BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORI A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori perkembangan Kognitif Piaget. dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

KISI-KISI LEMBAR PENILAIAN AHLI MATERI

Lampiran A1. No Aspek Indikator No. Butir. a. Kejelasan dan kelengkapan identitas. 1. Identitas mata pelajaran 1, 2, 3. b. Ketepatan alokasi waktu 4

DESKRIPSI INSTRUMEN 2 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN BIOLOGI SMA/MA

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian misalnya perilaku, persepsi, tindakan, dan lain-lain. Deskriptif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Pengertian Bahan Ajar

TEORI BELAJAR VAN HIELE

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian pengembangan atau Research and

DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH LAYANG-LAYANG PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SEKOLAH DASAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa yaitu tahap sensorimotor, pra

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 2 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN SEJARAH UNTUK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH

Analisis Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Tentang Bangun Datar Ditinjau Dari Teori Van Hiele ABSTRAK

ANALISIS KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 03 TUNTANG TENTANG BANGUN DATAR DITINJAU DARI TEORI VAN HIELE

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR R. NETY RUSTIKAYANTI 2017

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 1 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH

BAB III METODE PENELITIAN

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 2 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN KIMIA UNTUK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 1 (BUKU SISWA) BUKU TEKS PELAJARAN SOSIOLOGI SMA/MA KELAS X

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DESKRIPSI KEMAMPUAN GEOMETRI SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan model pengembangan ADDIE yaitu tahap analysis (analisis),

DESKRIPSI INSTRUMEN 2 PENILAIAN BUKU TEKS PENJASORKES UNTUK SD/MI

TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian merupakan kegiatan pencarian, penyelidikan, dan percobaan secara

BAB IV HASIL PENGEMBANGAN DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian pengembangan ini berupa (1) sebuah LKS berbasis

BAB III METODE PENELITIAN

Teknik Penyusunan MODUL

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 2 PENILAIAN BUKU TEKS SISWA UNTUK PEMINATAN FISIKA SMA/MA

EFEKTIVITAS MODUL ANALISIS KOMPLEKS DENGAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES PADA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA DI STKIP PGRI SUMATERA BARAT

PENULISAN BUKU AJAR/BUKU TEKS

BAB III METODE PENELITIAN. A. Model Pengembangan

Kisi kisi Soal Tes. Bentuk Nomor. Uraian 1

PENYUSUNAN BAHAN AJAR. Diklat Pra Uji Kompetensi Pendidik Kursus dan Pelatihan Pendidikan Nonformal

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


LEMBAR VALIDASI AHLI MATERI

BAB III METODE PENELITIAN

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR: 5 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENULISAN MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. segi empat dengan pendekatan problem solving (pemecahan masalah) yang telah

Unit 4. Pengembangan Bahan Pembelajaran Cetak. Isniatun Munawaroh. Pendahuluan

BAB III METODE PENGEMBANGAN. Penelitian ini tergolong ke dalam penelitian dan pengembangan (Research &

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB II KAJIAN TEORETIS. matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengembangan Buku Referensi Berbasis Multi Representasi dengan Pendekatan Kontekstual pada Materi Kalor dan Termodinamika

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yang bersifat analisis kebutuhan dan untuk mengkaji keefektifan

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Metode Penelitian dan Pengembangan atau dikenal juga dengan istilah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMA mencakup beberapa prosedur pengembangan. Langkah-langkah. pengembangan bahan ajar adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi. Matematika juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Multimedia Pembelajaran SD Berbasis Konstruktivistik

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD

BAB II KAJIAN PUSTAKA

UNIT TEORI BELAJAR VAN HIELE. Purwoko PENDAHULUAN

BAB II KAJIAN TEORI. berupa masalah ataupun soal-soal untuk diselesaikan. sintesis dan evaluasi (Gokhale,1995:23). Menurut Halpen (dalam Achmad,

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian

Modul Pelatihan PENGEMBANGAN BAHAN BELAJAR KEMDIKBUD. Kegiatan Belajar 3. Pusat Teknologi Informasi & Komunikasi Pendidikan. IKA KURNIAWATI, M.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Kajian Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

E-LAERNING TEORI BELAJAR VAN HIELE VS BARUDA

BAB III METODE PENELITIAN. IPA Terpadu Model Webbed dengan Pendekatan Inquiry pada Tema. Hujan Asam bagi Lingkungan sebagai Upaya Meningkatkan Science

INSTRUMEN 1 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN SENI BUDAYA DAN KETERAMPILAN BIDANG KETERAMPILAN (KERAJINAN) SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bilangan, (b) aljabar, (c) geometri dan pengukuran, (d) statistika dan peluang

Ika Santia 1, Jatmiko 2 Pendidikan matematika, Universitas Nusantara PGRI Kediri 1 2.

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PEDOMAN PENYUSUNAN MODUL PEMBELAJARAN UNIVERSITAS ESAUNGGUL. Modul merupakan sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN PEDOMAN PENULISAN KARYA ILMIAH ( SKRIPSI, TESIS, DISERTASI, ARTIKEL, MAKALAH, DAN LAPORAN PENELITIAN )

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian penembangan yaitu suatu penelitian

BAB IV HASIL PENGEMBANGAN DAN PEMBAHASAN

SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2015

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN Hakikat Kemampuan Mengenal Bentuk Bangun Datar Sederhana

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya akan selalu berkembang ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu,

2015 DESAIN DIDAKTIS SIFAT-SIFAT SEGIEMPAT UNTUK MENCAPAI LEVEL BERPIKIR GEOMETRI PENGELOMPOKKAN PADA SISWA SMP

BAHAN AJAR MODUL. Irnin Agustina D.A., M.Pd.

Desain. Produk. Revisi Produk. Produksi Massal

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Belajar dan Hasil Belajar Belajar merupakan suatu proses internal yang tidak dapat dilihat dengan nyata. Proses tersebut terjadi dalam diri seseorang yang sedang mengalami belajar demi mencapai sebuah tujuan. Bloom dalam taksonominya, menyatakan bahwa dalam belajar siswa akan mencapai tiga tujuan perkembangan yaitu perkembangan kognitif, afektif, serta psikomotor (Forehand, 2012). Definisi belajar dari Morgan (Purwanto, 2011) mengemukakan Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai hasil dari latihan atau pengalaman. Menurut Syah (2005) belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Jadi, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman dan interaksi yang melibatkan proses kognitif dan memberikan reaksi kepada sikap, kebiasaan, pengertian, dan sikap. Dalam kaitanya dengan proses dan reaksi, belajar memiliki tujuan akhir berupa hasil belajar. Hasil belajar diartikan sebagai perubahan perilaku siswa akibat proses belajar (Chomsiati, 2014). Purwanto (dalam Chomsiati, 2014) menyatakan bahwa hasil belajar adalah tingkah laku yang diukur dengan tes mengenai bidang studi yang dipelajari. Hasil belajar berupa pengetahuan dan keterampilan dari program belajar. Pengetahuan ditunjukkan dengan aksi atau reaksi yang dilakukan seseorang dalam mencapai tujuan. Dengan demikian hasil belajar merupakan keterampilan yang dicapai setelah pembelajaran dan dapat diukur menggunakan tes. commit to user 8

