BAB II DASAR TEORI Tinjauan pustaka

dokumen-dokumen yang mirip
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA

PERENCANAAN GEOMETRI, TEBAL PERKERASAN, ANGGARAN BIAYA DAN RENCANA KERJA JALAN DAWUNG - KORIPAN

BAB III LANDASAN TEORI

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN PANDAAN TAPEN KOTA MADYA SALATIGA TUGAS AKHIR

BAB III LANDASAN TEORI. tanah adalah tidak rata. Tujuannya adalah menciptakan sesuatu hubungan yang

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN TINGKIR TENGAH BENDOSARI KOTAMADYA SALATIGA

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN, DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN GONDANG SAMBUNG MACAN KABUPATEN SRAGEN

PERENCANAAN JALAN RAYA CEMOROSEWU-DESA PACALAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN PAPAHAN KAYANGAN KABUPATEN KARANGANYAR TUGAS AKHIR

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN NGAWEN KARANGPADANG KOTAMADYA SALATIGA TUGAS AKHIR

PERENCANAAN GEOMETRIK TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN KARTASURA SUKOHARJO

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN KECAMATAN SIDOMUKTI KINTELAN KIDUL KOTAMADYA SALATIGA

BAB II DASAR TEORI. Bab II Landasan Teori

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (HSKB 250) Lengkung Geometrik

BAB IV PERENCANAAN. Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN, ANGGARAN BIAYA, DAN RENCANA KERJA JALAN BANYUDONO KRECEK KABUPATEN BOYOLALI TUGAS AKHIR

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Oleh NRP :

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN SODONG KEMBANGARUM KABUPATEN SALATIGA TUGAS AKHIR

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami

BAB III METODE PERENCANAAN. 1. Metode observasi dalam hal ini yang sangat membantu dalam mengetahui

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA (RUAS JALAN KRASAK PRINGAPUS) KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR

Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Tanjung Perak Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Sampang...

Volume 5 Nomor 1, Juni 2016 ISSN

PERENCANAAN JALAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN JEPANAN- PANDEYAN KECAMATAN NGEMPLAK BOYOLALI

Eng. Ibrahim Ali Abdi (deercali) 1

Oleh : ARIF SETIYAFUDIN ( )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan disain yang menggunakan material tersebut telah sangat luas sehingga material

5.3. Perencanaan Geometrik Jalan 1. Alinyemen Horisontal Spiral-Circle-Spiral

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Lingkar Barat Metropolitan Surabaya Jawa Timur

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA ( RUAS JALAN TEGALSARI - KARANGPANDANG ) KOTAMADYA SALATIGA

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN WONOBOYO PELEM KECAMATAN WONOGIRI KABUPATEN WONOGIRI TUGAS AKHIR

PERENCANAAN GEOMETRI, TEBAL PERKERASAN, ANGGARAN BIAYA DAN RENCANA KERJA (RUAS JALAN PRINGAPUS WATES) KOTAMADYA SALATIGA

Menetapkan Tebal Lapis Perkerasan

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PENGHUBUNG PERKEBUNAN PT. JEK (JABONTARA EKA KARSA) BERAU-KALIMANTAN TIMUR

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN POPONGAN TUNGGULTANI KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN KARANGANYAR TUGAS AKHIR

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. membandingkan perhitungan program dan perhitungan manual.

PROYEK AKHIR. PROGRAM DIPLOMA III TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

Kelandaian maksimum untuk berbagai V R ditetapkan dapat dilihat dalam tabel berikut :

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN NGARUM BELANGAN KABUPATEN SRAGEN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G

DAFTAR ISI KATA PENGATAR

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Rumusan Masalah

PERENCANAAN GEOMETRIK PADA RUAS JALAN TANJUNG MANIS NILAS KECAMATAN SANGKULIRANG

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perhitungan

ELEMEN PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

EVALUASI ALINEMEN HORIZONTAL PADA RUAS JALAN SEMBAHE SIBOLANGIT

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Klasifikasi Jalan

BAB III LANDASAN TEORI

PERENCANAAN GEOMETRIK, TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA RUAS JALAN GONDANG-BLIMBING KABUPATEN SRAGEN

PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN BANGKALAN BATAS KABUPATEN SAMPANG STA KABUPATEN BANGKALAN PROPINSI JAWA TIMUR

Gambar 3.1. Diagram Nilai PCI

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Geometrik. Tabel 5.1 Spesifikasi data jalan berdasarkan TCPGJAK.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Tol Pandaan-Malang dengan Jenis Perkerasan Lentur

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM KM JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODA PERENCANAAN

BAB II LANDASAN TEORI

SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH)

Soal 1: Alinemen Horisontal Tikungan Tipe S-S

Dalam perencanaan lapis perkerasan suatu jalan sangat perlu diperhatikan, bahwa bukan cuma karakteristik

4.1.URAIAN MATERI 1: MERENCANA ALIGNEMEN VERTICAL JALAN

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Soal 1: Alinemen Horisontal Tikungan Tipe S-C-S

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO

BAB II LANDASAN TEORI

PROYEK AKHIR Perencanaan Dan Teknis Pelaksanaan Perkerasan Jalan Dengan Metode Analisa Komponen Pada Kawasan Alak Kabupaten Kupang.

