilan. Namun dalam praktek yang biasa terjadi pihak yang menyewakan (kreditur) biasanya lebih memilih menggunakan cara musyawarah mufakat, karena dengan menggunakan cara tersebut dirasa lebih efektif dan tidak terlalu rumit, serta biaya yang dikeluarkanpun lebih murah dibandingkan dengan menggunakan cara gugatan pengadilan.

19 Namun tidak menutup kemungkinan untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul dalam perjanjian sewa beli ini melalui gugatan pengadilan. Hal itu dilakukan oleh pihak yang menyewakan (kreditur) apabila penyewa sudah benar-benar tidak mau bertanggung jawab kesalahan yang sudah diperbuatnya, dengan maksud memindah tangankan obyek perjanjian tersebut.

20 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pelaksanaan perjanjian sewa beli kendaraan bermotor merupakan perjanjian bilateral/timbal balik, di satu pihak mempunyai hak dan di pihak lain mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi. Perjanjian sewa beli merupakan perjanjian baku dalam sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian. 2. Bentuk-bentuk wanprestasi dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor adalah tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya, Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana diperjanjikan, Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi terlambat serta Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilaksanakannya. 3. Penyelesaian masalah pada perjanjian sewa beli kendaraan bermotor pada PT. Federal Internasional Finance biasanya dari pihak yang menyewakan (kreditur) menggunakan dua cara yaitu dengan musyawarah mufakat, dan dengan gugatan pengadilan. Namun dalam prakteknya lebih sering menggunakan cara musyawarah mufakat, karena dirasa lebih efektif dan tidak rumit. Kecuali apabila pihak penyewa benar-benar tidak mau bertanggung jawab kesalahan yang sudah diperbuatnya. 75

21 B. Saran 1. Untuk menjamin kepastian hukum yang bersendikan keadilan dan melindungi konsumen, sudah waktunya dibuat perangkat perundangundangan mengenai perjanjian sewa beli kendaraan bermotor ini yang dapat digunakan sebagai dasar membuat perjanjian dan penyelesaian perselisihan antara kreditur dan debitur. 2. Hendaknya apabila terjadi perselisihan antara pihak kreditur dan debitur dapat dilakukan penyelesaian lewat jalan musyawarah dan mufakat, karena lewat pengadilan akan memakan waktu yang lama serta biaya yang mahal.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya..

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. PERJANJIAN JUAL BELI Selamat malam Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. 1. PENGERTIAN PERJANJIAN JUAL BELI Dalam suatu masyarakat, dimana

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI Menurut ketentuan pasal 1233 KUH Perdata, perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang. Dari kedua hal tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Pasal 1234 KHUPerdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaiknya dianggap

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website : PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR DI WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN Angga Wisnu Firmansyah*, Siti Malikhatun B, Dewi Hendrawati Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

PENGERTIAN PERIKATAN HUKUM PERIKATAN PADA UMUMNYA. Unsur-unsur Perikatan 3/15/2014. Pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW.

PENGERTIAN PERIKATAN HUKUM PERIKATAN PADA UMUMNYA. Unsur-unsur Perikatan 3/15/2014. Pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW. PENGERTIAN PERIKATAN HUKUM PERIKATAN PADA UMUMNYA Level Kompetensi I Sesuai Silabus Pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW. Pengertian perikatan diberikan oleh ilmu pengetahuan Hukum

Lebih terperinci

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Lebih terperinci

Ketentuan-ketentuan Umum Dalam Hukum Kontrak A. SOMASI l. Dasar Hukum dan Pengertian Somasi 2. Bentuk dan Isi Somasi

Ketentuan-ketentuan Umum Dalam Hukum Kontrak A. SOMASI l. Dasar Hukum dan Pengertian Somasi 2. Bentuk dan Isi Somasi Ketentuan-ketentuan Umum Dalam Hukum Kontrak A. SOMASI l. Dasar Hukum dan Pengertian Somasi Istilah pernyataan lalai atau somasi merupakan terjemahan dari ingebrekestelling. Somasi diatur dalam Pasal 1238

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT A. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit Di dalam memahami pengertian kredit banyak pendapat dari para ahli, namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu

Lebih terperinci

Dari rumus diatas kita lihat bahwa unsur- unsur perikatan ada empat, yaitu : 1. hubungan hukum ; 2. kekayaan ; 3. pihak-pihak, dan 4. prestasi.