9 2. Tahap Berpikir Kognitif Kemampuan kognitif siswa berkembang dari satu tahap ke tahap lainnya. Dalam teori Piaget, perkembangan kognitif dikaitkan dengan perkembangan usia anak. Berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget, idealnya perkembangan kognitif siswa dibedakan menjadi 4 tahap sesuai dengan umurnya (Santrock, 2012). Berikut ini adalah penjelasan secara detail menurut Santrock (2012): a. Tahap Sensorimotor Perkembangan kognitif anak yang baru lahir hingga berusia 2 tahun berada pada tahap sensorimotor. Pada tahap ini siswa membangun pengetahuan mengenai dunia melalui aksi fisik. Anak mengoordinir pengalaman sensori dengan aksi fisik (Santrock, 2012). b. Tahap Praoperation Siswa pada usia 2-7 tahun idealnya berada pada tahap praoperation. Siswa mulai menggunakan representasi untuk memahami dunia. Pemikiran simbolik yaitu mencerminkan penggunaan kata dan gambar digunakan dalam representasi mental (Santrock, 2012). Pemikiran simbolik ini terus berkembang ke koneksi antara sensori informasi dan aksi fisik. Terdapat keterbatasan pada pemikiran siswa pada tahap ini seperti egocentrism dan centration. c. Tahap Concrete Operation Tahap ini idealnya dialami siswa yang berusia 7-11 tahun. Pada tahap ini siswa mampu memberikan alasan secara logis terhadap objek konkret, memhami konsep dari konservatif, mengorganisasikan objek ke dalam kelas hirarki/klasifikasi, dan menempatkan objek secara berurutan (Santrock, 2012). d. Tahap Formal Operation Tahap formal idealnya dialami siswa yang berusia 11-15 tahun atau lebih. Pada tahap ini siswa mampu mewujudkan pekerjaannya sebagai hasil dari berpikir logis dan siswa mulai mengembangkan pikiran formalnya (Santrock, 2012). Selain itu, commit siswa to telah user mampu mencapai logika dan rasio

10 serta menggunakan abstraksi. Karakter dari siswa yang berada pada tahap formal adalah sebagai berikut: 1) Mencapai logika dan rasio dan menggunakan abstraksi, 2) Berpikir logis dengan objek-objek yang abstrak, 3) Memecahkan masalah yang bersifat hipotetis (hypotetical-deductive), 4) Membuat perkiraan, 5) Mengintrospeksi diri sendiri, 6) Memahami arti kiasan/simbolik 3. Respon Siswa Respon siswa merupakan bentuk reaksi afektif yang berkenaan dengan keinginan untuk berbuat terhadap suatu gagasan, benda, atau sistem nilai (Zulhelmi, 2009). Abidin (dalam Rahayu, 2014) menyatakan respon adalah reaksi yang dilakukan seseorang terhadap rangsangan. Weber (dalam Lestari, 2016) menyatakan respon adalah tindakan yang penuh arti dari individu dan diarahkan pada orang lain. Dalam kaitannya dengan siswa, respon berkaitan dengan rangsangan dalam kegiatan pembelajaran baik metode atau media. Dengan demikian, respon siswa dapat diartikan sebagai bentuk reaksi siswa terhadap rangsangan yang diberikan dalam pembelajaran. Harvey dan Smith (dalam Rahayu, 2014) mendefinisikan respon sebagai bentuk kesiapan dalam menentukan sikap baik dalam bentuk positif maupun negatif terhadap objek atau situasi. Respon positif menunjukkan atau memperlihatkan pengakuan atau persetujuan, sedangkan respon negatif menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui suatu objek. Salah satu teori respon yang membahas respon secara detail adalah teori Attention Relevance Confidence Satisfaction (ARCS) dari John Keller. Dalam teorinya, John Keller (2010) menjelaskan bahwa respon siswa terdiri dari empat faktor yaitu atensi atau perhatian (attention), keterkaitan (relevance), keyakinan (confidence), dan kepuasan (satisfaction). Keempat faktor ini dijelaskan secara detail, sebagai berikut: a. Perhatian Perhatian adalah sebuah bentuk perhatian yang menunjukkan minat siswa dalam belajar konsep/ide commit yang to user diajarkan (Poulsen dkk, 2008). Keller

11 (2010) menambahkan bahwa atensi berkaitan dengan keingintahuan serta pencarian hal yang mengejutkan bagi siswa. Perhatian diindikasi dengan perasaan senang dalam belajar, tidak terjadi kesalahpahaman materi karena siswa telah memperhatikan dengan baik, serta ingatan yang kuat terhadap pembelajaran dan materi. b. Keterkaitan Setelah atensi siswa muncul/meningkat, siswa akan mulai berpikir apakah pelajaran yang ia pelajari memiliki kaitan dengan dirinya (Keller, 2010). Apabila terdapat kaitan antara pelajaran dan diri siswa, maka siswa akan memberikan respon yang baik terhadap pembelajaran karena siswa tahu bahwa hal yang dipelajari berguna untuk sekarang dan masa depan. Akan tetapi, jika siswa tidak menemukan bahwa pelajaran yang ia pelajari berguna dan berkaitan dengan kehidupannya, maka siswa akan memberikan respon yang kurang baik (Keller, 2000). Indikasi dari adanya keterkaitan dalam belajar adalah siswa merasa tidak bosan dalam belajar karena menemukan banyak pengalaman belajar baru. c. Keyakinan (Confidence) Sebelum pelajaran berakhir, siswa perlu mengetahui bahwa dia memiliki kemungkinan untuk sukses (Keller, 2000). Keyakinan ini menumbuhkan sebuah perasaan percaya pada diri mereka dalam proses pembelajaran sehingga siswa memiliki respon yang baik terhadap pembelajaran (Keller, 2000). Keyakinan siswa diindikasi dengan adanya motivasi belajar yang tinggi, penalaran individu, dan kemudahan memahami materi dalam pembelajaran. d. Kepuasan (Satisfication) Kepuasan siswa dalam belajar juga merupakan penentu yang menyatakan bahwa siswa memiliki respon yang baik terhadap pembelajaran. Kepuasan siswa ini muncul dari perasaan puas terhadap pencapaian pembelajaran yang dicapainya sehingga siswa berani mengeluarkan pendapat dalam pembelajaran dan leluasa berdiskusi dengan teman. commit to user

12 4. Teori Geometri Menurut Van Hiele Dalam mempelajari geometri, siswa memiliki tingkatan pemahaman yang berbeda sehingga memiliki tingkat berpikir yang bervariasi (Van Hiele dalam Usiskin, 1982). Dina Van Hiele dan suaminya Piere Marie Van Hiele mengembangkan teori tingkat berpikir geometri siswa dalam lima tingkatan. Teori ini dikembangkan dalam disertasi yang berbeda pada tahun 1957 di Univesity of Utrecht dan dituliskan dalam buku Mathematics as an Educational Task (1973). Teori ini kemudian dimasukkan dalam kurikulum di Uni Soviet dan semenjak itu teori ini terus berkembang dan digunakan dalam berbagai penelitian di bidang geometri. Dalam teori berpikir geometri Van Hiele terdapat tiga aspek yaitu exist of level, properties of level, dan movement from one level to another level. Exist of level merupakan definisi dari keberadaan masing-masing level berpikir geometri pada siswa. Terdapat lima level berpikir geometri yang disebut sebagai level 0, level 1, level 2, level 3, dan level 4. Secara rinci dijelaskan sebagai berikut: a. Level 0 Visualisasi Pada level ini siswa mengetahui nama dari bangun geometri tertentu dan dapat menyebutkan nama dari berbagai macam bangun. Tahap ini siswa menyadari keberadaan dari suatu bangun karena bangun tersebut adalah sesuatu yang nyata ada di sekelilingnya. Siswa pada tahap ini sudah dapat belajar kosakata bangun-bangun geometri, dapat mengidentifikasi bangun tertentu dari kenampakan visualnya, siswa juga telah dapat menunjukkan bentuk bangun dan menggambarkannya kembali. Akan tetapi, pada tahap ini siswa belum dapat mengidentifikasi atribut atau sifat-sifat dari berbagai bangun geometri yang dikenalnya. Sebagai contoh, siswa mengetahui seperti apa bentuk dari bangun yang disebut sebagai persegi. b. Level 1 Analisis Pada level ini, siswa sudah mampu menjelaskan karakter dari masingmasing bangun geometri yang dikenalnya. Dalam sebuah pengamatan dan percobaan, siswa dapat menunjukkan commit to user sifat masing-masing bangun. Tahap