TINJAUAN ULANG PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JARINGAN JALAN DI DALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

BAB II LANDASAN TEORI

NOTASI ISTILAH DEFINISI

BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data

BAB II1 METODOLOGI. Berikut ini adalah bagan alir (Flow Chart) proses perencanaan lapis

DIKTAT MATA KULIAH KONSTRUKSI JALAN

BAB III LANDASAN TEORI. Kendaraan rencana dikelompokan kedalam 3 kategori, yaitu: 1. kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang,

PERENCANAAN JALAN PADANG BINTUNGAN KOTO BARU KABUPATEN DHARMASRAYA

Sesuai Peruntukannya Jalan Umum Jalan Khusus

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN SELATAN-SELATAN CILACAP RUAS SIDAREJA - JERUKLEGI

PENGANTAR PERENCANAAN JALAN RAYA SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 DASAR TEORI. 1. Kendaraan Kecil, diwakili oleh mobil penumpang. 2. Kendaraan Sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus II-1

BAB II STUDI PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI.1. Tinjauan pustaka Perencanaan geometrik jalan adalah perencanaan route dari suatu ruas jalan secara lengkap, meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan kelengkapan data dan data dasar yang ada atau tersedia dari hasil survei lapangan dan telah dianalisis, serta mengacu pada ketentuan yang berlaku (Shirley L. Hendarsin, 000) Jalan raya atau jalur lalu lintas adalah keseluruhan bagian perkerasan jalan yang diperuntukkan untuk lalu lintas kendaraan. Jalur lalu lintas terdiri dari beberapa lajur ( lane ) kendaraan. Lajur kendaraan yaitu bagian dari jalur lalu lintas yang khusus diperuntukkan untuk dilewati oleh suatu rangkaian kendaraan beroda empat atau lebih dalam satu arah ( Silvia Sukirman, 1990 ) Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapisan tanah dasar (subgrade) yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas (Shirley L. Hendarsin, 000) Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan di bawahnya. Beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui bidang kontak roda beban berupa beban terbagi rata. Beban tersebut berfungsi untuk diterima oleh lapisan permukaan dan disebarkan ke tanah dasar menjadi lebih kecil dari daya dukung tanah dasar ( Silvia Sukirman, 1999 ) 5

.. Klasifikasi Jalan Klasifikasi jalan di Indonesia menurut Bina Marga dalam Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK) No 038/T/BM/1997, dapat dilihat pada tabel.1 Tabel.1 Ketentuan klasifikasi : Fungsi, Kelas Beban, Medan. FUNGSI JALAN ARTERI KOLEKTOR LOKAL KELAS JALAN I II IIIA IIIA IIIB IIIC Muatan Sumbu Terberat, (ton) > 10 10 8 8 8 Tidak ditentukan TIPE MEDAN D B G D B G D B G Kemiringan Medan, (%) <3 3-5 >5 <3 3-5 >5 <3 3-5 >5 Klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan (Administratif) sesuai PP. No. 6 / 1985 : Jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten/Kotamadya, Jalan Desa dan Jalan Khusus Keterangan : Datar (D), Perbukitan (B) dan Pegunungan (G) Sumber : TPGJAK No 038/T/BM/1997.3. Perencanaan Alinemen Horisontal Pada perencanaan alinemen horisontal, umumnya akan ditemui dua bagian jalan, yaitu : bagian lurus dan bagian lengkung atau umum disebut tikungan yang terdiri dari 3 jenis tikungan yang digunakan, yaitu : Lingkaran ( Full Circle = F-C ) Spiral-Lingkaran-Spiral ( Spiral- Circle- Spiral = S-C-S ) Spiral-Spiral ( S-S ) 6

.3.1. Panjang Bagian Lurus Panjang bagian lurus maksimum harus dapat ditempuh dalam waktu,5 menit (Sesuai VR), dengan pertimbangan keselamatan pengemudi akibat dari kelelahan, panjang bagian lurus maksimum dapat dilihat pada tabel. Tabel. Panjang Bagian Lurus Maksimum Fungsi Panjang Bagian Lurus Maksimum ( m ) Datar Bukit Gunung Arteri Kolektor 3.000.500.000.000 1.750 1.500 Sumber : TPGJAK No 038/T/BM/1997.3.. Tikungan a) Jari-jari Tikungan Minimum Agar kendaraan stabil saat melalui tikungan, perlu dibuat suatu kemiringan melintang jalan pada tikungan yang disebut superelevasi (e). Pada saat kendaraan melalui daerah superelevasi, akan terjadi gesekan arah melintang jalan antara ban kendaraan dengan permukaan aspal yang menimbulkan gaya gesekan melintang. Perbandingan gaya gesekan melintang dengan gaya normal disebut koefisien gesekan melintang (f). Untuk menghindari terjadinya kecelakaan, maka untuk kecepatan tertentu dapat dihitung jari-jari minimum untuk superelevasi maksimum dan koefisien gesekan maksimum. Rumus penghitungan lengkung horizontal dari buku TPGJAK : fmaks = 0,19 (0,00065 x VR)...(1) Rmin = Dmaks = 17(e V maks R f maks 181913,53(e f V maks R...() ) maks )...(3) 7