Dari rumus diatas kita lihat bahwa unsur- unsur perikatan ada empat, yaitu : 1. hubungan hukum ; 2. kekayaan ; 3. pihak-pihak, dan 4. prestasi. HUKUM PERIKATAN 1. Definisi Perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak dalam harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA BELI SEPEDA MOTOR

CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA BELI SEPEDA MOTOR CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA BELI SEPEDA MOTOR SURAT PERJANJIAN JUAL BELI SEPEDA MOTOR (SECARA ANGSURAN) Nomer: ---------------------------------- Kami yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama : ----------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

2 tersebut dapat dipakai dalam jangka waktu tertentu yang telah ditentukan atau dapat dimiliki oleh pembeli. Pengelolah pusat perbelanjaan menawarkan

2 tersebut dapat dipakai dalam jangka waktu tertentu yang telah ditentukan atau dapat dimiliki oleh pembeli. Pengelolah pusat perbelanjaan menawarkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional Indonesia bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil, makmur, materiil dan spiritual berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK A. Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding dalam Perjanjian Berdasarkan Buku III Burgerlijke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI 65 TINJAUAN YURIDIS Abstrak : Perjanjian sewa beli merupakan gabungan antara sewamenyewa dengan jual beli. Artinya bahwa barang yang menjadi objek sewa beli akan menjadi milik penyewa beli (pembeli) apabila

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Perihal Perikatan (Verbintenis), yang mempunyai arti lebih luas

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Perihal Perikatan (Verbintenis), yang mempunyai arti lebih luas BAB II LANDASAN TEORI A. RUANG LINGKUP PERJANJIAN 1. Pengertian Perjanjian Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) berjudul Perihal Perikatan (Verbintenis), yang mempunyai arti lebih luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Perjanjian dan Wanprestasi Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

Dokumen Perjanjian Asuransi

Dokumen Perjanjian Asuransi 1 Dokumen Perjanjian Asuransi Pada prinsipnya setiap perbuatan hukum yang dilakukan para pihak dalam perjanjian asuransi perlu dilandasi dokumen perjanjian. Dari dokumen tersebut akan dapat diketahui berbagai

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual.

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan dunia bisnis saat ini berbagai macam usaha dan kegiatan dapat dilakukan dalam rangka untuk memenuhi pangsa pasar di tengah-tengah masyarakat.permintaa

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian Arisan Motor Plus

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian Arisan Motor Plus 34 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian Arisan Motor Plus Hak ialah sesuatu yang diperoleh dari pihak lain dengan kewenangan menuntut jika tidak dipenuhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pada kenyataannya masih banyak orang yang dikacaukan oleh adanya istilah perikatan dan perjanjian. Masing-masing sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Teori 2.1.1 Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya Ketentuan mengenai perjanjian pada umumnya, diatur dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang perikatan,

Lebih terperinci

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN A. Pelaksanaan Penanggungan dalam Perjanjian Kredit di BPR Alto Makmur Bank Perkreditan Rakyat adalah bank

Lebih terperinci

AKAD/PERJANJIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH

AKAD/PERJANJIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH Halaman 1/15 Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Yang bertanda tangan dibawah ini: PERJANJIAN ANTARA PT DANA SYARIAH INDONESIA DAN Nomor. I. PT Dana Syariah Indonesia, berkedudukan

Lebih terperinci

KAJIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. BUSSAN AUTO FINANCE SURAKARTA. Oleh:

KAJIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. BUSSAN AUTO FINANCE SURAKARTA. Oleh: KAJIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. BUSSAN AUTO FINANCE SURAKARTA Oleh: Ronal Ravianto Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH Oleh : Gostan Adri Harahap, SH. M. Hum. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Labuhanbatu

Lebih terperinci

KETENTUAN-KETENTUAN DAN SYARAT-SYARAT PPJB

KETENTUAN-KETENTUAN DAN SYARAT-SYARAT PPJB KETENTUAN-KETENTUAN DAN SYARAT-SYARAT PPJB Form.# Tgl. R Halaman 1 dari 8 Pasal 1 Letak 1.1. Pengembang dengan ini berjanji dan mengikatkan dirinya sekarang dan untuk kemudian pada waktunya menjual dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat kita lihat dalam praktek sehari-hari, banyaknya peminat dari

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat kita lihat dalam praktek sehari-hari, banyaknya peminat dari BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Dalam dunia perdagangan kita mengenal berbagai macam perjanjian, salah satu diantaranya adalah Perjanjian Sewa Beli. Perjanjian ini timbul dalam praktek karena adanya