13 ini terlihat dari kemampuan siswa dalam menyebutkan sifat dari masingmasing bangun geometri, tetapi pada tahap ini siswa belum dapat menjelaskan hubungan dari berbagai bangun geometri yang ia pelajari. Sebagai contoh, pada tahap analisis siswa sudah mengenal bahwa persegi memiliki empat sisi yang sama panjang, tetapi siswa belum dapat menyimpulkan bahwa persegi adalah bagian dari persegi panjang. c. Level 2 Deduksi Informal Pada tahap deduksi informal, siswa sudah mengetahui hubungan secara klasifikasi dan hirarki dari berbagai bangun geometri yang dipelajarinya. Dia mengetahui hubungan sifat-sifat dalam suatu bangun maupun antar bangun. Siswa sudah mampu memberikan alasan secara deduksi bagaimana hubungan antara sifat-sifat antar bangun. Pada tahap ini, pemahaman siswa terhadap bangun geometri sangat jelas dan berarti (definitional meaningful). Pada tahap ini, kemampuan siswa dalam mempelajari geometri telah mencapai tujuan dari pembelajaran geometri pada tingkat sekolah menengah. Oleh karena itu, beberapa penelitian mengatakan tujuan dari pembelajaran geometri terletak pada level ini. d. Level 3 Deduksi Pada level Deduksi siswa telah dapat menjelaskan alasan deduksi menggunakan postulat, aksioma, dan pembuktian secara saintifik. Dina Van Hiele (dalam Usiskin, 1982) menyatakan bahwa tahap ini disebut juga sebagai tahap perkembangan insting geometri. e. Level 4 Rigor Pada tahap terakhir Van Hiele dinyatakan bahwa siswa sudah secara handal menjelaskan deduksi yang abstrak dalam geometri. Pada tahap ini seseorang telah dapat memahami Non-Euclidean geometri. Exist of level menjelaskan bagaimana tingkat berpikir geometri siswa dan properties of level menjelaskan sifat-sifat dari berlakunya tingkatan berpikir ini. Terdapat 5 properties of level pada tingkat berpikir geometri yaitu fixed sequence, adjacency, distriction, separation, dan attaintment. Fixed properties menyatakan bahwa tingkatan level commit berpikir to user yang dikemukakan bersifat kaku dan

14 runut. Artinya, untuk mencapai level paling tinggi, siswa harus melalui level di atasnya terlebih dahulu dan seterusnya secara runut. Sifat separation menyatakan bahwa dua orang dengan level berpikir berbeda tidak akan saling mengerti. Sebagai contoh, guru yang memiliki level tinggi mengajari siswanya pada level awal dengan menjelaskan bahasa yang digunakannya pada level tinggi. Hal tersebut tidak akan berhasil membuat siswa mengerti penjelasan guru. Sifat adjacency menyatakan bahwa hal intrinsik yang dipelajari pada suatu level akan menjadi hal ekstrinsik pada level di atasnya. Pada sifat attaintment disebutkan bahwa proses belajar akan membawa siswa pada pemahaman lengkap sehingga dapat naik pada level di atasnya. 5. Fase Belajar Geometri Van Hiele Pada penjelasan sebelumnya telah dijelaskan aspek exist of level dan properties of level. Pada sifat attaintment dinyatakan bahwa tingkat berpikir geometri siswa dapat ditingkatkan melalui proses pembelajaran. Sifat terakhir ini merujuk pada aspek teori Van Hiele yang terakhir yaitu movements from one level to another. Pada aspek ini Van Hiele (dalam Usiskin, 1982) menyatakan bahwa perkembangan kognitif dalam geometri bisa dipercepat dengan instruksi dalam proses pembelajaran. Instruksi yang diberikan merupakan perlakuan dalam pembelajaran geometri yang diterangkan dalam lima fase berpikir geometri sebagai berikut: a. Inkuiri Fase inkuiri dikenal juga sebagai fase informasi. Pada fase inkuiri, siswa dan guru berdiskusi mengenai pokok bahasan yang akan dipelajari. Tujuan dari fase ini adalah (1) guru mengetahui pengetahuan dasar siswa mengenai materi yang akan dibahas dan (2) siswa mengetahui apa yang akan dipelajari dan langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam belajar. b. Orientasi Langsung Fase ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan pengetahuan mengenai pokok bahasan yang dipelajari. Aktivitas pada fase ini dapat berupa aktivitas commit menggambar to user bentuk geometri pada suatu pokok

15 bahasan. Sebagai contoh, guru meminta siswa untuk menggambar dua garis sejajar yang berpotongan dengan garis lain. Pada kesempatan ini guru perlu menekankan bagaimana proses menggambar dua buah garis yang sejajar sehingga siswa mengetahui syarat syarat garis yang sejajar serta sifatnya. Secara tidak langsung siswa akan mengetahui bahwa dua buah garis yang terlihat sejajar tidak memiliki cukup bukti bahawa kedua garis tersebut sejajar. c. Penjelasan Pada fase ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun dan menghubungkan pengetahuan yang telah siswa miliki pada suatu pokok bahasan. Contohnya, guru meminta siswa untuk menentukan sifat-sifat sudut yang terbentuk dari dua garis sejajar dan berpotongan dengan garis lain. Siswa mulai mengamati serta menganalisis sudut-sudut yang terbentuk. Guru dapat memberikan bantuan bimbingan berupa sudut mana saja yang besarnya sama? Mengapa sudut tersebut memiliki besar yang sama? Pada fase ini guru membimbing siswa untuk lebih detail menganalisis sudut daripada hanya melihat dan menduga bahwa sudut-sudut tersebut memiliki besar yang sama d. Orientasi Bebas Kemudian pada fase orientasi bebas, siswa diberikan lebih banyak contoh permasalahan serupa sehingga siswa dapat mengaplikasikan pengetahuannya e. Integrasi Pada fase terakhir ini, siswa diminta untuk menyelesaikan permasalahan yang lebih kompleks untuk menerapkan pengetahuan yang telah dimilikinya. Tingkatan berpikir geometri yang dikembangkan oleh Van Hiele memberikan gambaran bagaimana penyebaran tingkat berpikir siswa dalam pembelajaran di kelas dari level 0 ke level 2. Hal ini juga menjelaskan bahwa perlakuan dalam pembelajaran seperti aktivitas pembelajaran dapat memberikan dampak pada tingkat berpikir commit geometri. to user Fase pembelajaran geometri untuk

menjembatani tingkat berpikir siswa juga dijelaskan dalam fase pembelajaran seperti dijelaskan pada penjelasan teori Van Hiele pada subbab sebelumnya. 16 6. Definisi dan Klasifikasi Segiempat Segiempat adalah salah satu topik yang dipelajari pada tingkat sekolah menengah pertama baik Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) maupun Kurikulum 2013 (K13). Kompetensi dasar segiempat pada KTSP adalah siswa dapat mengidentifikasi sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapesium, jajar genjang, belah ketupat, dan layang-layang. Segiempat yang diajarkan di Indonesia diklasifikasikan menjadi persegi panjang, persegi, trapesium, jajargenjang, belah ketupat, trapesium, dan layanglayang. Berikut ini adalah penjelasan sifat-sifat bangun secara rinci menurut Koberlein (2011). a. Persegi Panjang Persegi panjang atau rectangle adalah paralellogram that has a right angle sehingga definisi persegi panjang adalah bangun segiempat yang memiliki sudut siku-siku (Koberlein, 2011: 190). Berdasarkan definisi tersebut, dapat ditarik beberapa teorema, seperti: 1) sisi-sisi yang berhadapan sama panjang, 2) sisi yang berhadapan sejajar, 3) sudutsudutnya sama besar, 4) tiap-tiap sudut merupakan sudut siku-siku, 5) diagonal-diagonalnya sama panjang, 6) perpotongan diagonal saling membagi dua sama panjang Gambar 2.1. Persegi Panjang b. Persegi Definisi dari persegi adalah persegi panjang yang memiliki sisi bersebelahan yang kongruen (Koberlein, 2011: 197). Dari definisi ini, dapat diperoleh beberapa teorema:1) semua sisi sama panjang, 2) sisi-sisi yang berhadapan sama panjang, commit 3) sisi to user yang berhadapan sejajar, 4) sudut-

17 sudutnya sama besar, 5) tiap-tiap sudutnya merupakan sudut siku-siku, 6) diagonal-diagonalnya sama panjang, 7) Perpotongan diagonalnya saling membagi dua sama panjang. Gambar 2.2 Persegi c. Jajargenjang Definisi jajargenjang atau parallelogram adalah segiempat yang memiliki dua pasang sisi berhadapan yang sejajar (Koberlein, 2011; 187). Teorema yang muncul dari definisi ini adalah: 1) sisi yang berhadapan sama panjang, 2) sisi yang berhadapan sejajar, 3) sudut-sudut yang berhadapan sama besar, 4) jumlah besar sudut yang berdekatan adalah 180, dan 5) perpotongan diagonal saling membagi dua sama panjang. Gambar 2.3. Jajargenjang d. Belah Ketupat Definisi belah ketupat atau rhombus adalah segiempat yang memiliki dua pasang sisi berhadapan yang kongruen (Koberlein, 2011: 197). Terdapat beberapa teorema tentang belah ketupat: 1) semua sisi sama panjang, 2) sudut-sudut yang berhadapan sama besar, 3) serpotongan diagonalnya saling membagi dua sama panjang, dan 4) kedua diagonal saling tegak lurus. Gambar 2.4. Belah Ketupat commit to user

18 e. Layang-layang Definisi layang-layang atau kite adalah segiempat yang memiliki dua pasang sisi bersebelahan yang berbeda (Koberlein, 2011; 188). Terdapat beberapa teorema mengenai layang-layang: 1) masing-masing sepasang sisinya sama panjang, 2) tepat sepasang sudut yang berhadapan sama panjang, 3) salah satu diagonalnya membagi dua sama panjang dengan diagonal yang lain, dan 4) kedua diagonalnya saling tegak lurus. Gambar 2.5. Layang-layang f. Trapesium Definisi trapesium atau trapezoid adalah segiempat yang pasti memiliki sepasang sisi yang sejajar (Koberlein, 2010: 205). Apabila dua sisi yang bukan sisi sejajar kongruen maka trapesium disebut sebagai trapesium sama kaki atau isosceles trapezoid. Beberapa teorema mengenai trapesium adalah sebagai berikut: 1) memiliki tepat sepasang sisi yang sejajar dan 2) jumlah sudut yang berdekatan diantara dua sisi sejajar adalah 180. Gambar 2.6. Trapesium Berdasarkan definisi dan teorema-teorema bangun-bangun segiempat sebelumnya, maka sifat-sifat segiempat berdasarkan masing-masing unsur dapat dibedakan seperti pada Tabel 2.1. commit to user

19 Tabel 2.1. Sifat-sifat Segiempat Sisi yang kongruen Sisi yang sejajar Sisi yang tegak lurus Sudut yang kongruen Jajargenjang Kedua pasang sisi yang berhadapan Kedua pasang sisi yang berhadapan Jika jajargenjang adalah persegi atau persegi panjang Kedua pasang sudut yang berhadapan Persegi Panjang Kedua pasang sisi yang berhadapan Kedua pasang sisi yang berhadapan Sisi yang berurutan Semua sudut Belah Ketupat Persegi Layanglayang Semua sisi Semua sisi Kedua pasang sisi yang bersebelahan Kedua pasang sisi yang berhadapan Jika belah ketupat ada-lah persegi Kedua pasang sudut yang berhadapan Kedua pasang sisi yang berhadapan Sisi yang berurutan Semua sudut Satu pasang sudut yang berhadapan* Trapesium Sepasang alas Jika trapesium memiliki alas siku-siku Jika membentuk trapesium siku-siku maka terdapat satu pasang sudut yang kongruen Perpotongan diagonal Berpotong an sama panjang Kongruen dan berpotongan sama panjang Saling tegak lurus dan berpotongan sama panjang Kongruen, berpotongan sama panjang dan tegak lurus Tegak lurus Berpotongan Berdasarkan sifat dan definisi segiempat sebelumnya, maka pendefinisan segiempat sebagai berikut: 1) jajargenjang adalah segiempat yang memiliki pasangan-pasangan sisi yang sejajar. 2) persegi panjang adalah jajargenjang yang salah satu sudutnya siku-siku. 3) belah ketupat adalah jajargenjang yang sisinya sama panjang. 4) persegi adalah belah ketupat yang salah satu sudutnya siku-siku, persegi juga dapat didefinisikan sebagai persegi panjang yang sisinya sama panjang. 5) layang-layang adalah segiempat yang memiliki pasangan-pasangan sisi commit to user berdekatan yang sama panjang.

20 6) trapesium adalah segiempat yang tepat sepasang sisi berhadapan sejajar. Dalam hirarki segiempat yang dijelaskan Villiers (1994) ditunjukkan bahwa berdasarkan klasifikasinya, beberapa jenis segiempat memiliki kerterkaitan satu sama lain. Terdapat beberapa bangun yang memenuhi sifat lebih dari satu bangun segiempat, sebagai contoh, persegi dapat disebut juga sebagai kasus istimewa dari persegi panjang, belah ketupat, trapesium, dan layang-layang. Apabila diperhatikan dari unsur banyaknya sisi yang sejajar, maka segiempat diklasifikasikan sebagai berikut: Segiempat Jajargenjang Trapesium Layang-layang Persegi Panjang Belah Ketupat Persegi Gambar 2.7. Klasifikasi Segiempat 7. Teori Van Hiele dalam Pokok Bahasan Segiempat Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa terdapat tiga tingkatan berpikir geometri Van Hiele dalam pembelajaran geometri tingkat sekolah menengah. Pada pembelajaran klasifikasi segiempat juga terdapat kriteria-kriteria sikap yang mengelompokkan siswa dalam tiga tingkat berpikir geometri. Berikut adalah karakter tingkat berpikir geometri pada klasifikasi segiempat. commit to user

21 a. Level 0 Pada level ini siswa dapat menggambarkan bentuk bangun segiempat meskipun mengabaikan beberapa sifat, seperti sudut yang tidak siku-siku ketika membuat segiempat atau garis yang tidak lurus pada saat membuat sisi segiempat. Siswa juga telah dapat mendefinisikan nama dari bangun-bangun segiempat melalui visual bangun segiempat. Namun, siswa tidak dapat menjelaskan alasan sebuah segiempat digolongkan ke jenis tertentu berdasarkan sifat-sifatnya. Apabila siswa menjawab menggunakan sifat, siswa akan terlihat bingung dan menyebutkan sifat-sifat yang tidak relevan terhadap suatu bangun. Selain itu, siswa mengelompokkan bangun segiempat secara tidak konsisten seperti kekeliruan dalam menyebut layang-layang dan belah ketupat. b. Level 1 Pada level 1 analisis, siswa membandingkan bentuk bangun geometri menggunakan sifat-sifat bangun geometri. Siswa juga dapat mengelompokkan bangun berdasarkan sifat tertentu seperti pengelompokkan bangun segiempat ditinjau dari sifat sisinya. Siswa memperlakukan geometri secara visual (fisik) ketika melakukan pengujian terhadap sifat-sifatnya. Sebagai contoh, siswa fokus pada melihat variasi bentuk gambar segiempat dan melakukan pengamatan terhadap variasi bentuknya. Akan tetapi, pada level ini siswa tidak dapat menjelaskan penarikan simpulan yang dilakukannya. c. Level 2 Pada level 2 deduksi informal, siswa telah mengidentifikasikan tipe bangun segiempat secara lengkap. Siswa dapat memodifikasi definisi dan secara cepat menerima dan menggunakan definisi dari konsep baru. Siswa telah menggunakan logika berpikir jika-maka, seperti jika a memiliki dua pasang sudut berhadapan yang sama besar maka a dapat dikategorikan sebagai jajar genjang atau belah ketupat atau bahkan persegi maupun persegi panjang. Pada level ini siswa tidak membuktikan penarikan simpulannya commit to user

secara formal berdasarkan teorema dan aksioma tetapi, secara informal berdasarkan penarikan simpulan secara sederhana. 22 8. Modul Pembelajaran Menurut Purwanto, dkk, (2007) Modul adalah bahan belajar yang dirancang secara sistematis berdasarkan kurikulum tertentu dan dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil dan memungkinkan dipelajari secara mandiri dalam satuan waktu tertentu. Menurut Daryanto (2002), modul adalah salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, di dalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu peserta didik menguasai tujuan pembelajaran yang spesifik. Daryanto (2002) juga menyatakan bahwa modul berfungsi sebagai sarana belajar yang bersifat mandiri sehingga siswa dapat belajar secara mandiri sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing. Daryanto (2002) menyatakan bahwa sebuah bahan ajar dapat disebut sebagai sebuah modul, maka harus dipenuhi karakteristik modul sebagai berikut. 1) Self Instruction Modul harus memuat tujuan pembelajaran yang jelas sehingga siswa mengetahui secara mandiri tujuannya belajar (Daryanto, 2002). Selain itu, modul harus memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unitunit kecil sehingga siswa dapat mudah mempelajari setiap unit dengan tuntas. Kemudian modul harus diserai contoh, ilustrasi, soal-soal latihan, atau penugasan sehingga siswa dapat secara mandiri menguasai konsep. Bahasa yang digunakan sederhana dan komunikatif, terdapat rangkuman pembelajaran, instrumen penilaian, umpan balik, dan rujukan atau referensi pembelajaran. 2) Self Contained Modul memuat seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan kompetensi dasar atau kompetensi inti yang ingin dicapai (Daryanto, 2002). Hal ini menunjukkan bahwa modul merupakan satu commit to user

23 kesatuan dari unit-unit tujuan pembelajaran untuk memenuhi suatu kompetensi. 3) Stand Alone (berdiri sendiri) Penggunaan modul tidak tergantung pada keberadaan media lainnya (Daryanto, 2002). Dengan kata lain tidak digunakan bersama-sama dengan bahan ajar/media lain. Akan tetapi terdapat beberapa modul yang membutuhkan media pendukung seperti video, audio, atau bahan ajar lain yang memang tidak dapat dituliskan dalam bentuk cetakan modul. 4) Adaptif Modul seharusnya memiliki tingkat adapatasi yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Modul dikatakan adaptif jika modul dapat menyesuaikan perkembangan ilmu dan teknologi serta fleksibel digunakan di berbagai perangkat keras. 5) User Friendly (bersahabat) Modul digunakan oleh siswa sehingga seharusnya modul menggunakan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan oleh pemakainya. Hal ini membuat modul mudah terbaca oleh siswa dan paparan informasi dan instruksi dapat direspon dengan mudah. a. Komponen Modul Menurut Sungkono, dkk (2003) komponen komponen utama yang perlu disajikan di dalam modul, antara lain: 1) Tinjauan Mata Pelajaran Tinjauan mata pelajaran adalah paparan umum mengenai keseluruhan pokok pokok isi mata pelajaran yang mencakup: a) deskripsi mata pelajaran b) kegunaaan mata pelajaran c) kompetensi dasar d) bahan pendukung lainnya (kaset, kit, dll), dan e) petunjuk belajar. commit to user

24 2) Pendahuluan Pendahuluan suatu modul merupakan pembukaan pembelajaran suatu modul yang memuat hal hal sebagai berikut: a) cakupan isi modul dalam bentuk deskripsi singkat; b) indikator yang ingin dicapai melalui sajian materi dan kegiatan modul; c) deskripsi perilaku awal (entry behaviour) yang memuat pengetahuan dan keterampilan yang sebelumnya sudah diperoleh atau seyogyanya sudah dimiliki sebagai pijakan (anchoring) dari pembahasan modul itu; d) relevansi, yang terdiri atas: (1) keterkaitan pembahasan materi dan kegiatan dalam modul itu dengan materi dan kegiatan dalam modul lain pada satu mata pelajaran atau pada mata pelajaran lain (cross reference), dan (2) pentingnya mempelajari materi modul itu dalam pengembangan dan pelaksanaan tugas guru secara profesional; e) urutan butir sajian modul (kegiatan pembelajaran) disusun secara logis; f) petunjuk belajar berisi panduan teknis mempelajari modul itu agar berhasil dikuasai dengan baik. 3) Kegiatan Pembelajaran Bagian ini memuat materi pelajaran yang harus dikuasai siswa. Materi tersebut disusun sedemikian rupa sehingga dengan mempelajari materi tersebut, tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai. 4) Latihan Latihan adalah berbagai bentuk kegiatan belajar yang harus dilakukan oleh siswa setelah membaca uraian sebelumnya. Tujuan latihan ini agar siswa benar benar belajar secara aktif dan akhirnya menguasai konsep yang sedang dibahas dalam kegiatan belajar tersebut. Latihan disajikan secara kreatif sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran. Latihan commit to user

25 dapat ditempatkan di sela sela uraian atau di akhir uraian. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan latihan: a) relevan dengan materi yang disajikan; b) sesuai dengan kemampuan siswa; c) bentuknya bervariasi, misalnya tes, tugas, eksperimen, dan sebagainya; d) bermakna (bermanfaat); e) menantang siswa untuk berpikir dan bersikap kritis; f) penyajiannya sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran. 5) Rambu Rambu Jawaban Latihan Rambu rambu jawaban latihan merupakan hal hal yang harus diperhatikan oleh siswa dalam mengerjakan soal soal latihan. Kegunaan rambu rambu jawaban ini adalah untuk mengarahkan pemahaman siswa tentang jawaban yang diharapkan dari pertanyaan atau tugas dalam latihan dalam mendukung tercapainya kompetensi pembelajaran. 6) Rangkuman Rangkuman adalah inti dari uraian materi yang disajikan pada kegiatan belajar dari suatu modul, yang berfungsi menyimpulkan dan memantapkan pengalaman belajar (isi dan proses) yang dapat mengondisikan tumbuhnya konsep atau skemata baru dalam pikiran siswa. Rangkuman hendaknya memenuhi ketentuan: a) berisi ide pokok yang telah disajikan; b) disajikan secara berurutan; c) disajikan secara ringkas; d) bersifat menyimpulkan; e) dapat dipahami dengan mudah (komunikatif); f) memantapkan pemahaman pembaca; g) rangkuman diletakkan sebelum tes formatif pada setiap kegiatan pembelajaran; commit to user

26 h) menggunakan bahasa Indonesia yang baku dan tidak menggunakan kata-kata yang sulit dipahami. 7) Tes Formatif Pada setiap modul selalu disertai lembar evaluasi (evaluasi formatif) yang biasanya berupa tes. Tes formatif merupakan tes untuk mengukur penguasaan siswa setelah suatu pokok bahasan selesai dipaparkan dalam satu kegiatan belajar berakhir. Tes formatif secara prinsip harus memenuhi syarat-syarat: a) mengukur kompetensi dan indikator yang sudah dirumuskan; b) materi tes benar dan logis, baik dari segi pokok masalah yang dikemukakan maupun dari pilihan jawaban yang ditawarkan; c) pokok masalah yang ditanyakan cukup penting; d) butir tes harus memenuhi syarat-syarat penulisan butir soal. 8) Kunci Jawaban Tes Formatif dan Tindak Lanjut Kunci jawaban tes formatif pada umumnya diletakkan di bagian paling akhir suatu modul. Tujuannya agar siswa benar benar berusaha mengerjakan tes tanpa melihat kunci jawaban terlebih dahulu. Di dalam kunci jawaban tes formatif, terdapat bagian tindak lanjut yang berisi kegiatan yang harus dilakukan siswa atas dasar tes formatifnya. Siswa diberi petunjuk untuk melakukan kegiatan lanjutan, seperti terus mempelajari kegiatan pembelajaran berikutnya bila ia berhasil dengan baik yaitu mencapai tingkat penguasaan 75 % dalam tes formatif yang lalu, atau mengulang kembali mempelajari kegiatan pembelajaran tersebut bila hasilnya masih di bawah 75 % dari skor maksimum. Pada pengembangan modul pada penelitian ini, komponen modul disesuaikan dengan teori Van Hiele sehingga modifikasi komponen modul yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Tinjauan Pokok Bahasan Komponen tinjauan mata pelajaran dimodifikasi menjadi tinjauan pokok bahasan karena materi yang dibahas pada modul ini adalah sebuah pokok bahasan commit yaitu segiempat. to user Komponen ini berisi deskripsi

27 pokok bahasan segiempat, kegunaan, kompetensi dasar, dan petunjuk belajar. Bahan pendukung lainnya tidak disertakan karena modul tidak memerlukan bahan pendukung lainnya. 2) Pendahuluan Pada komponen ini tidak terdapat modifikasi dan tetap mengikuti isi komponen modul dari Sungkono (2003). 3) Kegiatan Pembelajaran, Latihan dan Rambu-rambu Latihan Kegiatan Pembelajaran, latihan, dan rambu-rambu latihan digabungkan dalam satu komponen karena komponen latihan dan rambu-rambu latihan disajikan di sela-sela uraian kegiatan pembelajaran. Hal tersebut bertujuan agar fase belajar geometri Van Hiele dapat dirangkai sekaligus dalam uraian ini. 4) Rangkuman Rangkuman berisi materi yang sama yang disajikan dalam bentuk yang lebih ringkas. 5) Tes Formatif dan Kunci Jawaban Tes formatif diberikan dengan mengajukan beberapa pertanyaan seputar materi pelajaran yang telah diberikan. Tes formatif dan kunci jawaban diberikan secara terpisah demi mencegah siswa mengerjakan tes sebelum instruksi diberikan. b. Kualitas Modul Karena modul merupakan salah satu jenis buku teks, maka kualitas modul ditentukan dari komponen-komponen penilaian pada buku teks. Menurut BNSP (2007), penilaian buku teks terdiri dari empat komponen yaitu kelayakan isi, kelayakan penyajian, kelayakan kebahasaan, dan kelayakan kegrafikan. BNSP (2007) menjelaskan indikator dari pada kelayakan isi terdiri dari: a) kesesuaian dengan SK dan KD, perkembangan anak, dan kebutuhan masyarakat; b) substansi keilmuan dan life skills; c) wawasan untuk maju dan berkembang; dan d) keberagaman nilai sosial. Indikator untuk kelayakan penyajian terdiri dari: a) teknik; b) materi; dan c) pembelajaran. commit to Indikator user kelayakan kebahasaan terdiri

28 dari: a) keterbacaan; b) kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar; dan c) logika berbahasa. Pada komponen kelayakan kegrafikan dinilai dari indikator: a) ukuran/format buku; b) desain bagian kulit; c) desain bagian isi; d) kualitas kertas; e) kualitas cetakan; dan f) kualitas jilidan. Pujiastuti (2013) menjabarkan komponen penilaian dengan lebih detail. Kelayakan isi terdiri dari komponen a) kesesuaian uraian materi dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar; b) keakuratan materi akurat tersebut dapat dilihat pada konsep dan definisi, prinsip, prosedur, contoh, fakta, dan ilustrasi, serta soal, c) materi pendukung pembelajaran, d) kemutakhiran materi pada dasarnya keterkinian (up to date) materi yang terdapat di dalam buku baik itu buku rujukan, wacana, maupun contoh bahkan ilustrasi, e) upaya peningkatan kompetensi siswa; f) pengorganisasian materi mengikuti sistematika keilmuan; g) materi mengembangkan keterampilan dan kemampuan berpikir; h) materi merangsang untuk melakukan inkuiri; i) penggunaan notasi, simbol, dan satuan Kelayakan penyajian dinilai dari indikator: a) teknik penyajian yang dilihat dari sistematika penyajian, keruntutan penyajian, keseimbangan antar-bab, b) penyajian pembelajaran memiliki indikator penyajian pembelajaran dalam buku teks diarahkan untuk berpusat pada siswa, mampu mengembangkan keterampilan proses (berpikir dan psikomotorik), memerhatikan aspek keselamatan kerja (aman bagi siswa), c) kelengkapan penyajian (anatomi pembelajaran); d) variasi dalam cara penyampaian informasi; e) memperhatikan kode etik dan hak cipta; f) memperhatikan kesetaraan gender dan kepedulian terhadap lingkungan. Kelayakan kebahasaan terdiri dari indikator: (a) menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar; (b) bahasa yang digunakan dalam buku harus relevan dengan pemakai, mudah dipahami, sesuai dengan kemampuan bahasa dalam hal kosakata, struktur kalimat, dan pengaturan alinea; (c) menggunakan bahasa Indonesia yang mampu meningkatkan kematangan dan perkembangan siswa; (d) menggunakan kalimat yang sesuai dengan tingkat kematangan dan perkembangan siswa; dan (e) berkenaan dengan pengalihan huruf harus menggunakan transliterasi yang commit dibakukan. to user Kelayakan kegrafikan terdiri dari

29 indikator: a) Ukuran buku; b) Desain kulit buku/perwajahan sampul (daya tarik, tipografi, dan ilustrasi); c) Desain isi buku; d) ilustrasi (jenis, daya tarik, anatomi); e) kesesuaian jenis kertas; e) kesesuaian jenis kertas sampul Ramdani (2015) menjabarkan setiap indikator dengan detail lebih lanjut, sebagai berikut: a) Kelayakan isi 1) Kesesuaian uraian materi dengan SK dan KD Terdiri dari a) kelengkapan materi, b) keluasan materi, dan c) kedalaman materi 2) Keakuratan materi Terdiri dari: a) akurasi konsep dan definisi, b) akurasi prinsip, c) akurasi prosedur, d) akurasi contoh, fakta, dan ilustrasi, dan e) akurasi soal. 3) Materi pendukung pembelajaran Terdiri dari a) kesesuaian dengan perkembangan ilmu dan teknologi, b) keterkinian fitur, contoh, dan rujukan, c) penalaran, d) pemecahan masalah, e) keterkaitan antar konsep, f) komunikasi, g) penerapan, h) kemenarikan materi, i) mendorong untuk mencari informasi lebih lanjut, dan j) materi pengayaan. b) Kelayakan penyajian 1) Teknik penyajian Terdiri dari a) sistematika penyajian, b) kerunutan penyajian, dan c) keseimbangan antar bab. 2) Penyajian pembelajaran Terdiri dari a) berpusat pada siswa, b) mengembangkan ketrampilan proses, dan c) memperhatikan aspek keselamatan kerja. 3) Kelengkapan penyajian Terdiri dari aspek a) pendahuluan, b) isi, dan c) penutup. c) Kelayakan kebahasaan 1) Kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa commit to user

30 Terdiri dari a) kesesuaian dengan perkembangan intelektual, dan b) kesesuaian dengan tingkat perkembangan sosial emosional. 2) Komunikatif Terdiri dari a) keterbacaan pesan, dan b) ketepatan kaidah bahasa 3) Kerunutan dan keterpaduan alur pikir. Terdiri dari a) kerunutan dan keterpaduan antarbab, dan b) ketunutan dan keterpaduan antar paragraf. d) Kelayakan kegrafikan 1) Ukuran buku Terdiri dari a) kesesuaian ukuran buku dengan standar ISO, dan b) kesesuaian ukuran buku dengan materi isi buku. 2) Desain kulit buku Terdiri dari a) tata letak, b) tipologi kulit buku, dan c) penggunaan huruf. 3) Desain isi buku Terdiri dari a) pencerminan isi buku, b) keharmonisan tata letak, c) kelengkapan tata letak, d) daya pemahaman tata letak, e) tipologi isi buku, dan f) ilustrasi isi. Mengacu pada definisi kelayakan buku dari Pujiastuti (2013) dan Ramdani (2015), serta kesesuaian dengan teori modul dan teori Van Hiele, maka penilaian kelayakan modul yang digunakan pada penelitian ini adalah: a) Kelayakan isi 1) Kesesuaian uraian materi dengan SK dan KD Terdiri dari a) materi yang disajikan minimal mencermikan jabaran substansi materi pada SK dan KD terkait dan b) materi mencakup pengenalan konsep sampai interaksi antarkonsep. 2) Keakuratan materi Keakuratan materi tersebut dapat dilihat pada konsep dan definisi, prinsip, prosedur, contoh, fakta, dan ilustrasi, serta soal materi pendukung pembelajaran. Komponen ini terdiri dari a) konsep dan definisi yang digunakan commit sesuai to user dengan referensi teori yang tepat,

31 b) konsep yang disajikan tidak menimbulkan banyak tafsir, c) sistematika atau prosedur penulisan materi ditulis secara runut dan benar, dan d) penggunaan latihan soal yang sesuai dengan materi yang dipelajari. 3) Kemutakhiran materi Kemutakhitan materi pada dasarnya keterkinian (up to date) materi yang terdapat di dalam buku baik itu buku rujukan, wacana, maupun contoh bahkan ilustrasi. Komponen ini terdiri dari a) materi yang disajikan menggunakan buku rujukan terkini, dan b) kegiatan belajar yang dirancang memanfaatkan teknologi terkini 4) Upaya peningkatan level berpikir geometri Komponen ini terdiri dari a) materi disajikan dengan tujuan untuk meningkatkan level berpikir siswa, b) materi yang dikembangkan mendorong siswa untuk berpikir secara analisis, dan c) materi mendorong siswa untuk berpikir secara deduktif yaitu siswa dapat memberikan alasan terhadap pernyataan yang dibuat. 5) Kesesuaian uraian kegiatan dengan fase belajar geometri Komponen ini terdiri dari a) uraian kegiatan fase inkuiri sesuai dengan teori fase inkuiri, b) uraian kegiatan fase orientasi langsung sesuai dengan teori fase orientasi langsung, c) uraian kegiatan fase penjelasan sesuai dengan teori fase penjelasan, d) uraian kegiatan fase orientasi bebas sesuai dengan teori fase orientasi bebas, e) uraian kegiatan fase integrasi sesuai dengan teori fase integrasi. 6) Kesesuaian isi modul dengan karakteristik modul Terdiri dari a) modul memuat tujuan pembelajaran yang jelas sehingga siswa mengetahui secara mandiri tujuannya belajar, b) modul memuat seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan dan sesuai dengan tujuan kompetensi dasar atau kompetensi inti yang ingin dicapai, c) penggunaan media pada kegiatan 1.1. mengelompokkan segiempat sudah sesuai dengan tujuan, d) penggunaan media commit geogebra to user pada kegiatan pengenalan: mengenal

32 hubungan antar bangun sudah sesuai dengan tujuan, e) modul menyesuaikan perkembangan ilmu dan teknologi, dan f) paparan informasi dan instruksi dapat direspon dengan mudah. b) Kelayakan penyajian 1) Teknik penyajian Terdiri dari a) sistematika penulisan materi dari pengenalan konsep sampai hubungan antarkonsep ditulis dengan baik, b) penulisan materi dari pengenalan konsep sampai hubungan antar konsep ditulis dengan runut dan tidak bolak-balik, c) bab (dalam modul ini ditulis sebagai Kegiatan Pembelajar) pertama dan bab kedua memiliki keterkaitan artinya dalam mempelajari bab kedua, siswa perlu menguasai kompetensi di bab pertama terlebih dahulu. 2) Penyajian pembelajaran Terdiri dari a) penyajian pembelajaran menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran, b) penyajian pembelajaran bersifat interaktif, dan c) penyajian pembelajaran merangsang kedalaman berpikir geometri siswa. 3) Kelengkapan penyajian Terdiri dari a) terdapat komponen tinjauan pokok bahasan dan telah sesuai dengan teori komponen tinjauan pokok bahasan, b) terdapat komponen pendahuluan dan telah sesuai dengan teori komponen pendahuluan, c) terdapat komponen kegiatan belajar disertai latihan soal dan rambu-rambu latihan dan telah sesuai dengan teori komponen kegiatan belajar disertai latihan soal dan rambu-rambu latihan, d) terdapat komponen rangkuman dan telah sesuai dengan teori komponen rangkuman, dan e) terdapat komponen tes formatif disertai kunci jawaban dan telah sesuai dengan teori komponen tes formatif disertai kunci jawaban. c) Kelayakan kebahasaan 1) Kesesuaian dengan tingkat perkembangan intelektual dan sosial emosional siswa commit to user

33 Terdiri dari a) kesesuaian bahasa dengan tingkat perkembangan intelektual siswa dan b) kesesuaian bahasa dengan level berpikir geometri siswa 2) Kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar Terdiri dari a) modul ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), b) bahasa yang digunakan mudah dipahami dan relevan dengan siswa, dan c) istilah dan simbol dituliskan secara konsisten. 3) Kerunutan dan keterpaduan alur pikir Terdiri dari a) kerunutan dan keterpaduan antarbab (Kegiatan Pembelajar), dan b) kerunutan dan keterpaduan antar paragraf. d) Kelayakan kegrafikan 1) Ukuran modul Terdiri dari a) kesesuaian ukuran modul dengan standar modul, dan b) kesesuaian ukuran modul dengan materi isi modul. 2) Desain sampul modul Terdiri dari a) tata letak unsur pada sampul muka dan belakang disajikan secara harmonis dan menyatu dan b) kesesuaian penggunaan ukuran dan jenis huruf. 3) Desain isi buku Terdiri dari a) ketepatan format penyusunan gambar dan b) ketepatan format penyusunan fase-fase belajar. 4) Ilustrasi (jenis, daya tarik, anatomi) Terdiri dari kesesuaian penggunaan ilustrasi atau gambar dalam modul. 5) Kesesuaian jenis kertas 6) Kesesuaian jenis kertas sampul 9. Modul Pembelajaran dengan Teori Van Hiele Modul pembelajaran geometri berdasarkan teori Van Hiele disusun secara sistematis berdasarkan tujuan commit tertentu, to user yaitu meningkatkan level berpikir

34 geometri siswa. Tujuan tersebut dicapai menggunakan 5 fase belajar geometri, sehingga penyusunan modul juga memperhatikan runtutan fase belajar geometri yang diuraikan sebelumnya. Selain itu, modul berisi dua tahap fase yaitu fase belajar untuk meningkatkan level berpikir visualisasi ke level analisis dan fase belajar untuk meningkatkan level berpikir analisis ke level deduksi informal. Berikut ini adalah uraian komponen modul pembelajaran geometri berdasarkan teori Van Hiele dengan mengacu pada komponen modul Sungkono (2003) yang telah dijelaskan sebelumnya: 1) Tinjauan Mata Pelajaran Komponen ini terdiri dari: a) deskripsi pokok bahasan segiempat; b) kegunaaan belajar segiempat; c) kompetensi dasar yang ingin dicapai, yaitu; 1) siswa mampu mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar dan menggunakannya untuk menentukan keliling dan luas dan 2) siswa mampu menyelesaikan permasalahan nyata yang terkait penerapan sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapesium, jajargenjang, belah ketupat, dan layang-layang d) petunjuk belajar. 2) Pendahuluan Komponen ini terdiri dari: a) cakupan isi modul dalam bentuk deskripsi singkat yaitu mencakup pokok bahasan segiempat; b) indikator-indikator yang ingin dicapai dijabarkan dari kompetensi dasar; c) deskripsi perilaku awal (entry behaviour) yaitu kemampuan mengenal unsur-unsur bangun datar seperi sisi, sudut, sisi sejajar atau tegak lurus, dan sebagainya. d) relevansi, yang terdiri atas: 1) aplikasi pokok bahasan segiempat di kehidupan nyata dan 2) alasan mengapa penting mempelajari segiempat commit to user

35 e) urutan butir sajian modul (Kegiatan Pembelajaran) yang disusun secara logis; f) petunjuk belajar berisi panduan teknis mempelajari modul agar berhasil dikuasai dengan baik. 3) Kegiatan Pembelajaran, Latihan, dan Rambu-rambu Latihan Kegiatan pembelajaran memuat materi-materi yang harus dikuasai siswa, yaitu 1) bangun segiempat dan sifat-sifatnya, dan 2) hubungan antar bangun segiempat. Berkaitan dengan teori belajar geometri, kegiatan pembelajaran dibedakan menjadi 5 fase belajar sesuai dengan teori belajar Van Hiele. a) Fase inkuiri Fase inkuiri terdiri dari kegiatan pengenalan pokok bahasan yang akan dipelajari. Dalam hal ini, kegiatan pengenalan yang dimaksud adalah mengenal segiempat sekitar dan mengenal hubungan sifatsifat antar dua bangun segiempat. b) Fase orientasi langsung Fase orientasi langsung memuat uraian materi pelajaran. Uraian materi dituliskan tidak lengkap dengan tujuan agar siswa dapat turut aktif dalam berpikir dan melengkapi modul. c) Fase penjelasan Fase penjelasan bertujuan agar siswa dapat mengungkapkan pendapatnya mengenai materi yang sudah dipelajari. Oleh karena itu, fase penjelasan memuat tugas agar siswa mengidentifikasi bangun datar segiempat berdasarkan apa yang sudah dipelajari. d) Fase orientasi bebas Fase orientasi bebas memuat tugas-tugas yang lebih kompleks dalam hal ini tugas berupa latihan soal yang berhubungan dengan materi yang telah dipelajari. e) Fase integrasi Fase integrasi berisi pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk menyimpulkan commit to materi user pelajaran yang telah dipelajari.

36 Pertanyaan-pertanyaan tersebut berupa pertanyaan terbuka seputar segiempat. 4) Rangkuman Rangkuman modul pembelajaran berdasarkan teori Van Hiele berisi uraian materi yang lebih ringkas. 5) Tes Formatif dan Kunci Jawaban Tes Formatif Tes formatif terdiri dari soal-soal mengenai materi yang telah dibahas. Tes formatif dan kunci jawaban tes diletakkan pada lembar terpisah dari modul dan diberikan pada akhir pembahasan pokok bahasan segiempat. Hal ini dilakukan sebagai upaya mencegah siswa mengerjakan tes sebelum instruksi diberikan. 10. Penelitian dan Pengembangan Penelitian dan Pengembangan atau Research and Development (R&D) adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan sebuah produk tertentu (Sukmadinata, 2005). Penelitian dan pengembangan dapat dilakukan untuk menyempurnakan produk yang sudah ada maupun mengembangkan sebuah poduk baru yang dapat dipertanggungjawabkan. Produk yang dihasilkan dapat berupa perangkat lunak pada program komputer, model-model pendidikan, maupun pembelajaran beserta perangkatnya (RPP, modul, materi ajar, LAS, LTS). Metode penelitian dan pengembangan menggunakan tiga metode penelitian yaitu metode deskriptif, evaluatif, dan eksperimental (Sukmadinata, 2005). Metode penelitian deskriptif digunakan pada penelitian awal untuk mengetahui data atau informasi tentang kondisi yang ada, seperti bagaimana kondisi produk yang sudah ada, bagaimana kondisi pihak pengguna, dan kondisi faktor pendukung dan penghambat. Metode penelitian evaluatif digunakan unyuk mengevaluasi proses uji coba produk yang dikembangkan yaitu evaluasi terhadap terhadap proses dan hasil produk sehingga diperoleh masukan untuk penyempuranaan produk. Kemudian untuk menguji keampuhan produk digunakan metode penelitian commit eksperimental. to user Dalam eksperimental dilakukan

37 pembandingan hasil dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimental. Menurut Sukmadinata (2005), pemilihan subjek pada eksperimental dilakukan secara acak. Metode penelitian dan pengembangan yang dijelaskan sebelumnya diperjelas dengan langkah-langkah penelitian dan pengembangan oleh beberapa peneliti. Menurut Borg and Gall (dalam Heryaningsih, 2015) terdapat sepuluh langkah pelaksanaan strategi penelitian dan pengembangan. 1) Penelitian dan pengumpulan data Pada tahap ini dilakukan pengukuran kebutuhan, studi literatur, penelitian dalam skala kecil, dan pertimbangan-pertimbangan dari segi nilai. 2) Perencanaan Pada tahap ini peneliti menyusun rencana penelitian, meliputi kemampuankemampuan yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian, rumusan tujuan yang hendak dicapai dengan penelitian tersebut, desain atau langkahlangkahh penelitian, kemungkinan pengujian dalam lingkup terbatas. 3) Pengembangan draft produk Pada tahap ini dilakukan pengembangan bahan pembelajaran, proses pembelajaran dan instrumen evaluasi. 4) Uji coba lapangan awal Uji coba di lapangan pada 1 sampai 3 sekolah dengan 6 sampai 12 subjek uji coba (guru). Selama uji coba diadakan pengamatan, wawancara dan pengedaran angket. 5) Merevisi hasil uji coba Pada tahap ini dilakukan dengan memperbaiki atau menyempurnakan hasil uji coba. 6) Uji coba lapangan Pada tahap ini dilakukan uji coba di kelas yang lebih luas. Hasil-hasil pengumpulan data dievaluasi dan kalau mungkin dibangindkan dengan kelompok pembanding. 7) Penyempurnaan produk hasil uji lapangan Pada tahap ini dilakukan penyempurnaan commit to user produk hasil uji lapangan.

38 8) Uji kelayakan Uji kelayakan produk dapat dilakukan dengan Focus Group Discussion (FGD). 9) Penyempurnaan produk akhir Penyempurnaan produk akhir didasarkan masukan dari uji pelaksanaan lapangan. 10) Diseminasi dan implementasi. Pada tahap terakhir dilakukan pelaporkan hasilnya dalam pertemuan profesional dan dalam jurnal. Plomp (1997) membagi desain penelitian pengembangan kedalam empat tahap yaitu: (1) tahap investigasi awal, (2) tahap desain, (3) tahap realisasi, (4) tahap tes, evaluasi, dan revisi, dan (5) tahap implementasi. Dalam penelitian ini, bentuk pengembangan modul pembelajaran diadaptasi dari penggabungan model oleh Plomp dan Borg & Gall. Hal ini bertujuan untuk menambah ketajaman nilai kepraktisan dan keefektifan. Ditambahkan tahap FGD dari Borg & Gall untuk menambah kepraktisan pengembangan modul pembelajaran (Heryaningsih, 2015). Diharapkan melalui FGD diperoleh saran serta masukan terhadap penggunaan modul pembelajaran. Selain itu, ditambahkan kegiatan diseminasi untuk mempertajam nilai keefektifan penelitan dan pengembangan. Hal ini dikarenakan populasi yang dipilih terbatas pada satu sekolah sehingga dengan dilakukan diseminasi yaitu penyebaran produk dalam pertemuan ilmiah, diharapkan dapat menambah nilai kebermanfaatan modul untuk pendidikan. Secara rinci, tahap pengembangan modul pembelajaran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Tahap investigasi awal preliminary investigation Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap permasalahan dengan melakukan pengumpulan dan analisis informasi, analisis konteks, identifikasi masalah, dan merencakan kegiatan lanjutan. 2) Tahap desain design Tahap ini bertujuan untuk medesain atau merancang solusi dari permasalahan yang diidentifikasi commit to pada user tahap sebelumnya. Desain yang