Keterangan : Rmin : Jari-jari tikungan minimum, (m) VR : Kecepatan kendaraan rencana, (km/jam) emaks : Superelevasi maksimum, (%) fmaks D : Koefisien gesekan melintang maksimum : Derajat lengkung Dmaks : Derajat maksimum Untuk perhitungan, digunakan emaks = 10 % sesuai tabel Tabel.3 panjang jari-jari minimum (dibulatkan) untuk emaks = 10% VR(km/jam) 10 100 90 80 60 50 40 30 0 Rmin (m) 600 370 80 10 110 80 50 30 15 Sumber : TPGJAK No 038/T/BM/1997 Untuk kecepatan rencana < 80 km/jam berlaku fmaks = - 0,00065 V + 0,19 80 11 km/jam berlaku fmaks = - 0,0015 V + 0,4 Menghitung derajat kelengkungan terjadi dan superelevasi terjadi dengan rumus : Dtjd = 143,39 R r...(4) e tjd max Dtjd e emax Dtjd...(5) D D max max Keterangan : Dtjd = Derajat kelengkungan terjadi e tjd = Superelevasi terjadi, (%) Rr = Jari-jari tikungan rencana, (m) emaks = Superelevasi maksimum, (%) Dmaks = Derajat kelengkungan maksimum 8

b). Lengkung Peralihan (Ls) Dengan adanya lengkung peralihan, maka tikungan menggunakan jenis S-C-S. panjang lengkung peralihan (Ls), menurut Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997, diambil nilai yang terbesar dari tiga persamaan di bawah ini : 1. Berdasar waktu tempuh maksimum (3 detik), untuk melintasi lengkung peralihan, maka panjang lengkung : Ls = V R x T...(6) 3,6. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal, digunakan rumus Modifikasi Shortt: V Ls = 0,0 x R RrC 3 V -,77 x R C e tjd...(7) 3. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian Ls = ( em en ) xvr...(8) 3,6 r e 4. Sedangkan Rumus Bina Marga W Ls = ( en etjd ) m...(9) Keterangan : T Rr = Waktu tempuh = 3 detik = Jari-jari busur lingkaran (m) C = Perubahan percepatan 0,3-1,0 disarankan 0,4 m/det re = Tingkat pencapaian perubahan kelandaian melintang jalan, sebagai berikut: untuk Vr 70km/jam, re maks untuk Vr 80 km/jam, re maks = 0,035 m/m/det = 0,05 m/m/det emaks= Superelevasi Maksimum (%) en = Superelevasi Normal (%) etjd = Superelevasi terjadi 9

W m = Lebar perkerasan, (m) = Landai relatif maksimum antara tepi perkerasan c). Jenis Tikungan 1. Bentuk busur lingkaran Full Circle (F-C) Tc PI Ec PI TC CT Lc Rc PI Rc Gambar.1 Lengkung Full Circle Keterangan : PI = Sudut Tikungan O = Titik Pusat Tikungan TC = Tangent to Circle CT = Circle to Tangent Rc = Jari-jari Lingkaran Tc = Panjang tangent (jarak dari TC ke PI atau PI ke TC) Lc = Panjang Busur Lingkaran Ec = Jarak Luar dari PI ke busur lingkaran FC (Full Circle) adalah jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian suatu lingkaran saja. Tikungan FC hanya digunakan untuk R (jari-jari) yang besar agar 10

tidak terjadi patahan, karena dengan R kecil maka diperlukan superelevasi yang besar. Tikungan FC ( Full Circle ) biasa digunakan pada sudut tikungan ( PI ) kecil ( < 10 0 ), dan R Rencana > R min tanpa Ls,dengan syarat Lc > 0 m Tabel.4 Jari-jari minimum tikungan yang tidak memerlukan lengkung peralihan VR (km/jam) 10 100 80 60 50 40 30 0 Rmin 500 1500 900 500 350 50 130 60 Sumber TPGJAK 1997 Tc= Rc tan ½ PI...(10) Ec = Tc tan ¼ PI... (11) Lc = PI. Rc o 360... (1). Tikungan Spiral-Circle-Spiral (S-C-S) Gambar. Lengkung Spiral-Circle-Spiral Keterangan gambar : Xs = Absis titik SC pada garis tangent, jarak dari titik TS ke SC Ys = Jarak tegak lurus garis tangent (garis dari titik PI ke titik TS) ke titik SC Ls = Panjang spiral (panjang dari titik TS ke SC atau CS ke ST ) Lc = Panjang busur lingkaran (panjang dari titik SC ke CS) 11

Tt TS SC Et s Rr p k s A B C Tpa Tbs Tpc = Panjang tangent dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST = Titik dari tangent ke spiral = Titik dari spiral ke lingkaran = Jarak dari PI ke busur lingkaran = Sudut lengkung spiral terhadap tangent = Jari-jari lingkaran = Pergeseran tangent terhadap spiral = Absis dari p pada garis tangent spiral = Sudut lentur spiral terhadap tangent = Titik absis dari p pada garis tangent spiral = Titik singgung garis tangent dari titik PI ke titik TS dengan busur lingkaran sebelum mengalami p = Titik potong Xs dengan Ys = Panjang tangent dari TS ke B = Panjang tangent dari TS ke SC = Panjang tangent dari B ke SC Tikungan S-C-S biasa digunakan pada lengkung dengan sudut tikungan ( PI ) sedang ( antara 10 0-30 0 ) dengan syarat c > 0, Lc 0 m Rumus-rumus yang digunakan : 1. Xs = Ls Ls 1...(13) 40 Rr Ls. Ys =...(14) 6xRr 3. s = 4. c = PI. s 90 Ls x...(15) Rr...(16) c 5. Lc = x x Rr 180...(17) Ls 6. p = Rr(1 coss)...(18) 6 x Rr 1

7. k Ls = Ls Rr x s x Rr sin...(19) 40 8. Tt = ( Rr p) x tan 1 PI k...(0) 9. Et = ( Rr p) xsec 1 PI Rr...(1) 10. Ltot = Lc + Ls...() 3. Tikungan Spiral-Spiral (S-S) Gambar.3 Lengkung Spiral - spiral Keterangan gambar : Ts = Panjang tangent dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST Xs = Absis titik SS pada garis tangent, jarak dari titik TS ke SS Ys = Jarak tegak lurus garis tangent dari titik PI ke titik TS ke titik SS Ls = Panjang dari titik TS ke SS atau SS ke ST TS = Titik dari tangent ke spiral Es = Jarak dari PI ke busur lingkaran s = Sudut lengkung spiral Rr = Jari-jari lingkaran 13

p = Pergeseran tangent terhadap spiral k = Absis dari p pada garis tangent spiral s = Sudut lentur spiral terhadap tangent A = Titik absis dari p pada garis tangent spiral B = Titik singgung garis tangent dari titik PI ke titik TS dengan lengkung spiral sebelum mengalami p C = Titik potong Xs dengan Ys Tpa = Panjang tangent dari TS keb Tbs = Panjang tangent dari TS ke SS Tpc = Panjang tangent dari B ke SS Tikungan S - S biasa digunakan pada sudut tikungan ( PI ) besar ( > 30 0 ) dengan syarat Lc < 0 Rumus-rumus yang digunakan : 1. s 1 Ls360...(3) Rr. c PI s1...(4) 3. c Rr Lc 180...(5) 4. 5. 6. PI s...(6) s Rr Ls...(7) 90 Ls Xs Ls...(8) 40 Rr Ls 7. Ys =...(9) 6. Rr 8. p = s Rr coss 1...(30) 9. k = s Rr xsin s...(31) 10. Ts = ( Rr p) x tan 1 PI k...(3) 14

11. Es = ( Rr p) xsec 1 PI Rr...(33) 1. Ltot= x Ls...(34).3.3. Diagram Super elevasi Super elevasi adalah kemiringan melintang jalan pada daerah tikungan. Untuk bagian jalan lurus, jalan mempunyai kemiringan melintang yang biasa disebut lereng normal atau Normal Trawn yaitu diambil minimum % baik sebelah kiri maupun sebelah kanan AS jalan. Hal ini dipergunakan untuk sistem drainase aktif. Harga elevasi (e) yang menyebabkan kenaikan elevasi terhadap sumbu jalan di beri tanda (+) dan yang menyebabkan penurunan elevasi terhadap jalan di beri tanda (-). As Jalan e = - % Kiri = ki - e = - % Kanan = ka - h = beda tinggi Kemiringan normal pada bagian jalan lurus Kiri = ki + emaks As Jalan emin h = beda tinggi Kanan = ka - Kemiringan melintang pada tikungan belok kanan emin As Jalan emaks Kanan = ka + h = beda tinggi Kiri = ki - Kemiringan melintang pada tikungan belok kiri 15

Sedangkan yang dimaksud diagram superelevasi adalah suatu cara untuk menggambarkan pencapaian super elevasi dan lereng normal ke kemiringan melintang (superelevasi). Diagram superelevasi pada ketinggian bentuknya tergantung dari bentuk lengkung yang bersangkutan. a) Diagram superelevasi Full Circle. Gambar.4 Diagram Superelevasi Full Circle. Untuk mencari kemiringan pada titik x : Ls x ( en emax) =... (35) y Jika x diketahui maka kemiringan pada titik x adalah y en ; sebaliknya juga untuk mencari jarak x jika y diketahui. 16

b) Diagram superelevasi pada Spiral Circle Spiral. Gambar.5 Diagram Super Elevasi Spiral-Circle-Spiral. 17

c) Diagram superelevasi pada Spiral Spiral. Gambar.6 Diagram Super Elevasi Spiral-Spiral. 18

.3.4. Daerah Bebas Samping Di Tikungan Jarak Pandang pengemudi pada lengkung horisontal (di tikungan), adalah pandanngan bebas pengemudi dari halangan benda-benda di sisi jalan. Daerah bebas samping di tikungan dihitung bedasarkan rumus-rumus sebagai berikut : 1. Jarak pandangan lebih kecil daripada panjang tikungan (Jh < Lt). Lajur Luar Lt Jh Lajur Dalam garis pandang E Penghalang Pandangan R R' R Gambar.7 Jarak pandangan pada lengkung horizontal untuk Jh < Lt Keterangan : Jh = Jarak pandang henti (m) Lt = Panjang tikungan (m) E = Daerah kebebasan samping (m) R = Jari-jari lingkaran (m) Maka E = R ( 1 cos o 90 Jh. R )...(36) 19

. Jarak pandangan lebih besar dari panjang tikungan (Jh > Lt) Gambar.8 Jarak pandangan pada lengkung horizontal untuk Jh > Lt Keterangan: Jh = Jarak pandang henti Jd = Jarak pandang menyiap Lt = Panjang lengkung total R = Jari-jari tikungan R = Jari-jari sumbu lajur Maka E = R (1- cos 90. Jh. R 1 90. Jh Jh Lt. Sin.)...(37) ) + (. R.3.5. Pelebaran Perkerasan Pelebaran perkerasan dilakukan pada tikungan-tikungan yang tajam, agar kendaraan tetap dapat mempertahankan lintasannya pada jalur yang telah disediakan. Gambar dari pelebaran perkerasan pada tikungan dapat dilihat pada gambar.9 0

Gambar.9 Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan. Rumus yang digunakan : B = n (b + c) + (n + 1) Td + Z...(38) b = b + b...(39) b = Rr - Rr p...(40) Td = Rr A p A R...(41) V Z = 0,105 R...(4) = B - W...(43) Keterangan: B n b = Lebar perkerasan pada tikungan = Jumlah jalur lalu lintas = Lebar lintasan truk pada jalur lurus b = Lebar lintasan truk pada tikungan p = Jarak As roda depan dengan roda belakang truk 1

A W Td Z c Rr = Tonjolan depan sampai bumper = Lebar perkerasan = Lebar melintang akibat tonjolan depan = Lebar tambahan akibat kelelahan pengamudi = Kebebasan samping = Pelebaran perkerasan = Jari-jari rencana.3.6. Kontrol Overlapping Pada setiap tikungan yang sudah direncanakan, maka jangan sampai terjadi Over Lapping. Karena kalau hal ini terjadi maka tikungan tersebut menjadi tidak aman untuk digunakan sesuai kecepatan rencana. Syarat supaya tidak terjadi Over Lapping : ai > 3V Dimana : ai = Daerah tangen (meter) V = Kecepatan rencana Contoh : Gambar.10 Kontrol Over Lapping.

Vr = 80 km/jam =, m/det. Syarat over lapping a a, dimana a = 3 x V detik = 3 x, = 66,66 m bila a1 Sta Ts1 Sta A 66,66 m Aman a Sta Ts Sta St1 66,66 m Aman a3 Sta Jalan 1 / lebar Jalan Sta St 66,66 m Aman a4 Sta Tc3 Sta Jalan 1 / lebar Jalan 66,66 m Aman a5 Sta B Sta Ct3 66,66 m Aman.3.7. Stationing Stasioning adalah dimulai dari awal proyek dengan nomor station angka sebelah kiri tanda (+) menunjukkan (meter). Angka stasioning bergerak kekanan dari titik awal proyek menuju titik akhir proyek. Gambar.11 Stationing. 3

Contoh stationing : STA A = STA 0+000 m STA PI1 STA Ts1 STA Sc1 STA Cs1 STA St1 STA PI STA Ts STA St STA PI3 STA Tc3 STA Ct3 STA B = STA A + da-1 = STA PI1 - Tt1 = STA Ts1 + Ls1 = STA Sc1 + Lc1 = STA Cs1 + Ls1 = STA St1 + d1- Tt1 = STA PI - Ts = STA Ts1 + ( x Ls) = STA St + d-3 Ts = STA PI3 - Tc3 = STA Tc3 + Lc3 = STA Ct3 + d3-b Tc3 4

5 Flow Chart Perencanaan Lengkung Horisontal Mulai Data : Sudut luar tikungan ( PI) Kecepatan rencana (V R ) Superelevasi maksimum (e maks ) Perhitungan : Jari-jari minimum (R min ) Derajat lengkung maksimum (D maks ) Rr tanpa Ls Rmin tanpa Ls Ya Dicoba Tikungan FC Perhitungan D tjd dan etjd Perhitungan Data Tikungan FC : Lengkung peralihan fiktif (Ls) Panjang tangen (Tc) Jarak luar dari PI ke busur lingkaran (Ec) Panjang busur lingkaran (Lc) Checking : Tc > Lc.ok Ya A Tidak Tidak Perhitungan : Superelevasi terjadi (e tjd ) Panjang lengkung peralihan (Ls) Sudut lengkung spiral (s) Sudut busur lingkaran (c) Panjang busur lingkaran (Lc) Syarat : Lc 0m, c > 0 Perhitungan Data Tikungan S-C-S : Absis titik SC (Xs) dan ordinat titik SC (Ys) Pergeseran tangen terhadap spiral (p) Absis dari p pada garis tangen spiral (k) Panjang tangen total (Tt) Jarak luar dari PI ke busur lingkaran (Et) B Ya Tidak Perhitungan : Superelevasi terjadi (e tjd ) Panjang lengkung peralihan (Ls) Sudut lengkung spiral (s) Sudut busur lingkaran (c) Panjang busur lingkaran (Lc) Syarat : Lc = 0 m, c = 0 s = PI / C

6 C Tidak A B Checking : Tt > Lc + Ls.ok Tidak Perhitungan Data Tikungan S-S : Panjang lengkung peralihan (Ls), Lt = Ls Absis titik SC (Xs) dan ordinat titik SC (Ys) Pergeseran tangen terhadap spiral (p) Absis dari p pada garis tangen spiral (k) Panjang tangen (Ts) Jarak luar dari PI ke busur lingkaran (Es) Checking : Ts > Ls.ok Ya Ya Diagram superelevasi Pelebaran perkerasan Jh dan Jd Daerah kebebasan samping Selesai Gambar..1 Diagram Alir Perencanaan Alinemen Horisontal

.4. Alinemen Vertikal Alinemen Vertikal adalah perencanaan elevasi sumbu jalan pada setiap titik yang ditinjau, berupa profil memanjang. Pada peencanaan alinemen vertikal terdapat kelandaian positif (tanjakan) dan kelandaian negatif (turunan), sehingga kombinasinya berupa lengkung cembung dan lengkung cekung. Disamping kedua lengkung tersebut terdapat pula kelandaian = 0 (datar). Rumus-rumus yang digunakan dalam alinemen Vertikal : 1. g = (elevasi awal elevasi akhir ) 100 %.. (44) Sta awal- Sta akhir. A = g1 g (45) 3. Jh = 4. Ev = Vr Vr 3,6 T.... (46) 3,6 gf A Lv.. (47) 800 5. x = 1 Lv... (48) 4 6. y = A 1 Lv 4 00 Lv 7. Panjang Lengkung Vertilkal (Lv) : a. Syarat keluwesan bentuk (49) Lv = 0,6 x V... (50) b. Syarat drainase Lv = 40x A.. (51) c. Syarat kenyamanan V A Lv = (5) 390 7

d. Syarat Jarak pandang, baik henti / menyiap Ketentuan tinggi menurut bina marga (1997) untuk lengkung cembung adalah sebagai berikut: Cembung Jarak pandang henti Jh < Lv Lv = Jh > Lv AxJh 100( h h 1 )... (53) 00( h1 h ) Lv = xjh A. (54) Jarak pandang menyiap Jh < Lv Lv = AxJh 100( h h 1 ) (55) Jh > Lv 00( h1 h ) Lv = xjh A. (56) Cekung Jarak pandang henti Jh < Lv AxJh Lv = 10 (3,5 xjh) (57) Jarak pandang menyiap Jh > Lv 10 3,5Jh Lv = S A.. (58) 8

1.) Lengkung vertikal cembung Adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangent berada di atas permukaan jalan g1 EV g PL V h1 d1 Jh m d h PTV L Gambar..13 Lengkung Vertikal Cembung.) Lengkung vertical cekung Adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangent berada di atas permukaan jalan PL LV g1 Jh g PTV PVI EV Gambar.14 Lengkung Vertikal Cekung. Keterangan Gambar : a c e g Ev Lv PVI = titik awal lengkung = titik tengah lengkung = titik akhir lengkung = kemiringan tg, (+) = naik dan (-) = turun = pergeseran vertikal titik tengah busur lingkaran meter = panjang lengkung vertikal. = titik perpotongan kelandaian g1 dan g 9

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan Alinemen Vertikal 1) Kelandaian maksimum. Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh mampu bergerak dengan kecepatan tidak kurang dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah. Tabel.5 Kelandaian Maksimum yang diijinkan Landai maksimum % 3 3 4 5 8 9 10 10 VR (km/jam) 10 110 100 80 60 50 40 <40 Sumber : TPGJAK No 038/T/BM/1997 ) Kelandaian Minimum Pada jalan yang menggunakan kerb pada tepi perkerasannya, perlu dibuat kelandaian minimum 0,5 % untuk keperluan kemiringan saluran samping, karena kemiringan jalan dengan kerb hanya cukup untuk mengalirkan air kesamping. 3) Panjang kritis suatu kelandaian Panjang kritis ini diperlukan sebagai batasan panjang kelandaian maksimum agar pengurangan kecepatan kendaraan tidak lebih dari separuh Vr. Tabel.6 Panjang Kritis (m) Kecepatan pada awal Kelandaian (%) tanjakan (km/jam) 4 5 6 7 8 9 10 80 630 460 360 70 30 30 00 60 30 10 160 10 110 90 80 Sumber : TPGJAK No 038/T/BM/1997 30

Flow Chart Perencanaan Alinemen Vertikal Data : Stationing PPV Elevasi PPV Kelandaian Tangent (g) Kecepatan Rencana (Vr) Perbedaan Aljabar Kelandaian (A) Perhitungan Panjang Lengkung Vertikal Berdasarkan Syarat jarak pandang henti Syarat keluwesan bentuk Syarat kenyamanan pengemudi Syarat drainase Perhitungan : Pergeseran vertikal titik tengah busur lingkaran (Ev) Perbedaan elevasi titik PLV dan titik yang ditinjau pada Sta (y) Stationing Lengkung vertikal Elevasi lengkung vertikal Selesai Gambar.15 Diagram Alir Perencanaan Alinemen Vertikal 31

.5 Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Perencanaan konstruksi lapisan perkerasan lentur disini untuk jalan baru dengan Metoda Analisa Komponen, yaitu dengan metoda analisa komponen SKBI.3.6. 1987. Surface course Base Course Sub base Course Sub Grade Gambar.16 Susunan lapis Konstruksi Perkerasan lentur Adapun untuk perhitungannya perlu pemahaman Istilah-istilah sebagai berikut :.5.1 Lalu lintas 1. Lalu lintas harian rata-rata (LHR) Lalu lintas harian rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan ditentukan pada awalumur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masingmasing arah pada jalan dengan median. - Lalu lintas harian rata-rata permulaan (LHRP) LHR P S n 1 i 1 LHR...(59) 1 - Lalu lintas harian rata-rata akhir (LHRA) LHR A P n 1 i LHR...(60). Rumus-rumus Lintas ekuivalen - Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP) LEP LHR n jmp Pj C E...(61) 3

- Lintas Ekuivalen Akhir (LEA) LEA LHR n jmp Aj C E...(6) - Lintas Ekuivalen Tengah (LET) LEP LEA LET...(63) - Lintas Ekuivalen Rencana (LER) LER LET Fp...(64) n Fp...(65) 10 Dimana: i1 = Pertumbuhan lalu lintas masa konstruksi i J n1 n C E Fp = Pertumbuhan lulu lintas masa layanan = jenis kendaraan = masa konstruksi = umur rencana = koefisien distribusi kendaraan = angka ekuivalen beban sumbu kendaraan = Faktor Penyesuaian Tabel.7 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum untuk desain 011 00 > 01 030 Arteri dan perkotaan (%) 5 4 Kolektor rural (%) 3,5,5 Jalan desa (%) 1 1 Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 0/M/BM/013.5. Angka Ekuivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan Angka Ekuivalen (E) masing-masing golongan beban umum (Setiap kendaraan) ditentukan menurut rumus daftar sebagai berikut: 33

- - beban satu sumbu tunggal dlm kg E. SumbuTunggal...(66) 8160 beban satu sumbu gandadlm kg E. Sumbu Ganda 0,086...(67) 8160 4 4.5.3 Daya Dukung Tanah Dasar (DDT dan CBR) Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi DDT dan CBR..5.4 Faktor Regional (FR) Faktor regional bisa juga juga disebut faktor koreksi sehubungan dengan perbedaan kondisi tertentu. Kondisi-kondisi yang dimaksud antara lain keadaan lapangan dan iklim yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan daya dukung tanah dan perkerasan. Dengan demikian dalam penentuan tebal perkerasan ini Faktor Regional hanya dipengaruhi bentuk alinemen ( Kelandaian dan Tikungan) Tabel.8 Prosentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim (Curah hujan) Curah Hujan Kelandaian 1 (<6%) Kelandaian II (6 10%) Kelandaian III (>10%) % kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraan berat 30% >30% 30% >30% 30% >30% Iklim I < 900 mm/tahun 0,5 1,0 1,5 1,0 1,5,0 1,5,0,5 Iklim II 900 mm/tahun 1,5,0,5,0,5 3,0,5 3,0 3,5 Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI.3.6.1987 34

Gambar.17 Zona Iklim untuk Indonesia Tabel.9 Zona Iklim untuk Indonesia Zona Uraian (HDM 4 types) Lokasi I Tropis, kelembaban sedang dengan Sekitar Timur dan Sulawesi musim hujan jarang Tengah II Tropis, kelembaban sedang dengan Nusa Tenggara, Merauke, musim hujan sedang Kepulauan Maluku III Sumatera, Jawa, Tropis, lembab dengan musim hujan Kalimantan, Sulawesi, sedang Papua, Bali IV Tropis, lembab dengan hujan hampir Daerah pegunungan yang sepanjang tahun dan kelembaban tinggi basah, misalnya Baturaden dan/atau banyak air Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 0/M/BM/013 Curah hujan (mm/tahun) < 1400 1400 1800 1900 500 > 3000 35

.5.5 Koefisien Distribusi Kendaraan Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut tabel.10 Tabel.10 Koefisien Distribusi Kendaraan Jumlah jalur Kendaraan ringan *) Kendaraan berat **) 1 arah arah 1 arah arah 1 Jalur 1,00 1,00 1,00 1,00 Jalur 0,60 0,50 0,70 0,50 3 Jalur 0,40 0,40 0,50 0,475 4 Jalur - 0,30-0,45 5 Jalur - 0,5-0,45 6 Jalur - 0,0-0,40 *) Berat total < 5 ton, misalnya : Mobil Penumpang, Pick Up, Mobil Hantaran. **) Berat total 5 ton, misalnya : Bus, Truk, Traktor, Semi Trailer, Trailer. Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI.3.6.1987.5.6 Koefisien kekuatan relative (a) Koefisien kekuatan relative (a) masing-masing bahan dan kegunaan sebagai lapis permukaan pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan untuk (bahan yang distabilisasikan dengan semen atau kapur) atau CBR (untuk bahan lapis pondasi atau pondasi bawah). Koefisien kekuatan relatif dapat dilihat pada tabel.11 36

Tabel.11 Koefisien Kekuatan Relatif Koefisien Kekuatan Relatif a1 a a3 Kekuatan Bahan Ms Kt (kg) kg/cm Jenis Bahan CBR % 0,4 - - 744 - - 0,35 - - 590 - - 0,3 - - 454 - - LASTON 0,30 - - 340 - - 0,35 - - 744 - - 0,31 - - 590 - - 0,8 - - 454 - - Asbuton 0,6 - - 340 - - 0,30 - - 340 - - HRA 0,6 - - 340 - - Aspal Macadam 0,5 - - - - - LAPEN (mekanis) 0,0 - - - - - LAPEN (manual) - 0,8-590 - - - 0,6-454 - - LASTON ATAS - 0,4-340 - - - 0,3 - - - - LAPEN (mekanis) - 0,19 - - - - LAPEN (manual) - 0,15 - - - - 0,13 - - 18 - Stab. Tanah dengan semen - 0,15 - - - - 0,13 - - 18 - Stab. Tanah dengan kapur - 0,14 - - - 100 Pondasi Macadam (basah) - 0,1 - - - 60 Pondasi Macadam - 0,14 - - - 100 Batu pecah (Kelas A) - 0,13 - - - 80 Batu pecah (Kelas B) - 0,1 - - - 60 Batu pecah (Kelas C) - - 0,13 - - 70 Sirtu/pitrun (Kelas A) - - 0,1 - - 50 Sirtu/pitrun (Kelas B) - - 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun (Kelas C) - - 0,10 - - 0 Tanah / lempung kepasiran 37

Table.1 Batas batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan 1. Lapis Permukaan : ITP Tebal Minimum (cm) Bahan < 3,00 5 Lapis pelindung : (Buras/Burtu/Burda) 3,00 6,70 5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston 6,71 7,49 7,5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston 7,50 9,99 7,5 Lasbutag, Laston 10,00 10 Laston. Lapis Pondasi : ITP Tebal Minimum (cm) Bahan < 3,00 15 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur 3,00 7,49 0* Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur 10 Laston Atas 7,50 9,99 0 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam 15 Laston Atas 10 1,14 0 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston Atas 1,5 5 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston Atas 3. Lapis Pondasi Bawah : Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen SKBI.3.6.1987 38

.5.7 Analisa komponen perkerasan Penghitungan ini didstribusikan pada kekuatan relatif masing-masing lapisan perkerasan jangka tertentu (umur rencana) dimana penetuan tebal perkerasan dinyatakan oleh Indeks Tebal Perkerasan (ITP) Rumus: ITP a...(68) 1D1 ad a3d3 dimana : a1, a, a3 : Koefisien relative bahan perkerasan ( SKBI.3.6 1987 ) D1, D, D3 : Tebal masing masing lapis perkerasan (cm) 39

Flow Chart Perencanaan Tebal Perkerasan Mulai Data : LHR Pertumbuhan Lalu lintas (i) Kelandaian rata rata Iklim Umur rencana (UR) CBR rencana Menghitung nilai LER berdasarkan LHR Penentuan nilai DDT berdasarkan korelasi CBR 90% Penentuan faktor regional (FR) berdasarkan tabel.7 Menentukan IPo berdasarkan SKBI.3.6.1987 Menentukan IPt berdasarkan LER Menentukan nomor nomogram berdasarkan IPt dan IPo Menentukan ITP berdasarkan nilai LER dan DDT dengan nomogram yang sesuai Menentukan ITP berdasarkan ITP dan FR dengan nomogram Penentuan tebal perkerasaan Selesai Gambar.18 Diagram Alir Perencanaan Tebal Perkerasaan 40

.6 Rencana Anggaran Biaya (RAB) Untuk menentukan besarnya biaya yang diperlukan terlebih dahulu harus diketahui volume dari pekerjaan yang direncanakan. Pada umumnya pembuat jalan tidak lepas dari masalah galian maupun timbunan. Besarnya galian dan timbunan yang akan dibuat dapat dilihat pada gambar Long Profile. Sedangkan volume galian dapat dilihat melalui gambar Cross Section. Selain mencari volume galian dan timbunan juga diperlukan untuk mencari volume dari pekerjaan lainnya yaitu: 1. Volume Pekerjaan a. Pekerjaan persiapan - Peninjauan lokasi - Pengukuran dan pemasangan patok - Pembersihan lokasi dan persiapan alat dan bahan untuk pekerjaan - Pembuatan Bouplank b. Pekerjaan tanah - Galian tanah - Timbunan tanah c. Pekerjaan perkerasan - Lapis permukaan (Surface Course) - Lapis pondasi atas (Base Course) - Lapis pondasi bawah (Sub Base Course) - Lapis tanah dasar (Sub Grade) d. Pekerjaan drainase - Galian saluran - Pembuatan talud e. Pekerjaan pelengkap - Pemasangan rambu-rambu - Pengecatan marka jalan - Penerangan. Analisa Harga Satuan Analisa harga satuan diambil dari Analisa Harga Satuan tahun 015 Dinas Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga. 41

3. Kurva S Setelah menghitung Rencana Anggaran Biaya dapat dibuat Time Schedule dengan menggunakan Kurva S. Langkah langka pembuatan Kurva S: a. Menghitung besarnya bobot (%) setiap item kegiatan b. Menghitung bobot setiap minggu (satuan waktu) dari setiap kegiatan c. Membuat diagram batang pada kolom waktu sesuai dengan durasi setiap pekerjaan d. Menghitung prestasi setiap minggu (satuan waktu) dengan cara menjumlahkan setiap bobot kegiatan yang direncanakan dalam minggu (waktu) yang dihitung e. Menghitung prestasi kumulatif dalam setiap minggu (satuan waktu) f. Menggambar Kurva S berdasar data prestasi kumulatif dengan skala. 4

Flow Chart Alir Penyusunan RAB dan Time Schedule Mulai Pekerjaan persiapan dan pelengkap Pekerjaan tanah Pekerjaan drainase Pekerjaan perkerasan Pembersihan lahan Pengukuran Pembuatan bouwplank Pengecatan marka jalan Pemasangan rambu Galian tanah Timbunan tanah Galian saluran Pembuatan mortal/ pasangan batu Sub grade Sub base course Base course Surface course RAB pekerjaan persiapan dan pelengkap Waktu pekerjaan pesiapan dan pelengkap RAB pekerjaan tanah Waktu pekerjaan tanah RAB pekerjaan drainase Waktu pekerjaan drainase RAB pekerjaan perkerasan Waktu pekerjaan perkerasan Rekapitulasi RAB Time Schedule Selesai Gambar.19 Bagan Alir Penyusunan RAB dan Time Schedule 43