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk,

BAB III PEMBAHASAN. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk, BAB III PEMBAHASAN A. Pengertian Wanprestasi Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk, tidak memenuhi, terlambat, ceroboh, atau tidak lengkap memenuhi suatu perikatan. Wanprestasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI A. Pengaturan Sewa Beli di Indonesia Perjanjian sewa beli adalah termasuk perjanjian jenis baru yang timbul dalam masyarakat. Sebagaimana perjanjian jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka menunjang pembangunan nasional, pembangunan dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan. Atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan salah satu hal yang penting bagi setiap individu. Keinginan masyarakat untuk dapat memiliki tempat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI KARENA FORCE MAJEURE DALAM PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI KARENA FORCE MAJEURE DALAM PERJANJIAN 20 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI KARENA FORCE MAJEURE DALAM PERJANJIAN 1.1 Wanprestasi 2.1.1 Pengertian Dan Dasar Hukum Wanprestasi Perkataan wanprestasi berasal dari Bahasa Belanda yang artinya

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : I Made Aditia Warmadewa I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Tulisan ini berjudul akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman negara Indonesia telah banyak perkembangan yang begitu pesat, salah satunya adalah dalam bidang pembangunan ekonomi yang dimana sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari tahun ke tahun terus berupaya untuk melaksanakan peningkatan pembangunan di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tantangan terbesar bagi hukum di Indonesia adalah terus berkembangnya perubahan di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pengaturan

Lebih terperinci

PERJANJIAN PINJAMAN. (Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman selanjutnya secara bersama disebut sebagai Para Pihak )

PERJANJIAN PINJAMAN. (Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman selanjutnya secara bersama disebut sebagai Para Pihak ) PERJANJIAN PINJAMAN Perjanjian pinjaman ini ( Perjanjian ) dibuat pada hari dan tanggal yang disebutkan dalam Lampiran I Perjanjian ini, oleh dan antara: 1. Koperasi Sahabat Sejahtera Anda, suatu koperasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Koperasi Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata co yang artinya bersama dan operation yang artinya bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikir dan pengetahuannya, manusia dapat memenuhi segala kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. pikir dan pengetahuannya, manusia dapat memenuhi segala kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN Manusia sebagai mahluk sosial mempunyai berbagai macam kebutuhan guna menunjang kelangsungan hidupnya. Seiring dengan perkembangan pola pikir dan pengetahuannya, manusia dapat memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN BAGI HASIL

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN BAGI HASIL BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN BAGI HASIL A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Sumber terpenting dari perikatan adalah perjanjian, terutama perjanjian obligator yang di atur lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita sadari atau tidak, perjanjian sering kita lakukan dalam kehidupan seharihari. Baik perjanjian dalam bentuk sederhana atau kompleks, lisan atau tulisan, dalam jangka

Lebih terperinci

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH]

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH] BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan arus globalisasi ekonomi dunia dan kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat. Masyarakat semakin banyak mengikatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya jumlah populasi manusia semakin meningkatkan kebutuhan. Untuk itu mereka melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Lebih terperinci

PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM UANG DI PERUSAHAAN

PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM UANG DI PERUSAHAAN 49 PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM UANG DI PERUSAHAAN Pada hari ini, Senin tanggal empat bulan satu tahun dua ribu sepuluh (04-01-2010), bertempat di Jakarta, kami yang bertandatangan di bawah ini: 1. Amin,

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. A. Persyaratan dalam Mengadakan Akad Murabahah di BMT-UMY

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. A. Persyaratan dalam Mengadakan Akad Murabahah di BMT-UMY BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA A. Persyaratan dalam Mengadakan Akad Murabahah di BMT-UMY 1. Syarat Akad Murabahah Produk Pembiayaan di BMT-UMY diantaranya adalah Murabahah, Musyarakah dan Ijarah.

Lebih terperinci

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan 2 Prof. Subekti Perikatan hubungan hukum antara 2 pihak/lebih, dimana satu pihak

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA PADA KRISNA FINANCE SURAKARTA

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA PADA KRISNA FINANCE SURAKARTA PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA PADA KRISNA FINANCE SURAKARTA HARTINI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SURAKARTA ABSTRAK: Salah satu bentuk perjanjian adalah perjanjian

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PENGELOLAAN SEWA BANGUNAN HOTEL CAMBRIDGE CONDOMINIUM & SHOPPING MALL

BAB II PERJANJIAN PENGELOLAAN SEWA BANGUNAN HOTEL CAMBRIDGE CONDOMINIUM & SHOPPING MALL BAB II PERJANJIAN PENGELOLAAN SEWA BANGUNAN HOTEL CAMBRIDGE CONDOMINIUM & SHOPPING MALL A. Ketentuan Umun Perjanjian Sewa Menyewa 1. Pengertian perjanjian sewa menyewa M. Yahya Harahap mengemukakan bahwa,

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian 19 BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatanperikatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi 1 BAB I PENDAHULUAN Perkembangan masyarakat terlihat pada lembaga yang ada pada masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi maupun hukum. Untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci